You are on page 1of 13

Lampu pijar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Lampu pijar dan filamennya yang sedang menyala. Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya.[1] Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut menghalangi udara untuk berhubungan dengannya sehingga filamen tidak akan langsung rusak akibat teroksidasi.[2] Lampu pijar dipasarkan dalam berbagai macam bentuk[3] dan tersedia untuk tegangan (voltase) kerja yang bervariasi dari mulai 1,25 volt[4] hingga 300 volt.[5] Energi listrik yang diperlukan lampu pijar untuk menghasilkan cahaya yang terang lebih besar dibandingkan dengan sumber cahaya buatan lainnya seperti lampu pendar dan dioda cahaya, maka secara bertahap pada beberapa negara peredaran lampu pijar mulai dibatasi.[6][7] Di samping memanfaatkan cahaya yang dihasilkan, beberapa penggunaan lampu pijar lebih memanfaatkan panas yang dihasilkan, contohnya adalah pemanas kandang ayam, [8] dan pemanas inframerah dalam proses pemanasan di bidang industri.

Sejarah
Pengembangan lampu pijar sudah dimulai pada awal abad XIX.[2][9][10][11] Sejarah lampu pijar dapat dikatakan telah dimulai dengan ditemukannya tumpukan volta oleh Alessandro Volta.[10] Pada tahun 1802, Sir Humphry Davy menunjukkan bahwa arus listrik dapat memanaskan seuntai logam tipis hingga menyala putih[2]. Lalu, pada tahun 1820, Warren De la Rue merancang sebuah lampu dengan cara menempatkan sebuah kumparan logam mulia platina di dalam sebuah tabung lalu mengalirkan arus listrik melaluinya.[9] Hanya saja, harga logam platina yang sangat tinggi menghalangi pendayagunaan penemuan ini lebih lanjut.[9][11] Elemen karbon juga sempat digunakan, namun karbon dengan cepat dapat teroksidasi di udara; oleh karena itu, jawabannya adalah dengan menempatkan elemen dalam vakum.[2] Pada tahun 1870-an, seorang penemu bernama Thomas Alva Edison dari Menlo Park, negara bagian New Jersey, Amerika Serikat, mulai ikut serta dalam usaha merancang lampu pijar.[2][9] Dengan menggunakan elemen platina, Edison mendapatkan paten pertamanya pada bulan April 1879.[2] Rancangan ini relatif tidak praktis namun Edison tetap berusaha mencari elemen lain yang dapat dipanaskan secara ekonomis dan efisien.[2] Di tahun yang sama, Sir Joseph Wilson Swan juga menciptakan lampu pijar yang dapat bertahan selama 13,5 jam.[11] Sebagian besar
1|Page

filamen lampu pijar yang diciptakan pada saat itu putus dalam waktu yang sangat singkat sehingga tidak berarti secara komersial.[2] Untuk menyelesaikan masalah ini, Edison kembali mencoba menggunakan untaian karbon yang ditempatkan dalam bola lampu hampa udara hingga pada tanggal 19 Oktober 1879 dia berhasil menyalakan lampu yang mampu bertahan selama 40 jam.[2]

Konstruksi
Komponen utama dari lampu pijar adalah bola lampu yang terbuat dari kaca, filamen yang terbuat dari wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen, bola lampu, gas pengisi, dan kaki lampu.[12]

1. Bola lampu 2. Gas bertekanan rendah (argon, neon, nitrogen) 3. Filamen wolfram 4. Kawat penghubung ke kaki tengah 5. Kawat penghubung ke ulir 6. Kawat penyangga 7. Kaca penyangga 8. Kontak listrik di ulir 9. Sekrup ulir 10. Isolator 11. Kontak listrik di kaki tengah

Bola lampu
Selubung gelas yang menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola lampu. Macam-macam bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk jamur, bentuk lilin, dan bentuk lustre.[13] Warna bola lampu antara lain yaitu bening, warna susu atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning.[13]

Gas pengisi
Pada awalnya bagian dalam bola lampu pijar dibuat hampa udara namun belakangan diisi dengan gas mulia bertekanan rendah seperti argon, neon, kripton, dan xenon atau gas yang bersifat tidak reaktif seperti nitrogen sehingga filamen tidak teroksidasi.[1] Konstruksi lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama dengan lampu pijar biasa[1], perbedaannya terletak pada gas halogen yang digunakan untuk mengisi bola lampu.

