You are on page 1of 17

MAKALAH Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan tentang KOLELITIASIS

Disusun oleh :

1. Hironimus Tolan Igor 2. Indra Brahmanto 3. Samsul Arifin S1 KEPERAWATAN ( 2A )

STIKES DIAN HUSADA MOJOKERTO TAHUN AKADEMI 2011 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4 1.2.5 1.2.6 1.2.7 1.2.8 1.2.9 Bagaimana anatomi dan fisiologi dari Kandung Empedu ? Apa definisi Kolelitiasis ? Apa saja etiologi Kolelitiasis ? Bagaimana Patofisiologi Kolelitiasis ? Apa saja Tanda dan Gejala Kolelitiasis ? Apa saja Komplikasi Kolelitiasis ? Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari Kolelitiasis ? Apa saja Penatalaksanaan dan Terapi Kolelitiasis ? Bagaimana Konsep Keperawatan pada Penyakit Kolelitiasis ?

1.3 Tujuan Penulisan Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang penyakit Kolelitiasis, sedangkan untuk tujuan khususnya adalah senagai berikut : 1.3.1 1.3.2 1.3.3 Untuk memahami anatomi dan fisiologi dari Kandung Kemih Untuk memahami definisi Kolelitiasis Untuk memahami Etiologi Kolelitiasis

1.3.4 1.3.5 1.3.6 1.3.7 1.3.8 1.3.9

Untuk memahami Patofisiologi Kolelitiasis Untuk memahami Tanda dan Gejala Kolelitiasis Untuk memahami Komplikasi Kolelitiasis Untuk memahami Pemeriksaan Penunjang dari Kolelitiasis Untuk memahami penatalaksanaan dan Terapi Kolelitiasis Untuk memahami Konsep Keperawatan pada penyakit Kolelitiasis

1.4 Manfaat Penulisan Dengan adanya penyusunan makalah ini, diharapkan dapat mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang Kolelitiasis. Dan diharapkan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

kemampuan penulis dalam membuat sebuah karya tulis berupa makalah.

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN KOLELITIASIS

2.1 Definsi Kolelitiasis (batu empedu) adalah adanya batu (kaskuli) dalam kandung empedu berupa batu kolesterol akibat gangguan hati yang mengekresikan kolesterol (Arief Mansjoer, 2001). Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003)

2.2 Etiologi Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti,adapun faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu. a) Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. b) Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin ) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. c) Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan.Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu ,dibanding panyebab terbentuknya batu.

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi kolelitiasis : a. Jenis kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat Badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Aktifitas Fisik Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

f. Penyakit Usus Halus Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

g. Nutrisi Intravena Jangka Lama Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

2.3 Patofisiologi Ada tiga tipe batu empedu yaitu: a) Tipe Batu Pigmen Terjadi akibat proses hemolitik atau infeksi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin di glukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin. b) Tipe Batu Kolesterol Terjadi akibat gangguan hati yang mengeksresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis kelarutan kolesterol/dalam empedu.

Infeksi bakteri kedalam empedu

Gangguan fisiologi hati

Mengubah bilirubin di glukuronida menjadi bilirubin bebas

Penurunan produksi garam empedu

Kristal kalsium bilirubin

Absorbsi lemak menurun

Peningkatan nilai kadar kritis kelarutan kolesterol dalam empedu

Penumpukkan kolesterol dalam jangka waktu lama

Kolelitiasis (Batu Empedu)

Distensi empedu Peradangan empedu

Penyumbatan saluran empedu

Hospitalisasi

Pengaliran sterkobilin dan urobilin terganggu Urin berwarna gelap feses berwarna pucat

Cemas Nyeri perut kanan atas

Peningkatan suhu tubuh Empedu

Gangguan rasa nyaman

2.4 Manifestasi Klinik 1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar

akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit. 3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Claycolored

2.5 Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan pendukung dan diit Kurang lebih 80% pasien sembuh dengan istirahat, pemberian cairan infus, pengasapan monogastrik, analgesik, dan antibiotik. Diit dibatasi pada makanan cairan rendah lemak, penatalaksanaan diit merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gangguan gastrointestinal ringan. b. Farmakoterapi 1. Obat-obat antikosinengik-antispasmodik. 2. Analgesik. 3. Antibiotik bila disertai kolesistitis 4. Asam empedu (asam kemodeoksikolat). c. Litotripsi 1. Litotripsi syok gelombang extra konporeal: kejutan gelombang berulang yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu untuk memecahkan batu empedu. 2. Litotripsi syok gelombang intrakonporeal: batu dapat dipecahkan dengan ultra sound, tembakan laser atau intotripsi hiokolik yang dipasang melalui endoskopi yang diarahkan pada empedu. d. Penatalaksanaan Pembedahan

