You are on page 1of 29

I.

Nama Umur Agama Pekerjaan Alamat

IDENTITAS PASIEN : Ny. R : 56 tahun : Islam : Penjahit : Jugonegaran

II.

ANAMNESIS

Autoanamnesis tanggal : Keluhan Utama : Penglihatan kabur seperti ada kabut Keluhan Tambahan :

Riwayat perjalanan penyakit :

Pasien datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap dengan keluhan penglihatan mata kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Penglihatan buram dirasakan pasien seperti ada kabut/asap putih yang menghalangi, dan terkadang pasien merasa silau saat melihat cahaya. Sebelumnya pasien mengenakan kacamata namun tidak mengetahui ukurannya, akan tetapi sejak 1 tahun yang belakangan ini kacamatanya dirasa tidak lagi nyaman dan sampai saat ini pasien tidak pernah mengganti kacamata. Pasien merasa lebih nyaman melihat di tempat yang redup dari pada terang. Mata pasien sebelah kiri juga dahulu merasakan keluhan yang sama namun pada tahun 2003 pasien mengatakan telah menjalani operasi katarak di RSM dr.Yap. Sekarang penglihatan mata sebelah kiri pasien dirasa mengalami banyak kemajuan dibandingkan sebelum operasi. Penglihatan ganda dengan satu mata dan penglihatan seperti ada pelangi saat melihat cahaya disangkal pasien. Pasien menyangkal matanya merah, berair, terasa sakit, ataupun pegal. Pasien menyangkal adanya sakit kepala disertai mual dan muntah. Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang. Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :

a. Umum : Hipertensi Kencing Manis Asma Gastritis Alergi Obat : Tidak Ada : Tidak Ada : Tidak Ada : Ada : Tidak Ada

b. Mata : Riwayat penggunaan kacamata : (-) Riwayat operasi mata Riwayat trauma mata : (-) : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis Keadaan Umum : Baik Kesadaran Tanda Vital : Compos Mentis : Tekanan Darah : 130/90 mmHg Nadi Respirasi Suhu Kepala Mata THT Thoraks : 82x/menit : 18x/menit : Afebris

: Normocephali, Rambut hitam dengan distribusi merata : Lihat status oftalmologi : Deviasi septum (-), Sekret (-), Faring tidak hiperemis : Suara nafas vesikuler, Ronki (-), Wheezing (-) BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen Ekstremitas KGB

: Supel, Datar, Bising usus (+) normal : Akral hangat, Edema (-) : Tidak teraba pembesaran KGB

Status Oftalmologi Keterangan : OKULO DEXTRA OKULO SINISTRA

1. VISUS Axis Visus Koreksi Addisi Distansia Pupil Kacamata Lama

(OD) 6/8 f3 PHM 6/6 f2 Tidak dilakukan Tidak dilakukan 60 mm Tidak ada

(OS) 6/60 PH tidak maju Tidak dilakukan Tidak dilakukan 60mm Tidak ada

2. KEDUDUKAN BOLA MATA Eksoftalmos Enoftalmos Deviasi Gerakan Bola Mata Tidak ada Tidak ada Tidak ada Baik ke semua arah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Baik ke semua arah

3. SUPERSILIA Warna Simetris Hitam Ada Hitam Ada

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR Edema Nyeri tekan Ektropion Entropion Blefarospasme Trikiasis Sikatriks Fissura palpebra Ptosis Hordeolum Kalazion Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 10 mm Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 10 mm Tidak ada Tidak ada Tidak ada

5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR Hiperemis Folikel Papil Sikatriks Anemis Kemosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI Sekret Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliar Injeksi Subkonjungtiva Pterigium Pinguekula Nevus Pigmentosus Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

7. SISTEM LAKRIMALIS Punctum Lakrimalis Tes Anel Terbuka Tidak dilakukan Terbuka Tidak dilakukan

8. SKLERA Warna Ikterik Nyeri Tekan Putih Tidak ada Tidak ada Putih Tidak ada Tidak ada

9. KORNEA Kejernihan Permukaan Sensibilitas Infiltrat Keratik Presipitat Jernih Licin Baik Tidak ada Tidak ada Jernih Licin Baik Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Ulkus Perforasi Arkus Senilis Edema Tes Placido

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak dilakukan

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak dilakukan

10. BILIK MATA DEPAN Kedalaman Kejernihan Hifema Hipopion Efek Tyndal Fler Dalam Jernih Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam Jernih Tidak adak Tidak ada Tidak ada Tidak ada

