You are on page 1of 14

Pendidikan islam dan globalisasi yang kaitannya dengan teknologi informasi dan pembangunan moral

Kelompok VII A Aziz Imam Arifin

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH WATES KULON PROGO 2012

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga tugas akhir ini dapat kami selesaikan dengan baik Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Subiyantoro M.A yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Serta teman-teman semua atas bantuan sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Terakhir, semoga tugas akhir ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya. Wassalamualaikum warrahmatullahiwabarakatuh Wates, April 2012

Penulis

DAFTAR ISI Kata Pengantar ........................................................................................................... 1 Daftar Isi ..................................................................................................................... 2 Pendahuluan ................................................................................................................ Isi a. Pendidikan Islam ............................................................................................ b. Perkembangan Teknologi ............................................................................... c. Perkembangan Moral ....................................................................................... Penutup a. Kesimpulan ........................................................................................................13 Daftar Pustaka ................................................................................................................14

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah Kandungan materi pelajaran dalam pendidikan Islam yang masih berpusat pada tujuan yang lebih bersifat ortodoksi diakibatkan adanya kesalahan dalam memahami konsep-konsep pendidikan yang masih bersifat dikotomis; yakni pemilahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum (sekular), bahkan mendudukkan keduanya secara diametral.

Kehadiran pendidikan Islam, baik ditinjau secara kelembagaan maupun nilai-nilai yang ingin dicapainya-masih sebatas memenuhi tuntutan bersifat formalitas dan bukan sebagai tuntutan yang bersifat substansial, yakni tuntutan untuk melahirkan manusiamanusia aktif penggerak sejarah. Walaupun dalam beberapa hal terdapat perubahan ke arah yang lebih bak, perubahan yang terjadi masih sangat lamban, sementara gerak perubahan masyarakat berjalan cepat, bahkan bisa dikatakan revolusioner, maka di sini pendidikan Islam terlihat selalu tertinggal dan arahnya semakin terbaca tidak jelas.

Dalam perkembangannya pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak tradisonalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis. Pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya lebih menekankan pada aspek dokriner normatif yang cenderung eksklusif-literalis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis, lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh dasarnya.

Dalam telaah sosiologis, pendidikan Islam sebagai sebuah pranata selalu mengalami interaksi dengan pranata sosial lainnya. Ketika berhubungan dengan nilainilai dan pranata sosial lain di luar dirinya, pendidikan islam menampilkan respon yang tidak sama. Nilai-nilai itu misalnya adalah modernisasi, perubahan pola kehidupan dari masyarakat agraris ke masysrakat industrial, atau bahkan post-industrial, dominasi ekonomi kapitalis yang dalam beberapa hal membentuk pola pikir masyarakat yang juga kapitalistik dan konsumtif. Berdasarkan penggambaran dua jenis pendidikan di atas, maka respon yang dilahirkan terhadap penetrasi nilai-nilai kontingen ini bisa diwujudkan ke dalam dua respon: asimilasi dan alienasi.

Respon yang bersifat asimilatif mengandalkan terjadinya persentuhan dan penerimaan yang lebih terbuka dari nilai-nilai dasar pendidikan Islam dengan nilai kontingen, baik yang tradisonal maupun modern. Karena sifatnya yang asimilatif, kategori respon ini agak mengkhawatirkan, karena bisa saja nilai-nilai baru yang berpenetrasi ke dalam masyarakat di mana pendidikan Islam itu berlangsung akan lebih dominan daripada nilai-nilai dasar Islamnya. Sebaliknya, respon yang bersifat alternatif akan menjadikan Islam sebagai sebuah entitas yang terkurung dalam satu ruang asing yang terpisah dari entitas dunia lain. Sistem pendidikan Islam yang memberikan wibawa terlampau besar kepada tradisi (terutama teks tradisional) dari guru, serta lebih membina hafalan daripada daya pemikiran kritis; walaupun sejak zaman reformasi Islam, lebih lagi pada dasawarsa terakhir, dunia Islam menyaksikan berbagai usaha melepaskannya, sikap tradisionalis tersebut sampai sekarang masih menguasai dunia pendidikan Muslim.

