You are on page 1of 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali masyarakat yang tidak memahami tentang Undang-Undan Dasar 1945 (UUD 1945). Tidak hanya masyarakat para pelajar sekalipun ada juga yang kurang memahammi pengertian dan isi Undang-Undang Dasar 1945. Mereka hanya sekedar membacaa pada saat upacara bendera hari senin berlangsung, tanpa memahami maksud dan tujuan pembacaan UndangUndang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 sering kita dengar pada saat upacara bendera hari senin, namun tidak semua sekolah yang menyelenggarakan upacara bendera hari senin.Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan suatu hukum dasar tertulis yang harus ditaati dan peraturan dari Negara keasatuan Republik Indonesia dan telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Memahami Undang-Undang Dasar 1945(UUD 1945) akan lebih lengkap dan tepat bila ditelusuri asal mula kelahirannya serta penyusunan dan perumusan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Asal mula kelahiran UUD 1945 dapat dimengerti apa bila dikaitkan dengan perumusan pancasila sebagai dasar dari

Negara Indonesia. Hal ini jelas sebab pemahaman Batang Tubuh UUD 1945 merupakan pemahaman dalam kerangka penjabaran pancasila sebagai dasar Negara. Proses penyusunan dan perumusan UUD 1945 yang ada saat ini merupakan hasil rancangan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang disusun pada tanggal 29 Mei sampai dengan 16 Juli. Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang

disidangkan pada tanggal 29 Agustus 1945.Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Perumusan UUD 1945 sangat berkaitan dengan proses konsensusnasional (secara yuridis-formal ketatanegaraan) bangsa Indonesia di awal pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kedudukan UUD 1945 bersifat mengikat terhadap pemerintah dan setiap lembaga masyarakat, serta berisi normanorma sebagai dasar dari garis besar hukum dan penyelenggara Negara yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh warga Negara Indonesia. Dengan demikian UUD 1945 akan dapat dipahami dengan benar dan tepat apabila nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaannya dipahami terlebih dahulu. Di sini jelas bahwa UUD 1945 tidak lahir mendadak di saat-saat menjelang 17 Agustus 1945, tetapi ia lahir selama proses perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, oleh karena itu UUD 1945 harus dimengerti dan dipahami dengan cermat. Disini kami akan membahas secara garis besar UUD 1945 yang meliputi penyusunan dan perumusan UUD 1945, kedudukan, pengertian, pokok pikiran yang terdapat pada UUD 1945, prinsip yang terkandung dalam UUD 1945, yang akan dibahas pada isi dari makalah ini. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penyusunan dan perumusan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945? 2. Bagaimana kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)? 3. Apa pengertian Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) ? 4. Apa pokok pikiran yang terdapat dalam UUD 1945? 5. Apa prinsip yang terkandung dalam UUD 1945? 6. Bagaimana sistem ketatanegaraan berdasarkan pancasila dan UUD 1945? 7. Apa syarat penyusunan dan perumusan UUD 1945? 8. Bagaimana penyimpangan dan penyelewengan UUD 1945?

C. Tujuan Dapat mengetahui proses penyusunan dan perumusan UUD 1945, pengertian UUD 1945, pokok pikiran UUD 1945, prinsip yang terkandung dalam UUD 1945, pandangan umum,sistem ketatanegaraan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, syarat penyusunan dan perumusan UUD 1945,serta penyimpangan dan penyelewengan UUD 1945. D. Manfaat 1. Kita dapat memahami apa saja yang terkandung dalam UUD 1945. 2. Penyusunan makalah ini diharapkan untuk dapat memberikan gambaran mengenai UUD 1945 diantaranya proses penyusunan dan perumusan UUD 1945, pengertian, pokok pikiran, sistem ketaranegaraan berdasrkan pancasila dan UUD 1945, syarat penyusunan dan perumusan UUD 1945, serta penyimpangan dan penyelewengan UUD. 3. Dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan mahasiswa tentang UUD 1945. E. Metode Penulisan Dalam penerapan metode ini kami menggunakan metode STUDI PUSTAKA yaitu mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan UUD 1945 yang ada di Perpustakaan kampus dan mencari di situs internet. F. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan makalah ini kami membahas dalam 3 (Tiga) Bab dengan urutan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II

: ISI Menguraikan tentang Pengertian UUD 1945, Proses

penyusunan dan perumusan UUD 1945, Kedudukan UUD 1945, Pokok pikiran UUD 1945, Prinsip yang terkandung dalam UUD 1945, Pandangan umum UUD 1945, Sistem ketatanegaraan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, syarat penyusunan dan perumusan UUD 1945, serta penyimpangan dan penyelewengan UUD 1945.

BAB III

: PENUTUP Yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

BAB II ISI

A. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan merupakan hukum dasar tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputti keseluruhan sistem

ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya. UUD merupakan dasar tertulis (convensi). Oleh karena itu UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut. (Kaelan. Pendidikan Pancasila.2008:178). UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari pembukaan dan pasalpasal (Pasal II aturan tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 (empat aliena) yang didalam alinea keempat terdapat rumusan dari pancasila, dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945,yang terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan XVI ) dan 72 pasal (pasal 1samapai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. Bab IV dalam amandemen keempat penejlasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Kesimpulan: Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suatu hukum dasar tertulis (basic law) yang bersifat mengikat mengikat bagi pemerintah,lembaga

Negara,lembaga masyarakat,dan warga Negara Indonesia dimanapun mereka berada,serta setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia sebagai hukum,UUD 1945 berisi norma,aturan,atau ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.
5

B. Penyusunan dan Perumusan UUD 1945 1. Proses Penyusunan UUD 1945 a. Sejarah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia di kemudian hari. Namun janji tinggalah janji, setelah Jepang berhasil memukul mundur tentara Belanda, malah mereka sendiri yang menindas kembali bangsa Indonesia, bahkan lebih sadis dari yang sebelumnya. UUD 1945 yang ada saat ini merupakan hasil rancangan BPUPKI. Naskahnya dikerjakan mulai dari tanggal 29 Mei sampai 16 Juli. Jadi, hanya memakan waktu selama 40 hari setelah dikurangi hari libur. Kemudian rancangan itu diajukan ke PPKI dan diperiksa ulang. Dalam sidang pembahasan, terlontar beberapa usulan penyempurnaan. Akhirnya, setelah melalui perdebatan, maka dicapai persetujuan untuk diadakan beberapa perubahan dan tambahan atas rancangan UUD yang diajukan BPUPKI. Perubahan pertama pada kalimat Mukadimah. Rumusan kalimat yang diambil dari Piagam Jakarta," ...dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihilangkan. Kemudian pada pasal 4. Semula hanya terdiri dari satu ayat, ditambah satu ayat lagi yang berbunyi, "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD". Dan, juga dalam pasal ini semula tertulis," wakil presiden ditetapkan dua orang" diganti menjadi "satu Wakil Presiden". Juga pada Pasal 6 ayat 1, kalimat yang semula mensyaratkan presiden harus orang Islam dicoret. Diganti menjadi," Presiden adalah orang Indonesia asli". Dan, kata "mengabdi" dalam pasal 9 diubah menjadi "berbakti". Tampaknya, BPUPKI, Panitia Perancang UUD dan juga Muh. Yamin lalai memasukkan materi perubahan UUD sebagaimana terdapat

dalam setiap konstitusi. Hingga sidang terakhir pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI sama sekali tidak menyinggungnya. Walaupun saat itu, sempat muncul lontaran dari anggota Kolopaking yang mengatakan, " Jikalau dalam praktek kemudian terbukti, bahwa ada kekurangan , gampang sekali tidak gampang, tetapi boleh diubah kalau perlu". Usulan mengenai materi perubahan UUD baru muncul justru muncul saat menjelang berakhirnya sidang PPKI yang membahas pengesahan UUD. Di tanggal 18 Agustus 1945 itu, Ketua Ir Soekarno mengingatkan masalah tersebut. Kemudian forum sidang menyetujui untuk diatur dalam pasal tersendiri dan materinya disusun oleh Soepomo. Tak kurang dari anggota Dewantara, Ketua Soekarno serta anggota Soebarjo turut memberi tanggapan atas rumusan Soepomo. Tepat pukul 13.45 waktu setempat, sidang menyetujui teks UUD. Dalam pidato pe-nutupan, Ketua Ir Soekarno menegaskan bahwa UUD ini bersifat sementara dan, "Nanti kalau kita bernegara didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih sempurna." Dari pidato ini, implisit tugas yang diemban oleh UUD 1945 sebatas mengantar gagasan (konsepsi) Indonesia masuk dalam wilayah riel bernegara. Setelah itu, akan disusun UUD baru yang lebih lengkap dan sempurna. Namun,dalam perjalanan selanjutnya, eksperimen ketatanegaraan tak kunjung berhasil menetapkan UUD baru. Upaya yang dilakukan sidang Dewan Kontituante berakhir dengan kegagalan. Walhasil, hingga 1959 belum juga mampu disusun satu UUD baru yang lebih lengkap dan sempurna. Solusinya, UUD 1945 diberlakukan kembali. Kesejarahan konstitusi ini, jelas mengakibatkan banyak dampak politis. Tulisan ini membatasi diri hanya pada kajian sejarah. Utamanya yang berkait dengan watak asali dari UUD 1945. Apakah dengan dekrit - yang melahirkan kesan inkonsistensi sikap Soekarno, sifat kesemntaraan UUD 1945
7

berubah menjadi definitif atau tetap. Satu dari dua kemungkinan yang jelas akan berakibat serius pada perjalanan ketatanegaraan selanjutnya. Bagaimana Undang-Undang Dibuat

