Professional Documents
Culture Documents
STUDI PENGGUNAAN TUNED MASS DAMPER TERHADAP PENGARUH KELANGSINGAN BANGUNAN PADA STRUKTUR BANGUNAN TINGGI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata-1 Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beban gempa merupakan salah satu beban yang akan
menyebabkan kerusakan struktur pada bangunan tinggi. Indonesia merupakan daerah rawan gempa sehingga menuntut perlunya pertimbangan untuk membangun struktur bangunan yang tahan terhadap beban gempa. Oleh sebab itu, evaluasi total kinerja struktur bangunan sangat penting untuk dilakukan terhadap beban gempa. Dengan fakta tersebut maka bangsa kita harus memikirkan solusi teknik bangunan terhadap permasalahan gempa bumi. Wilayah Indonesia telah menjadi laboratorium gempa bumi dengan skala penuh. Dari laboratorium itu mestinya, juga akan melahirkan sebuah penemuan teknologi baru yang dapat dijadikan solusi tepat guna. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menerapkan teknologi kontrol pada struktur. Kontrol pada struktur dibagi atas dua jenis (berdasarkan perlu tidaknya energi untuk menghasilkan gaya kontrol) yaitu kontrol aktif dan kontrol pasif. Kontrol aktif memerlukan energi listrik untuk mengoperasikan alat dan menghasilkan gaya kontrol, sedangkan kontrol pasif memakai energi potensial yang dihasilkan dari respon struktur untuk menghasilkan gaya kontrol. Kelebihan kontrol aktif adalah karakteristik dinamik struktur dapat beradaptasi dengan beban dinamik yang timbul, sedangkan kelebihan kontrol pasif adalah karena kesederhanaan dalam desain, pemasangan, dan terutama pemeliharaannya. Salah satu alat kontrol pasif pada struktur yaitu kontrol yang berdasarkan penggunaan massa tambahan sebagai sistem penyerap energi yang biasa disebut dengan Tuned Mass Damper (TMD). Tujuan utama pemasangan TMD pada gedung tinggi adalah untuk mengurangi goyangan yang berlebihan dan menetralisir getaran akibat beban gempa. Diharapkan respons dinamik dari gedung dengan TMD, akibat gempa, lebih kecil daripada respons dinamik struktur seandainya gedung itu tanpa TMD.
1.2
Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari skripsi ini adalah untuk membandingkan respon struktur pada
struktur bangunan tinggi antara yang menggunakan TMD dengan bangunan yang tidak menggunakan TMD, dengan memvariasikan kelangsingan dari bangunan. Perbandingan ini akan digambarkan dalam bentuk bidang gaya dalam dan deformasi struktur. Manfaat dari skripsi ini adalah dengan melihat perbandingan dari masingmasing respon struktur ini diharapkan dapat diperoleh pemahaman efektifitas dari penggunaan TMD pada struktur bangunan tinggi. 1.3 Batasan Masalah Adapun batasan permasalahan yang akan disajikan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut.
1. Struktur yang akan ditinjau adalah struktur beton bertulang bangunan 40 lantai rangka kaku dengan layout bangunan sama untuk setiap level 2. Dimensi komponen-komponen utama seperti: balok, kolom, plat lantai, dan dinding geser direncanakan sendiri, dimana volume dari masing-masing sistem struktur tambahan akan diusahakan sama atau hampir sama 3. Parameter disain dari Tuned Mass Damper, berupa massa (m), kekakuan (k), dan redaman (c) dihitung menggunakan persamaan baku. Rasio penggunaan TMD itu sendiri sebesar 3% dari massa total bangunan. 4. Gaya dalam dan deformasi dianalisa secara tiga dimensi menggunakan software. 5. Efek P-Delta tidak diperhitungkan, karena skripsi ini hanya meninjau respon struktur akibat pengaruh TMD. 6. Penyusunan tugas akhir ini berpedoman pada peraturan-peraturan sebagai berikut. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 032847-2002) Tata Cara Perencanaa Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003)