Upaya ini harus dimulai dengan adanya sinergitas antara masyarakat setempat dengan pihak sekolah. Karena diketahui bahwa peserta didik paling lama sehari hanya 7 jam dari 24 jam berada di sekolah atau kampus, sedangkan waktu yang lain mereka

gunakan untuk berkumpul bersama keluarga (M. Imam Zamroni, 2004, 213-214). Intinya, dunia pendidikan harus mengajak masyarakat, lebih-lebih lingkungan keluarga, untuk ikut menyiapkan SDM yang tangguh, mampu bersaing, dan sekaligus memiliki moral. Terkait dengan hal ini, tidak salah apabila meminjam konsep dalam Islam long life education (belajar sejak dari pangkuan ibu sampai ke liang lahat). Konsep ini menunjukkan, bahwa pada tahap-tahap awal, khususnya sebelum memasuki bangku sekolah dan sampai dewasa, peran orang tua amatlah krusial serta menentukan dalam menanamkan pada anak tentang nilai-nilai yang perlu dijunjung (A. Fatih Syuhud, 2005). Apalagi era sekarang ini, dengan adanya arus informasi, seperti televisi atau internet, tentu peran keluarga sangat menentukan sebagai pendidik yang pertama, dan harus dapat menunjukkan pada anak-anaknya mana yang positif dan mana yang negatif.

b. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Pendidikan Islam? 2. globalisasi dan tantangan pendidikan islam? 3. Bagaimana Perkembangan teknologi pada saat ini? 4. Bagaimana perkembangan moral pada saat ini?

c. Tujuan Mengetahui apa pemgertian pendidikan islam Mengetahui

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan Islam M. Yusuf Al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa: pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan ketrampilanya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai maupun perang dan menyiapkanya untuk masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatanya, manis dan pahitnya.1 Hasan Langgulung merumuskan pendidikan islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.2

Dari pengertian-pengertian diatas, dapatlah kita mengambil benang merah pengertian pendidikan Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada anak didik untuk mempersiapkan kehidupan yang lebih baik. Dalam prakteknya, pendidikan Islam bukan hanya pemindahan pengetahuan kepada anak didik, namun perlu diintegrasikan antara tarbiyah, talim dan tadib, sehingga dapatlah seseorang yang telah mendapatkan pendidikan Islam memiliki kepribadian muslim yang mengimplementasikan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, serta hidup bahagia di dunia dan akhirat.

Yusuf Al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Prof. H. Bustami A. Gani dan Drs.Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980) h.157
2

Hasan Langgulung, Beberapa pemikiran tentang pendidikan Islam (Bandung: Al-Maarif, 1980) h.94

Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang, seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Kedatangan Islam dengan usaha-usaha pendidikan dalam pengertian yang seluas-luasnya, merupakan sebuah transformasi besar. Namun demikian, sepanjang sejarahnya, banyak diabdikan terutama kepada al-ulum al-diniyah, ilmu-ilmu agama saja. B. Globalisasi dan tantangan pendidikan islam Sekarang istilah 'globalisasi' sudah mewarnai wacana keilmuan. Menurut Albrow, istilah 'globalisasi menunjuk kepada 'all those processes by which the peoples of world are incorporated into a single society-global society'. Proses ini merupakan hal yang panjang yang masih terus berlangsung dan membawa perubahan yang luar biasa dan terus meningkat, terutama sebagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang 3 T, yakni telekomunikasi, transportasi dan trade. Proses globalisasi yang mengarah kepada terbentuknya global society itu pada dasarnya ditandai dengan terjadinya berbagai kecenderungan antara lain seperti : a. Perubahan konsep mengenai ruang dan waktu. Proses globalisasi telah mengikat masyarakat dari berbagai belahan dunia dan mendorong saling berinteraksi yang makin meningkat. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka konsep mengenai ruang dan waktu mengalami perubahan. Pemilikan televisi yang berskala massif menambah semakin relatifnya pengertian 'dekat' dan 'jauh'. Inilah proses yang sering disebut sebagai time-space compression (pemadatan waktu dan ruang). a. Volume interaksi sosial yang semakin meningkat. Seiring dengan perkembangan teknologi transportasi yang terus meningkat, maka meningkat pula volume hubungan kultural antar bangsa. Secara bersamaan melalui
3