Sejak bulan November 2004, proses pembuatan undangundang yang selama ini dinaungi oleh beberapa peraturan kini mengacu pada satu undang-undang (UU) yaitu Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (UU PPP). UU ini disahkan oleh Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 24 Mei 2004, akan tetapi baru berlaku efektif pada November 2004. Selain itu, proses pembuatan undang-undang yang diajukan oleh Presiden juga diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden ((Perpres No. 68/2005). Perpres ini dibentuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 24 UU PPP. Pada dasarnya proses pembuatan UU setelah berlakunya UU PPP terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan (Ketentuan Umum angka 1 UU PPP). Bagaimanakah prosedur rincinya? Perencanaan

Perencanaan adalah proses dimana DPR dan Pemerintah menyusun rencana dan skala prioritas UU yang akan dibuat oleh DPR

dalam suatu periode tertentu. Proses ini diwadahi oleh suatu program yang bernama Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pada tahun 2000, Prolegnas merupakan bagian dari Program Pembangunan Nasional (Propenas) yang dituangkan dalam bentuk UU, yaitu UU No. 20 Tahun 2000. Dalam UU PPP, perencanaan juga diwadahi dalam Prolegnas, hanya saja belum diatur lebih lanjut akan dituangkan dalam bentuk apa. Sedangkan ketentuan tentang tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). Siapa Yang Merancang Sebuah RUU RUU dari Presiden Sebelum sebuah RUU diusulkan oleh presiden ada beberapa tahapan yang harus dilalui, yang dalam UU PP terdiri dari tahapan persiapan, teknik penyusunan, dan perumusan. Ketiga tahapan tersebut dapat dikemas menjadi suatu istilah yang umum digunakan yaitu perancangan. Ketentuan yang mengatur mengenai tahapan penyusunan undang-undang tersebut diatur lebih lanjut dalam Perpres No. 68/2005. Sebelumnya, proses penyusunan RUU diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU. Namun dengan berlakunya Perpres No. 68/2005 maka Keputusan Presiden tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pengaturan tahapan atau tata cara mempersiapkan RUU dalam Perpres ini terdiri atas (i) penyusunan RUU yang meliputi penyusunan RUU beradasarkan Prolegnas dan penyusunan RUU di luar Prolegnas, (ii) penyampaian RUU kepada DPR.

Penyusunan RUU Penyusunan RUU dilakukan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, disebut sebagai pemrakarsa, yang mengajukan usul penyusunan RUU. Penyusunan RUU dilakukan oleh pemrakarsa berdasarkan Prolegnas. Namun, dalam keadaan tertentu, pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan ijin prakarsa kepada presiden. Pengajuan permohonan ijin prakarsa ini disertai dengan penjelasan mengenai konsepsi pengaturan UU yang meliputi (i). urgensi dan tujuan penyusunan, (ii). sasaran yang ingin diwujudkan, (iii). pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur, dan (iv). jangkauan serta arah pengaturan. Sementara itu, Perpres No. 68/2005 menetapkan keadaan tertentu yang memungkinkan pemrakarsa dapat menyusun RUU di luar Prolegnas yaitu (a). menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang; (b). meratifikasi konvensi atau perjanjian internasional; (c). melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi; (d). mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam; atau keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu RUU yang dapat disetujui bersama oleh Badan Legislasi DPR dan menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundang-undangan. Dalam hal RUU yang akan disusun masuk dalam Prolegnas

10

maka penyusunannya tidak memerlukan persetujuan ijin prakarsa dari presiden. Pemrakarsa dalam menyusun RUU dapat terlebih dahulu menyusun naskah akademik mengenai materi yang akan diatur. Penyusunan naskah akademik dilakukan oleh pemrakarsa bersama sama dengan departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan. Saat ini departemen yang mempunyai tugas dan tanggung jawab diidang peraturan perundangundangan adalah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Dephukham). Selanjutnya, pelaksanaan penyusunan naskah akademik dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian. Penyusunan RUU berdasarkan Prolegnas Proses ini diawali dengan pembentukan panitia antar departemen oleh pemrakarsa. Keanggotaan panitia ini terdiri atas unsur departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang terkait dengan substansi RUU. Panitia ini akan dipimpin oleh seorang ketua yang ditunjuk oleh pemrakarsa. Sementara itu, sekretaris panitia antar departemen dijabat oleh kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang emnyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada lembaga pemrakarsa. Dalam setiap panitia antar departemen diikutsertakan wakil dari Dephukham untuk melakukan pengharmonisasian RUU dan teknis perancangan perundang-undangan. Panitia antar departemen menitikberatkan pembahasan pada permasalahan yang bersifat prinsipil mengenai objek yang akan diatur, jangkauan dan arah pengaturan. Sedangkan kegiatan perancangan yang meliputi penyiapan, pengolahan dan perumusan RUU dilaksanakan oleh biro hukum atau satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang peraturan

11

perundang-undangan pada lembaga pemrakarsa. Hasil perancangan selanjutnya disampaikan kepada panitia antar departemen untuk diteliti kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati. Dalam pembahasan RUU di tingkat panitia antar departemen, pemrakarsa dapat pula mengundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi atau organisasi di bidang sosial politik, profesi dan kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dalam penyusunan RUU. Selama penyusunan, ketua panitia antar departemen melaporkan perkembangan penyusunan dan/atau permasalahan kepada pemrakarsa untuk memperoleh keputusan atau arahan. Ketua panitia antar departemen menyampaikan rumusan akhir RUU kepada pemrakarsa disertai dengan penjelasan. Selanjutnya dalam rangka penyempurnaan pemrakarsa dapat menyebarluaskan RUU kepada masyarakat. Pemrakarsa menyampaikan RUU kepada menteri yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang peraturan perundangundangan yang saat ini dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham) dan menteri atau pimpinan lembaga terkait untuk memperoleh pertimbangan dan paraf persetujuan. Pertimbangan dan paraf persetujuan dari Menhukham diutamakan pada harmonisasi konsepsi dan teknik perancangan perundangundangan. Pertimbangan dan paraf persetujuan diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak RUU diterima. Apabila pemrakarsa melihat ada perbedaan dalam pertimbangan yang telah diterima maka pemrakarsa bersama dengan Menhukham menyelesaikan perbedaan tersebut dengan menteri/pimpinan lembaga terkait. Apabila upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil maka Menhukham melaporkan hal tersebut secara tertulis kepada presiden
12

untuk memperoleh keputusan. Selanjutnya, perumusan ulang RUU dilakukan oleh pemrakarsa bersama-sama dengan Menhukham. Dalam hal RUU tidak memiliki permasalahan lagi baik dari segi substansi maupun segi teknik perancangan perundang-undangan maka pemrakarsa mengajukan RUU tersebut kepada presiden untuk disampaikan kepada DPR. Namun, apabila presiden berpendapat RUU masih mengandung permasalahan maka presiden menugaskan kepada Menhukham dan pemrakarsa untuk mengkoordinasikan kembali penyempurnaan RUU tersebut dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima penugasan maka pemrakarsa harus menyampaikan kembali RUU kepada presiden. Penyusunan RUU diluar Prolegnas Pada dasarnya Proses penyusunan RUU diluar Prolegnas sama dengan penyusunan RUU berdasarkan Prolegnas. Hanya saja, dalam menyusun RUU diluar prolegnas ada tahapan awal yang wajib dijalankan sebelum masuk dalam tahapan penyusunan undang-undang sebagaimana diuraikan sebelumnya. Tahapan awal ini dimaksudkan untuk melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU yang telah disiapkan oleh pemrakarsa. Proses ini dilakukan melalui metode konsultasi antara pemrakarsa dengan Menhukham. Selanjutnya, untuk kelancaran pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU Menhukham mengkoordinasikan pembahasan konsepsi tersebut dengan pejabat yang berwenang mengambil keputusan, ahli hukum dan/atau perancang peraturan perundang-undangan dari lembaga pemrakarsa dan lembaga terkait lainnya. Proses ini juga dapat melibatkan perguruan tinggi dan/atau organisasi.