7. Material yang digunakan adalah beton dengan kuat tekan fc35 MPa dan baja tulangan dengan tegangan leleh fy 400 Mpa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Bangunan Tinggi Definisi bangunan tinggi secara umum dapat dikatakan relatif, sangat bergantung pada bidang profesi maupun wilayah tempat bangunan berdiri. Kriteria ketinggian maupun jumlah lantai bukanlah besaran yang absolut dalam menentukan sebuah bangunan sebagai bangunan tinggi. Namun dalam beberapa referensi disebutkan beberapa kriteria dan syarat untuk menggolongkan suatu bangunan sebagai bangunan tinggi. Salah satu referensi yang memuat kriteria bangunan tinggi adalah Handbook of Concrete Engineering pada bagian Multistory Structures dimana suatu bangunan tinggi (tall building) didefinisikan sebagai suatu bangunan yang sistem strukturnya perlu modifikasi untuk menjamin efisiensi nilai ekonomis bangunan tersebut dalam menahan beban lateral (berupa angin maupun gempa) dengan suatu kriteria tertentu terhadap kekuatan dan kenyaman penghuninya (occupants). Sedangkan referensi lain yakni Structural Engineering Handbook pada bagian Multistory Frame Structures. menyebutkan bangunan tinggi (tall
building) sebagai bangunan yang menciptakan kondisi berbeda dalam disain dan konstruksi dibanding bangunan biasa (common building) dan harus memenuhi kriteria kekuatan (strength) dan kekakuan (stiffness). Dimana efisiensi sistem struktur diukur dari kemampuannya menahan beban lateral yang semakin besar seiring meningkatnya ketinggian gedung. Selain itu perlu dibatasi juga deformasi lateral yang terjadi untuk mencegah kerusakan (baik struktural maupun nonstruktural) pada bangunan, termasuk pembatasan akselerasi yang berlebihan pada bagian atas bangunan untuk mengurangi ketidaknyamanan penghuninya (occupants). 2.2 Pembebanan
2.2.1 Beban Mati Beban mati adalah suatu beban konstan yang diakibatkan oleh berat sendiri struktur dan beban akibat penggunaan bangunan yang bersifat tetap (seperti utilitas, partisi permanen dan lain sebagainya). Karena beban ini berasal dari berat sendiri bangunan, maka besarnya akan sangat bergantung dari material serta konfigurasi struktur yang digunakan. 2.2.2 Beban Hidup Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh penggunaan gedung yang sifatnya sementara. Berbeda dengan beban mati, beban hidup ini tidaklah konstan dan selalu berubah terhadap waktu. Namun karena perubahan beban tersebut sifatnya perlahan, maka beban akibat penggunaan gedung atau beban hidup ini dapat dianggap sebagai beban. 2.2.3 Beban Gempa Gempa Bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat. Beban gempa merupakan suatu beban dinamik, dimana terjadi sejumlah perubahan beban yang bersifat siklik. Sehingga penguasaan atas perilaku
bangunan akibat beban gempa memerlukan pengertian atas dasar-dasar dinamika struktur. Pembagian zona gempa di Indonesia Perbedaan tingkat bahaya gempa pada suatu wilayah mendorong dilakukannya analisis probabilistik bahaya gempa (probabilistic seismic hazard analysis) yang kemudian mengelompokkan suatu wilayah dalam suatu zonazona tertentu. Di Indonesia pengelompokan zona-zona gempa ini juga dilakukan, yang melibatkan sekelompok peneliti independen. Hasil analisis probabilistik gempa ini, telah diplot pada peta Indonesia berupa garis-garis kontur percepatan puncak batuan dasar dengan periode ulang 500 tahun (periode ulang gempa rencana). Peta wilayah gempa Indonesia ini dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2: Wilayah gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun
Respon Spektrum Sebagai Metoda Analisa Beban Gempa Salah satu metoda yang digunakan dalam menganalisa beban gempa adalah analisa gempa dengan respon spektrum. Yakni suatu analisa dinamik struktur dimana dalam model matematis struktur diberikan suatu spektrum gempa rencana. Berdasarkan spektrum gempa rencana tersebut, ditentukan respon struktur terhadap gempa rencana melalui superposisi dari respon masing-masing ragamnya. Parameter dari suatu grafik respon spektrum
menurut UBC untuk program ETABS 9.07 dapat dilihat pada di atas dimana parameter Ca dan Cv digunakan sebagai input kurva respon spektrum. Untuk kurva respon spektrum seperti yang terdapat pada SNI 03-17262002 juga menggunakan metoda yang sama dengan parameter-paremeter Am sebagai percepatan respon maksimum yang nilainya diambil 2.5 Ao (dimana Ao merupakan percepatan puncak tanah untuk perioda getar nol seperti parameter Ca pada kurva respon spektrum menurut UBC). Sedangkan parameter Ar identik dengan parameter Cv pada kurva respon spektrum UBC.
