You are on page 1of 4

Bronkiektasis Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat

patologis, persisten dan berjalan kronik yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otototot polos bronkus. Perubahan ini disebabkan oleh atau berkaitan dengan infeksi nekrotikan kronis. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (bronkiolus) dan bronkus sedang, sedangkan bronkus besar jarang terkena. Penyakit ini dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini juga tidak memandang usia dan dapat timbul pada orang dewasa maupun anak-anak anak-anak. Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 1. Kelainan kongenital Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainnya, misalnya: mukoviskidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital, sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan kongenital berikut: tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliosis kongenital. 2. Bronkiektasis Didapat Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat proses berikut: Infeksi Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. Obstruksi bronkus Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Selain itu, kedua hal diatas masih terdapat faktor intrinsik ikut berperan terhadap timbulnya bronkiektasis. Telah dikenal ada 3 variasi bentuk kelainan anatomis bronkiektasis, yaitu: Bentuk tabung (tubular, cilindrical, fusiform bronchiectasis). Merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronis.

Bentuk kantong (saccular bronchiectasis). Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista (cystic bronkiektasis). Varicose bronchiectasis Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises pembuluh vena. Adanya variasi bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan beberapa bentuk kelainan tadi bisa terdapat pada satu pasien. Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan. Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala: 1. Batuk Batuk pada bronkiektasis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada sakular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: (a) Lapisan teratas agak keruh terdiri atas mukus, (b) Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan (c) Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak. 2. Hemoptisis Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari peredaran darah sistemik). Pada bronkiektasis kering, hemoptisis justru merupakan gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran,

bahwa apabila kita menemukan kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada bronkiektasis walaupun kadang-kadang hebat jarang fatal. Pada tuberkulosis paru, bronkiektasis (sekunder) ini merupakan penyebab utama komplikasi hemoptisis. 3. Sesak nafas (dispnea) Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas tadi. Kadang-kadang ditemukan wheezing, akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya. 4. Demam berulang Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda fisis umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apabila terjadi obstruksi bronkus. D. Karsinoma Bronkogenik Karsinoma bronkogenik merupakan penyebab nomor satu kematian akibat kanker di negara industri. Terdapat 3 faktor yang bertanggung jawab dalam peningkatan insidensi penyakit ini yaitu merokok (paling penting yaitu pada 85% kasus), bahaya industri, dan polusi udara. Suatu karsinogen (bahan yang menimbulkan kanker) yang ditemukan dalam asap rokok dan polusi udara adalah 3,4 benzpiren. Dari berbagai bahaya industri yang menyebabkan karsinoma bronkogenik, yang paling penting adalah asbes. Risiko kanker paru pada para pekerja asbes kirakira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat umum. Selain asbes, juga terdapat peningkatan risiko diantara mereka yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen, besi dan oksida besi. Risiko

kanker paru meningkat kalau orang tersebut juga merokok. Dua faktor lain yang berperan dalam peningkatan risiko terjadinya kanker paru adalah makanan dan kecenderungan familial. (Mahanani dkk, 2006; Wulandari dkk, 2007) Karsinoma bronkogenik biasanya dibagi menjadi kanker paru kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (Non small cell lung cancer, NSCLC) untuk menentukan terapi. Termasuk di dalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar atau campuran dari ketiganya. Pada umumnya, SCLC terutama ditangani dengan kemoterapi, dengan atau tanpa radiasi, sedangkan NSCLC, jika pada diagnosis terlokalisasi, diatasi dengan reseksi bedah. Perkiraan frekuensi dari berbagai tipe histologi adalah sebagai berikut : epidermoid (30%), adenokarsinoma (33%) karsinoma sel besar (10%), dan karsinoma sel kecil (18%). Sembilan puluh persen dari karsinoma bronkogenik adalah perokok dan 10 % sisanya yang bukan perokok menderita kanker paru yang biasanya berupa adenokarsinoma. (Mahanani dkk, 2006) Karsinoma bronkogenik adalah lesi yang berkembang perlahan, asimptomatik, dan umunya telah menyebar sehingga tidak lagi dapat direseksi sebelum menimbulkan gejala. Penyakit ini menyerupai banyak jenis penyakit paru dan tidak mempunyai awitan yang khas. Karsinoma ini seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Batuk merupakan gejala umum yang seringkali diabaikan dan dianggap sebagai akibat merokok atau bronkitis. Bila karsinoma bronkus berkembang pada pasien bronkitis kronik, maka batuk lebih sering atau volume sputum bertambah. Hemoptisis merupakan gejala umum lainnya. Gejalagejala awal adalah mengi lokal dan dispnea ringan yang mungkin diakibatkan oleh obstruksi bronkus. Nyeri dada dapat timbul dalam berbagai bentuk tetapi biasanya dialami berbagai perasaan sakit atau tidak enak akibat penyebaran neoplastik ke mediastinum. Nyeri pleuritik dapat pula timbul bila terjadi serangan sekunder pada pleura akibat penyebaran neoplastik atau pneumonia. Pembengkakan jari yang timbul cepat merupakan penanda penting penyakit ini (30% kasus biasanya NSCLC). Gejala-gejala seperti anoreksia, lelah dan penurunan berat badan merupakan gejala lanjutan. Jika sudah timbul suara yang sesak, nyeri dada, sindrom vena kava superior, efusi pericardium atau pleura, atau pneumonitis atau atelektasis segmental persisten, maka prognosisnya suram. Secara keseluruhan, prognosis NSCLC memiliki prognosis lebih baik dari pada SCLC. (Mahanani dkk, 2006; Wulandari dkk, 2007) Mahanani, D.A., Hartanto, H., Susi, N., Wulansari, P. (eds). 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC. Wulandari, N., Hartanto, H., Darmaniah, N.(eds). 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume Edisi 7. Jakarta : EGC.

You might also like