11. IRIS Warna Sinekia Koloboma Coklat Tidak ada Tidak ada Coklat Tidak ada Tidak ada

12. PUPIL Letak Bentuk Ukuran Refleks Cahaya Langsung Refleks Cahaya Tak Langsung Sentral Bulat 3 mm Positif Positif Sentral Bulat 4 mm Positif Positif

13. LENSA Kejernihan Letak Shadow Test keruh Di tengah + Jernih Di tengah -

14. BADAN KACA Kejernihan Jernih Jernih

15. FUNDUS OKULI Refleks fundus Batas Warna Refleks Makula Rasio Arteri:Vena C/D Ratio Perdarahan Sikatriks Ada Tegas Kuning kemerahan + 2:3 0.3 mm Tidak ada Tidak ada Ada Tegas Kuning kemerahan + 2:3 0.3mm Tidak ada Tidak ada

16. PALPASI Nyeri Tekan Massa Tumor Tensi Okuli Tonometri Schiotz Tidak ada Tidak ada Normal Tidak dilakukan Tidak ada Tidak ada Normal Tidak dilakukan

17. KAMPUS VISI Tes Konfrontasi Sesuai dengan pemeriksa Sesuai dengan pemeriksa

IV.

RESUME

Pasien perempuan, 56 tahun datang ke poli rawat jalan RSM dr Yap dengan keluhan pandangan mata kanan kabur seperti berkabut sejak 1 tahun lalu. Mata kiri pernah diopersai katarak tahun 2003. Dengan pemeriksaan ophthalmogi didapatkan VOD 6/12 dan VOS 6/60 + s-2,75 + c-1,75= 6/9 . COA: dalam/dalam, lensa: keruh /jernih, shadow test +/-, Tidak terdapat riwayat DM, hipertensi, asthma dan alergi pada obatobatan dan makanan.

V.

DIAGNOSA KERJA Ocular Dextra (OD) :

Katarak senilis imatur


Ocular Sinistra (OS) :

Pseudofakia
VI. DIAGNOSA BANDING VII. ANJURAN PEMERIKSAAN

VIII.

USG mata Pemeriksaan laboratorium sebelum operasi

PENATALAKSANAAN Operasi katarak phaco + IOL

IX.

PROGNOSIS OD Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : bonam : Dubia ad bonam : bonam bonam Dubia ad bonam bonam OS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi Lensa Lensa mata adalah suatu struktur bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 4 mm. Lensa terdiri dari kapsul, korteks dam nukleus. Ke depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare.3 Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa didalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga akan mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua didalam kapsul lensa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut segai korteks lensa. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda.4 Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang memperbolehkan air dan elektrtolit masuk. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.2 Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.3 Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamellamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung

inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).3 Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Pada lensa tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.3

2. Fungsi lensa Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini dapat dicapai, maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.2

Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahanlahan akan berkurang.3 Pada orang dewasa lensa lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka katarak, padahal salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.2 Katarak 3.1 Definisi Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan duanya.4 3.2 Etiologi Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata (penyakit sistemik) atau kelainan kongenital mata. Katarak disebabkan oleh kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi

(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-

berbagai faktor, seperti fisik, kimia, penyakit predisposisi, genetik dan gangguan perkembangan, Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin dan usia.4 Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat primer ataupun sekunder. Primer terjadi berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa. Adapun Sekunder, merupakan komplikasi penyakit lokal atau umum ataupun akibat tindakan pembedahan lensa.5 3.3 Klasifikasi Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1. katarak kongenital, pada usia di bawah 1 tahun. 2. katarak juvenile, terjadi sesudah usia 1 tahun. 3. katarak senilis, setelah usia 50 tahun. 4 Katarak Senilis Semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus katarak senilis yang ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat penyakit keluarga perlu di tanyakan.6

Epidemiologi Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara

berkembang seperti Indonesia, India dan lainnya. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia Tengara. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di

Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan. Katarak dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.1,5 Sampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak.6 Patofisiologi Patofisiologi terjadinya katarak senilis cukup rumit dan belum sepenuhnya dipahami. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti : 5,6 Konsep penuaan : Teori putaran biologik (A biologic clock) Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati Imunologis; dengan bertambah usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel Teori mutasi spontan Teori A free radical o Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat o Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi o Free radical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vitamin E Teori A Cross-link o Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi. Perubahan lensa pada usia lanjut : 1. Kapsul o Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak) o Mulai presbiopia o Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur o Terlihat bahan granular 2. Epitel makin tipis o Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat

o Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata 3. Serat lensa : o Lebih ireguler o Pada korteks jelas kerusakan serat sel o Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein dan tirosin) lensa, sedang warna cokelat protein lensa nucleus mengandung histidin dan triptofan disbanding normal. o Korteks tidak berwarna karena : Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi

Klasifikasi Menurut Lokasi Terdapat tiga tipe dari katarak senil ini yaitu tipe nuklear, kortikal dan subskapsular posterior. Tidak jarang terjadi dua tipe atau lebih pada satu penderita. (5,7) 1. Tipe nuklear Katarak nuclear dimulai dengan adanya perubahan secara berlebihan yang dialami oleh nucleus lensa yang diakibatkan karena bertambahnya umur. Tipe ini berhubungan dengan myopia karena terjadi peningkatan indeks refraksi dari nucleus lensa dan juga peningkatan abrasi sperikal. Katarak nuclear cenderung untuk berkembang lambat. Walupun pada umumnya hanya terjadi bilateral, namun bisa juga terjadi unilateral dan menyebabkan penderitanya tidak dapat melihat jarak jauh dibandingkan dengan jarak dekat. Pada stadium awal, mengerasnya nukleus lensa menyebabkan peningkatan index refraksi dan kemudian menyebabkan terjadinya myopia lentikular. Pada beberapa kasus, hal ini menimbulkan terjadinya second sight atau penglihatan ganda perubahan index refraksi yang secara tiba-tiba antara nukleus sklerotik dan korteks dapat menyebabkan diplopia monocular. Pada kasus lanjut usia, nucleus lensa menjadi lebih keruh dan berwarna coklat yang dinamakan katarak nulear brunescent. (5,8)

Gambar 2. Katarak Nuklear

(5)

2. Tipe kortikal Katarak kortikal dapat termasuk pada daerah anterior, posterior dan equatorial korteks. Kekeruhan dimulai dari celah dan vakoula antara serabut lensa oleh karena hidrasi oleh korteks. Katarak kortikal disebabkan oleh perubahan komposisi ion dari korteks dan hidarsi lensa. Katarak ini biasanya terjadi bilateral namun dapat juga terjadi asimetris. Dampak terhadap fungsi penglihatan bervariasi tergantung pada lokasinya. Salah satu gejala yang sering timbul adalah penglihatan yang menjadi silau, misalnya silau

terhadap lampu mobil. Selain itu monocular diplopia juga bisa terjadi. (5,8)

Gambar 3. Katarak kortikal (5)

Gambar 4. Katarak kortikal (5)

3. Tipe subkapsular posterior Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti pelangi dibawah slit lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien juga mengalami diplopia monocular. (5)

Gambar 7. Posterior Subcapsular Cataract (5)

Stadium Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu katarak insipen, katarak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. 4

Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien. 4 Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.4 Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif. 4

Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi lembek dan mencair pada bagian korteks. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan

nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.4

Perbedaan stadium katarak senil (1)


Insipien Kekeruhan Cairan lensa Ringan Normal Imatur Sebagian Bertambah (air masuk) Iris Bilik mata depan Sudut bilik mata Shadow test Penyulit Negatif Positif Glaukoma Negatif Pseudopos Uveitis + Glaukoma Normal Sempit Normal Terbuka Normal Normal Terdorong Dangkal Normal Normal Matur Seluruh Normal Hipermatur Masif Berkurang (air + masa lensa keluar) Tremulans Dalam

Gejala klinis Penurunan tajam penglihatan Penurunan tajam penglihatan merupakan keluahan yang sering dirasakan pasien katarak senilis. Akibat kekeruhan lensa mkaa penglihatan secara angsur akan berkurang. berangsur-

Mulai dari penglihatan kabur sampai hanya dapat

mengenal cahaya yang dating. Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur. Penglihatan malam atau pada penerangan kurang sangat menurun Rasa silau Peningkatan rasa silau merupakan keluahan yang sering juga pada pasien katarak senilis. Pada penerangan yang kuat atau sinar matahari akan sangat sukar akibat adanya rasa silau Miopisasi Miopisasi biasanya terjadi pada katark senilis pada stadium inutmesen. Pada stadium ini terjadi pncembungan lensa, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kaca mata sewaktu membaca dekat.