Wilayah Gempa 1 2 3 4 5 6
Tanah Keras Am 0.10 0.30 0.45 0.60 0.70 0.83 Ar 0.05 0.15 0.23 0.30 0.35 0.42
Tanah Sedang Am 0.13 0.38 0.55 0.70 0.83 0.90 Ar 0.08 0.23 0.33 0.42 0.50 0.54
Tanah Lunak Am 0.20 0.50 0.75 0.85 0.90 0.95 Ar 0.20 0.50 0.75 0.85 0.90 0.95
dinamik tiga dimensi, pengaruh gempa rencana tersebut akan diberikan efektif
100% terhadap arah utamanya dan efektifitas 30% terhadap arah yang tegak lurus sumbu rencana. 2.3 Analisa Struktur Analisa struktur merupakan serangkaian proses perhitungan untuk menentukan respon struktur akibat beban luar serta interpretasi hasil perhitungan struktur tersebut. Respon struktur ini biasanya disampaikan dalam bentuk gaya dalam atau deformasi 2.3.1 Idealisasi Struktur Untuk memudahkan analisa, struktur diidealisai kedalam bentuk tertentu dengan memperhatikan praktis dan akurasi terhadap model struktur yang sebenarnya. Sambungan antar komponen struktur dan perletakan struktur biasanya dimodelkan sebagai titik yang bisa jadi bebas atau terkekang pada translasi maupun rotasi dalam arah tertentu. Perletakan kaku adalah perletakan yang dikekang baik dalam translasi maupun rotasi segala arah. Perletakan sendi adalah perletakan yang dikekang untuk arah translasi namun bebas dalam melakukan rotasi. Perletakan rol adalah perletakan yang dikekang terhadap translasi pada satu arah tertentu namun bebas untuk translasi arah lainnya serta bebas melakukan rotasi. Pin adalah sambungan dimana dua atau lebih komponen struktur saling mengikat dan terjadi transfer momen ujung, sedangkan engsel adalah sambungan dimana komponen struktur hanya melakukan transfer gaya aksial saja. Batang merupakan komponen struktur yang mempunyai dimensi panjang. Batang ini biasanya diidealisasikan dalam bentuk: balok, yakni komponen strukur yang biasanya horisontal dan menahan gaya arah vertikal. Portal, yang merupakan gabungan beberapa batang dengan sendi yang kaku. Rangka, yakni susunan batang yang sambungan antar batangnya bebas terhadap rotasi sehingga hanya akan memberikan gaya dalam aksial saja. Bidang merupakan elemen struktur yang dimensi arah lebar dan panjangnya relatif sangat besar terhadap dimensi tebalnya. Sedangkan elemen
yang dimensi dalam ketiga arah ortogonalnya tidak berbeda jauh, harus dimodelkan dalam sebagai solid (pejal). 2.3.2 Keseimbangan Statis Pada konsep analisa statis, kondisi seimbang dalam suatu sistem akan terjadi jika resultan gaya yang terjadi menghasilkan nilai nol. Hukum Newton III menyebutkan bahwa aksi yang diberikan kepada suatu sistem akan menghasilkan reaksi oleh sistem, yang besarnya sesuai dengan aksi tersebut. Dalam analisa statis dapat dikatakan bahwa gaya luar (fL) yang membebani struktur akan membuat struktur memberikan repon gaya (fD) yang besarnya sama dengan gaya luar tersebut. Dimana repon gaya (f) yang diberikan oleh struktur ini akan sebanding dengan kekakuan (k) dan deformasinya (u). Fx Mx fL f = 0 = 0 = fD = k u Fx = 0 Mx = 0 Fx = 0 Mx = 0 (2.6) (2.7)
2.3.3 Keseimbangan Dinamik Pada prakteknya, gaya-gaya yang terjadi di alam tidak selalu tetap, namun terus berfluktuasi menurut fungsi waktu (beban dinamik). Untuk itu diperlukan analisa untuk melihat respon struktur terhadap pembebanan yang berubah menurut fungsi waktu tersebut. Pada konsep analisa dinamik, kondisi seimbang sistem pada suatu waktu tertentu akan terjadi jika resultan gaya pada suatu waktu tertentu adalah nol. Analisa dinamik didasarkan pada Hukum Newton II yang menyebutkan gaya (f) yang terjadi pada suatu sistem akan sebanding dengan massa (m) sistem tersebut dikalikan percepatannya (a). Pada suatu struktur yang mempunyai kekakuan dan redaman tertentu, akan mengasilkan suatu persamaan dimana gaya pada suatu waktu tertentu (p(t)) akan sebanding dengan penjumlahan