13

Apabila koordinasi tersebut tidak berhasil maka Menhukham dan pemrakarsa melaporkan kepada presiden disertai dengan penjelasan mengenai perbedaan pendapat atau pandangan yang muncul. Pelaporan kepada presiden ini ditujukan untuk mendapatkan keputusan atau arahan yang sekaligus merupakan izin prakarsa penyusunan RUU. Namun, apabila koordinasi yang bertujuan melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU tersebut berhasil maka pemrakarsa menyampaikan konsepsi RUU tersebut kepada presiden untuk mendapat persetujuan. Selanjutnya, apabila presiden menyetujui maka pemrakarsa membentuk panitia antar departemen. Tata cara pembentukan panitia antar departemen dan penyusunan RUU dilakukan sesuai dengan tahapan penyusunan RUU berdasarkan Prolegnas yang telah diuraikan sebelumnya. Penyampaian RUU Kepada DPR RUU yang telah disetujui oleh Presiden disampaikan kepada DPR untuk dilakukan pembahasan. Proses ini diawali dengan penyampaian surat presiden yang disiapkan oleh Menteri Sekretaris Negara kepada pimpinan DPR guna menyampaikan RUU disertai dengan keterangan pemerintah mengenai RUU yang dimaksud. RUU dari DPR Sebelum sampai pada usul inisiatif DPR, ada beberapa badan yang biasanya melakukan proses penyiapan suatu RUU. Sebagai ilustrasi, RUU Komisi Anti Korupsi dipersiapkan oleh Fraksi PPP, sedangkan pada RUU Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundangundangan (TCP3) dipersiapkan oleh tim asistensi Baleg (Badan

14

Legislasi). Di samping itu ada beberapa badan lain yang secara fungsional memiliki kewenangan untuk mempersiapkan sebuah RUU yang akan menjadi usul inisiatif DPR. Badan-badan ini adalah Pusat Pengkajian Pelayanan Data dan Informasi (PPPDI) yang bertugas melakukan penelitian atas substansi RUU dan tim perancang sekretariat DPR yang menuangkan hasil penelitian tersebut menjadi sebuah rancangan undang-undang. Dalam menjalankan fungsi sebagai penggodok RUU, baik Baleg maupun tim ahli dari fraksi memiliki mekanisme sendirisendiri. Baleg misalnya, di samping melakukan sendiri penelitian atas beberapa rancangan undang-undang, juga bekerjasama dengan berbagai universitas di beberapa daerah di Indonesia. Untuk satu RUU biasanya Baleg akan meminta tiga universitas untuk melakukan penelitian dan sosialisasi atas hasil penelitian tersebut. Baleg juga banyak mendapatkan draft RUU dari masyarakat sipil, misalnya RUU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi dari ICEL (Indonesian Center for Enviromental Law), RUU tentang Kewarganegaraan dari GANDI (Gerakan Anti Diskriminasi) dan RUU Ketenagakerjaan dari Kopbumi. Bagi masyarakat sipil, pintu masuk suatu usulan mungkin lebih terlihat "netral" bila melalui Baleg ketimbang melalui fraksi, karena terkesan tidak terafiliasi dengan partai apapun. Sedangkan PPPI yang memiliki 43 orang peneliti, lebih banyak berfungsi membantu pihak Baleg maupun sekretariat guna mempersiapkan sebuah rancangan peraturan perundang-undangan maupun dalam memberikan pandangan atas RUU yang sedang dibahas. Selain itu PPPDI sering juga melakukan riset untuk membantu para anggota DPR dalam melakukan tugas mereka, baik itu
15

untuk fungsi legislasi, pengawasan, maupun budgeter. Pada tingkat fraksi penyusunan sebuah RUU dimulai dari adanya amanat muktamar partai. Kemudian fraksi tersebut membentuk tim pakar yang merancang RUU tersebut berdasarkan masukan masyarakat melalui DPP maupun DPD partai.

RUU dari DPD Sebagai lembaga legislatif baru, DPD sedang dalam masa untuk membangun sistem perancangan dan pembahasan RUU yang baik dan efektif. Di awal masa jabatan ini, DPD banyak mengadopsi sistem yang dipakai oleh DPR. Untuk merancang sebuah RUU mereka menyerahkan kepada individu atau panitia yang akan mengusulkannya. Hanya saja saringanya ada pada, Rapat Paripurna DPD yang akan mengesahkan apakah sebuah RUU bisa atau tidak diajukan menjadi usul DPD kepada DPR. Usul RUU boleh diusulkan oleh Panitia Perancang Undangundang (PPU) atau Panitia Ad Hoc. Sedangkan Usul Pembentukan RUU dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya jumlah anggota DPD. Usul pembentukan RUU harus dilengkapi dengan latar belakang, tujuan dan pokok-pokok pikiran serta daftar nama, nama provinsi dan tanda tangan pengusul. Baik Usul RUU maupun Usul Pembentukan RUU disampaikan kepada PPU. Selanjutnya pimpinan PPU akan menyampaikan Usul RUU atau Usul Pembentukan RUU kepada pimpinan DPD. Pada sidang paripurna DPD berikutnya pimpinan sidang harus memberitahukan kepada anggota tentang masuknya Usul RUU atau Usul Pembentukan RUU, yang selanjutnya harus dibagikan kepada seluruh anggota. Sidang Paripurna memutuskan apakah Usul RUU atau Usul Pembentukan RUU tersebut diterima, ditolak atau diterima dengan
16

perubahan. Keputusan untuk menerima atau menolak harus terlebih dahulu memberi kesempatan kepada pengusul untuk memberi penjelasan, anggota juga diberi kesempatan untuk memberikan pendapat. Apabila Usul RUU atau Usul Pembentukan RUU diterima dengan perbaikan maka, DPD menugaskan PPU untuk membahas dan menyempurnakan Usul RUU atau Usul Pembentukan RUU tersebut. Usul RUU atau Usul Pembentukan RUU yang telah disetujui menjadi usul DPD selanjutnya di ajukan kepada pimpinan DPR. Siapa Yang Mengusulkan Undang-undang Sebuah Rancangan Undang-undang (RUU) bisa datang dari tiga pintu yaitu Presiden, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dalam mengusulkan sebuah RUU ketiga lembaga tersebut harus berpedoman kepada Prolegnas. Pengusulan Oleh Presiden RUU yang berasal dari presiden disampaikan kepada pimpinan DPR dengan mengirimkan surat presiden yang disiapkan oleh Menteri Sekretaris Negara kepada pimpinan DPR disertai dengan keterangan pemerintah mengenai RUU yang dimaksud. Surat presiden tersebut setidaknya memuat (i) menteri yang ditugasi untuk mewakili presiden dalam pembahasan RUU di DPR, (ii) sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki dan (iii) cara penanganan atau pembahasan. Sementara itu, keterangan pemerintah yang menyertai surat presiden disiapkan oleh pemrakarsa paling sedikit memuat: (i) urgensi dan tujuan penyusunan, (ii) sasaran yang ingin diwujudkan, (iii) pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur, dan (iv) jangkauan serta arah pengaturan. Keempat unsur ini menggambarkan
17

keseluruhan substansi RUU. Pengusulan Oleh DPD DPD berhak mengajukan RUU yang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Untuk mengajukan sebuah RUU, pimpinan DPD menyampaikan kepada ketua DPR RUU beserta naskah akademisnya, apabila tidak ada naskah akademis dari RUU yang bersangkutan, maka cukup menyampaikan keterangan atau penjelasannya. Dalam rapat paripurna berikutnya setelah RUU diterima oleh DPR, ketua rapat menyampaikan kepada anggota tentang masuknya RUU dari DPD, RUU tersebut kemudian dibagikan kepada seluruh anggota. Selanjutnya DPR akan menugaskan Baleg atau Komisi untuk membahas RUU tersebut bersama DPD. Paling lambat 15 (lima belas) hari sejak ditugaskan, Komisi atau Baleg yang telah ditunjuk mengundang alat kelengkapan DPD untuk membahas RUU tersebut. Pengusulan Oleh DPR Pengusulan oleh DPR dapat dilakukan melalui beberapa pintu, yaitu Badan Legislasi Komisi Gabungan komisi Tujuh belas orang anggota