Azyumardi Azra. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos. 1998. hl 123

lembaga-lembaga pendidikan berlangsung pula alih-pengetahuan dan teknologi dengan daya jangkau yang makin luas. Penggunaan telephone, faksimile, komputer, internet dan telephone seluler telah mendekatkan mereka yang secara fisik saling berjauhan. Dalam proses ini nilainilai budaya dari pihak yang lebih dominan dalam penguasaan iptek akan cenderung berposisi dominan pula dalam interaksi kultural yang terjadi. b. Kesamaan problem penduduk dunia. Interaksi antar penduduk dari berbagai belahan dunia, menghadapkan umat manusia kepada isu-isu yang sama. Semakin banyaknya masalah yang terkait bersifat global, menyadarkan manusia bahwa untuk mengatasi masalah-masalah demikian tidak bisa lain kecuali dengan pendekatan yang juga bersifat global. c. Saling hubungan dan saling ketergantungan yang semakin meningkat. Banyak problem yang dihadapi secara bersama, mengikat orang dalam suatu kondisi saling berhubungan dan saling ketergantungan yang terus meningkat. Inilah yang disebut a network society (masyarakat jaringan). Pendorong berkembangnya jaringanjaringan dan faktor penguatnya adalah pengetahuan dan informasi. Karena itu kekuatan dan kelemahan sebuah lembaga akan sangat ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan dan mengembangkan jaringan serta menguasai informasi. C. Perkembangan teknologi Sejak beberapa abad yang lalu, Ibnu Khaldun, seorang filosof dan sosiolog Muslim juga pernah mengemukakan tesis tersebut, di mana sebuah masyarakat senantiasa mengalami dinamika perubahan pola interaksi yang menuju arah tertentu, yang dapat menimbulkan dampak sosial maupun fisik.4

Muhammad Zaenuddin. (2004). Membaca Wacana Intelektual: Perspektif Keagamaan, SosialKemasyarakatan, dan Politik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Globalisasi dapat dimaknai dalam dua hal. Dapat dimaknai sebagai alat dan dapat pula dimaknai sebagai ideologi. Alat adalah wujud keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang komunikasi. Ketika globalisasi berarti alat, maka ia bersifat netral, dan itu berarti dan sekaligus mengandung hal-hal positif, ketika dimanfaatkan untuk tujuan yang baik. Sebaliknya dapat berakibat negatif, ketika hanyut kedalam hal-hal yang buruk. Jadi sangat tergantung kepada siapa yang menggunakannya dan untuk keperluan apa serta tujuan apa dan kemana dipergunakan. Terobosan teknologi informasi dapat dijadikan alat untuk pendidikan, dan dalam waktu yang bersamaan dapat pula menjadi biang-kerok ancaman bagi suatu bangsa. Sedangkan globalisasi sebagai ideologi mewakili arti tersendiri dan membutuhkan kehatihatian. Sebab tidak sedikit akan terjadi benturan-benturan nilai termasuk terhadap nilainilai moral dan pendidikan agama. Baik sebagai alat maupun sebagai ideologi, globalisasi dapat menjadi ancaman, dan sekaligus sebagai tantangan. Sebagai ancaman, produk alat-alat komunikasi seperti TV, parabola, telepon, VCD, DVD, internet, dan lain-lain dapat membuka hubungan dengan dunia luar, dapat membuka wawasan masyarakat. Lewat media tersebut dapat pula disaksikan pornografi, film-film, sinetron yang menawarkan gaya hidup bebas dan juga kekerasan-kekerasan. Banyak ancaman terhadap nilai-nilai agama dan norma budaya lokal. Bentuk konkritnya seperti budaya Hollywood yang meracuni masyarakat kita, dan oleh masyarakat Baratpun --yang masih concern terhadap moralitasjuga dianggap negatif. 5

Dalam Imam Machali. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi: Buah Pikiran Seputar; Filsafat, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Yogyakarta: Ar-Ruzz. 2004.hl 98

Sebagai tantangan, jika globalisasi itu memberi pengaruh positif, maka kita harus mampu menyerapnya dengan baik, terutama pada hal-hal yang tidak berbenturan dengan nilai-nilai agama dan budaya kita. Budaya yang di Barat atau negara lain yang bernilai positif itu dapat diserap dan dipraktekkan di tengah proses pendidikan yang dilakukan, seperti penanaman budaya disiplin, kerja keras, kejujuran, penghargaan terhadap prestasi, kompetisi, kemandirian, law enforcement, demokrasi, dan lain-lain. Disinilah maka pendidikan (agama) dapat berperan dan harus mampu menyaring mana yang baik diikuti, dan mana yang buruk harus dihindari. 6 Dalam suasana globalisasi, kata kuncinya adalah kompetisi, maka memasuki era globalisasi, berarti memasuki area kompetisi. Ketika kompetisi itu berkaitan dengan nilai agama dan budaya, maka persiapan diri, pembentukan kepribadian menjadi sangat penting, dan terkait dengan penyediaan SDM yang handal. Penyediaan ini meliputi kesiapan mental dan sekaligus kesiapan skill dan profesionalitas. Tantangannya adalah bagaimana para guru atau kaum pendidik kita dapat mempergunakan landasan agama dan kekuatan Informasi, komuniaksi dan teknologi (ITC) untuk meningkatkan kesiapan SDM yang handal dan mampu berkompetisi.6 Jadi globalisasi itu membawa dinamika dan perubahan. Dalam dinamika dan proses perubahan tersebut tata masyarakat yang mapan mengalami kegoyahan, dan eksistensi sistem kemasyarakatan mulai dipertanyakan kembali. Karena perubahanperubahan tersebut sifatnya menyeluruh, mencakup semua aspek kehidupan, maka pengaruhnya menjadi begitu mendalam dan meluas, mulai dari lembaga keluarga, lembaga sosial, sampai kepada lembaga keagamaan. Sebagai contoh peranan tokoh agama --produk pendidikan masa lalu-- dalam kehidupan masyarakat sudah banyak