antara kekakuan (k) dengan deformasi (u), redaman (c) dengan kecepatan ( u ), serta massa (m) dengan percepatan ( u ), atau dapat ditulis sebaga i:
f f(t)
= m a
(2.8) (2.9)
= m u + c u + ku
2.3.4 Effek P-Delta Pembebanan lateral pada struktur akan menyebabkan deformasi atau simpangan pada arah horizontalnya. Simpangan tersebut akan menyebabkan bergesernya titik tangkap beban gravitasi ke arah samping Error! Reference source not found.yang akan menimbulkan momen ordo kedua, atau dikenal juga dengan istilah P-Delta effect. Semakin besar deformasi lateral yang terjadi, akan mengakibatkan pengaruh momen orde dua yang signifikan dan mengancam stabilitas struktur. Pada pasal 5.7 SNI 03-1726-2002, disebutkan bahwa efek P-Delta ini harus diperhitungkan untuk bangunan yang memiliki lebih dari 10 tingkat atau 40 meter ditinjau dari taraf penjepitan lateral.
atau pembebanan yang terjadi. Gaya dalam ini sendiri dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni: 1. Gaya Aksial Untuk gaya yang terjadi tegak lurus penampang batang 2. Gaya Geser Untuk gaya yang terjadi sejajar penampang batang
3. Torsi Momen yang arah vektornya tegak lurus penampang batang 4. Momen Momen yang arah vektornya sejajar penampang 2.3.6 Deformasi Deformasi merupakan perubahan bentuk struktur atau perpindahan nodal pada struktur yang diakibatkan oleh pembebanan struktur. Pada peraturan standar yang dipakai di Indonesia, yakni SNI 03-1726-2002 batasan untuk deformasi lateral disinggung dalam pasal 8 tentang Kinerja Struktur Gedung dimana batasan dibuat dalam bentuk simpangan antar tingkat maksimum. Acuan kinerja layan batas diambil untuk membatasi kerusakan struktural (berupa keretakan pada beton atau pelelehan pada baja) maupun non struktural (seperti kerusakan partisi, kaca, dlsb), serta ketidaknyamanan penghuni akibat deformasi yang berlebihan. Pada kinerja layan batas ini simpangan antar lantai dibatasi sebesar 0.03/R dikali tinggi lantai atau kurang dari 30 mm. Sedangkan pada kinerja batas ultimit ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia. Pada kinerja batas ultimit ini simpangan antar lantai diperbesar dengan faktor pengali yang nilainya diambil sebesar adalah sebagai berikut : Untuk gedung beraturan
0.7 R
(2.10)
0.7 R FaktorSkal a
(2.11)
2.4
Representasi State-Space dari Sistem Berderajat Kebebasan Banyak Tinjau struktur gedung yang mengalami gaya-gaya luar dan gaya-gaya
kontrol dan dimodelkan sebagai bangunan geser dua dimensi berderajat kebebasan n. Persamaan gerak bangunan geser itu adalah mx (t) + cx & (t) +kx(t) =du(t) +ef(t) (2.12)
Matriks (m), (c), dan (k) masing-masing adalah matriks massa, redaman, dan kekakuan, berdimensi n x n. Vektor x (t), x (t), dan x(t) Masing-masing menyatakan vektor percepatan, kecepatan, dan perpindahan arah horizontal dari lantai-lantai bangunan geser, berdimensi n. Vektor f(t) adalah vektor berdimensi r n, yang mewakili gaya-gaya luar. Vektor u(t) adalah vektor gaya kontrol berdimensi mn. Matriks d (n x m) dan matriks e (r x n) adalah matriks matriks lokasi, masing-masing mendefinisikan lokasi dari gaya kontrol dan gaya luar. Representasi state-space dari persamaan (2.12) adalah adalah : (2.13)
(2.14) adalah vektor state berdimensi 2n. Matriks A adalah matriks sistem, berdimensi 2n x 2n.
