You are on page 1of 3

Jawaban pertanyaan 1. Mengapa pada SLE terjadi peningkatan serum kreatinin dan terjadi proteinuria?

Peningkatan serum dan terjadinya proteinuria pada penderita lupus bila gejala peradangan pada organ ginjal. Mengingat bahwa SLE merupakan suatu penyakit radang/infalamasi autoimun yang sistemik jadi setiap organ dalam tubuh yang terkena SLE akan terganggu fungsinya. Hal demikian juga dapat terjadi pada organ ginjal. Kelainan pada ginjal dapat berupa gejala ringan hingga gejala berat biasanya pada SLE dikenal dengan Lupus nefritis. Sekitar 25% darah masuk untuk difiltrasi oleh ginjal, fungsi ginjal adalah untuk mempertahankan homeostasis (keseimbangan cairan dan elektrolit) yang terdiri dari jutaan glomerolus (sebagai filtrasi). Jika funsi ginjal mengalami gangguan misalanya peradangan ( SLE) maka hasil filtrasi ginjal yang dapat digunakan sebagai indikator kerusakan ginjal adalah ureum dan kreatinin. Apabila keduanya meningkat, hal ini menunjukkan fungsi ginjal tidak baik.

2. Dari 11 kriteria diagnosis SLE ada berapakah yang khas menandakan penyakit lupus (SLE)/ tunjukkan diagnosis SLE yang membedaan dari penyakit lain!

Diagnosis SLE seringkali sulit ditegakkan karena gejala klinis penyakitnya sangat beraneka ragam. Untuk menegakkan diagnosis SLE umumnya harus dilakukan melalui dua tahapan. Pertama, menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain. Kedua, mencari tanda dan gejala penyakit yang memiliki nilai diagnosis tinggi untuk SLE.

Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu:

a. Bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash) b. Kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari (photohypersensitivity) c. Luka di langit-langit mulut yang tidak nyeri, radang sendi ditandai adanya pembengkakan serta nyeri tekan sendi, kelainan paru, kelainan jantung, kelainan ginjal, kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik, kelainan darah (berkurangnya jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah) d. Kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA abnormal atau antibodi anti SM positif atau uji serologis positif palsu sifilis) dan antibodi antinuklear (ANA) positif. Kelainan yang paling sering pada SLE adalah kelainan sendi dan kelainan kulit. Sendi yang sering terkena adalah sendi jari-jari tangan, sendi lutut, sendi pergelangan tangan dan sendi pergelangan kaki. Kelainan kulit berupa butterfly rash dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE. Kesulitan dalam mendiagnosis secara tepat adanya penyakit SLE ini dipengaruhi oleh mekanisme penyakit yang dipengaruhi oleh banyak faktor yakni faktor hormonal, faktor genetik, faktor lingkungan serta sistem kekebalan humoral.
3.

Pemeriksaan ds-DNA maksudnya adalah Pemeriksaan Anti-ds-DNA digunakan

untuk mengetahui keberadaan autoantibodi IgG dari ds-DNA yang dapat ditemukan secara spesifik pada individu dengan SLE. Antibodi ds-DNA ditemukan pada 60-83% pasien SLE. Hasil pemeriksaan ini harus diinterpretasikan dengan pengamatan klinis dan laboratorik lainnya.

4. Patofisiologi hormonal dan patofisiologi genetik

Secara hormonal, SLE menjangkiti perempuan karena pengaruh

konsentrasi hormon

estrogen yang lebih tinggi didalam plasma dibanding progesteron. Prolactin (PRL) adalah

hormon yang terutama berasal dari kelenjar hipofise anterior, diketahui menstimulasi respon imun humoral dan selular, yang diduga berperanan dalam patogenesis SLE.

Secara genetik ditemukan dalam beberapa tahap penelitian bahwa ada gen-gen yang terlibat dalam SLE yaitu: gen HLA yang terdiri dari gen HLA kelas 1, gen HLA kelas 2 dan gen HLA kelas 3, gen komplemen, dan gen-gen lain (Gen FCGR2A mempengaruhi cara tubuh membersihkan tubuh dari hasil penyerangan imun.

You might also like