You are on page 1of 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.

GIZI

Pengertian Gizi yang disampaikan oleh Manjoer Arif (2000) berasal dari ghidza (Arab) makanan. Gizi adalah bahan makanan yang berhubungan dengan kesehatan tubuh. Dalam bahasa latin nutrire artinya makanan atau zat makanan sehat, gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh balita, ataupun untuk kesehatan tubuh manusia karena mengandung banyak zat dan vitamin yang berguna untuk tubuh seperti, protein, karbohidrat, vitamin, zat bezi, zat seng, mineral, kalsium. Apabila tubuh tidak mendapatkan asupan makanan yang mencukupi kebutuhan tubuh maka akan menimbulkan berbagai macam masalah kesehatan salah satunya adalah malnutrisi kurang energi protein. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier, 2001).
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006).

2. Malnutrisi
Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali lebih dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan. Namun demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih). Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat gizi yang mencakup diet yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup lama. Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya kelaparan. Malnutrisi menurut Raharjeng (2009) adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas sedangkan Kurang gizi protein (KEP) menurut Manjoer Arif (2000) adalah keadaan dimana kurang gizi yang di sebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kebutuhan gizi (AKG). Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat menjadi unsur penting dalam pemenuhan asupan gizi yang sesuai di samping perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak. Pengelolaan lingkungan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai juga menjadi penyebab turunnya tingkat kesehatan yang memungkinkan timbulnya beragam penyakit (Siswono, 2009). Pengaruh orang tua sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak secara normal. Untuk mendapatkan anak yang tumbuh dengan normal juga tidak lepas dari tingkat pengetahuan ibu terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pengetahuan ibu dalam mengatur konsumsi makanan dengan pola menu seimbang sangat diperlukan pada masa tumbuh kembang balita. Pengetahuan gizi ibu ini dapat diperoleh melalui pendidikan baik formal maupun nonformal. Pengetahuan gizi nonformal diperoleh melalui berbagai media. Penyuluhan tentang kesehatan dan gizi di posyandu merupakan salah satunya selain pengetahuan gizi yang didapat lewat media masa (koran, majalah dll) dan media elektronik (televisi, radio).

Pengetahuan gizi ibu disini dimaksudkan agar seorang ibu itu dapat menyusun, membuat makanan yang dikonsumsi oleh balita itu bervariasi atau beraneka ragam. Keaneka ragaman bahan makanan itu bertujuan supaya sesuai kebutuhan zat gizi seorang balita dapat terpenuhi dalam satu menu makanan. Konsumsi zat gizi yang diperlukan balita adalah zat gizi sebagai sumber tenaga atau energi (karbohidrat), sumber zat pembangun (protein), sumber zat pengatur (vitamin). Ketiga sumber zat gizi itu sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Namun perlu diketahui porsi atau ukuran dari masing-masing sumber zat gizi itu harus sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang dan AKG (Angka Kecukupan Gizi) pada balita. 3. Kecerdasan

Kecerdasan atau Intelligence memiliki pengertian yang sangat luas. Para ahli psikologi mengartikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya dan mempraktekannya dalam pemecahan suatu masalah. Menurut Hadi Susanto (2005:68) kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melihat suatu masalah lalu menyelesaikannya atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain. Menurut Thomas Armstrong (2002:2) kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Menurut Binet seorang psikolog Prancis, mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri (M.Theresia,2001:9). Gardner seorang psikolog Amerika mengatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan situasi yang nyata (Paul Suparno,2008:17) Kamus besar Bahasa Indonesia (1999), mengartikan kecerdasan sebagai perihal cerdas (sebagai kata benda), atau kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian dan ketajaman fikiran). Dengan demikian dari beberapa pengertian diatas kecerdasan dapat diartikan sebagai kesempurnaan akal budi seseorang yang diwujudkan dalam suatu kemampuan yang terdiri

dari berbagai komponen, untuk memperoleh kecakapan-kecakapan tertentu dan untuk memecahkan suatu persoalan atau masalah dalam kehidupan nyata secara tepat. Hasil belajar dapat dicapai seorang siswa melalui usaha yang dilakukannya pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Banyak faktor yang turut mempengaruhi hasil belajar itu, akan tetapi pada umumnya para ahli pendidikan menggolongkan menjadi dua kategori, yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal). Hal ini dijelaskan oleh Surya (1979:40) , bahwa hasil belajar yang dicapai seorang siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik internal maupun eksternal.

You might also like