Usul RUU yang diajukan oleh Baleg, Komisi, Gabungan Komisi ataupun anggota diserahkan kepada pimpina DPR beserta dengan

18

keterangan pengusul atau naskah akademis. Dalam rapat paripurna selanjutnya, pimpinan sidang akan mengumumkan kepada anggota tentang adanya RUU yang masuk, kemudian RUU tersebut dibagikan kepada seluruh anggota. Rapat paripurna akan memutuskan apakah RUU tersebut secara prinsip dapat diterima sebagai RUU dari DPR. Sebelum keputusan diiterima atau tidaknya RUU, diberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi untuk memberikan pendapat. Keputusan rapat paripurna terhadap suatu usul RUU dapat berupa: Persetujuan tanpa perubahan Persetujuan dengan perubahan Penolakan Apabila usul RUU disetujui dengan perubahan, maka DPR akan menugaskan kepada Komisi, Baleg ataupun Panitia Khusus (Pansus) untuk menyempurnakan RUU tersebut. Namun, apabila RUU disetujui tanpa perubahan atau RUU telah selesai disempurnakan oleh Komisi, Baleg ataupun Pansus maka RUU tersebut disampaikan kepada presiden dan pimpinan DPD (dalam hal RUUyang diajukan berhubungan dengan kewenangan DPD). Presiden harus menunjuk seorang menteri yang akan mewakilinya dalam pembahasan, paling lambat 60 hari setelah diterimanya surat dari DPR. Sedangkan DPD harus menunjuk alat kelengkapan yang akan mewakili dalam proses pembahasan. Pembahasan RUU Pembahasan RUU terdiri dari dua tingkat pembicaraan, tingkat pertama dalam rapat komisi, rapat Baleg ataupun Pansus. Sedangkan pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna DPR.

19

Pembicaraan tingkat satu dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut: Pandangan fraksi-fraksi atau pandangan fraksi-fraksi dan DPD apabila RUU berkaitan dengan kewenangan DPD. Hal ini bila RUU berasal dari presiden. Sedangkan bila RUU berasal dari DPR, pembicaraan tingkat satu didahului dengan pandangan dan pendapat presiden atau pandangan presiden dan DPD dalam hal RUU berhubungan dengan kewenangan DPD. Tanggapan presiden atas pandangan fraksi atau tanggapan pimpinan alat kelengkapan DPR atas pandangan presiden. Pembahasan RUU ol eh DPR dan presiden berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Dalam pembicaraan tingkat satu dapat juga dilakukan: Rapat Dengar Pendapat Umum(RDPU) Mengundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain apabila materi RUU berhubungan dengan lembaga negara lain Diadakan rapat intern

Pembicaraan dua, adalah pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului oleh laporan hasil pembicaraan tingkat I pendapat akhir fraksi pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya. Perpes No. 68/2005 mengatur bahwa Pendapat akhir pemerintah dalam pembahasan RUU di DPR disampaikan oleh menteri yang mewakili presiden setelah terlebih dahulu melaporkannya kepada presiden.

20

Selama pembahasan RUU di DPR, menteri yang mewakili presiden wajib melaporkan perkembangan dan permasalahan yang dihadapi kepada presiden untuk memperoleh keputusan dan arahan. Apabila terdapat masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi serta arah RUU maka menteri yang terlibat dalam pembahasan wajib terlebih dahulu melaporkannya kepada presiden disertai dengan saran pemecahan untuk memperoleh keputusan. Menteri yang ditugasi membahas RUU di DPR segera melaporkan RUU telah disetujui atau tidak disetujui oleh DPR. Selanjutnya apabila RUU tersebut tidak mendapat persetujuan bersama presiden dan DPR maka RUU tersebut tidak dapat diajukan kembali pada masa sidang yang sama. Setelah disetujui dalam rapat paripurna, sebuah RUU akan dikirimkan kepada Sekretariat Negara untuk ditandatangani oleh presiden, diberi nomor dan diundangkan. b. Proses Penyusunan UUD 1945 Sebagai Konstitusi Indonesia, Berdasarkan Sidang BPUPKI dan Sidang PPKI.

Ketua PPKI Soekarno menegaskan bahwa UUD 1945 merupakan UUD yang bersifat sementara, suatu UUD kilat, Revolutie Grondwet, namun anggota PPKI yang dapat dianggap pertama-tama mengemukakan perlunya eksistensi suatu pasal yang secara khusus mengenai hal ini ialah Iwa Koesoema Soemantri. Usulan Iwa tersebut kemudian disambut oleh anggota PPKI lainnya, Soepomo, yang menyatakan bahwa dalam (Rancangan) UUD 1945 tersebut memang harus ada Bab XVI, tentang perubahan UUD. Soepomo pun kemudian mengusulkan adanya dua ayat yang isinya sama dengan Pasal 37 UUD 1945 pada saat ini, yakni sebagai berikut (1) bahwa untuk mengubah UUD, sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota harus
21

hadir; (2) bahwa putusan diambil dengan persetujuan sekurangkurangnya 2/3 daripada yang hadir. Pembicaraan tersebut muncul dalam sesi setelah rapat pada tanggal 18 Agustus 1945 rehat sekitar 15 menit, yakni sekitar pukul 11:04 - 11:16 WIB. Namun pembicaraan tersebut kemudian disela oleh Soekarno, dengan menyatakan bahwa hal tersebut akan dibahas kemudian. Sejarah menunjukkan bahwa, pada saat itu Soekarno kemudian memfokuskan pembicaraan pada hal-hal yang berhubungan dengan Algemene Geest. Perdebatan mengenai hal itu muncul kembali pada penghujung pembahasan Rancangan UUD 1945. Beberapa anggota PPKI yang tercatat berbicara dalam kesempatan tersebut ialah: Soekarno, Soepomo, Ahmad Soebardjo, dan Ki Hadjar Dewantara. Anggota Soebardjo setuju dengan rancangan ayat (1), namun untuk rancangan ayat (2), beliau keberatan, dengan alasan bahwa dalam praktek hal itu bisa menyebabkan diktatur. Menurut beliau, sebaiknya rumusan ayat (2) tersebut diganti dengan suara yang terbanyak saja, karena adanya hasrat untuk merubah sudah merupakan jaminan yang baik. Namun demikian pada akhirnya, dengan dukungan anggota PPKI Ki Bagoes Hadikoesoemo, yang memandang bahwa perubahan UUD adalah soal yang begitu penting sehingga diperlukan persetujuan 2/3 anggota, maka kemudian dengan dukungan suara 16 anggota PPKI, disepakatilah rumusan Pasal 37 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana yang kita kenal saat ini, yaitu bahwa untuk mengubah UUD 1945 diperlukan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumiah anggota yang hadir. Menurut ahli hukum tatanegara Harun Alrasid, dalam praktek ketatanegaraan masa Orde Lama dan Orde Baru sudah beberapa kali terjadi perubahan UUD Buiten de Grondwet (di luar UUD) sebagai berikut. Adanya penambahan kriteria telah berusia 40 tahun bagi Presiden maupun Wakil Presiden dalam Ketetapan MPR No.II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia,

22

yang merubah Pasal 6 UUD 1945; Dengan diutamakannya tata cara pengambilan keputusan dengan musyawarah untuk mufakat dalam Ketetapan MPR No.I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yang merubah Pasal 2 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa segala putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak; Dengan ditetapkannya wewenang MPR untuk memberhentikan Presiden dalam Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib MPR, yang merubah Pasal 8 UUD 1945; Sehubungan dengan kekosongan hukum dalam UUD 1945 tentang pengisian jabatan Wakil Presiden, maka melalui Ketetapan MPR No. VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Berhalangan, MPR telah mengubah UU.D 1945 dengan membuat ketentuan Pasal 4 ayat (1) sebagai berikut:8 Dalam hal Wakil Presiden berhalangan tetap, maka MPR mengadakan Sidang Istimewa Khusus untuk memilih dan mengangkat Wakil Presiden apabila Presiden dan/atau DPR memintanya. Masuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)-yang sebelumnya bernama Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) ke dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) - yang sebelumnya bernama Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) telah merubah ketentuan Pasal 10 UUD 1945. Disamping beberapa macam perubahan tersebut, perubahan UUD 1945 dalam praktek yang juga terjadi pada Era Reformasi sebagai berikut: Munculnya tugas dan kewenangan khusus kepada Presiden/Mandataris MPR dalam rangka penyuksesan dan pengamanan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dalam Sidang Umum MPR 1973, 1978, 1983, 1988,dan 1998, merubah ketentuan-ketentuan tentang tugas dan wewenang Presiden dalam. UUD 1945; Adanya Menteri-menteri yang tidak memimpin departemen seperti: Menteri Koordinator, Menteri Negara, den Menteri Nude dalam beberapa

