You are on page 1of 7

INFEKSI DENTOALVEOLAR RUANG VESTIBULAR Infeksi ruang vestibular terjadi karena keluarnya abses dentoalveolar melalui alveolus, superior

dari otot bucinator di mandibulla dan inferior dari otot bucinator di maksilla bagian posterior. Di mandibulla bagian anterior, abses terkurung di ruang vestibular dengan otot mentalis dan otot labial. Di maksilla bagian anterior, otot labial tipis dan tidak memiliki tulang sehingga mempunyai pengaruh kecil membatasi penyebaran infeksi. Infeksi vestibular di maksilla anterior sering berhubungan dengan sellulitis di bibir atas dan midface. Periosteum merupakan barier kuat dari penyebaran infeksi; meskipun infeksi sering melewati bidang supperiosteal. Tanda dan gejala infeksi ruang vestibular adalah pembengkakan berbatas tegas atau pembengkakan difuse di vestibula bukal dekat dengan gigi yang abses. RUANG BADAN MANDIBULLA Ruang ini merupakan ruang potensial antara mandibulla dan perioseteum yang membungkusnya. Tanda dan gejala infeksi ruang badan mandibulla adalah pembengkakan berbatas tegas atau pembengkakan difuse di vestibula bukal dekat dengan gigi yang abses (sama dengan ruang vestibular). Perbedaannya adalah abses dapat meyebabkan perforasi periosteum dan masuk ruang antara periosteum dengan mukosa vestibular. RUANG PALATAL Infeksi ruang palatal berasal dari akar palatal molar dan premolar maksilla, menyebabkan kista periapikal yang berhubungan dengan tulang palatal yang hancur. Tanda dan gejala infeksi ruang palatal adalah pembengkakan dengan batas jelas karena komposisi dense dari mukosa palatal yang berkeratin. INFEKSI RUANG FASIAL Ketika infeksi dental menyebar melewati barier anatomi dari ruang vestibular (otot buccinator, mylohoid dan labial) dan melewati pertahanan terakhir yaitu jaringan ikat bidang fasial , infeksi akan melewati jaringan ikat dari ruang fasial. Pengetahuan mengenai bidang fasial dan anatomi kepala dan leher penting untuk memahami penyebaran infeksi odontogenik. Umumnya, visera kepala dan leher dari klavikula hingga

vertex tengkorak diliputi oleh fasia. Fasia terbagi menjadi dua yaitu lapisan superfisial dan lapisan dalam. Fasia superfisialis meliputi platysma di servikal, otot yang mengekspresikan wajah dan otot epikranial ditulang kepala. Fasia servikal dalam dibagi lagi menjadi lapisan anterior, medial, dan posterior yang meliputi otot, pembuluh darah, saraf, dan visera sekitar leher dari dasar tengkorak hingga akar leher. Fasia servikal dalam dari leher berdampingan dengan struktur mediastinal toraks melalui thoracic inlet. Lapisan anterior dari fasia servikal dalam (fasia parotideomessentericca) meliputi mandibula, otot mastikasi dan kelenjar parotis. Lapisan tengah dari fasia servikal dalam (fasia viseral) meliputi otot infrahyoid dan yang lebih penting adalah meliputi secara lengkap trakea, laring, esofagus, kelenjar tiroid, nasofaring, orofaring dan hipofaring. Hal ini berdampingan dengan bagian torakss dari trakhea dan esofagus dan menyatu dengan mediastinum superior sepanjang thoracic inlet. Lapisan posterior dari fasia servikal dalam meliputi arteri karotis, vena jugular interna, dan nervus vagus yang membentuk carotid sheath. Lapisan tersebut menyambung di posterior sebagai fasia prevertebra dan fasia alar. Fasia prevertebra meliputi otot leher posterior (kecuali trapezius) dan kolumna spinal servikal. Fasia alar membentuk partisi sinkomplit antara fasia buccopharingeal di area retroviseral leher anterior dan fasia prevertebra leher posterior. Fasia prevertebra meluas dari dasar tulang tengkorak hingga diafragma, dimana berhubungan dengan mediastinum posterior. Fasia alar melebar dari dasar tulang tengkorak hingga spina C6-T4, dimana ini menyatu dengan fasia viseral (bukofaringeal). Celah di fasia alar menyebabkan penyebaran infeksi dari ruang faring lateral dan ruang retrofaring, anterior ruang prevertebra di leher posterior. Ruang potensial antara fasia alar dan fasia prevertebra merupakan ruang berbahaya, atau ruang 4 Grodinsky dan Halyoke. Ini mewakili bidang dimana infeksi kepala dan leher dapat secara cepat mengakses kavitas toraks. RUANG BUKAL Infeksi dapat menyebar dari premolar atas, molar bawah atau premolar bawah. Infeksi ruang bukal harus dibedakan dari sellulitis Haemophillus influenza (blue dome infection). Tanda dan gejala infeksi ruang bukal adalah pembengkakan unilateral di kulit dalam dan jaringan subkutanes otot buccinator. Beberapa menyebar ke ruang infraorbital dan submandibulla.