http://sekolahindonesia.nl/globalisasi-pendidikan.pdf 20

digantikan oleh para elite sosial lainnya. Dalam bidang otoritas keilmuan banyak disaingi oleh para intelektual. D. Peranan Globalisasi dalam Pembangunan Moral Sudah semestinya apabila pembentukan moral harus tetap diprioritaskan dalam tujuan penyelenggaraan pendidikan. Namun, seiring lajunya zaman rasanya semakin berat tantangan dunia pendidikan ini dalam rangka menyiapkan manusia yang bermoral. Diketahui, bahwa pada era globalisasi ini, batas-batas budaya sulit dikenali. Oleh karena itu, tugas dunia pendidikan semakin berat untuk ikut membentuk bukan saja insan yang siap berkompetisi, tetapi juga mempunyai moral dalam segala tindakannya sebagai salah satu modal sosial (capital social). Agar terbentuknya insan yang bermoral mulia, tentu saja ada suatu tuntutan bagaimana proses pendidikan yang dijalankan mampu mengantarkan manusia menjadi pribadi yang utuh, baik secara jasmani maupun rohani. 7 Lebih dari itu, dunia pendidikan masih dihadapkan pada kerusakan yang tengah dialami bangsa Indonesia, yaitu permasalahan krisis multidimensi. Artinya, krisis yang tengah melanda bangsa ini tidak hanya dalam bidang financial moneter (keuangan) semata, melainkan juga adanya pengelolaan yang lemah (weak governance) dalam urusan pemerintahan serta kekuasaan, sehingga semakin merambah meliputi semua segi kehidupan bangsa. 8 Untuk itu, penegakan akhlak yang mulia harus menjadi agenda yang tidak boleh dikesampingkan, karena lemahnya akhlak inilah yang tampaknya menyebabkan bangsa ini mengalami krisis multidimensi.

Sudarwan Danim. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka). 2006. hl 65


8

Nurcholish Madjid. Indonesia Kita. Jakarta: Gramedia. 2004.hl 113

KESIMPULAN

Islam mengajarkan bahwa pendidikan merupakan awal dari pembelajaran kehidupan. Jadi pendidikan itu penting demi menunjang diri untuk dapat membedakan mana kebenaran dan mana yang salah. Untuk itu Pendidikan Islam dapat berperan dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi yang semakin meraja lela di masa globalisasi ini. Sehingga tanpa adanya pendidikan islam yang dapat membimbing kehidupan maka moral bangsa ini bisa terjebak mengikuti arus globalisasi yang dimana perkembangan bangsa barat yang sangat bertolak belkang terhadap bangsa kita.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawi, Yusuf . 1980. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Prof. H. Bustami A. Gani dan Drs.Zainal Abidin Ahmad Jakarta: Bulan Bintang.

Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media. Syuhud, A. Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi

Fatih

http://afatih.wordpress.com/2005/09/06/tantangan-pendidikan-islam-di-era-globalisasi. Imam Zamroni, M.. Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (Rekonstruksi Sistem Pendidikan Nasional Menuju Pendidikan Berbasis Kerakyatan)

Langgulung, Hasan. 1980. Beberapa pemikiran tentang pendidikan Islam. Bandung: AlMaarif.

Nurcholish Madjid. (2004). Indonesia Kita. Jakarta: Gramedia. Sudarwan Danim. (2006). Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. http://sekolahindonesia.nl/globalisasi-pendidikan.pdf 20 http://google.com http://wikipedia.com

You might also like