You are on page 1of 6

PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM KAJIAN HUKUM Menurut tulisan dari Griffith, dapat kita lihat bahwa menurut dia

antropologi hukum secara hakiki tidak berbeda dengan sosiologi hukum melainkan dua-duanya dianggap termasuk sosiologi, dan antropologi hukum adalah bagian dari sosiologi hukum. Keduanya mempelajari hukum sebagamana bekerja di dunia empiris, tetapi karena faktor sejarah maka sosiologi hukum cendrung mempelajari hukum sebagaimana bekerja dalam masyarakat Eropa barat-Amerika, sedangkan antropologi hukum mengkaji hukum dalam masyarakat bukan barat sering disebut juga masyarakat primitif. Faktor lain yang juga besar pengaruhnya terhadap antropologi hukum adalah kepentingan-kepentingan pemerintah kolonial. Hindia-Belanda dulu kita dapat melihat bagaimana banyaknya informasi terkumpul mengenai hukum rakyat dan itu kemudian juga dikembangkan peristilahan-peristilahan yang dapat mengambarkan makna yang tersirat dari hal-hal yang diamati ada dalam hukum rakyat tersebut, halhal yang berlainan dari banyak konsep hukum yang berlaku bagi masyarakat Eropa Barat-Amerika misalnya hak Indonesia, hak ulayat, dan lingkungan hukum adat. Mengenai sifat dari antropologi budaya (dimana ini yang menimbulkan antropologi hukum) yaitu menaruh kebudayaan manusia dimanapun itu terwujud, berupaya untuk memahami kebudayaan manusia dan bagiannya termasuk hukum dari segala penjuru dunia. Dalam kaitan cakupan bidang antropologi budaya dengan masalah bagaimana ketertiban sosial, tatan sosial terwujud diberbagai masyarakat di muka bumi ini, hukum atau alat pengendalian sosial di masyarakat, komunitas diberbagai penjuru dunia yang diteliti oleh para penekun ilmu antropologi dalam penelitian ilmiah diberbagai universitas di Eropa Barat.

Perbedaan antropologi hukum dengan dengan sosiologi hukum telah tercipta sebagai sejarah perkembangan kedua ilmu itu sehingga perbedaan antara keduanya tidak berkaitan dengan obyek kajiannya. Para ahli hukum kemungkinan besar tidak bersedia menggunakan istilah Legal Order terhadap aturan yang tidak bersumber pada hukum asal Negara, namun para penekun antropologi hukum sistem pengaturan yang bersumber pada hukum Negara sehingga dapat dianggap sebagai legal order yang beroperasi dalam masyarakat. Mengenai keterkondisian terhadap kemajemukan hukum, terdapat perbedaan antara penekun sosiologi hukum dan antropologi hukum. Ada kecenderungan bahwa para penekun sosiologi hukum membatasi diri pada pengkajian masalah-masalah hukum asal Negara.

Pendekatan komparatif atau perbandingan :

1. Menurut Griffith para penekun sosiologi hukum cenderung membatasi diri pada pengkajian gejala-gejala yang berkaitan dengan bagaimana hukum asal Negara beropersi dalam masyarakat empiris dan cenderung pula bahwa ruang linkupnya terbatas pada Negara penekun itu berada. Inilah yang diamati oleh Griffith mengenai para penekun sosiologi hukum di Belanda. Dari karya-karya tulis para ahli sosiologi hukum itu kelihatan bahwa pada umumnya mereka membatasi diri pada pengkajian dari halhal yang terkait pada aturan hukum dan terbatas pada batas-batas Negara Belanda saja. Para penekun antropologi hukum sebaliknya menekuni bagaimana hukum beroperasi, bagaimana interaksi hukum Negara, hukum agama, dan hukum rakyat. Masih perlu dijelaskan sedikit tentang cirri pertama dari antropologi hukum itu sendiri, yaitu pengkonsentrasian pada tindakan hukum pada tingkat mikro. Dalam pengkajian antropologi hukum itu misalnya kita lihat bahwa para peneliti membuat deskrepsi yang mendetail dan memancarkan pemehaman yang mendalam mengenai

tindakan hukum dari para aktor, yang mencoba mengungkapkan misalnya bagaimana latar belakangnya sehingga dia mengajukan suatu sengketa mula-mula kepada para pemimpin adat kemudian karena merasa tidak memuaskan aspirasi keadilanya dan melanjutkannya ke Pengadilan Negeri. 2. Menurut Sally Falk Moore, mengenai lingkungan sosial yang semi otonomi yaitu suatu bidang sosial dimana timbul berbagai aturan dan yang mempunyai mekanisme untuk mendorong atau memaksakan bahwa para warga masyarakat yang merupakan partisipan dalam lingkungan sosial tersebut member petunjuk tentang unit sosial demikian yang dapat diamati di daerah pedesaan maupun perkotaan.

TELAAH TERHADAP HUKUM DARI SEGI ANTROPOLOGIS


CIRI-CIRI DARI PENDEKATAN ANTROPOLOGIS A. Antropologi mempelajari kebudayaan manusia sebagai suatu yang utuh dimana bagian-bagiannya saling berkaitan B. Antropologi mempelajari tentang gejala-gejala masyarakat secara lintas budaya, artinya konteks dimana gejala itu terdapat tidak hanya dibatasi pada suatu kebudayaan tertentu. C. Antropologi mengamati bahwa dalam masyarakat manapun selalu ada usaha untuk mewujudkan ketertiban sosial, dan keteraturan sosial. D. Antropologi menelaah hukum itu dengan bertolak dari kenyataan dengan pendekatan empiris.