Pemeriksaan klinis Pemeriksaan fisik mata yang lengkap harus dilakukan, dimulai dengan tajam penglihatan. Pemeriksaan pada adneksa mata dan struktur dalam bola mata akan memberikan tanda tentang penyakit pasien dan prognosis penglihatan pasien. Uji bayangan iris Bertujuan untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa. Sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 450 dengan dataran iris. Dengan loupe dilihat bayangna iris pada lensa. Bila bayangan iris pada lensa besar berarti letak kekeruhan jauh atau lensa belum keruh seluruhnya atau disebut uji bayangan iris positif. Bila bayangan iris kecil atau dekat pada pupil maka disebut sebagai uji bayangan iris negative. Slit Lamp Pemeriksaan dengan menggunakan Slit Lamp tidak hanya bertujuan untuk menilai kekeruahan lensa, tetapi juga menilai bagian mata yang lain seperti, konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan.Penebalan kornea dan kekeruhan kornea seperti infiltrate pada kornea harus diperiksa secara hati-hati.Pemeriksaan lensa dilakukan setelah pelebran pupil. Pada pupil akan terlihat gambaran kekeruhan lensa yang

biasanya berwarna putih. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp Oftalmoskop Kegunaan pemeriksaan oftalmoskop secara langsung dan tidak langsung untuk menilai bagian posterior bola mata harus ditekankan. Kelainan saraf optic dan retina mungkin penyebab dari gangguan penglihatan yang dirasakan pasien. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium Diagnosis katarak senilis secara mendasar ditentukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk skrining atau mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan jantung. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan radiologi seperti, USG, CT scan, MRI dilakukan ketika dicurigai adanya kelainan pada bagian posterior bola mata dan tampilan pada bagian

belakang bola mata dihalangi oleh ketebalan katarak. Pemeriksaan radiologi ini berguna dalam membuat rencana terpi bedah dan prognosis post operasi untuk perbaikan penglihatan pasien.

Terapi Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma.3,7

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3 ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)

ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification.

Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE) ( Dikutip dari kepustakaan No. 9 )

Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi 3 mm. 7

Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik ( Dikutip dari kepustakaan No. 10)

Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.11

Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.13 Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 3,12 Ruptur kapsul posterior Glaukoma Uveitis Endoftalmitis Perdarahan suprakoroidal Prolap iris

Lensa Intraokuler Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.13 Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.2 IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk

mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).10

Gambar 7. Intra Ocular Lens ( Dikutip dari kepustakaan No.10 )

Pengukuran Kekuatan IOL Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang sejak 25 tahun yang lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula berbeda yang dapat digunakan diantaranya SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer Q, Holladay.4 Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemuka kesalahan pada hasil pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat ditarik kemudian pada tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan. Dengan menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus dibawah ini:

P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x C / nA ) ]

P K AL C nV nA

= = = =

Kekuatan IOL (satuan dioptri) Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata Axial lenght (milimeter) ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan permukaan IOL (milimeter) = Indeks refraksi dari vitreus = Indeks refraksi dari humor aquos

Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari pengukuran AL maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D pada pada mata dengan AL 23,5mm.

Kesalaha refraksi akan turun samapai 1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan mata dengan AL panjang. Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata. Komplikasi Komplikasi sebelum operasi8,9 1. Glaukoma Glaukoma merupakan komplikasi katarak yang tersering. Glaukoma dapat terjadi karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. Fakolitik Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa. Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut. Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma. Fakotopik Berdasarkan posisi lensa

Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul glaukoma

Fakotoksik Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri (auto toksik) Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma.

2. Uveitis 3. Subluksasi atau Dislokasi Lensa

Kompkikasi selama operasi Hifema Perdarahan bias terjadi dari insisi korneoskleral, korpus siliaris atau vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka harus dilakukan kauterisasi. Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila terdapat rubeosis iridis, uvietis heterocromik dan iridosiklitis. Komplikasi utama akibat hifema yang berlangsung lama adalah peningkatan TIO dan corneal blood staining.4 Iridodialisis Iridodialisis dapat terjadi pada waktu memperlebar luka operasi, iridektomi, atau ekstrasi lensa. Iridodialisi yang kecil tidak menimbulkan ganngguan visus dan bisa berfungsi sebagai irisektomi perifer, tetapi iridodialisi yang parah dapat menimbulkan gangguan visus dan kosmetik. Perbaikan harus segera dilakukan dengan menjahit iris pada luka.4 Prolaps korpus vitreus Prolaps korpus vitreus merupakam komplikasi yang serius pada operasi katarak, keadaan ini dapat menyebabkan keratopati bulosa, Epithelial dan stromal downgrowth, prolap iris, uveitis, glaukoma, ablasi retina, edama macula kistoid, kekeruhan korpus vitreus, endoftalmitis dan neuritis optic. Untuk menghindari hal tersebut, harus dilakukan vitrektomi anterior sampai segmen anterior bebas dari korpus vitreus.4

