You are on page 1of 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.2

Tinjauan Teori Posyandu a. Pengertian Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan, maupun tempat-tempat lain yang mudah didatangi oleh masyarakat. (Ismawati, C,dkk 2010). Posyandu merupakan langkah yang cukup strategis dalam rangka pengembangan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia agar dapat membangun dan menolong dirinya sendiri, sehingga perlu ditingkatkan pembinaannya. Untuk meningkatkan pembinaan posyandu sebagai pelayanan KB dan kesehatan yang dikelola untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan pelayanan teknis dari petugas perlu ditumbuh kembangkan perlu serta aktif masyarakat dalam wadah LKMD (Ismawati, C,dkk 2010). Posyandu pada awal perkembangannya merupakan top down pemerintah untuk melaksanakan program public health ditingkat komunitas sebagai upaya mendorong masyarakat memelihara kesehatan dan mengambil sikap yang positif ketika penyakit masih dalam tahap dini. Ketika masyarakat sudah lebih maju dan menyadari kepentingan kerjasama masyarakat antara bagi mereka, dan posyandu merupakan Pendekatan

masyarakat

pemerintah.

kemitraan ini berdasarkan situasi yang sama-sama membutuhkan. Posyandu dikelola mandiri karena mereka mampu mengelola layanan penimbangan dan bersama petugas puskesmas dalam hal imunisasi dan pengelolaan penyakit ringan (Saripawan, 2007).

b. Manfaat Posyandu 1. Bagi Masyarakat Adapun memperoleh manfaat kemudahan posyandu untuk bagi masyarakat adalah dan

mendapatkan

informasi

pelayanan kesehatan bagi anak balita dan ibu, pertumbuhan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul vitamin A, bayi memperoleh imunisasi lengkap, ibu hamil juga akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah serta memperoleh penyuluhan kesehatan yang berkaitan tentang kesehatan ibu dan anak. (Ismawati, C,dkk 2010). 2. Bagi Kader Mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih lengkap. Ikut berperan secara nyata dalam tumbuh kembang anak balita dan kesehatan ibu. Citra diri meningkat dimata masyarakat sebagai orang yang terpercaya dalam bidang kesehatan menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan kesehatan ibu (WHO,2003). c. Kegiatan di Posyandu Pelaksanaan kegiatan di Posyandu dikenal dengan nama sistem 5 meja dimana kegiatan di masing-masing meja mempunyai kekhususan sendiri-sendiri. Sistem 5 meja tersebut tidak berarti bahwa Posyandu harus memiliki 5 buah meja untuk pelaksanaanya, tetapi kegiatan posyandu harus mencakup 5 pokok kegiatan yaitu Pendaftaran balita, ibu hamil, ibu menyusui (meja 1), penimbangan balita (meja 2), pencatatan hasil penimbangan (meja 3), penyuluhan dan pelayanan gizi bagi balita, bumil dan busui (meja 4) dan pelayanan kesehatan, KB, imunisasi dan pojok oralit (meja 5). (Ismawati, C,dkk 2010).

Menurut Depkes RI (2002) secara ringkas kriteria posyandu adalah seperti tampak pada tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Kemandirian Posyandu

No 1

Indikator Frek. Penimbangan

Pratama <8

Madya 8 5

Purnama

Mandiri

2 3 4 5 6 7 8

Rerata kader tugas Rerata cak.D/S Cakupan Kum. KB Cakupan Kum. KIA Cak.Kum.Imunisasi Program tambahan Cak. dana sehat

<5 <50% <50% <50% <50% (-) <50%

50% 50% 50% 50% (+) 50%

Keterangan :

D S KB KIA

= Jumlah balita ditimbang = Jumlah seluruh balita = Keluarga Berencana = Kesehatan Ibu dan Anak

2.3

Pembinaan posyandu Pembinaan posyandu dilaksanakan secara terpadu melalui POKJA posyandu yang ada di desa atau kelurahan.Tujuan dilakukannya pembinaan adalah agar posyandu dapat menyelenggarakan berbagai kegiatannya sehingga tujuan didirikannya posyandu dapat

dicapai.Pembinaan yang dilakukan meliputi peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengurus dan kader posyandu serta pembinaan administrasi yang mencakup penyelenggaraan dan keuangan. Adapun bentuk pembinaan posyandu dapat dilakukan dengan pelbagai bentuk, antara lain : a. Rapat koordinasi berkala Pokja Posyandu yang bertujuan untuk membahas kemajuan dan kendala penyelenggaraan posyandu. b. Kunjungan bimbingan dan fasilitasi yang bertujuan untuk melihat operasionalisasi kegiatan posyandu, mengetahui kendala yang dihadapi