(2.15) Matriks B dan H masing-masing adalah matriks lokasi gaya kontrol (berdimensi 2n x m) dan matriks lokasi gaya luar bentuk state-space. (berdimensi 2n x r) dalam
(2.16)
Dalam persamaan (2.15) dan (2.16), 0 dan I masing- masing adalah matriks nol dan matriks identitas berdimensi n x n. Untuk kasus bangunan geser bertingkat n yang diguncang oleh percepatan pada tumpuan dalam arah horizontal, ys (t) , persamaan geraknya adalah (2.17) (2.18) di mana {1} adalah vektor berdimensi n yang semuanya berisi angka 1. Vektor x(t), x(t), dan x(t) masing-masing adalah vektor percepatan, kecepatan, dan perpindahan relatif terhadap tanah. Dengan membandingkan persamaan (6) dan persamaan (1) dapat disimpulkan bahwa persamaan (6) dapat diperoleh dari persamaan (1) dengan menetapkan
(2.19) Dengan demikian persamaan state untuk bangunan geser yang diguncang gempa bumi dapat ditulis sebagai (2.20) Dengan
(2.21) Solusi Persamaan State Solusi persamaan state yang dibahas di dalam bagian ini dibatasi untuk kasus sistem dinamik yang linier dan time-invariant. Solusi umum persamaan state (2.22) Dengan kondisi awal z(0) = z0 terdiri atas dua bagian, yaitu bagian solusi homogen dan bagian solusi khusus. Solusi persamaan state homogen
(2.24) Pernyataan di dalam kurung siku pada ruas kanan dari persamaan (2.24) adalah suatu matriks yang dimensinya sama dengan dimensi matriks A. Karena kemiripannya dengan deret pangkat tak terhingga dari fungsi eksponensial (skalar), maka pernyataan di dalam kurung itu disebut eksponensial matriks dan ditulis (2.25) Dinyatakan dalam eksponensial matriks, persamaan (2.25) dapat ditulis sebagai (2.26) Solusi khusus dari persamaan (2.22) dengan kondisi awal z(0) = z0 = 0 adalah
(2.27) Dengan demikian, solusi lengkap persamaan (2.22) adalah penjumlahan dari solusi homogen dan solusi khusus, yaitu
(2.28) 2.5 Tuned Mass Damper (TMD) Ide dasar TMD dijelaskan secara teoritis oleh Den Hartog. Andaikan terdapat suatu sistem massa-pegas menerima gaya harmonis, lalu kepada sistem itu ditambahkan sistem getaran lain (osilator) dengan massa md dan konstanta pegas kd yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan sistem utamanya. Jika frekuensi
alami dari osilator itu, kd/md, diatur sedemikian rupa sehingga sama dengan frekuensi getar dari gaya harmonis, maka dapat diperlihatkan secara teoritis bahwa massa utama menjadi tidak bergetar sama sekali. Pengaturan frekuensi osilator umumnya dilakukan dengan menyesuaikan massa osilator sehingga disebut tuned mass damper. Gambar 2.5 mendeskripsikan sistem struktur-TMD secara skematis. Suatu struktur gedung dimodelkan sebagai sistem berderajat kebebasan tunggal dengan massa M1, konstanta redaman C1, dan konstanta pegas K1, yang masing-masing berarti massa, redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan ragam getar pertama dari gedung itu, yaitu (2.29) di mana 1 adalah vektor ragam getar pertama dari struktur gedung yang didapatkan dari solusi masalah eigen. Lambang P1(t) menunjukkan gaya dinamik yang berhubungan dengan ragam getar pertama, yaitu (2.30) Lambang-lambang md, cd, dan kd masing-masing merepresentasikan massa, redaman, dan kekakuan yang berhubungan dengan TMD. Model struktur gedung dan TMD ini membentuk sistem dinamik baru berderajat kebebasan dua.
Persamaan gerak sistem gedung-TMD (Gambar 2.5) dapat dinyatakan sebagai berikut:
(2.31) x(t) dan y(t) masing-masing menyatakan perpindahan dari massa m dan massa md terhadap suatu sumbu referensi tetap. Agar respons sistem utama (struktur gedung) dapat diminimalkan, karakteristik osilator cd dan kd harus diatur besarnya sehingga optimum. Nilainilai optimum menurut Den Hartog adalah:
(2.32)
Dengan menggunakan persamaan (2.32) ini dapat ditentukan kekakuan dan redaman yang harus disediakan pada sistem TMD bila rasio massa, m, telah ditetapkan.