Perdarahan ekspulsif Perdarahan ekspulsif jarang terjadi, tetapi merupakan masalah serius

yang dapat menimbulkan eksplusi dari lensa, vitreus, uvea. Penanganan segera dilakukam tamponade dengan jalan penekanan pada bola mata dan luka ditutup dengan rapat.4 Komplikasi pasca operasi Edema kornea Edema kornea merupakan komplikasi katarak yang serius, bisa terjadi pada epitel atau stroma yang diakibatkan trauma mekanik, aspirasi irigasi yang cukup lama, inflamasi dan peningkatan TIO. Biasanya akan teresobsi 4-6 minggu setelah operasi. Jika masih ditemukan edema kornea sentral setgelah 3 bulan pasca operasi, peru dipertimbangkan keratoplasti.4 Kekeruhan kapsul posterior Kekeruhan kapsul posterior merupakan penyebab tersering

penurunan visus setelah EKEK. Sel-sel epitel lensa yang masih viable dan tersisa pada saat operasi akan mengalami proliferasi. Lokasi di mana kapsul anterior dan posterior menempel membentuk wedl cells yang kemudian membentuk soemmerings ring. Jika sel-sel epitel tersebut migrasi ke arah luar, sel-sel tersebut membentuk Elschnigs pear di kapsul posterior. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kekeruhan kapsul posterior sangat bervariasi antara lain usia, riwayat inflamasi intra okuler, pseudoexfoliasi, betuk lensa tanam, material lensa tanam, modifikasi permukaan lensa dan waktu operasi.4 Residual lensa material Timbulnya residual lensa material disebabkan EKEK yang tidak adekuat. Bila material yang tertinggal sedikit, akan diresorbsi secara spontan, sedangkan bila jumlahnya banyak, perlu dilakukan aspirasi karena bisa menimbulkan uveitis anterior kronis dan glaucoma sekunder. Apabila yang tertinggal potongan nucleus yang besar dan keras, dapat merusak endotel kornea, penanganannya dengan ekspresi atau irigasi nucleus.4 Prolaps Iris

Iris paling sering terjadi satu sampai 5 hari setelah operasi dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi karena komplikasi prolap vitreus selama operasi. Keaadaan ini memerlukan penanganan (jahit ulang) untuk menghindari timbulnya komplikasi seperti penyembuhan luka lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis kronis, endoftalmitis edema macula kistoid dan kadang kadang Ophthalmia simpatik.4 Astigmatisme Astigmatisme pasca bedah katarak dapat terjadi karean jahitan yang terlalu kencang maupun jahitan yang terlalu longgar. Jahitan yang terlalu kencang akan mengakibatkan Steepen corneal daerah yang searah jahitan ( with the rule. Sedangakan jahitan yang terlalu longgar akan menyebabkan againt the rule astigmatisma. With the rule astigmatisma setelah operasi katarak yang kurang dari 2 dioptri akan berkurang dengan sendirinya sehingga mengurangi kemungkinan untuk melepas jahitan yang terlalu kencang.4 Hifema Hifema bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam waktu 7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada luka. Bila perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaucoma sekunder dan corneal staining blood dan TIO harus diturunkan dengan pemberian asetazolamid 250 mg 4 kali sehari. Serta parasintesis hifema dengan aspirasi irigasi.4 Glukoma sekunder Glaukoma sekunder dengan peningkatan TIO yang ringan bisa timbul 24-48 jam setelah operasi, umumnya dapat hilang dengan sendirinya dcan tidak memerlukan terapi antiglaukoma. Peningkatan TIO yang berlangsung lana dapatdi sebabkan oleh Hifema, blok pupil, sinekia anterior perifer karena pendangkalan COA, epithelial ingrowth, blok siliar, endoftalmitis, sisa material lensa, pelepasan pigmen iris, preexisting glaucoma.4 Endoftalmitis