RUANG INFRAORBITAL/RUANG CANINUS Infeksi odontogenik masuk melalui ruang caninus dari abses periapikal caninus maksilaris yang mengikis melalui lempeng bukal superior dari otot levator anguli oris. Selain itu, dapat langsung menyebar dari infeksi ruang bukal yang masuk secara bebas kedalam ruang caninus. Tanda dan gejala infeksi ruang infraorbital adalah pembengkakan dari dasar nasal lateral hingga batas anterior ruang bukal dan dari bibir atas hingga area preseptal kelopak bawah.

fleksi kepala dan ekstensi leher untuk memperbaiki jalan nafas. Infeksi dapat menyebar secara posterior ke ruang submandibula dan ruang faring lateral dengan cara tepi posterior otot mylohoid.

RUANG SUBMENTAL Infeksi dapat meyebar melalui insisif bawah atau ruang submandibular. Ini harus dibedakan dengan patologi midline seperti kista epidermoid, kista dermoid, atau kista duktus thyroglossal. Tanda dan gejala infeksi ruang submental adalah pembengkakan dagu dan triangle submental sepanjang midline leher. Adenopati cervikal superior bilateral dan unilateral dapat terjadi.

RUANG SUBMANDIBULAR Infeksi menyebar dari molar bawah. Ini harus dibedakan dengan patologi kelenjar submandibula dan nodus limfe cervikal superior, branchial cleft cyst, dan plunging ranula. Tanda dan gejala infeksi ruang submandibular adalah pembengkakan daerah segitiga submandibula di leher. Trismus jarang terjadi karena kurangnya inflamasi dari otot mastikasi. Trismus dengan gejala dan tanda klinik dari ruang submandibular mengindikasikan penyebaran infeksi secara posterior ke dalam ruang mastikator atau ruang faringeal lateral. Infeksi dapat menyebar secara anterior sekitar otot digastrik anterior ke ruang faring lateral. Limfadenopati servikal sering terlihat namun sulit melakukan palpasi karena sakit dan nyeri tekan di daerah tersebut.

RUANG SUBLINGUAL Infeksi menyebar dari molar bawah dan premolar bawah atau terjadi dari trauma bedah, inflamasi kelenjar sublingual dan sistem duktusnya, dan sialodochitis duktus Whartons kelenjar submandibula. Tanda dan gejala infeksi ruang sublingual adalah pembengkakan unilateral atau bilateral dasar mulut. Karena tidak adanya barier anatomi yang memisahkan ruang sublingual dari yang ruang lainnya, infeksi dapat memotong secara bilateral dengan pertahanan yang kecil. Pada kasus yang berat, lidah tertukar antara superior dengan posterior, menyebabkan derajat yang bervariasi dari penutupan jalan nafas dan disfasia. Salivasi/sialorrhea sering terjadi karena pasien tidak mampu membersihkan sekresinya. Pasien dapat duduk condong ke depan dengan

LUDWIGS ANGINA Abses molar mandibula dapat menyebabkan ludwigs angina pada pasien immunokompromise. Tanda dan gejalanya adalah Boardlikesellulitis yang meliputi ruang mental, ruang sublingual bilateral, dan ruang submandibula bilateral. Pembengkakannya cepat, sering dalam 24 jam. Terdapat edema di leher, dasar mulut dan epiglotis; disfasia; odynophagia; dan dispnea. Infeksi dapat menyebar mengenai ruang mastikator dan ruang parafaringeal bila penanganannya terlambat. Diusulkan oleh Chow bahwa infeksi disebabkan oleh interaksi sinergis dari bermacam spesies. Permulaan infeksi disebabkan jenis virulen dari streptococcus yang secara cepat menembus fascial planes yang terlibat tanpa pembentukan pus. Lingkungan anaerob menciptakan media yang cocok untuk organisme anaerob yang memproduksi pus untuk berkembang ke tingkat selanjutnya dari infeksi. Resolusi dari infeksi dan dihubungkan gejala klinis biasanya cepat dan tanpa kecacatan.