dan memberikan saran penyelesaian dan perbaikannya, baik dalam aspek administrasi maupun teknis medis. c. Menghadiri rapat/pertemuan yang diselenggarakan masyarakat,

khususnya yang membahas masalah posyandu, dengan tujuan untuk memberikan dukungan moril dalam penyelenggaraan posyandu. d. Memberikan penghargaan kepada pengurus dan kader posyandu yang berprestasi. Penghargaan yang diberikan dapat dalam bentuk pemberian tanda penghargaan, bantuan pelatihan, studi banding ke posyandu lain atau pemberian seragam posyandu. Pemangku kepentingan dalam pembinaan posyandu yaitu : a. Camat, selaku penanggung jawab pokjanal posyandu kecamatan : 1) Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut keiatan posyandu. 2) Memberikan dukungan dalam posyandu. 3) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya keiatan posyandu secara teratur. b. Lurah/Kepala Desa atau sebutan lain, selaku penanggung jawab Pokja posyandu kelurahan/desa 1) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan posyandu. 2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk dapat hadir pada hari buka posyandu. 3) Mengkoordinasikan peran kader posyandu, pengurus posyandu dan tokoh masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya meningkatkan kinerja

penyelenggaraan posyandu. 4) Menindaklanjuti hasil kegiatan posyandu bersama

LKMD/LPM/LKD atau sebutan lainnya. 5) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan posyandu secara teratur.

c. Instansi/Lembaga terkait 1) Dinas/Badan/Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) berperan dalam fungsi koordinasi penyelenggaraan pembinaan, penggerakan peran serta masyarakat, pengembangan jaringan kemitraan, pengembangan metode pendampingan masyarakat, teknis advokasi, fasilitasi, pemantauan dan sebagainya. 2) Dinas kesehatan, berperan dalam membantu pemenuhan

pelayanan sarana dan prasarana kesehatan (pengadaan alat timbangan, distribusi KMS, obat-obatan dan vitamin) serta dukungan bimbingan tenaga teknis kegiatan. 3) BKKBN/PLKB, berperan dalam penyuluhan, penggerakan peran serta masyarakat dan sebagainya. 4) BAPPEDA, berperan dalam koordinasi perencanaan umum dan evaluasi. 5) Kanwil Departemen/Kandep Agama, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendidikan. a) Kanwil Departemen/Kandep Agama, berperan dalam

penyuluhan melalui jalur agama, persiapan imunisasi caten, penyuluhan di pondok pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan, mobilisasi dana keagamaan. b) Dinas pertanian, berperan dalam hal pendayagunaan tenaga penyuluh lapangan (PPL), koordinasi program P4K. c) Dinas perindustrian dan perdagangan, berperan dalam hal penyuluhan gizi, khususnya penggunaan garam beryodium. d) Dinas pendidikan, berperan dalam penggerakan peran serta masyarakat sekolah, melalui UKS, dokter kecil Saka Bhakti Husada. e) Dinas sosial, berperan dalam hal penyuluhan dan

pendayagunaan karang taruna, penyaluran berbagai bantuan sosial.

6) Lembaga profesi, seperti IDI, IDAI, berperan dalam pelayanan teknis medis bilamana diperlukan, penyuluhan dan sebagainya. d. Pokja Posyandu 1) Mengkoordinasikan hasil kegiatan dan tindak lanjut kegiatan posyandu. 2) Melakukan bimbingan dan pembinaan kepada posyandu. 3) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan posyandu. 4) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam kegiatan posyandu. e. Tim Penggerak PKK 1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan posyandu. 2) Penggerakan peran serta masyarakat dalam kegiatan posyandu. 3) Penyuluhan baik di posyandu maupun di luar posyandu. f. Tokoh Masyarakat/Konsil Kesehatan Kecamatan 1) Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan posyandu. 2) Menanungi dan membina kegiatan posyandu. 3) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam kegiatan posyandu. g. Organisasi Kemasyarakatan/LSM 1) Bersama petugas kesehatan berperan aktif dalam kegiatan posyandu, seperti pelayanan kesehatan masyarakat penyuluhan, pengerakan kader sesuai dengan minat dan misi organisasi. 2) Memberikan dukungnan sarana dan dana untuk pelaksanaan kegiatan posyandu. h. Swasta/Dunia Usaha 1) Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pelaksanaan keiatan posyandu. 2) Berperan aktif sebagai sukarelawan dalam pelaksanaan kegiatan posyandu (Depkes RI, 2006).