Kaki lampu
Dua jenis kaki lampu adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet yang dapat dibedakan dengan kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti dengan angka yang menunjukkan diameter kaki lampu dalam milimeter seperti E27 dan E14.[12]
2|Page

Operasi
Pada dasarnya filamen pada sebuah lampu pijar adalah sebuah resistor.[1] Saat dialiri arus listrik, filamen tersebut menjadi sangat panas, berkisar antara 2800 derajat Kelvin hingga maksimum 3700 derajat Kelvin.[14]. Ini menyebabkan warna cahaya yang dipancarkan oleh lampu pijar biasanya berwarna kuning kemerahan.[15] Pada temperatur yang sangat tinggi itulah filamen mulai menghasilkan cahaya pada panjang gelombang yang kasatmata.[1] Hal ini sejalan dengan teori radiasi benda hitam.[16] Indeks renderasi warna menyatakan apakah warna obyek tampak alami apabila diberi cahaya lampu tersebut dan diberi nilai antara 0 sampai 100.[12] Angka 100 artinya warna benda yang disinari akan terlihat sesuai dengan warna aslinya. Indeks renderasi warna lampu pijar mendekati 100.[12][17]

Foto yang sangat diperbesar dari filamen lampu pijar 200 Watt.

Lampu putus
Karena temperatur kerja filamen lampu pijar yang sangat tinggi, lambat laun akan terjadi penguapan pada filamen.[1] Variasi pada resistansi sepanjang filamen akan menciptakan titiktitik panas pada posisi dengan nilai resistansi tertinggi.[18]. Pada titik-titik panas tersebut filamen wolfram akan menguap lebih cepat yang mengakibatkan ketebalan filamen akan semakin tidak merata dan nilai resistansi akan meningkat secara lokal; ini akan menyebabkan filamen pada titik tersebut meleleh atau menjadi lemah lalu putus.[1] Variasi diameter sebesar 1% akan menyebabkan penurunan umur lampu pijar hingga 25%.[19] Selain menyebabkan putusnya lampu, penguapan filamen wolfram juga menyebabkan penghitaman lampu. Elemen wolfram yang menguap pada lampu pijar akan mengendap pada dinding kaca bola lampu dan membentuk efek hitam. [20] Lampu halogen menghambat proses ini dengan proses siklus halogen.[20]

Efisiensi
Efisiensi lampu atau dengan kata lain disebut dengan efikasi luminus[12] adalah nilai yang menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya dan dinyatakan dalam satuan lumen per Watt. Kurang lebih 90% daya yang digunakan oleh lampu pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang dipancarkan dalam radiasi cahaya kasat mata.[21] Pada tegangan 120 volt, nilai keluaran cahaya lampu pijar 100W biasanya adalah 1.750 lumen, maka efisiensinya adalah 17,5 lumen per Watt.[22] Sementara itu pada tegangan 230 volt seperti yang digunakan di Indonesia, nilai keluaran bolam 100W adalah 1.380 lumen[23] atau setara dengan 13,8 lumen per Watt. Nilai ini sangatlah rendah bila dibandingkan dengan nilai keluaran sumber cahaya putih "ideal" yaitu 242,5 lumen per Watt, atau 683 lumen per Watt untuk cahaya
3|Page