23

Kabinet Perabangunan di masa orde Baru, telah merubah Pasal 17 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa pare Menteri memimpin departemen pemerintahan; Munculnya Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 dan UU No. 5 Tahun 1985, merubah Pasal 37 UUD 1945 tentang tata cara perubahan UUD; Ditetapkannya Ketetapan MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden, merubah Pasal 7 UUD 1945. Cita-cita untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 akhirnya terwujud dalam Sidang Umun. MPR pada bulan Oktober 1999. Pada tanggal 19 Oktober 1999, MPR menetapkan 11 Perubahan Pertama UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengubah Pasal 5 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21 UUD 1945. Beberapa aspek penting dari perubahan tersebut antara lain: Penegasan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang (RUU) kepada DPR (Pasal 5 ayat (1); Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat menjabat sebanyak-banyaknya dalam 2 (dua) kali masa jabatan; Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung (Pasal 9 ayat (2)); Dalam hal mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 13 ayat (2) dan (3)); Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 ayat UUD 1945) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 14 ayat (2)); Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (Pasal

24

17 ayat (3)); Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang (Pasal 21).

Perubahan Pertama ini akan diikuti dengan perubahan-perubahan berikutnya. Hal ini nampak dengan penegasan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang 11 Penugasan Badan Pekerja MPR Republik Indonesia Untuk Melanjutkan Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memerintahkan agar Badan Pekerja MPR mempersiapkan rancangan untuk disahkan dalam Sidang Tahunan MPR pada tanggal 18 Agustus 2000 Pasang Surut Berlakunya UUD 1945 Sebagai Konstitusi Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia sepakat untuk menyusun sebuah UUD sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu Revolusi Grondwet telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI dalam sebuah naskah yang dinamakan UUD Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun UUD 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37 pasal. Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan/penyesuaian itu memang sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945, dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan UUD. Apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal 37 UUD 1945 , sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh Rakyat Indonesia melalui suatu referendum.(Tap No.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo. Tap No.IV/MPR/1983 tentang referendum) Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke empat pada sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan

25

dengan kesepakatan dibentuknya Komisi Konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komperhensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No.I/MPR/2002 tentang pembentukan Komisi Konstitusi. Proses Penyusunan Sila-sila Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, disini kami akan membahas pengertian dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pancasila adalah landasan filosofis dari Negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata Sansekerta yang terdapat didalam kitab Sutasoma karangan Empu Tantular pada masa kerajaan Majapahit, yaitu Panca artinya lima, dan Sila artinya dasar. Jadi, Pancasila itu adalah lima prinsip dasar yang terkait dan tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya, yaitu : Ketuhanan Yang Maha Esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah sesuatu draf yang didahului oleh Preambul, Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 37 pasal, 4 peraturan peralihan dan peraturan tambahan. Preambul terdiri dari empat paragraf dan mengandung kecaman terhadap penjajahan di dunia, merujuk kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia, deklarasi kemerdekaan, dan pernyataan tujuan dasar dan prinsip-prinsip. Demikianlah pengertian undang-undang menurut kami.

2. Perumusan UUD 1945

26

Setelah kita amati secara teliti, historis penyusunan UUD 1945 memiliki karakteristik yang berbeda dengan ketika disusunannya UUD 1945. Rancangan pembukaan disusun dengan aktivitas historis yang sangat unik, seperti Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnya. Secara yuridis (hukum), pembukaan (preambule) berkedudukan lebih tinggi dari pada UUD 1945 karena ia berstatus sebagai pokok kaidah fundamental (mendasar) daripada Negara Indonesia, sifatnya abadi, tidak dapat diubah oleh siapapun walaupun oleh MPR ataupun dengan jalan hukum, oleh karena itu bersifat imperative. Historis penyusunan dan pengesahan Pembukaan UUD 1945 secara kronologis dapat digambarkan sebagai berikut : Tanggal 7 September 1944 adalah janji politik Pemerintahan Balatentara Jepang kepada Bangsa Indonesia, bahwa Kemerdekaan Indonesia akan diberikan besok pada tanggal 24 Agustus 1945. Latar belakang : Balatentara Jepang menjelang akhir 1944, menderita kekalahan dan tekanan dari tentara sekutu. Tuntutan dan desakan dari pemimpin Bangsa Indonesia. Tanggal 29 April 1945 pembentukan BPUPKI oleh Gunswikau (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa). Badan ini bertugas untuk menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, dan beranggotakan 60 orang terdiri dari para Pemuka Bangsa Indonesia yang diketuai oleh Dr. Rajiman Wedyodiningrat, dengan wakil muda Raden Panji Soeroso dan itibangase Yosio. a. Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) Badan ini dibentuk pada tanggal 29 April 1945 oleh Gunaaikan (kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) dengan tugas untuk

27

menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, dan kemudian dilantik pada tanggal 29 Mei 1945. Adapun susunan Keanggotaan BPUPKI adalah sebagai berikut : Ketua (Kaityoo) Ketua Muda (Fuku) Ketua Muda (Fuku) : Dokter K. R. T. Rajiman Widyodiningrat : Raden Panji Soeroso : Itibangase Yosio

Anggota-anggotanya terdiri dari : Ir. Soekarno Mr. Muh. Yamin Ki. Hajar Dewantara Drs. Muhammad Hatta KH. Abdulhalim, dan lain-lain.

Adapun latar belakang pembentukan BPUPKI secara formil, termuat dalam Maklumat Gunseikan nomor 23 tanggal 29 Mei 1945, dilihat dari latar belakang dikeluarnya Maklumat No. 23 itu adalah karena kedudukan Facisme (kekuasaan) Jepang yang sudah sangat terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan Pemerintah Jepang dengan membentuk BPUPKI bukan merupakan kebaikan hati yang murni tetapi Jepang hanya ingin mementingkan dirinya sendiri, yaitu pertama; Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan cara memikat hati rakyat Indonesia, dan yang kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya. b. Dasar Disusunnya Rancangan Pembukaan (Preambule) UUD 1945 Sebagai Hukum Dasar Dasar-dasar pikiran disusunnya Rancangan Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar dapat kita dapati dengan memeriksa kembali jalannya persidangan BPUPKI yang secara kronologis nanti kita

28

bahas pada bab berikutnya. Dipembahasan ini, kami akan tampilkan secara sistematis cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI. Adapun cara kerja yang ditempuh oleh BPUPKI dalam penyusunan Rancangan Pembukaan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar Negara ada 2 (dua) Pase, yaitu : Fase Penyusunan (Perumusan) 1. penyusunan konsep Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang kemudian disahkan sebagai Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka. 2. penyusunan Konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian diserahkan menjadi Rancangan Preambule Hukum Dasar. 3. penyusunan hal-hal yang lain, seperti : Rancangan pernyataan Indonesia Merdeka. Rancangan Ekonomi dan Keuangan Rancangan Bagian Pembelaan Tanah Air. Bentuk Negara. Wilayah Negara. Fase Pengesahan 1. pengesahan Rancangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, adalah sebagai berikut : Menetapkan Rancangan Preambule Hukum Dasar (yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta) dengan beberapa perubahan (amandemen) sebagai pembukaan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia. Menetapkan Rancangan Hukum Dasar Negara Republik Indonesia setelah mendapat beberapa perubahan sebagai Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
29

Republik Indonesia. Menetapkan berdirinya Komite Nasional.