2.4

Kader Posyandu a. Pengertian Kader posyandu adalah seorang tenaga sukarela yang direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang bertugas membantu

kelancaran pelayanan kesehatan. Keberadaan kader sering dikaitkan dengan pelayanan rutin di posyandu. Sehingga seorang kader posyandu harus mau bekerja secara sukarela dan ikhlas, mau dan sanggup menggerakkan posyandu. (Ismawati,C,dkk 2010). Kehadiran dan keaktifan kader posyandu sangat berpengaruh besar terhadap jalannya kegiatan posyandu itu sendiri. b. Tugas kader Keberadaan kader posyandu sangat mempengaruhi keaktifan posyandu. macam yaitu : 1. Di dalam posyandu Tugas kader di dalam posyandu yaitu menyusun rencana kegiatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), menyiapkan pelaksanaan UPGK, melaksanakan kegiatan UPGK yang meliputi pendaftaran, penimbangan balita, pencatatan hasil penimbangan, penyuluhan sesuai hasil penimbangan, membagikan tablet tambah darah, Vitamin A maupun penyuluhan bagi ibu bayi dan balita, ibu hamil dan ibu menyusui. 2. Di luar posyandu Tugas kader di luar posyandu yaitu mengajak masyarakat untuk datang ke acara Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), membantu menggerakkan pertemuan Pendidikan kesejahteraan Keluarga (PKK), melakukan penyuluhan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) pada acara-acara bulanan maupun acara lainnya. (Ismawati, C,dkk 2010). menerangkan bahwa tugas kader posyandu ada dua

c.

Keaktifan Kader Kader posyandu aktif adalah kader yang turut melaksanakan tugas atau kegiatan penimbangan balita di posyandu. Kategori : 8 kali < 8 kali : aktif : tidak aktif (Depkes RI, 1999).

2.5

Motivasi kader posyandu Supardi (2004) mengatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.Sebenarnya banyak pembahasan teori-teori motivasi, namun menurut Manulang (2001) ada yang cukup menonjol antara lain adalah : Teori Motivasi Klasik Frederik Winslow Taylor mengemukakan teori motivasi klasik atau teori motivasi kebutuhan tunggal. Teori ini berpendapat bahwa manusia mau bekerja giat untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik/biologisnya, berbentuk uang/barang dari hasil pekerjaannya. Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja giat bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan tugas-tugasnya. Manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan menggunakan sistem insentif untuk memotivasi para pekerja. Semakin banyak mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka.

2.6

Landasan Teori 1. Teori A. H. Maslow A. H. Maslow, mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslows Need Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow. Hierarki Kebutuhan dari maslow ini diilhami oleh Human Science Theory dari Elton Mayo. Hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak yakni seseorang berperilaku/bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan bermacam-macam yang diinginkan

kebutuhan.

Maslow

berpendapat,

seseorang itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan yang pertama telah

terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima. Adapun kelima kategori kebutuhan manusia tersebut adalah : 1. Physiological needs adalah kebutuhan badaniah meliputi sandang pangan dan pemuasan seksual. 2. Safety needs adalah kebutuhan akan keamanan, meliputi baik kebutuhan akan keamanan jiwa maupun kebutuhan akan keamanan harta. 3. Social needs adalah kebutuhan sosial, meliputi kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, kebutuhan akan dihormati, kebutuhan aka perasaan maju atau berprestasi, perasaan ikut serta (sense or participation). 4. Esteem needs adalah kebutuhan penghargaan berupa kebutuhan akan harga diri dan pandangan baik dari orang lain terhadap kita. 5. Self Actualization needs adalah kebutuhan akan kepuasan diri yaitu kebutuhan untuk mewujudkan diri yaitu kebutuhan mengenai nilai dan kepuasan yang didapat dari pekerjaan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut muncul walaupun dimungkinkan secara tidak berurutan, akan tetapi kebutuhan yang paling mendasar yang akan muncul untuk dipenuhi dan kebutuhan yang paling tinggi juga menuntut untuk dipenuhi, semakin tinggi kebutuhan manusia maka semakin terpuaskan kebutuhan manusia dan akan mencapai kemandirian serta kematangan jiwa. 2. Teori Motivasi Berprestasi McClelland Menurut McClelland (Asad, 2001), dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah laku atau yang lebih dikenal dengan Social Motivate Theory. Ketiga jenis kebutuhan tersebut adalah : 1. Need for Achievements, merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang.