1. Kolesistektomi Merupakan salah satu prosedur bedah yang sering dilakukan. Kandungan empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligari. 2. Minikolesistektomi Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandungan empedu lewat luka insisi selebar 4 cm. Jika dipertukaran batu kandung empedu yang berukuran lebih besar. 3. Kolesitektomi Lapanoskopi Dilakukan melalui insisi kecil atau fungsi yang berat melalui dinding abdomen dalam umbilikus.

2.6 Komplikasi 1. Kolesistitis akut dan kronik. 2. Koledokolitiasis. 3. Pankabatitis. 4. Kolangitis. 5. Abses hati. 6. Sirosin bilien. 7. Empiema. 8. Ikterus obstruktif.

2.7 Pemeriksaan Penunjang a) Radiologi Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. b) Radiografi: Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral

kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami

obstruksi.(Smeltzer, 2002) c) Sonogram Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003) d) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002) e) Pemeriksaan darah

Kenaikan serum kolesterol Kenaikan fosfolipid Penurunan ester kolesterol Kenaikan protrombin serum time Kenaikan bilirubin total, transaminase Penurunan urobilirubin Peningkatan sel darah putih Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama.

KONSEP KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 3.1.1 Pengumpulan Data 1. Identitas klien/pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, agama, suku, alamat, tanggal Masuk Rumah Sakit, nomor register dan ruangan, serta orang yang bertanggung jawab. 2. Keluhan Utama Pada pasien kolelitiasis biasanya akan megalami nyeri perut kanan atas atau dapat juga kolik bilien disertai dengan demam dan ikterus. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien kolelitiasis biasanya akan terdapat gejala seperti perasaan penuh pada epigastrium kadang-kadang mual dan muntah. 4. Riwayat Penyakit Dahulu Umumnya pasien kolelitiasis mempunyai riwayat nyeri perut kanan atas dalam jangka waktu yang lama. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Pada pasien kolelitiasis tidak terpengaruh pada riwayat penyakit keluarga, karena kolelitiasis bukan merupakan penyakit turunan atau kelainan bawaan atau kongenital. 6. Pola-pola Fungsi Kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Pada umumnya pasien kolelitiasis dapat memenuhi sebagian besar dari tata laksana kesehatannya karena kolelitiasis tidak mengganggu persepsi dan tata laksana hidup sehat. b. Pola nutrisi dan metabolisme Terdapatnya menyebabkan gangguan pasien dan penurunan absorbsi lemak

kolelitiasis

mengalami

gangguan

gastrointestinal ringan seperti perasaan mual, kadang-kadang disertai muntah. c. Pola eliminasi Pada umumnya pasien kolelitiasis tidak mengalami gangguan eliminasi, tetapi warna alvi dan urin berubah warna (alvi menjadi warna pucat urin menjadi warna gelap). d. Pola istirahat dan tidur

Akibat dari nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba muncul dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur. e. Pola aktivitas dan latihan Akibat dari nyeri, mual, muntah, demam, perasaan penuh di daerah epigastrium dapat mengganggu aktifitas dan latihan pasien, karena pasien butuh istirahat. f. Pola persepsi dan konsep diri Pada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien. g. Pola hubungan peran Pada umum peran pasien terhadap keluarga ataupun respon keluarga terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada gangguan. h. Pola reproduksi seksual Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh karena keadaan penyakit pasien. i. Pola penanggulangan stress Pada umumnya pasien kolelitiasis cemas terhadap penyakitnya keadaan penyakitnya. j. Pola sensori dan kognitif Pada umumnya pasien dengan batu empedu tidak terdapat gangguan pada sensori dan kognitifnya. k. Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan tentang agama dan kepercayaan yang dianut pasien tentang norma dan aturan yang di jalankan. 7. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum Didapatkan saat klien waktu pengkajian k/u lemah, suhu tubuh tinggi (jika ada infeksi), mual, muntah, nyeri perut kanan atas, ikterus, distensi abdomen. 2) Pemeriksaan tanda-tanda Vital Suhu tubuh Denyut nadi Tingkat kesadaran Tekanan darah

3.2 Diagnoasa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi. 2. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah dan anoreksia 3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

Kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster. 4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.