2.6
Sistem Bangunan Geser-TMD Massa, kekakuan, dan redaman dari TMD yang dihitung dengan persamaan
(2.32) adalah berdasarkan anggapan sistem dua massa. Meskipun demikian untuk
mendapatkan respons dinamik sistem bangunan geser n tingkat dan TMD akibat pengaruh gempa, perhitungan harus tetap berdasarkan model bangunan geser n tingkat dan TMD seperti pada di bawah.
Dari gambar 2.6 terlihat bahwa dengan adanya massa tambahan pada lantai teratas bangunan, derajat kebebasan sistem bangunan geser-TMD ini menjadi (n+1). Persamaan gerak dari sistem ini dalam bentuk state-space diberikan oleh persamaan (2.20) dan (2.21), yang untuk kasus ini: vektor z(t) berdimensi 2(n+1), matriks A berdimensi 2(n+1) x 2(n+1), matriks H berdimensi 2(n+1) x (n+1),
dan vektor {1} berdimensi (n+1). Solusi persamaan state, yang menghasilkan respons perpindahan dan kecepatan, diberikan oleh persamaan (2.28).
Preliminary Design
Permodelan Struktur
Model 1
Model 2
Model 3
Permodelan TMD
Model 1
Model 2
Model 3
Kesimpulan
3.2
Studi Kasus Studi kasus akan dilakukan terhadap satu jenis bangunan tinggi dengan
beberapa kasus yang berbeda, yaitu bangunan yang tidak menggunakan Tuned Mass Damper sama sekali (NTMD) dengan bangunan yang menggunakan Tuned Mass Damper (TMD), dimana digunakan TMD dengan rasio massa 3%. Dari tiap kasus di atas akan diperoleh seberapa besar reduksi pengaruh beban dinamik pada bangunan. Konfigurasi sistem strukturnya serta dimensi direncanakan sendiri dengan mengusahakan volume elemen struktur tambahan dari masing-masing tipe struktur sama atau hampir sama. Bentuk bangunan simetris, dengan deskripsi sebagai berikut:
Properti bangunan Jumlah lantai Tinggi lantai Luas per lantai Jarak kolom Tebal Lantai Fungsi bangunan : 40 lantai : 4 meter : 24x24 meter : tiap 8 meter : 12 cm : bangunan perkantoran
Properti material Mutu beton Kondisi Wilayah Zona gempa Kondisi tanah : Zona 5 : sedang : K-35
Input beban gempa : Time History El-Centro Input beban angin : ASCE. 7.02
Properti Tuned Mass Damper Untuk Tuned Mass Damper, Parameter massa (md), kekakuan (kd) dan redaman (cd) dihitung menggunakan persamaan baku, dalam hal ini akan direncanakan tiga macam jenis TMD sesuai rasio massanya yaitu 3%.
Tabel 3.1 Dimensi kolom dan balok bangunan KOLOM KODE LT 1-10 LT 11-20 LT 21-30 LT 31-40 K1 K2 K3 K4 BALOK KODE LT 1-10 LT 11-20 LT 21-30 LT 31-40
G 6 F 6 E 6 D 6 C 6 B 6 A 6 1 2 6 3 6 4 6 5 6 6 6 7
B1 B2 B3 B4
DAFTAR PUSTAKA
[1] Chopra, Anil K., Dynamics of Structures: Theory and Applications to Earthquake Engineering, Prentice Hall, New Jersey, 1995, pp. 432-433. [2] Kurniawan, Ihsan. (2009). Studi Efektifitas Penggunaan Tuned Mass Damper Untuk Mengurangi Pengaruh Beban Dinamik Pada Struktur Bangunan Tinggi. Universitas Andalas. [3] McNamara, Robert J., Tuned mass damper for Buildings, Journal of Structural Division, ASCE, Vol.103. [4] Ogata, Katsuhiko, Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan), Jilid 2, Erlangga, Cetakan Keempat, 1994. [5] Schueller, Wolfgang, The Vertical Building Structure, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1990. page 531 [6] Soong, T.T., Active Structural Control: Theory and Practice, Longman Scientific and Technical, Harlow, 1990. pp. 7-10, 177-183. [7] Takenaka Corporation. (2001). Structural Control System.