pada panjang gelombang hijau-kuning di mana mata manusia sangatlah peka.[1] Efisiensi yang sangat rendah ini disebabkan karena pada temperatur kerja, filamen wolfram meradiasikan sejumlah besar radiasi inframerah. Pada tabel di bawah ini terdaftar tingkat efisiensi pencahayaan beberapa jenis lampu pijar biasa bertegangan 120 volt[22] dan beberapa sumber cahaya ideal. Efisiensi lampu lumen/Watt Lampu pijar 40 Watt 1.9% 12.6[22] Lampu pijar 60 Watt 2.1% 14.5[22] Lampu pijar 100 Watt 2.6% 17.5[22] Radiator benda hitam 4000 K ideal 7.0% 47.5[24] Radiator benda hitam 7000 K ideal 14% 95[24] Sumber cahaya monokromatis 555 nm (hijau) ideal 100% 683[1][25] Karena efisiensi lampu pijar yang sangat rendah, beberapa pemerintah negara mulai membatasi peredaran lampu pijar. Contoh negara-negara yang mulai membatasinya adalah Australia[26], Amerika Serikat[7], Brasil[7], Inggris Raya[7], Irlandia[7], Kanada[7], Kuba[7], Selandia Baru[7], Swiss[7], Uni Eropa[7] dan Venezuela[7]. Jenis

Lampu halogen
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sebuah lampu halogen beroperasi pada tempatnya dengan kaca pelindung dibuka

Sebuah lampu halogen di belakang tapis UV Lampu halogen adakan sebuah lampu pijar dimana sebuah filamen wolfram disegel di dalam sampul transparan kompak yang diisi dengan gas lembam dan sedikit unsur halogen seperti iodin atau bromin. Putaran halogen menambah umur dari bola lampu dan mencegah
4|Page

penggelapan kaca sampul dengan mengangkat serbuk wolfram dari bola lampu bagian dalam kembali ke filamen[1]. Lampu halogen dapat mengoperasikan filamennya pada suhu yang lebih tinggi dari lampu pijar biasa tanpa pengurangan umur. Lampu ini memberikan efisiensi yang lebih tinggi dari lampu pijar biasa (10-30 lm/W), dan juga memancarkan cahaya dengan suhu warna yang lebih tinggi[2].

Prinsip operasi

Bola lampu halogen

Foto filamen lampu halogen setelas beberapa ratus jam digunakan Fungsi dari halogen dalam lampu adalah untuk membalik reaksi kimia penguapan wolfram dari filamen. Pada lampu pijar biasa, serbuk wolfram biasanya ditimbun pada bola lampu. Putaran halogen menjaga bola lampu bersih dan keluaran cahaya tetap konstan hampir seumur hidup. Pada suhu sedang, halogen bereaksi dengan wolfram yang menguap, halida wolfram(V) bromin yang terbentuk dibawa berputar oleh pengisi gas lembam. Pada suatu saat ini akan mencapai daerah bersuhu tinggi (filamen yang memijar), dimana ini akan berpisah, melepaskan wolfram dan membebaskan halogen untuk mengulangi proses[3]. Untuk membuat reaksi tersebut, suhu keseluruhan bola lampu harus lebih tinggi daripada lampu pijar biasa. Bola lampu harus dibuat dari kuarsa leburan atau gelas dengan titik lebur tingi seperti alumina. Karena gelas kuarsa sangat kuat, tekanan gas dapat ditingkatkan, sehingga mengurangi laju penguapan dari filamen, memungkinkan untuk beroperasi pada suhu yang lebih tinggi untuk umur yang sama, sehingga menambah efisiensi dan keluaran cahaya[4]. Wolfram yang diuapkan dari bagian filamen yang lebih panas tidak selalu dikembalikan pada tempatnya semula, jadi bagian tertentu dari filamen menjadi sangat tipis dan akhirnya gagal. Regenerasi juga mungkin dilakukan dengan fluorin, tetapi reaksi kimianya terlalu kuat sehingga bagian lain dari bola lampu ikut direaksikan[5][6] .