2.

Need for Affiliation, merupakan kebutuhan akan kehangatan atau sokongan dalam kebutuhannya dengan orang lain.

3.

Need for Power, merupakan kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain. Menurut Danim (2004) kebutuhan akan berprestasi merupakan

motif yang secara kontras dapat dibedakan dengan kebutuhan yang lain. Kebutuhan akan berafiliasi/berhubungan hampir sama dengan kebutuhan akan rasa disertakan, cinta, aktifitas sosial yang dikemukakan oleh Maslow. Kebutuhan akan kekuasaan merupakan dorongan yang muncul dalam diri seseorang untuk duduk pada posisi paling dominan atau pengaturan dalam kelompok. Teori motivasi prestasi menegaskan manusia bekerja didorong oleh kebutuhan prestasi, afiliasi, dan kekuasaan. Kebutuhan prestasi tercermin dari keinginan seseorang mengambil tugas secara konsisten bertanggung jawab dimana untuk mencapai tujuannya ia berani mengahdapi risiko serta memperhatikan feedback. Kebutuhan afiliasi ditunjukan oleh keinginan bersahabat, memperhatikan aspek antar pribadi, bekerja sama, empati, dan efektif dalam bekerja. Sedangkan kebutuhan kekuasaan tampak pada seseorang yang mau untuk berpengaruh terhadap orang lain, cepat tanggap terhadap masalah, aktif menjalankan kebijakan organisasi, senang membantu orang lain dengan mengesankan dan selalu menjaga prestasi, reputasi serta posisinya (Mulyana, 2007). Seorang kader yang memiliki motivasi dan kemampuan cukup untuk melaksanakan tugasnya dalam pelaksanaan posyandu akan menghasilkan kinerja yang baik. Menurut Gomes, 1995 (Ali, 2008)

Pemberian insentif, penghargaan dan kompensasi disebutkan dapat meningkatkan motivasi kinerja yang baik. Ibu-ibu mempunyai motivasi yang baik terhadap minat menjadi kader posyandu. Motivasi yang baik mengandung arti bahwa sebagian besar ibu-ibu mendapatkan sesuatu yang menyenangkan, adanya dorongan, adanya manajemen waktu terhadap minat menjadi kader posyandu (Widuri, 2004).

Hal

ini

sesuai

dengan

pendapat

Sardiman

(2002)

yang

menyatakan bahwa motivasi merupakan daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, daya penggerak tersebut berasal dari dalam dan dari luar subyek untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut Kuscahyani (2005), kader mengharapkan imbalan berupa finansial dan non finansial. Kebutuhan yang bersifat non finansial dikaitkan dengan harkat, martabat, dan harga diri seseorang. Salah satu kebutuhan non finansial adalah status, sedangkan kebutuhan finansial karena mereka merasa belum bekerja sehingga mengharapkan imbalan. Untuk kader posyandu, status tidak hanya datang dari orang yang berpartisipasi dalam program kemasyarakatan tetapi juga dari

pemerintah. Azizah (2006), menyatakan bahwa dana operasional posyandu merupakan semua dana yang terkumpul baik dari swadaya masyarakat, pihak pemerintah maupun pihak-pihak lain yang berfungsi untuk menunjang kelancaran kegiatan yang dilakukan posyandu, besar dana tergantung dari jumlah kegiatan dan jumlah yang dilayani. Moekijat (2002) dalam teori kebutuhan Maslow, kebutuhan potensial sebagai dorongan motivasi kerja yang pertama harus dipenuhi adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan fisiologis ini dapat diartikan sebagai kebutuhan finansial diatasnya. Tipe insentif yang dapat menambah peningkatan kinerja menurut Kuscahyani (2005), adalah seragam, uang ganti transport dan honor, pelayanan gratis di puskesmas, sertifikat, menyediakan peralatan posyandu seperti timbangan, meja, buku laporan, alat tulis dan makanan tambahan. Selain mengharapkan imbalan finansial dan non finansial, kader juga punya dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial. yang merupakan motivator untuk memenuhi kebutuhan

