You are on page 1of 2

PEMIKIRAN DALAM MEMBANGUN ILMU SOSIAL DI PAPUA - INDONESIA

Oleh Hamah Sagrim

Secara historis, sejarah perkembangan ilmu sosial di Papua telah diturunkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan Indonesia dengan turunan penjajahan sebagai bagian dari kolonialisme dalam kolonisasi ilmu pengetahuan yang diterapkan seiring dengan kepentingan dan proyek Negara. Papua termasuk kelompok sosial yang menerima ilmu sosial Eropa yang diturunkan oleh Kolonial melalui pendidikan nasional yang liberalis. Walaupun secara natural perilaku sosial masyarakat Papua Barat memiliki dialektikanya sendiri, akan tetapi sedikit demi sedikit dialektika sosial Papua Barat itu mampu dilahap oleh konsep pemikiran sosial Eropa yang diterapkan oleh kekuasaan kolonial melalui pendidikan secara liberal di Papua Barat Indoensia. Tidak ada satupun ilmuwan Papua Barat - Indoensia yang berdiri pada zaman penjajahan untuk menjembatani ilmu sosial menurut konsep Eropa dan mereduksinya dalam membangun ilmu sosial Papua sehingga menjadi lengah dan pasrah diri untuk menerima konsep pemikiran Eropa yang tak sadar telah merajut perjalanannya hingga ke seantero dunia. Tak ada pertahanan sosial yang terbangun ditubuh Papua Barat - Indonesia untuk memproteksi tradisi sosial Papua - Indonesia sebagai suatu bagian pertahanan yang sebenarnya bisa menjadi sebuah model yang dapat diterapkan guna mencari format dalam membangun ilmu sosial Papua - Indonesia. Ilmu sosial yang berkembang di Negara-negara dunia berkembang memang terlihat bahwa memiliki pertalian erat dengan kekuasaan Negara-negara Eropa. Walaupun para ilmuwan sosial bersepakat bahwa kosep pemikiran sosial Eropa sebagai ilmu sosial yang dipergunakan sebagai pedoman dalam mempelajari dan memahami masyarakat di suatu tempat, bukan berarti serta merta menggunakan konsep eropasentris secara menyeluruh sehingga menggugurkan konsep sosial Negara lain yang telah dibangun secara berabad-abad ditengah masyarakat setempat, namun sebenarnya ilmu sosial Eropa mestinya dijadikan sebagai cermin yang fungsinya untuk berkaca diri oleh bangsa lain. Kawin Silang Ilmu sosial Eropa dan Tradisi Sosial Papua Indonesia.

Dalam sejarah perkembangan ilmu sosial di Papua - Indonesia, walaupun ada karya para ilmuwan indoensia yang mencoba memperdebatkan hegemoni barat dalam membangun karya-karya ilmiah dalam konsep mengkonstruksi ilmu sosial dengan pemikiran epistemologi sosial Indonesia, akan tetapi tidak dipungkiri bahwa semua proyek pembangunan ilmu sosial indoensia itu sendiri terlahir dan mengalir secara linear dari irama koloni yang diturunkan secara praktis melalui kontraksi pendidikan penjajah. Ilmu sosial Eropa sebenarnya pertama bersifat epistemologis, dan kedua bersifat praktis. Manfaat epistemologis pertama dari ilmu sosial Eropa adalah memunculkan suatu ilmu yang digunakan dalam memahami dan mempelajari serta menggambarkan siapa dan bagaimana manusia Eropa dalam lingkupan sosialnya, yang dipelajari mula-mula dengan dibekali dengan konsep awal ilmu sosial yang kelihatannya gado-gado dan dimantapkan kemudian sebagai ilmu sosial kontemporer. Sedangkan hal kedua adalah bahwa ilmu sosial sebenarnya (blue print) dari pemikiran Eropa yang diterapkan di Papua Barat Indonesia yang mana didalamnya terdapat masalah-masalah sosial Eropa sebagai model rangsangan untuk mempelajari persoalan sosial di Papua - Indonesia termasuk ontologi yang diperdebatkan oleh para ilmuwan, karena desain sosial masyarakat Papua - Indonesia yang secara mentradisi dinafikkan oleh penguasa yang berusaha memahami sosial Papua - Indonesia untuk memperkaya khasanah ilmu sosial Eropa yang bertolak dari pengalaman menguasai daerah-daerah jajahan. Mata rantai utama yang menghubungkan ilmu sosial Papua - Indonesia adalah didikan sosial Eropa melalui jajahan melalui terapan ilmu Eropa yang dikembangkan dan ditransferkan dalam pembangunan ilmu sosial Papua Indonesia. Sebenarnya menyangkut sejarah pembangunan ilmu sosial Indonesia (Papua) bertitik tolak dari pandangan-pandangan barat yang dipakai dalam melihat Papua - Indonesia. Konsep semacam ini juga kemudian diterapkan oleh Indonesia ke seluruh nusantara, tanpa memperdulikan tradisi sosial setempat yang membudaya, sehingga semua pemikiran Indonesia (Papua Barat) itu terkontaminasi kebarat-baratan.

You might also like