Jadi, kesimpulan menurut kami; Idea disusunnya suatu konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar timbul dalam Rapat-rapat Gabungan tanggal : 22 Juni 1945. Didalam Rapat Gabungan itu, selanjutnya akan terbentuk Panitia Delapan dan Panitia Sembilan. Proses Perumusan dan Pengesahan Sila-sila Pancasila dan UUD 1945

1. Perumusan Sila-Sila Pancasila Pada awal mula Perumusan (penyusunan) Sila-sila Pancasila adalah sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei s/d 1 Juni 1945 dengan Acara Sidang Mempersiapkan Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Berpidato dan Mengajukan Konsep: Tanggal 29 Mei 1945 : Prof. Mr. H. Moh. Yamin (berpidato), mengajukan saran/usul yang disiapkan secara tertulis, yang berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia . Lima Azas dan Dasar itu adalah sebagai berikut : a. Peri Kebangsaan b. Peri Kemanusiaan c. Peri Ketuhanan d. Peri Kerakyatan e. Kesejahteraan Rakyat Disamping itu juga beliau melampirkan Konsep Rancangan UndangUndang Dasar Republik Indonesia. Rumusan konsep Dasar Negara itu

30

adalah : a. Ketuhanan Yang Maha Esa b. Kebangsaan Persatuan Indonesia c. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan e. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia Keputusan belum mendapat kesepakatan. Sementara itu dari golongan islam dalam siding BPUPKI mengusulkan juga konsepsi Dasar Negara Indonesia Merdeka ialah Islam. Keputusan tidak mendapat kesepakatan. Tanggal 31 Mei 1945 : 1. Prof. Dr. Mr. R. Soepomo di gedung Chuuco Sangi In berpidato dan menguraikan tentang teori Negara secara yuridis, berdirinya Negara, bentuk Negara dan bentuk pemerintahan serta hubungan antara Negara dan Agama. 2. Prof. Mr. Muh Yamin, menguraikan tentang daerah Negara Kebangsaan Indonesia atas tinjauan yuridis, histories, politik, sosiologis, geografis dan konstitusional yang meliputi seluruh Nusantara Raya. 3. Berpidato juga P. F. Dahlan, menguraikan masalah golongan Bangsa Indonesia, peranakan Tionghoa, India, Arab dan Eropa yang telah turun temurun tinggal di Indonesia. 4. Berpidato juga Drs. Muh. Hatta, menguraikan tentang bentuk Negara Persatuan Negara Serikat dan Negara Persekutuan, juga hubungan negara dan agama serta Negara Republik ataukah Monarchi. Tanggal 1 Juni 1945 : Ir. Soekarno, berpidato dan mengusulkan tentang Konsepsi Dasar

31

Falsafah Negara Indonesia Merdeka yang diberi nama Pancasila dengan urutan sebagai berikut : 1. Kebangsaan Indonesia 2. Peri Kemanusiaan (Internasionalisme) 3. Mufakat Demokrasi 4. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa Keputusan belum mendapat kesepakatan @ F F F F Berpidato juga : Abikusno Cokrosoejoso M. Soetarjo Kartohadikoesoemo Ki. Bagus Hadikusumo Liem Koen Hian.

1. Rumusan pada Piagam Jakarta 22 Juni 1945; a. Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya. b. Kemanusiaan yang adil dan beradab. c. Persatuan Indonesia. d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. e. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. f. Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945; a) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa b) Kemanusiaan yang adil dan beradab c) Persatuan Indonesia d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. e) Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. f) Mukaddimah Konstitusi RIS dan UUD 1950; Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

32

Peri Kemanusiaan Kebangsaan Kerakyatan Keadilan Sosial. Rumusan Lain; 1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa 2. Peri Kemanusiaan 3. Kebangsaan 4. Kedaulatan Rakyat 5. Keadilan Sosial.

Setelah diadakan rapat dan diskusi, maka telah disepakati berdasarkan sejarah perumusan dan pengesahannya, yang shah dan resmi menurut yuridis menjadi Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila seperti tercantum didalam Pembukaan UUD 1945. Yaitu 18 Agustus 1945 sampai 1 Juni 1945 merupakan proses menuju pengesahannya. Perumusan dan Pengesahan Undang-Undang Dasar 1945

Pada perumusan/penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya diawali oleh beberapa tahap penyusunan, yaitu : 1. pembukaan/mukaddimah Didalam hasil rapat Gabungan 22 Juni 1945, maka sebagai keputusan yang keempat ialah dibentuknya Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul (Perumusan Dasar Negara/Mukaddimah) yang terdiri dari 9 anggota (Panitia Sembilan). Adapun dalam rapat tersebut, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan Konsep Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pada tanggal 29 Mei 1945, yang berjudul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia.

33

2. lima azas dan dasar itu adalah peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri keTuhanan, peri kerakyatan, keadilan sosial (kesejahteraan sosial) 3. Mr. Muhammad Yamin juga menyampaikan Konsep Rancangan Pembukaan UUD 1945 diawali dengan Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan juga telah berhasil merumuskan konsep Rancangan Preambule Hukum Dasar. Akan tetapi, pada alenia ke-empat para peserta sidang belum ada yang setuju. Adapun Rancangan Preambule Hukum Dasar itu bunyinya sebagai berikut : Mukaddimah Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah daerah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban lingkungan kemakmuran bersama di Asia timur raya, akhirnya telah menyebabkan perang kepada Amerika dan Inggris..dan seterusnya!

34

1. Batang Tubuh UUD 1945 Pada tanggal 7 Agustus 1945 Jenderal Terauchi mengumumkan dan secara konkrit membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sidang Pleno PPKI dimulai pada tanggal 18 Agustus 1945 jam 11.30, mempunyai acara untuk membahas Rancangan Hukum Dasar (termasuk Rancangan Preambule Hukum Dasar) untuk ditetapkan Undang-Undang Dasar atas kemerdekaan yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum siding Pleno dimulai atas tanggung jawab ketua PPKI ditambah 6 orang anggota baru untuk mewakili golongan-golongan yang belum terwakili dalam keanggotaan PPKI yang lama (hasil tunjukan Pemerintah Jepang). Adapun keenam orang anggota baru itu adalah : a. RTA Wiranata Kusumah, wakil golongan islam dan golongan menak Jawa Barat. b. Ki. Hajar Dewantara, wakil golongan Taman Siswa, dan golongan Nasional dan Jawa Tengah. c. Mr. Kasman Suryadimejo, wakil golongan Peta. d. Mr. Akhmad Subarjo, wakil golongan pemuda. e. Sayuti Malik, wakil golongan kiri. f. Mr. Iwa Koesoema Sumantri, wakil golongan kiri. Pada sidang ini Drs. Muhammad hatta menyampaikan hasil keputusan rapat BPUPKI tentang perumusan UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut : Mukaddimah

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak

35

sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar pada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Selanjutnya, acara dengar pendapat: 1. Ir. Soekarno memberikan usulan/saran untuk mengubah Mukaddimah menjadi Pembukaan. 2. Anggota Ki. Bagoes Hadikoesoemo memberikan usulan/saran untuk menghapus dasar pada kemanusiaan yang adil dan beradab, menjadi kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Ir. Soekarno, selanjutnya merevisi kata Hukum Dasar Negara Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Dan masih banyak lagi usulan/saran yang disampaikan oleh anggota

36

rapat PPKI. Akan tetapi, disini kami hanya menampilkan pendapat mereka-mereka yang diterima saja. Maka sempurnahlah isi dari Undang-Undang Dasar 1945 itu yang berbunyi sebagai berikut : Pembukaan

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan kepada : Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia[8]. Demikianlah penjelasan dari kami, mengenai Proses Penyusunan

37

Undang-Undang Dasar 1945 yang seluruhnya dapat diikuti dari jalannya Persidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. KESIMPULAN 1. Hakekat Pancasila adalah Dasar Negara. Oleh karena itu, harus diucapkan dengan satu nafas Pancasila Dasar Negara. 2. Rumusan Otentik Pancasila Dasar Negara adalah rumusan dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. 3. Badan-badan yang bersangkutan dengan perumusan Pancasila Dasar Negara adalah BPUPKI dan PPKI. 4. Kronologi Pancasila Dasar Negara: a. 28 Mei 1945 : Peresmian BPUPKI dan persidangan pertama

BPUPKI dimulai-pidato Moh. Yamin. b. 31 Mei 1945 c. 1 Juni 1945 d. 22 Juni 1945 e. 10 s/d 16 Juli 1945 1945 f. 18 Agustus 1945 : Pengesahan UUD 1945. : Pidato Soepomo : Pidato Soekarno, persidangan pertama selesai. : Perumusan Piagam Jakarta. : Persidangan ke-2 BPUPKI tentang draf UUD

5. Tahap-tahap dalam Perumusan Pancasila Dasar Negara : a. Individual : 1) Muh. Yamin 2) Supomo 3) Soekarno nama Pancasila. 4) Kolektif : Panitia Sembilan (22 Juni 1945) (29 Mei 1945) (31 Mei 1945) (1 Juni 1945), yaitu Pencetusan

Sidang II BPUPKI (10-16 Juli 1945) Sidang PPKI (18 Agustus 1945)