Endoftalmitis dalam bentuk akut atau kronik, dimana bentuk kronik disebabkan rendahnya pathogenesis organisme penyebabnya. Secara umum endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri yang ringan sampai berat, penurunan visus, injeksi siliar, kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca operasi, sedangkan bentuk kronis dapat timbul beberapa minggu atau bulan atau lebih setelah operasi.Endoftalmitis kronis ditandai dengan reaksi inflamasi ringan atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab endoftalmitis akut terbanyak adalah staphylococcus epidermidis (gram positif) dan staphylococcus coagulase negative yang lain. Kuman gram positif merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila dibandingkan gram negatif. Untuk gram negatif , kuman penyebab terbanyak adalah pseudomonas aeruginosa. Umumnya organisme dapat menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup banyak untuk inokulasi, atau system pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan, penyakit atau trauma. Organisme penyebab endoftalmitis kronis mempunyai virulensi yang rendah , penyebab tersering adalah propiobacterium acnes, S. epidermidis dan candida. Organisme tersebut menstimulasi reaksi imunologik yang manifestasinya adalah inflamasi yang menetap.4

Ablasi retina Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui.

Factor predisposisinya meliputi myopia aksilis (> 25 mm), lattice degeneration, prolaps vitreus, riwayat robekan atau ablasio retina yang dioperasi, riwayat ablasio pada mata kontralateral dan riwayat keluarga dengan ablasio retina. Ablsio retina terjadi sekitar 2-3% pasca EKIK dan 0,5-2 % pasca EKEK. Kapsul posterior yang masih intak mengurangi kemungkinan terjadinya ablsio retina pasca bedah, sedangkan operasi dengan komplikasi seperti rupture kapsul posterior dan vitreus loss meningkatkan kemungkinan ablasio retina.4 Edema Makula Kistoid Edema macula kistoid merupakan penyebab penurunan visus setelah operasi katarak, yang dapat terjadi pada operasi katarak dengan maupun

tanpa komplikasi. Patogenesisnya tidak diketahui, kemungkinan karena permeabilitas vaskuler perifoveal yang meningkat. Factor-faktor lain yang mempengaruhi adalah inflamasi yang terjadi karena prostaglandin relase, vitreomacular traction dan hipotoni. Edema macula kistoid ditemukan pada keadaan penurunan tajam penglihatan pasca operasi yang tidak diketahui sebabnya atau di ketahui dengan penampakan yang karakteristik pada

macula dengan pemeriksaan oftalmoskop maupun fluorescein angiography, di mana didapatkan gambaran macula yang khas ( flower petal pattern).4 Retinal light toxicity Retinal light toxicity diakibatkan karena paparan sinar operating microscope yang lama dan dapat menyebabkan terbakarnya epitel pigmen retina. Jika yang terbakar daerah fovea maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan pasca bedah. Sedangkan jika yang terbakar didaerah parafovea maka penderita akan mengeluh adanya skotoma parasentral.4

1.

Anonim. Katarak. Available from URL: http://www.geocities.com/infokeben/katarak.htm

2.

NEI. Cataract. Available from URL: http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp Wijana, nana, dr. Ilmu Penyakit Mata. Bab X: Lensa.hal: 190-218 Anonim. Learn About Cataract. Available from URL: http://www.cataract.com/ Anonim. Katarak. http://www.klikdokter.com/illness/detail/37 Lee, Judith and Bailey, Gretchyn. Cataracts. Available from URL: http://www.allaboutvision.com/conditions/cataracts.htm American Academy of Ophthalmology. Catarcts. Available from URL: http://www.eyecareamerica.org/eyecare/conditions/cataracts/index.cfm Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universita Indonesia. Jakarta. 2008 Vaughn DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000

3. 4. 5. 6.

7.

8.

9.

10. Anonim. Cataracts. Available from URL: http://www.childrenshospital.org/az/Site666/mainpageS666P0.html 11. Daniel. Oftalmologi: Suspensi Oftalmik Untuk Katarak Senilis. Available from URL: http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=816 12. American Ophtometric Association. Cataract. Available from URL: http://www.oaa.org/ 13. American Academy of Ophthalmology. The Eye M.D Association. Basic and Clinical Science Course 2003-2004 On CD-ROM. Section 11: Lens and Cataract, Chapter VIII-IX

You might also like