You are on page 1of 4

Nama : Lian Fajrianti Nim : 0608151712 Pembimbing : dr.

Endang Herlianti Darmani, SpKK

1. DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial.

a. Penyebab dermatitis seboroik : 1. Kemungkinan ada pengaruh hormonDermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas.
Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.1

2. Jamur Pityrosporum ovale Penelitian lain menunjukan bahwa pityrosporum ovale ( Malassezia ovale
), jamur lipofilik, banyak pada penderita dermatitis seboroik. Sehingga pengobatan ketokonazole 2 % akan menurunkan jumlah jamur ni dan memyembuhkan penyakit.1 3. 4. Perbandingan komposisi lipid dikulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat; dan kadar squelen,asam lemak bebas dan wax ester menurun.1 Iklim

5. Genetik(1. 2) merupakan kelainan konstitusi berupa stasus seboroik ( seborrhoeic state ) yang rupanya
diturunkan, diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.2.3. Sering berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi terbukti mikroorganisme inilah yang menyebabkan D.S. 6. 7. 8. Lingkungan Hormon Neurologik

b.

Patogenesis Dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur

18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua2. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktivan tersebut dangan suseptibilitas untuk memperoleh D.S. pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan faktor kelelahan, stress, emosional atau infeksi 2. SKABIES Siklus hidup: Setelah kopulasi di atas kulit (jumlahnya kira-kira 10-15 tungau), jantan akan mati. Kemudian tungau betina yang sudah dibuahi menggali terowongan dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telurnya 2-4 butir sehari sampai jumlahnya mencapai 40-50, kemudian betina akan hidup sampai 30-60 hari. Kemudian telur menetas (dalam waktu 3-5 hari) dan menjadi larva dengan 3 pasang kaki. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa dengan 4 pasang kaki. Siklus ini memerlukan waktu total 8-12 hari.

PATOFISIOLOGI URTIKARIA Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai peningkatan permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anafilacsis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase oleh enzim proteolitik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin danhemotripsin di dalam sel mast. Pada urtikaria nonimunologik mungkin sekali siklik AMP memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat obatan seperti morfin, kodein polimiksin dan beberapa antibiotik berperan dalam keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya aseetil kolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik secara tidak diketahui mekanismenya, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan, dapat secara langsung merangsang sel mast. Reaksi imunologik lebih berperan pada urtikaria yag akut daripada yang kronik, biasanya IgE yang terikat kepada permukaan sel mast, dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi granulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan,aktivasi komplemen secara klasik maupun altenatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ada 2 macam sel mast yaitu terbanyak sel mast jaringan dan sel mast mukosa. Yang pertama ditemukan sekitar pembuluh darah dan mengandung sejumlah histamin dan heparin. Pelepasan mediator tersebut dihambat kromoglikat yang mencegah influks kalsium ke dalam sel. Sel mast yang kedua ditemukan di saluran cerna dan nafas. Proliferasi sel mast oleh dipicu IL-3 dan IL-4 dan bertambah pada infeksi parasit. Salah satu mediator yang dilepaskan oleh sel mast yang sangat penting dalam proses timbulnya gejalagejala pada urtikaria adalah histamin. Ada beberapa mekanisme pelepasan histamin. Faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan histamin ke jaringan dan sirkulasi. Histamin menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi kebocoran, dimana cairan berpindah dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga timbullah edema. Bila telah masuk ke dalam kulit, histamin menyebabkan triple response of Lewis, yaitu eritema lokal (vasodilatasi), suatu flare dengan karakteristik eritema di luar batas dari eritema lokal, hingga terbentuk suatu wheal akibat kebocoran cairan vena-vena postkapiler. Pembuluh darah terdiri dari 2 reseptor histamin. Reseptor yang selama ini diteliti adalah H1 dan H2. Reseptor H1 ketika dirangsang oleh histamin, akan menyebabkan refleks dari akson, vasodilatasi dan pruritus. Perangsangan reseptor H1, melalui saraf sensorik, menyebabkan kontrakasi otot polos pada traktus respiratorius dan gastrointestinal, pruritus, dan bersin. Ketika reseptor H2 dirangsang, terjadi vasodilatasi. Disamping itu reseptor H2 juga terdapat di permukaan membrane dari sel mast dan ketika dirangsang, akan menyebabkan produksi dari histamine. Aktivasi reseptor H2 sendiri akan menyebabkan peningkatan produksi asam lambung. Aktivasi H1 dan H2 bersamaan akan mengakibatkan hipotensi, takikardi, kemerahan, dan sakit kepala.

You might also like