5|Page

Lampu pendar
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Berbagai jenis lampu pendar. Lampu pendar adalah salah satu jenis lampu lucutan gas yang menggunakan daya listrik untuk mengeksitasi uap raksa.[1] Uap raksa yang tereksitasi itu menghasilkan gelombang cahaya ultraungu yang pada gilirannya menyebabkan lapisan fosfor berpendar dan menghasilkan cahaya kasatmata.[1] Lampu pendar mampu menghasilkan cahaya secara lebih efisien daripada lampu pijar.[2] Lampu pendar dikenal dalam dua bentuk utama.[3] Yang pertama berbentuk tabung panjang atau yang umum dikenal dengan lampu TL (tubular lamp) atau lampu neon dan yang kedua berukuran lebih kecil dengan tabung ditekuk menyerupai spiral, umum disebut dengan sebutan lampu hemat energi (LHE).[3] Karena lampu pendar memiliki efisiensi lebih tinggi daripada lampu pijar, pemerintah Indonesia pernah mencanangkan program penggantian lampu pijar dengan lampu pendar secara gratis.[4] Namun seiring dengan kemajuan teknologi, efisiensi pencahayaan dioda cahaya atau lebih dikenal dengan lampu LED mulai setara dengan efisiensi pencahayaan lampu pendar walaupun harus dalam kondisi tertentu. [5]

Sejarah
Penelitian awal

Lampu pendar jenis LHE yang tabungnya berbentuk spiral. Fenomena pendaran (fosforesens) pada beberapa jenis batu dan material lain selama ratusan tahun, bahkan sebelum dipahami cara kerjanya.[6] Sejak pertengahan abad XIX, eksperimen
6|Page

memperlihatkan suatu nyala terjadi dari bejana kaca hampa udara yang dilewati arus listrik.[6] Penjelasan pertama kali dilakukan sekitar tahun 1845 oleh ilmuwan berkewarganegaraan Inggris, Sir George G. Stokes dari Universitas Cambridge.[6] Dia menamakan fenomena ini sebagai fluorescence dari kata flourite, yaitu nama sebuah mineral yang dapat berpendar.[6] Penjelasan ini berdasarkan sifat alamiah listrik dan fenomena cahaya yang dikembangkan pada tahun 1840an oleh Michael Faraday dan James Clerk Maxwell, keduanya ilmuwan dari Inggris.[6] Pada tahun 1857, seorang ilmuwan dari Perancis, Alexandre E. Becquerel menginvestigasi dua macam fenomena pendaran (fosforesens dan fluoresens).[7] Dia berteori tentang pembuatan tabung pendaran serupa dengan yang dibuat pada masa kini.[7] Becquerel bereksperimen dengan melapisi tabung vakum dengan material yang dapat berpendar dan kemudian menjadi dasar pengembangan lampu pendar selanjutnya.[7]

Lampu generasi awal


Lampu pendar pertama dipatenkan dengan dokumen paten U.S. Patent No. 889,692 pada tahun 1901 oleh Peter Cooper Hewitt (1861-1921), seorang berkebangsaan Amerika Serikat.[7] Lampu pendar tersebut bekerja dengan uap raksa tekanan rendah dan adalah prototipe pertama dari lampu pendar masa kini.[7] Lampu tersebut digunakan untuk studio fotografi dan industri.[7] Pada tahun 1927, Edmund Germer, Friedrich Meyer, dan Hans Spanner mematenkan lampu dengan uap bertekanan tinggi dengan U.S. Patent No. 2,182,732 dan berikutnya George Inman bekerja sama dengan General Electric (GE) untuk membuat lampu pendar yang praktis.[7] Lampu tersebut pertama dijual pada tahun 1938 dan dipatenkan pada tanggal 14 Oktober 1941 dengan U.S. Patent No. 2,259,040.[7] Paten inilah yang kemudian dianggap menjadi dasar dari pembuatan lampu pendar modern.[7] Sedangkan lampu hemat energi (LHE) masa kini pertama dikembangkan oleh Edward E. Hammer, seorang insinyur dari General Electric saat terjadi krisis energi tahun 1970an.[8] Walaupun pihak pimpinan GE menyukai rancangan tersebut, mereka memutuskan untuk tidak memasarkannya pada saat itu karena LHE membutuhkan fasilitas produksi baru yang akan memakan biaya $25 juta.[8] Rancangan lampu tersebut pada akhirnya bocor dan disalin oleh pihak-pihak lain.[8]