38

C. Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Undang-Undang Dasar 1945 bekedudukan sebagai: 1. Hukum Dasar Tertulis a. UUD merupakan sumber hukum tertulis (tertinggi) setiap produk hukum (seperti UU, PP, Perpres, Perda) dan setiap kebijaksanaan Pemerintah berlandaskan UUD 1945. b. Sebagai alat kontrol yaitu mengecek apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan ketentuan UUD 1945. 2. Sebagai Norma Hukum a. UUD bersifat mengikat terhadap pemerintah, setiap

Lembaga,Negara/Masyarakat setiap WNRI dan penduduk di RI. b. Berisi norma-norma: sebagai dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan Negara harus dilaksankan dan ditaati. 3. Sebagai sumber hukum positif tertinggi 4. Wujud kontrak sosial tertinggi bangsa Indonesia. Karena sebagai hukum ia mengikat dan memaksa : 1. Setiap Lembaga Negara 2. Setiap Warga Negara Indonesia 3. Setiap penduduk Indonesia dan 4. Setiap Lembaga atau Organisasi Kemasyarakatan (LSM, ORMAS, PARTAI POLITIK). D. Pokok Pikiran Undang-Undang Dasar 1945. 1. Pokok Pikiran Pertama

39

Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dengan berdasar asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini menegaskan bahwa dalam pembukaan diterima aliran pengertian Negara persatuan. Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa dan wilayah seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segala faham golongan, mengatasi segala faham perorangan. Negara menurut pengertian UUD 1945 tersebut menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Hali ini menunjukan pokok pikiran persatuan. Pokok pikiran ini merupakan penjabaran sila Ke-Tiga Pancasila. 2. Pokok Pikiran Kedua Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini menempatkan suatu tujuan atau cita-cita yang ingin dicapai dalam pembukaan dan merupakan suatu kausa finalis (sebab tujuan), sehingga dapat menentukan jalan serta aturan-aturan mana yang harus dilaksankan dalam Undang-Undang Dasar untuk sampai pada tujuan itu yang didasari dengan bekal persatuan. Ini merupakan pokok pikiran Keadilan Sosial yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat. Pokok Pikiran Sila Ke-Lima Pancasila. 3. Pokok Pikiran Ketiga Negara yang berkedalautan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan atau perwakilan. Pokok pikiran ini dalam Pembukaan mengandung konsekuensi logis bahwa sistem Negara yang terbentuk dalam UUD harus berdasarkan atas kedaulatan
40

rakyat dan berdasarkan permusyawaratan atau perwakilan. Pokok pikiran inilah yang merupakan dasar politik Negara. Pokok Pikiran ini merupakan penjabaran dari sila ke Empat Pancasila. 4. Pokok pikiran Keempat Negara berdasarkan atas Ke Tuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran keempat dalam pembukaan ini mengandung konsekuensi logis bahwa UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dll. Penyelengaraan Negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur. Hal ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab yang mengandung pengertian menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia atau nilai kemanusiaan yang luhur. E. Prinsip yang Terkandung Dalam Batang Tubuh UUD 1945 Prinsip-prinsip yang terkandung dalam batang tubuh UUD 1945 pada umumnya, batangtubuh UUD 1945 pasal-pasal yang berisi materi tentang : - Pengaturan pemerintahan negara termasuk tentang kedudukan, tugas, wewenang dantata hubungan dari lembaga-lembaga negara dan pemerintah - Pasal-pasal yang berisi materi tentang tata hubungan antara negara dan warga Negara dan penduduknya secara timbal balik serta dipertegas oleh pembukaan UUD 1945. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam batang tubuh UUD 1945 adalah : 1. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik (pasal 1 ayat 1) 2. Menjunjung tinggi hak azasi manusia dengan kesadaran pengakuan manusia sebagai makhluk yang monopuralis (tersusun secara kodrati dengan jiwa raga, bersifat kodrati, individual sosial dan berkedudukan kodrati sebagai makhluk bebas sekaligus makhluk Tuhan).
41

3. Sistem politik atas dasar kesamaan kedudukan semua warga negara dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1). 4. Sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan (pasal33). 5. Sistem sosial budaya berdasarkan azas Bhineka Tunggal Ika (pasal 32) 6. Sistem pembelaan negara berdasarkan hak dan kewajiban bagi semua warga Negara (pasal 30). 7. Sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) (pasal 1 ayat 2) berdasarkan sendi-sendi : a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum ((rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). b. Sistem konstitusinal pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). c. Kekuasaan tertinggi di tangan MPR. d. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah majelis dibawah MPR. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan presiden. e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR f. Menteri negara ialah : pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

F. Pandangan Umum Sistem Ketatanegaraan Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
42

Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai Konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan "Discretionary Powers ". Dicretionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri. Hal diatas yang mula-mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima, lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut : a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara. b. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan. c. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara. d. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya (sebaliknya) discretionary powers dilaksanakan. Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam "Teori Kekelompokan " yang dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai berikut : "Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama " Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder. Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik, jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.

43

Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara ( lihat alinea ke 4 ), "......... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, .........dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik ". Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain. Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan perundang-undangan.

TAP MPR NO XX/MPRS/1966 TAP MPR NO. III/MPR/2000 Tata Urutannya sebagai berikut : Tata Urutannya sebagai berikut : 1. UUD 1945 2. TAP MPR 3. Undang-Undang / Peraturan 1. UUD 1945 2. TAP MPR RI

44

Pemerintah Pengganti UU 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden

3. Undang - Undang 4. Peraturan Pemerintah Peng ganti Undang-Undang (Perpu)

5. Peraturan Pemerintah 6. Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti 6. Keputusan Presiden - Peraturan Menteri - Instruksi Menteri Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi

7. Peraturan Daerah

kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan negara dan mewujudkan kesejahteraan sosial b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya. c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan. d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan "Pancasila merupakan

ideologi terbuka " serta membuatnya operasional. e. Dapat kini ungkapan "Pancasila merupakan ideologi terbuka" dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang

45

mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb). Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawahnya apakah bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan. Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata - katanya mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsa-bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi 4 alinea. Pokok - pokok pikiran ; alinea pertama berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan ". Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah : 1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah. 2. Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.

46

3.

Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.

4.

Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.

Alinea kedua berbunyi : "Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, makna yang terkandung disini adalah : 1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia. 2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan. 3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita-cita bangsa Indonesia (cita-cita nasional). Alinea ke tiga berbunyi : "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya ". Hal ini mengandung makna adanya : 1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.

47

2.

Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.

3.

Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.

Alinea ke-empat berbunyi : "Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ". Alinea ke empat ini sekaligus mengandung : 1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu : a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia Memajukan kesejahteraan umum Mencerdaskan kehidupan bangsa dan Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial Susunan / bentuk Negara adalah Republik Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang terkandung didalamnya.

b. c.
d.

2. 3. 4.

Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD 1945 yaitu : Pancasila
48

merupakan landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif. Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan disini adalah terjemahan dari istilah Inggris "The Structure of Government ". Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu : supra struktur politik dan infra struktur politik, yang dimaksud dengan supra struktur politik disini adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat- alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah ; mengenai kedudukannya, kekuasaan dan wewenangnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun infra struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik; Komponen golongan kepentingan, Komponen alat komunikasi politik, Komponen golongan penekan, Komponen tokoh politik. Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh (dominan) berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut : 1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut "Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadap serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen ".

49

2. Diperkenalkannya "referendum" dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata, lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945 hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran" TAP MPR No. IV/MPR/1983 huruf e yang berbunyi "Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD 1945 ". Kata "melestarikan" dan "mempertahankan" UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945 seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut : "Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin "supel " (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman ". Dari uraian diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya "perubahan", mengikuti perkembangan jaman dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atau kepastian hukum dalam ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi merupakan

condition sine quanon (keadaan sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan

50

mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg) dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945. Selain alasan-alasan diatas kehadiran konvensi dalam sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh : 1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara. 2. Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat. Didalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri. Dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 dari perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya didalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1 - 5 yang intinya adalah

menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dll harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR kepada penyalahgunaan Presiden/Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa. Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang

51

Dasar 1945 sebagai mana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa "Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara", sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa "Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang- Undang". Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk kedalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah kewajiban setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas mengenai hubungan antar negara dan warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban. G. Syarat Penyusunan dan Perumusan UUD 1945 UUD 1945 harus berdasar pada Hukum Dasar Tertulis, yang keseluruhan naskahnya harus terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 aturan peralihan,dan 2 aturan tambahan. Dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, termuat unsur-unsur yang menurut ilmu hukum disyaratkan bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia (rechts code) atau, (legal order), yaitu suatu kerbulatan dan keseluruhan peraturanperaturan hukum. Adapun syarat-syarat tertib hukum yang dimaksud adalah meliputi empat hal yaitu: 1.Adanya kesatuan subjek,