RUANG PARAFARINGEAL 1. RUANG PARAFARINGEAL LATERAL Penyebab infeksi ini adalah penyebaran dari molar ketiga rahang bawah, faringotonsilitis, adenoid, otitis media, kelenjar getah bening yang nekrotik, keganasan dengan infeksi sekunder, dan penyebaran dari infeksi

parotis intrakapsular. Abses pterygomandibular space juga dapat muncul dalam bentuk yang sama. Gejala dan tanda infeksi ruang parafaringeal lateral adalah pada bagian anterior terdapat pembengkakan dari dinding lateral faring ke arah medial, menyebabkan deviasi dari uvula ke sisi kontralateral. Sedikit bengkak pada angulus mandibula mewakili perpanjangan inferior dari bagian anterior. Trismus berat dapat muncul kemudian setelah iritasi dari otot medial pterygoid. Gejala konstitusional termasuk demam dan menggigil dapat terjadi. Disfasia dan odinofagia merupakan hasil dari iritasi dari otot deglutition. Dispneu merupakan manifestasi klinis pada kasus berat karena dapat menyebabkan penyempitan jalan nafas dan trakea. Keterlibatan bagian posterior adalah bukti adanya edema dinding posterolateral faring dan pilar posterior tonsil. Keterlibatan neurologi dari nervus kranial IX sampai XII harus diperhatikan. Minimal trismus muncul disebabkan oleh hilangnya otot mastikasi pada bagian posterior. Sindrom Horner (ptosis, miosis, dan anhidrosis) dapat muncul oleh karena disrupsi ganglion servikal superior (ganglion stelata) atau serat saraf simpatik postsinaps yang berjalan sepanjang pembuluh darah kepala dan leher. 2. RUANG RETROFARINGEAL Perluasan langsung dari infeksi odontogenik dan trauma intubasi dapat menyebabkan infeksi ruang retrofaringeal. Pada bayi dan anak kurang dari 4 tahun, infeksi ini dapat berkembang sampai terdapat abses kelenjar getah bening retrofaring. Kelenjar getah bening ini atrofi setelah usia 4 tahun. Gejala yang paling umum adalah demam dan menggigil, odinofagia, disfasia, sakit leher, kekakuan leher , mual dan muntah. Pemeriksaan fisik termasuk leher bengkak, pembengkakan faring, dan gangguan pernapasan. Pemeriksaan harus meliputi evaluasi dada, karena penyebaran infeksi ke mediastinum sering sebagai sekuel dari abses ruang retropharingeal. Akhir inferior dari ruang retrofaringeal adalah dimana fasia viseral menyatu dengan fasia alar setinggi bifurkasio trakea, dengan akses langsung ke mediastinum superior.

RUANG PREVERTEBRAL

Ruang prevertebral merupakan ruang potensial diantara fasia alar dan fasia prevertebral. Ruang memanjang dari dasar tengkorak ke setinggi sakrum. Maka dari itu infeksi pada ruang prevertebral dapat memanjang sepanjang kolum vertebra dari servikal hingga sakral vertebra. Infeksi pada ruang ini disebabkan osteomielitis vertebra atau perpanjangan posterior infeksi pada ruang prevertebral ke fasia alar ke dalam ruang prevertebral. Gejala klinis Perubahan jaringan dapat disebabkan karena aktivitas bakteri dalam fokus infeksi, pertahanan lokal dari hospes dan mekanisme serupa yang bekerja secara sistemik. Terjadinya perubahan jaringan tersebut dapat menimbulkan gambaran klinis seperti rasa sakit tekan, kemerahan (eritema) dan pembengkakan (edema). Bakteri yang memproduksi gas dapat memicu dan mendukung terjadinya proses pembengkakan. Timbulnya pus adalah akibat langung dari mekanisme lokal pertahanan virulensi bakteri atau hospes. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingival, trombosis sinus kavernosus, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibula, abses submaseter, dan angina Ludwig. Selain gejala di atas, terdapat juga menifestasi sistemik dari fokus infeksi yaitu demam. Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh endotoksin bakteri. Bakterimia dapat mengakibatkan demam, malaise, takikardi. Sistem hematopoetik merespon dengan terjadinya leukositosis dan meningkatnya neutrofil polimorfonuklear serta meningkatnya laju endap darah (LED). Patogenesis dan patofisiologi Patogenesis Terdapat 3 mekanisme patogenesis yang dapat bekerja antara lain: Toksin bakteri Bakteri dapat memproduksi toksin, baik itu eksotoksin maupun endotoksin. Eksotoksin dapat menyebabkan keadaan patologik seperti leukopenia, peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan dan syok. Toksisitas endotoksin didapat ketika membran sel host mengalami kerusakan, respon imunologik seperti inflamasi dan aktivasi sistem komplemen. Enzim bakteri