Motivasi lain yang dimiliki kader sehingga bersedia menjadi kader posyandu yaitu : a. Mengabdi pada masyarakat desa b. Untuk menambah wawasan tentang kesehatan c. Untuk menjalin persaudaraan dengan dinas kesehatan d. Suka bergaul dan bermasyarakat e. Suka berbagi pengalaman walau tanpa diupah f. Merasa tergugah dan sayang pada balita

g. Ingin memperbanyak saudara atau relasi h. Bisa membantu masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan i. Mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan dan penyuluhan kesehatan j. Membina hubungan baik dengan masyarakat

k. Ingin mengetahui kesehatan balita dan berat badan l. Ingin memajukan dusun

m. Karena memiliki balita n. Karena dipilih dan ditunjuk sebagai kader o. Dengan kerelaan hati p. Membantu kelancaran penimbangan q. Mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan Dalam beberapa tahun terakhir ini, kinerja posyandu menurun antara lain sebagian disebabkan oleh adanya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia, dan juga karena pelaksanaan kegiatan posyandu yang sifatnya rutin dan kurang menarik sehingga menimbulkan kejenuhan para kader dan para pengelola posyandu yang ada (Depkes, RI., 1999). Kejenuhan menjadi kader dalam kegiatan posyandu dapat menyebabkan kader drop out, karena menjadi kader merupakan pekerjaan sosial yang tidak mempunyai kekuatan mengikat (Ridwan, 2004).

Departemen Dalam Negeri (2001) menyatakan kurang optimalnya kegiatan posyandu mengakibatkan kinerja posyandu menjadi rendah, yang selanjutnya mengakibatkan rendahnya minat masyarakat untuk menggunakan posyandu. Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1998) menyatakan bahwa kader yang terampil akan sangat membantu dalam pelaksanaan posyandu, sehingga informasi dan pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah disampaikan kepada masyarakat. Khaidir (2005), menyatakan bahwa ketepatan dan ketelitian kader dalam kegiatan penimbangan di posyandu sangat berpengaruh terhadap ketepatan data pertumbuhan balita di posyandu itu sendiri. 2.7 Karakteristik kader posyandu Kader posyandu dipilih secara sukarela dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan posyandu. Kader posyandu menyelenggarakan posyandu secara

sukarela. Kriteria kader posyandu antara lain diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat, dapat membaca dan menulis huruf latin, mempunyai jiwa pelopor, pembaharu dan penggerak masyarakat, serta bersedia bekerja secara sukarela, memiliki kemampuan dan waktu luang (Akbar,M. 2008). Karakteristik kader posyandu adalah keterangan mengenai diri kader posyandu yang meliputi umur, pendidikan, status pekerjaan, pengalaman menjadi kader. a) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu. Jadi dapat dikatakan pendidikan itu menuntun manusia berbuat dan mengisi kehidupannya mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi atau hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Nursalam,2001).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga prilaku seseorang akan pola hidup terutama memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga maka makin meningkat pula kinerjanya. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. (Asmuni S,2009). Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan kesiapan dalam memberikan pelayanan, orang yang berpendidikan tinggi akan lebih mampu mengatasi masalah dan berperan lebih baik dan efektif serta konstruktif dari pada yang berpendidikan rendah (Nursalam, 2001). b) Umur Menurut Hurlock (2002) umur adalah usia seseorang yang dihitung sejak lahir sampai dengan batas terakhir masa hidupnya. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup kedewasaannya. Hal ini sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Demikian juga dengan umur para kader di posyandu dalam melaksanakan kegiatan pelayanan. Makin tua umur seseorang maka makin konstruktif dalam mengatasi masalah dalam pekerjaan dan makin terampil dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. c) Pengalaman menjadi kader Pengalaman adalah guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman identik dengan lama bekerja (masa kerja). Pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu, srhingga dapat dikatakan, semakin lama seseorang bekerja maka semakin baik pula dalam memberikan pelayanan (Notoatmodjo,S.2003).

d) Status pekerjaan kader Pekerjaan berpengaruh terhadap minat menjadi kader posyandu, pekerjaan yang paling berpengaruh terhadap minat menjadi kader posyandu adalah sebagai ibu rumah tangga. Artinya ibu-ibu yang tidak memiliki pekerjaan dan yang tidak terikat waktunya yang paling tinggi minatnya untuk menjadi kader posyandu.(Akbar,M. 2008). 2.8 Kerangka Konsep Umur Pendidikan Status pekerjaan Pengalaman menjadi kader
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian.

Keaktifan kader

2.9

Hipotesis

1) 2)

Ada hubungan antara umur kader dengan keaktifan di posyandu. Ada hubungan antara pendidikan kader dengan keaktifan di posyandu.

3)

Ada hubungan antara status pekerjaan kader dengan keaktifan di posyandu.

4)

Ada hubungan antara pengalaman menjadi kader dengan keaktifan di posyandu.

You might also like