52

yaitu penguasa yang mengadakan peraturan hukum. Hal ini terpenuhi dengan adanya suatu Pemerintahan Negara Republik Indonesia (Pumbukaan UUD 1945 al.IV). 2. Adanya kesatuan asas kerohanian, yang merupakan suatu dasar dari keseluruhan peraturan-peraturan hukum, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini terpenuhi oleh adanya dasar filsafat negara Pancasila

sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. 3. Adanya kesatuan daerah, di mana peraturan-peraturan hukum itu berlaku, terpenuhi oleh kalimat seluruh tumpah darah Indonesia, sebagaimana tercantum dalam alinea IV

Pembukaan UUD 1945. 4.Adanya kesatuan waktu, di mana seluruh peraturan-peraturan hukum itu berlaku. Hal ini terpenuhi dengan kalimat pada alinea IV Pembukaan UUD 1945, .maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Hal ini menunjukan saat mulai berdiriinya neagara Republik Indonesia yang di sertai dengan suatu tertib hukum sampai seterusnya selama kelangsungan hidup negara RI. Dengan demikian maka seluruh peraturan hukum yang ada di dalam wilayah negara Republik Indonesia sejak saat di tetapkannya pembukaan UUD 1945 secara formal pada tanggal 18 Agustus 1945 telah memenuhi syarat sebagai suatu tertib hukum negara. Adapun syarat-syarat tersebut pada hakikatnya sebagaimana terkandung dalam UUD 1945 itu sendiri. Di dalam suatu tertib hukum terdapat urutan-urutan susunan yang bersifat hierarkhis, dimana UUD (pasal-pasalnya) bukanlah merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi. Di atasnya masih terdapat suatu norma dasar yang menguasai hukum dasar termasuk UUD maupun convensi, yang pada hakikatnya memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi yang dalam ilmu hukum tata negara disebut sebagai staatsfundamentalnorm.

53

Maka kedudukan pembukaan UUD 1945 dalam tertib hukum Indonesia adalah sebagai berikut: Pertama: menjadi dasarnya, karena pembukaan UUD 1945 memberikan faktorfaktor mutlak bagi adanya suatu tertib hukum Indonesia. Hal ini dalam penbukaan UUD 1945 telah terpenuhi adanya empat syarat adanya suatu tertib hukum. Kedua: pembukaan UUD 1945 memasukan diri di dalamnya sebagai ketentuan hukum yang tertinggi, sesuai dengan kedudukannya yaitu sebagai asas bagi hukum dasar baik yang tertulis (UUD), maupun hukum dasar yang tidak tertulis (convensi), serta peraturan hukum yang lainnya yang lebih rendah ( Notonagoro, 1974 : 45) Syarat mutlak berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam Lembaran Negara oleh Menteri/Sekretaris Negara. Sedangkan tanggal mulai berlakunya undang-undang adalah menurut tanggal yang

ditentukan dalam undang-undang itu. Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam undang-undang, maka undang-undang itu mulai berlaku 30 hari setelah undang-undang itu diundangkan dalam lembaran negara (lembaran negara ialah tempat pengundangan peraturanperaturan negara supaya sah berlaku).

Berkenaan dengan berlakunya suatu undang-undang, dikenal beberapa asas peraturan perundangan yaitu: 1. Undang-undang tidak berlaku surut, mengikat untuk masa mendatang. 2. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula/menyampaikan peraturan yang lebih rendah (lex superior derogat legi inferior). 3. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogat legi generali). 4. Undang-undang yang berlaku kemudian membatalkan undang-undang yang terdahulu (lex posteriori derogat legi priori).

54

5. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. 6. Undang-undang memiliki syarat keterbukaan. Syarat keterbukaan, artinya: 1. Diumumkannya sidang di DPR dan eksekutif dalam pembuatan undangundang. 2. Memberi hak kepada warga masyarakat untuk mengajukan usulusul tertulis kepada penguasa, dengan cara mengundang mereka yang berminat untuk menghadiri suatu pembicaraan penting menyangkut suatu peraturan. 3. Departemen mengundang organisasi tertentu untuk memberikan usul dan rancangan undang-undang. 4. Diadakan sidang dengar pendapat di DPR. 5. Adanya pembentukan komisi-komisi penasihat yang terdiri dari para tokoh dan ahli terkemuka. Suatu undang-undang tidak berlaku lagi jika: 1. Jangka waktu berlakunya sudah lampau/lewat. 2. Keadaan/hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi. 3. Undang-undang itu dicabut oleh instansi yang membuatnya atau oleh instansi yang lebih tinggi. 4. Telah diadakan undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan undangundang lama. H. Penyimpangan Dan Penyelewengan UUD 1945 1.Periode1945-1949 UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

55

2.

Periode1959-1966 TerdapatsebagianpenyimpanganUUD1945: a. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil ketua MPR / DPR dan MA serta wakil ketua DPA menjadi Menteri Negara. c. MPRS menetapkan Soekarno menjadi presiden seumur hidup.

c. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) melalui gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia. 3. Periode1966-1968 Pemerintah menyatakan kembali menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen, namun dalam pelaksanaannya terjadi juga

penyelewengan UUD 1945 yang mengakibatkan terlalu besarnya kekuasaan pada presiden.

56

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suatu hukum dasar tertulis (basic law) yang bersifat mengikat mengikat bagi pemerintah,lembaga

Negara,lembaga masyarakat,dan warga Negara Indonesia dimanapun mereka berada,serta setiap penduduk yang ada di wilayah Republik Indonesia sebagai hukum,UUD 1945 berisi norma,aturan,atau ketentuan yang harus

dilaksanakan dan ditaati. 2. UUD 1945 sebagai konstitusi tertinggi, diharapkan berlaku lama bahkan selamanya sepanjang Negara Kesatuan Republik Indonesia masih jaya. UUD 1945 adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar bagi pembentukan perundang-undangan dibawahnya. UUD 1945 didalamnya adalah sekumpulan asas yang dirumuskan dalam bahasa asas pula. UUD yang demikian, akan lebih mudah menyesuaikan dengan perubahan sosial, dan bisa berlaku lama serta memiliki nilai fleksibilitas tinggi. 4. UUD 1945 yang telah dirubah secara berkelanjutan hingga keempat, merupakan UUD yang jika dilihat dari segi formulasinya, kurang atau bahkan tidak memenuhi kaidah bahasa konstitusi bahasa asas. UUD lebih banyak diformulasikan dalam format bahasa undang-undang biasa. Formulasi yang demikian, akan menimbulkan resiko, yakni UUD akan menerima banyak tuntutan dan stigmasi termasuk stigmasi UUD melanggar HAM. Keadaan yang demikian adalah ironi, yakni disatu sisi Indonesia adalah negara yang sedang berproses menuju negara bersistem politik demokrasi dengan hukum sebagai aturan mainnya, disaat yang bersamaan konstitusinya distigmasi bertentangan dengan HAM oleh rakyat pendukungnya. 5. Pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun Rancangan Pembukaan UUD 1945 yang disebut dengan Piagam Jakarta. Di dalamnya terdapat rumusan Sistematikapancasilayaitu a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya b. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab :

57

c. .Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan Perwakilan e. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami perubahan, yakni:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusaiian yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan dan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. B. Saran Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar negara dan ideologi bangsa indonesia. Namun pada kenyataannya sekarang ini banyak masyarakat dan mahasiswa yang lupa akan isi UUD dan tidak tau bagaimana terjadinya rumusan dan sistematika pancasila dan UUD. Oleh karena itu, dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa mengingat kembali isi dari UUD dan juga dapat memberi pengetahuan kepada mahasiswa tentang rumusan dan sistematika pancasila dan UUD dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan Indonesia.

58

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto. 2005. Kewarganegaraan. Jakarta : Erlangga. Huda, Nimatul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Husada.

Kansil, Cst, Drs.SH, PANCASILA dan UUD 1945, Ind-Hil-Co, Jakarta 1992.

http://www.scribd.com/doc/45083740/Tugas-Pancasila-Hare-Ini http://indopedia.gunadarma.ac.id/content/12/127/id/undang_undang-dasar1945.html http://www.google.com/rumusan-pancasila-dalam-naskah-uud-yang-pernahberlaku.html


59

http://www.google.com/rumusan-dan-sistematika-pancasila-dalam-sejarahperkembangan-ketatanegaraan-indonesia.html www.wikipedia.org/wiki/rumusanrumusanpancasila

60

You might also like