Operasi

Starter dari sebuah lampu pendar jenis TL. Sebuah lampu pendar pada dasarnya selalu berbentuk tabung yang panjang terbuat dari kaca, dengan ruang kosong di dalamnya, dan terminal listrik pada ujungnya yang terhubung dengan catu daya.[2] Tabung tersebut dapat dibentuk ke dalam berbagai macam bentuk seperti pada lampu pendar jenis LHE tabung kaca tersebut ditekuk ke dalam bentuk spiral atau bentuk lainnya.[2] Sejumlah kecil raksa ditempatkan di dalam tabung pendar dan tabung tersebut diisi dengan gas argon.[2]

7|Page

Saat listrik dialirkan melalui tabung tersebut, listrik tersebut mengalir melalui gas argon dan membangkitkan atom-atom raksa dan menyebabkan sebagian di antara atom-atom tersebut menguap.[2] Atom raksa menyerap energi dari elektron-elektron yang bergerak bebas dan menjadi dalam keadaan tereksitasi.[2][1] Atom-atom raksa yang tereksitasi kemudian akan melepaskan energinya dalam bentuk cahaya pada panjang gelombang ultraungu.[1] Cahaya pada panjang gelombang ultraungu tidak dapat kasatmata dan oleh karena itu lampu pendar mensiasatinya dengan melapisi bagian dalam tabung kaca dengan lapisan fosfor.[2] Fosfor yang terkena energi dari cahaya ultraungu akan berpendar, mengubah cahaya ultraungu menjadi cahaya kasatmata.[1] Fosfor berbentuk serbuk yang berwarna putih yang dapat dilihat pada lampu pendar yang pecah.[2]

Starter (Penghidup)
Starter atau penghidup[9] pada dasarnya adalah suatu saklar otomatis yang akan mati setelah jangka waktu tertentu.[1] Starter akan membiarkan arus listrik mengalir melalui elektroda pada kedua ujung tabung kaca dan memanaskannya hingga mulai melepaskan elektron.[1] Starter akan terbuka setelah beberapa detik dan tegangan listrik di antara kedua ujung tabung menyebabkan aliran elektron mengalir dalam tabung dan mengionisasi uap raksa.[1]

Ballas (Pemberat)
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Balast elektronik

Ballas elektronik yang digunakan pada lampu pendar jenis lampu hemat energi (LHE). Ballas atau pemberat[9] bekerja sebagai pengatur arus listrik. Ballas menyediakan kondisi yang tepat untuk menghidupkan dan mengoperasikan lampu pendar.[1] Jika tegangan listrik pada lampu pendar tidak diatur, maka besar arus listrik yang mengalir melalui lampu akan meningkat pesat dan dapat menyebabkan hancurnya komponen-komponen.[1] Ballas bekerja mengatur tegangan dengan prinsip pembatasan arus.[10] Ada dua jenis ballas dalam lampu pendar, yang pertama adalah ballas magnetik dan yang kedua adalah ballas elektronik.[2] Ballas magnetik bekerja dengan cara mencekik (bahasa Inggris: choke) arus pada titik yang sudah ditentukan berdasarkan siklus arus bolak-balik pada frekuensi jala-jala sumber, atau 50/60Hz.[10] Sedangkan ballas elektronik menggunakan komponenkomponen elektronik aktif untuk membatasi arus dan bekerja pada frekuensi yang lebih tinggi (sekitar 25KHz).[10] Beberapa orang mungkin dapat melihat kedipan cepat pada lampu pendar yang menggunakan ballas magnetik namun tidak untuk lampu yang menggunakan ballas elektronik.[10] Ballas elektronik pada umumnya juga dapat menghidupkan lampu dengan lebih cepat, dengan lebih sedikit gangguan, dan dengan daya yang lebih rendah, sehingga membuat lampu pendar bekerja lebih efisien daripada ballas magnetik.[2]