1. RELEVANSI UNTUK MENELAAH HUKUM DARI SEGI ANTROPOLOGI

a. Masalah-masalah apakah yang dihadapi oleh berbagai negara berkembang yang secara budaya bersifat pluralitas dalam cita-citanya untuk mewujudkan unifikasi hukum atau moderenisasi hukum b. Masalah-masalah apakah yang bisa timbul bila warga masyarakat dari lingkungan suku bangsa tertentu masih mempunyai norma-norma tradisional yang kuat dan menurut ketaatan mengenai hal-hal tertentu, sedangkan dalam norma hukum yang sudah tertulis dan berlaku secara nasional, hal-hal yang harus ditaati justru dirumuskan sebagai suatu hal yang terlarang.

2. MENDEFINISIKAN HUKUM DARI SEGI ANTROPOLOGI

Pengertian mengenai hukum memerlukan gejala-gejala yang bagaimana yang akan dicakup dalam pengertian semacam itu. Ini juga berarti bahwa pengertian itu tidak sempit sehingga akan dapat menjangkau gejala-gejala hukum dalam berbagai masyarakat, masyarakat yang mempunyai sistem hukum modern maupun sistem hukum rakyat yang masih pra-modern sifatnya.

Menurut E.Aamson Hoebel 1945: a sosial norm is legal if its neglect or infraction is regulary met, in threat 0r in fact, by the application of physical force, by an individual or group possessing the sosialy recognized privilege of so action ( suatu norma sosial adalah hukum, apabila terjadi pelaggaran atau tindakan tidak mengindahkannya secara teratur tindak, yaitu tindakan fisik, secara acaman atau nyata-nyata oleh orang atau suatu kelompok orang yang mempunyai wewenang bertindak secara sosial diakui ).

Karena definisi hukum ini tidak legalistic maka gejala-gejala yang terdapat dalam masyarakat kapauku itu dianggap sebagai hukum. Gejala-gejala itu masih bisa tercakup oleh definisi hoebel.di samping gejala-gejala yang benar-benar tercakup

dalam definisi hoebel mungkin juga ada hal-hal yang secara empiris ditemukan dan didukung oleh yang mempunyai suatu legistimasi atau keabsahan sosial. Jadi disini tidak dapat dilihat kejelasan, namun norma yang dihayati oleh masyarakat ini sangat dalam akarnya dalam jiwa para warga sehingga walaupun tidak semua atribut dipenuhinya, sebagai norma hal itu juga termasuk dalam bidang yang secara potensi dapat ditelaah oleh antropologi hukum. Dasar dari perhatian ini adalah bahwa telaah antropologis melihat kenyataan dan dalam kenyataan tercapai suatu ketertiban berkat adanya aturan-aturan yang ditaati sebagai pedoman yang berlaku. Pedoman yang berlaku itu dihayati oleh masyarakat sebagai suatu continuum, maka pedomanpedoman yang dihayati itu termasuk pokok-pokok yang ditekuninya, dan pemahaman mengenai pedoman itu akan menambah pengertianya mengenai ketertiban sosial yang terwujud dalam masyarakat manusia.

3. ILUSTRASI MENGENAI POKOK-POKOK YANG DI TELITI OLEH ANTROPOLOGI HUKUM

Melalui penelitian antropologis dapat diamati kejadian-kejadian setempat sekitar masalah-masalah berkaitan dengan hubungan antara dua golongan etnis cara masyarakat mengadapi kejadian seperti itu dapat di pelajari melalui percakapanpercakapan dengan orang yang pernah meneliti lebih dahulu dan yang bisa dipercayai. Dengan cara pendekatan yang demikian maka dapatlah diharapkan terungkapnya sebagai hal yang relevan untuk pemahaman selain itu juga ada cara penyelsaian sengketa di luar pengadilan negeri/resmi adalah juga suatu contoh lain mengenai pokok yang sering di teliti oleh antropologi hukum.

Peradilan desa yang secara resmi bukan lagi suatu badan peradilan yang memperoleh pengakuan resmi, masih tetap berfungsi diberbagai tempat sebagai suatu dewan perdamaian. Topik-topik semacam ini yang ditelaah oleh antropologi hukum. Di sini masalah yang disoroti adalah bagaimana keserasian antara ketentuanketentuan baru yang dikodifikasikan secara unifikasi dengan peraktek-peraktek yang nyata ada berdasarkan tradisi norma-norma yang telah lama umurnya. Ada lagi apa

yang disebut dengan hukum rakyat jelata yaitu hal-hal yang nyata, nyatanya berlaku diantara orang-orang dari lapisan sosial ekonomi lemah, yang kebanyakan mempunyai pekerjaan di sektor informal atau sektor yang tidak terjagkau oleh hukum formal.

4. SOSIOLOGI HUKUM DAN ANTROPOLOGI HUKUM

Pada mulanya sosiologi hukum berkembang karena adanya kesadaran dari pada ahli-ahli hukum di Eropa Barat, bahwa tidak cukup untuk mempelajari hukum dari segi ketentuan-ketentuan yang telah tertulis itu, berdasarkan telaah terhadap kaidahkaidah saja. Antropologi hukum cenderung menggunakan metode-metode non kuantitatif, sangat mengandalkan pendekatan peribadi, dan interviewmendalam adalah salah satu instrument penelitian yang penting dan sosiologi hukum mengandalkan masyarakat modern, digunakan kuesioner dan pendekatan-pendekatan lebih kuantitatif.

You might also like