3.3 Intervensi Dx I : Nyeri berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3 x 24 jam. KH : Pasien mengatakan nyeri berkurang Pasien lebih tenang dan merasa nyaman Tanda-tanda vital dalam batas normal

Rencana Tindakan: 1. Lakukan pendekatan kepada klien dan keluarga. Rasional: Dengan komunikasi yang baik diharapkan klien dan keluarganya akan lebih kooperatif dalam tindakan perawatan. 2. Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara mengatasi nyeri. Rasional: Diharapkan klien mengerti tentang nyeri yang dialamiya dan bagaimana mengatasinya. 3. Observasi dan catat lokasi nyeri dan karakter nyeri. Rasional: Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas akan dapat mempermudah dalam melakukan tindakan selanjutnya. 4. Tingkatkan mobilisasi biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman. Rasional: Mobilisasi pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intra Abdomen pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan nyeri secara alamiah 5. Berikan kompres hangat didaerah nyeri. Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri 6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi.

Rasional: Diharapkan dapat menghindari kesalahan dalam pemberian terapi obat/infus.

Dx II : Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual/muntah dan anoreksia. Tujuan : Pasien dapat memenuhi intake sesuai dengan kebutuhan. KH : Pasien tidak mual dan muntah Nafsu makan meningkat Berat badan pasien normal

Rencana Tindakan: 1. Jelaskan pada klien dampak dari nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan memotivasi klien untuk makan. 2. Jelaskan pada klien faktor-faktor yang dapat mengatasi mual. Rasional: Meningkatkan motivasi klien untuk melakukan tindakan mengetahui mual. 3. Anjurkan pada klien untuk makan makanan selagi hangat. Rasional: Untuk menambah nafsu makan pasien. 4. Anjurkan pada posisi semi fowler saat makan. Rasional: Untuk mencegah mual dan aspirasi. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit yang tepat. Rasional: Untuk mengatasi kata mual dan meningkatkan proses penyembuhan pasien.

Dx III : Resiko tinggi kehilangan volime cairan berhubungan dengan kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan; muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster Tujuan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan keseimbangan cairan yang adekuat.

KH

: Membran mukosa lembab Keseimbangan cairan kembali adekuat Turgor kulit baik

Tidak muntah

Rencana Tindakan : 1. Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urin. Observasi membrane mukosa atau kulit, nadi perifer dan pengisian kapiler Rasional: Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian 2. Observasi tanda dan gejala peningkatan atau berlanjutnya mual atau muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang, tidak adanya bisisng usus. Rasional: Aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium dan klorida. 3. Hindari dari lingkungan yang berbau Rasional: Menurunkan rangsangan pada pusat muntah 4. Observasi ulang pemeriksaan lab, Hematokrit atau hemoglobin. Rasional: Membantu dalam evaluasi volume sirkulasi, mengidentifikasi defisit. 5. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat dan kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit yang tepat. Rasional: Mempertahankan ketidakseimbangan. volume sirkulasi dan memperbaiki

Dx IV : Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan. Tujuan : KH : Ekspresi wajah pasien lebih tenang (rileks) Pasien menyetujui dilakukannya tindakan pengobatan Klien mengerti tentang penyakitnya Cemas pasien berkurang

Rencana Tindakan: 1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur awal dan persiapan yang dilakukan. Rasional: Informasi menurunkan cemas 2. Anjurkan klien untuk menghindari makanan dan minuman tinggi lemak. Rasional: Mencegah/membatasi kambuhnya serangan kandung empedu.

3. Bantu pasien untuk menetapkan masalahnya secara jelas. Rasional: Keterbukaan dan pengertian tentang persepsi diri adalah syarat untuk berubah. 4. Tingkatkan harga diri pasien dan berikan support Rasional: Dengan memberikan support diharapkan harga diri pasien akan merasa hidupnya berguna dan dengan meningkatkan harga diri mempunyai semangat untuk berobat sampai penyakitnya sembuh.

3.4 Implementasi Adalah perwujudan dari rencana yang telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan untuk mengatasi masalah klien secara optimal (Nasrul Effendi, 1995).

3.5 Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan semua tenaga kesehatan (Nasrul Effendi, 1995). a) Nyeri berkurang b) Nafsu makan meningkat c) BB kembali seimbang d) Pasien tidak mual,muntah

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.,

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC: Jakarta.

Evelyn C. Pearce, 2002, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT. Gramedia: Jakarta.

Lismidar, H, 1993, Proses Perawatan, UI: Jakarta.

Marilynn E. Doengoes dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi tiga, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2003.

You might also like