8|Page

Lampu lucutan gas


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Lampu pembunuh kuman adalah uap merkuri bertekanan rendah yang dilucutkan pada bungkusan leburan kuarsa. Lampu lucutan gas adalah nama untuk sekelompok sumber cahaya artifisial, yang menghasilkan cahaya dengan mengirimkan lucutan elektris melalui gas yang terionisasi, misalnya pada plasma. Sifat lucutan gas sangat tergantung pada frekuensi atau modulasi arus listriknya. Biasanya, lampu-lampu ini menggunakan gas mulia (argon, neon, kripton, dan xenon) atau campuran dari gas-gas tersebut. Sebagian besar lampulampu ini juga mengandung bahan-bahan tambahan, seperti merkuri, natrium, dan/atau halida logam. Dalam operasinya, gas mengalami ionisasi, dan selanjutnya elektron-elektron bebas yang dipercepat oleh medan listrik di dalam tabung bertabrakan dengan atom-atom dari gas dan logam. Beberapa elektron yang mengelilingi atom-atom gas dan logam mengalami eksitasi akibat tabrakan ini, menyebabkan mereka pindah ke lokasi energi yang lebih tinggi. Ketika elektron jatuh kembali ke lokasinya semula, ia mengeluarkan foton, yang menimbulkan cahaya yang dapat dilihat atau radiasi ultraviolet. Radiasi ultraviolet diubah menjadi cahaya yang dapat dilihat melalui lapisan fluoresens, yang terdapat pada bagian dalam permukaan kaca lampu untuk beberapa jenis lampu. Lampu pendar mungkin adalah contoh lampu gas lucutan yang paling terkenal. Lampu lucutan gas adalah lampu yang tahan lama dan memberikan efisiensi cahaya yang tinggi, namun lebih rumit untuk memproduksinya dan membutuhkan perangkat elektronik tertentu untuk menciptakan arus listrik yang sesuai untuk melalui gas yang disiapkan.

9|Page

Diode pancaran cahaya


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

LED Dioda cahaya atau lebih dikenal dengan sebutan LED (light-emitting diode) adalah suatu semikonduktor yang memancarkan cahaya monokromatik yang tidak koheren ketika diberi tegangan maju. Gejala ini termasuk bentuk elektroluminesensi. Warna yang dihasilkan bergantung pada bahan semikonduktor yang dipakai, dan bisa juga ultraviolet dekat atau inframerah dekat.

Teknologi LED
Fungsi fisikal
Sebuah LED adalah sejenis dioda semikonduktor istimewa. Seperti sebuah dioda normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan semikonduktor yang diisi penuh, atau di-dop, dengan ketidakmurnian untuk menciptakan sebuah struktur yang disebut p-n junction. Pembawa-muatan - elektron dan lubang mengalir ke junction dari elektroda dengan voltase berbeda. Ketika elektron bertemu dengan lubang, dia jatuh ke tingkat energi yang lebih rendah, dan melepas energi dalam bentuk photon.

Emisi cahaya
Panjang gelombang dari cahaya yang dipancarkan, dan oleh karena itu warnanya, tergantung dari selisih pita energi dari bahan yang membentuk p-n junction. Sebuah dioda normal, biasanya terbuat dari silikon atau germanium, memancarkan cahaya tampak inframerah dekat, tetapi bahan yang digunakan untuk sebuah LED memiliki selisih pita energi antara cahaya inframerah dekat, tampak, dan ultraungu dekat.

10 | P a g e

LED dalam aplikasi sebagai alat penerangan lampu langit-langit

Polarisasi
Tak seperti lampu pijar dan neon, LED mempunyai kecenderungan polarisasi. Chip LED mempunyai kutub positif dan negatif (p-n) dan hanya akan menyala bila diberikan arus maju. Ini dikarenakan LED terbuat dari bahan semikonduktor yang hanya akan mengizinkan arus listrik mengalir ke satu arah dan tidak ke arah sebaliknya. Bila LED diberikan arus terbalik, hanya akan ada sedikit arus yang melewati chip LED. Ini menyebabkan chip LED tidak akan mengeluarkan emisi cahaya. Chip LED pada umumnya mempunyai tegangan rusak yang relatif rendah. Bila diberikan tegangan beberapa volt ke arah terbalik, biasanya sifat isolator searah LED akan jebol menyebabkan arus dapat mengalir ke arah sebaliknya.

Tegangan maju
Karakteristik chip LED pada umumnya adalah sama dengan karakteristik dioda yang hanya memerlukan tegangan tertentu untuk dapat beroperasi. Namun bila diberikan tegangan yang terlalu besar, LED akan rusak walaupun tegangan yang diberikan adalah tegangan maju. Tegangan yang diperlukan sebuah dioda untuk dapat beroperasi adalah tegangan maju (Vf).

Sirkuit LED
Sirkuit LED dapat didesain dengan cara menyusun LED dalam posisi seri maupun paralel. Bila disusun secara seri, maka yang perlu diperhatikan adalah jumlah tegangan yang diperlukan seluruh LED dalam rangkaian tadi. Namun bila LED diletakkan dalam keadaan paralel, maka yang perlu diperhatikan menjadi jumlah arus yang diperlukan seluruh LED dalam rangkaian ini. Menyusun LED dalam rangkaian seri akan lebih sulit karena tiap LED mempunyai tegangan maju (Vf) yang berbeda. Perbedaan ini akan menyebabkan bila jumlah tegangan yang diberikan oleh sumber daya listrik tidak cukup untuk membangkitkan chip LED, maka beberapa LED akan tidak menyala. Sebaliknya, bila tegangan yang diberikan terlalu besar akan berakibat kerusakan pada LED yang mempunyai tegangan maju relatif rendah. Pada umumnya, LED yang ingin disusun secara seri harus mempunyai tegangan maju yang sama atau paling tidak tak berbeda jauh supaya rangkaian LED ini dapat bekerja secara baik.

11 | P a g e

Substrat LED
Pengembangan LED dimulai dengan alat inframerah dan merah dibuat dengan gallium arsenide. Perkembagan dalam ilmu material telah memungkinkan produksi alat dengan panjang gelombang yang lebih pendek, menghasilkan cahaya dengan warna bervariasi. LED konvensional terbuat dari mineral inorganik yang bervariasi, menghasilkan warna sebagai berikut:

aluminium gallium arsenide (AlGaAs) - merah dan inframerah gallium aluminium phosphide - hijau gallium arsenide/phosphide (GaAsP) - merah, oranye-merah, oranye, dan kuning gallium nitride (GaN) - hijau, hijau murni (atau hijau emerald), dan biru gallium phosphide (GaP) - merah, kuning, dan hijau zinc selenide (ZnSe) - biru indium gallium nitride (InGaN) - hijau kebiruan dan biru indium gallium aluminium phosphide - oranye-merah, oranye, kuning, dan hijau silicon carbide (SiC) - biru diamond (C) - ultraviolet silicon (Si) - biru (dalam pengembangan) sapphire (Al2O3) - biru

LED biru dan putih

Sebuah GaN LED ultraviolet LED biru pertama yang dapat mencapai keterangan komersial menggunakan substrat galium nitrida yang ditemukan oleh Shuji Nakamura tahun 1993 sewaktu berkarir di Nichia Corporation di Jepang. LED ini kemudian populer di penghujung tahun 90-an. LED biru ini dapat dikombinasikan ke LED merah dan hijau yang telah ada sebelumnya untuk menciptakan cahaya putih. LED dengan cahaya putih sekarang ini mayoritas dibuat dengan cara melapisi substrat galium nitrida (GaN) dengan fosfor kuning. Karena warna kuning merangsang penerima warna merah dan hijau di mata manusia, kombinasi antara warna kuning dari fosfor dan warna biru dari substrat akan memberikan kesan warna putih bagi mata manusia. LED putih juga dapat dibuat dengan cara melapisi fosfor biru, merah dan hijau di substrat ultraviolet dekat yang lebih kurang sama dengan cara kerja lampu fluoresen. Metode terbaru untuk menciptakan cahaya putih dari LED adalah dengan tidak menggunakan fosfor sama sekali melainkan menggunakan substrat seng selenida yang dapat memancarkan cahaya biru dari area aktif dan cahaya kuning dari substrat itu sendiri.

12 | P a g e

13 | P a g e

You might also like