Bakteri patogenik dapat memproduksi enzim yang mampu merusak sel-sel tubuh host atau konstituen jaringan lainnya. Imunopatologi infeksi bakteri Produk-produk mikroba dapat menyebabkan tubuh tersensitisasi. Proses ini menyebabkan aktivasi respon imun seperti reaksi antigen-antibodi, sistem komplemen, reaksi sitotoksik, dan hipersensitivitas. Patofisiologi Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh karies dalam yang tidak terawat dan pocket periodontal. Hal tersebut merupakan port dentre bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini semakin menipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan tubuh. Fokus infeksi yang biasanya berawal dari infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan x-ray secara periapikal dan panoramik perlu dilakukan sebagai skrining awal untuk menentukan etiologi dan letak fokal infeksi. Tes Serologi Tes Serologi yang paling sering digunakan adalah tes fiksasi komplemen dan tes aglutinasi. Kedua tes ini digunakan untuk mengetahui etiologi. Tatalaksana Infeksi odontogenik dapat disebabkan oleh perikoronitis, gigi dengan pulpa yang terekspose, periodontitis atau komplikasi dari prosedur pada gigi. Molar 2 dan 3 adalah predileksi tersering dari infeksi odontogenik. Setelah diagnosis ditegakkan, dapat ditatalaksana untuk eradikasi kuman penyebab dengan antibiotik. Etiologi tersering disebabkan oleh streptokokkus aerob yang sensitif penisilin. Antibiotik pilihan adalah amoksisilin yang merupakan golongan penisilin spektrum luas. Pada infeksi yang telah berlangsung lebih dari 3 hari, umumnya disebabkan oleh peptostreptokokkus, fusobakterium atau bakteroides, yang semuanya resisten terhadap penisilin. Klindamisin merupakan obat lini pertama

untuk infeksi tersebut. Kombinasi klindamisin dan metronidazol akan memberikan hasil yang lebih baik. Insisi dan drainase pada fokus infeksi secara agresif dan pengangkatan fokus infeksi dengan pembedahan dapat dilakukan dengan tujuan menghilangkan gejala dan menurunkan rekurensi. Kultur dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab. Rekonstruksi mulut dapat dilakukan agar fungsi mastifikasi dapat kembali seperti semula. Pencarian fokus infeksi di organ lain seperti tonsil, sinus, prostat, kandung kemih perlu dilakukan pada tatalaksana selanjutnya. Penyakit Sistemik Akibat Infeksi Odontogenik Manifestasi pada jantung Infektif endokarditis merupakan penyakit jantung yang paling sering ditemukan akibat penyebaran mikroorganisme dari rongga mulut. Malformasi jantung dan katup jantung protese merupakan faktor risiko terjadinya infektif endokarditis karena hal tersebut memungkinkan kolonisasi bakteri. Sebanyak 50% kasus infektif endokarditis diakibatkan oleh Streptococcus viridans, S.sanguis dan S.mutans. Bakteri tersebut memproduksi polysaccharide glucane sehingga terjadi perlekatan pada katup jantung. Analisis dengan pemeriksaan laboratorium telah mengkonfirmasi hal tersebut melalui identifikasi Streptococcus yang ditemukan pada rongga mulut dan darah penderita endokarditis. Apabila pada pasien tersebut akan dilakukan tindakan pada gigi yang akan mengakibatkan perdarahan, maka perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik profilaksis. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa periodontitis merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis, emboli, dan serangan jantung, dengan berperan sebagai fokus infeksi. Streptococcus sanguis merupakan mikroorganisme yang memiliki efek trombogenik dalam aliran darah. Manifestasi pada kepala dan leher Infeksi pada daerah kepala dan leher seperti abses otak, ensefalitis, meningitis kronik, sinusitis kronik, uveitis, dan konjungtivitis kronik dapat terjadi akibat bakteremia transient. Bakteremia transient bersumber dari mikroorganisme rongga mulut ketika dilakukan perawatan gigi terhadap infeksi gigi dan mulut. Bakteri dari rongga mulut umumnya menyebar pada daerah lobus frontal dan temporal. Maka, periodontitis dan karies memegang peranan penting dalam infeksi di kepala dan leher. Manifestasi pada saluran pernafasan

Infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh penyebaran fokus infeksi di gigi antara lain sinusitis, tonsillitis, pneumonia, asma bronchial, dan abses paru. Perkembangan penyakit dapat akibat mikroorganisme pada gigi berlubang, akibat menelan mikroorganisme pada ludah dan plak gigi, atau akibat transmisi melalui aliran darah. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi pada paru akibat aspirasi mikroorganisme dari rongga mulut. Manifestasi pada saluran gastrointestinal Gastritis, colitis, enteritis, dan apendisitis merupakan penyakit saluran gastrointestinal yang dapat berkembang akibat penjalaran fokus infeksi pada rongga mulut. Salah satu contoh mikroorganisme penyebab adalah Helicobacter pylori, bakteri penyebab gastritis kronik dan ulkus peptikum, yang dapat diisolasi pada saliva dan plak gigi penderita gastritis. Selain itu, Helicobacter pylori dapat diisolasi dari plak gigi pasien dispepsia yang telah menjalani terapi antibiotik sehingga gigi berlubang dapat pula menyebabkan reinfeksi. Manifestasi pada kulit dan jaringan lunak rostaglandin sehingga terjadi kontraksi uterus. Manifestasi pada mata Infeksi ruang orbital diakibatkan oleh infeksi dento-alveolar. Komplikasi dari kista dentigerous menyebabkan superior orbital fissure syndrome (edema peri-orbital, proptosis, ekimosis subkonjungtival, ptosis, ophtalmoplegia, dilatasi pupil, keadaan mata yang sensitif terhadap cahaya). Inflamasi mata lainnya dapat menyebabkan uveitis dan endophtalmitis. Manifestasi sepsis Infeksi pada rongga mulut seperti abses atau selulitis bila tidak ditangani secara adekuat dapat menjadi suatu induksi untuk terjadinya sepsis, dan bahkan terkadang pasien datang sudah dalam keadaan sepsis. Mengingat keadaan sepsis ini akan dengan cepat berubah menjadi keadaan yang lebih berbahaya, maka pengenalan sepsis dini sangat diperlukan. Bakteremia adalah adanya bakteri dalam peredaran darah sedangkan sepsis adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh infeksi dengan tandatanda respon sistemik, dengan gejala seperti takipneu (frekuensi napas > 20 x/menit), takikardi (frekuensi nadi > 100 x/menit), hipertermi atau O O hipotermi (suhu badan rektal > 38,3 C atau < 35,6 C).

Penyakit kulit yang umum ditemukan sebagai akibat transmisi mikroorganisme dari gigi adalah penyakit kulit dengan dasar reaksi alergi (urtikaria, ekzema), liken planus, alopesia areata, akne vulgaris, eritema multiforme eksudatif, dan dermatitis herpetiformis. Mikroorganisme rongga mulut dapat menyebabkan infeksi pada kulit melalui inokulasi langsung (gigitan) dan melalui pelepasan histamin dari mastosit serta pembentukan kompleks imun pasca ekstraksi gigi. Manifestasi pada tulang Osteomielitis merupakan penyakit pada tulang yang telah terbukti dapat disebabkan oleh mikroorganisme dari rongga mulut. Manifestasi pada kehamilan Penyakit jaringan periodontal merupakan faktor risiko terjadinya kelahiran prematur spontan. Ibu yang menderita periodontitis memiliki risiko 7,5 kali lebih besar untuk mengalami kelahiran prematur atau bayi dengan berat lahir rendah. Kelahiran prematur pada ibu dengan gingivitis diakibatkan oleh lipopolisakarida yang dihasilkan bakteri pada fokus infeksi merangsang sekresi p Sindroma sepsis adalah suatu keadaan sepsis yang disertai dengan tandatanda gangguan perfusi organ. Gangguan ini berupa penurunan kesadaran, hipoksia pada penderita tanpa kelainan paru atau kardiovaskuler, peningkatan asam laktat dan oliguri (jumlah diuresis < 0,5 ml/kg BB). Syok septik dini adalah keadaan sindroma sepsis ditambah dengan adanya penurunan tekanan darah sistolik Dengan demikian syok septik adalah suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh tidak cukupnya perfusi jaringan dan adanya hipoksia jaringan yang disebabkan oleh sepsis. Keadaan diatas kadangkala disebut juga Sindroma Respon Inflamasi Sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome = SIRS) yaitu suatu respon inflamasi sistemik yang bervariasi bentuk kliniknya, ditunjukkan oleh dua atau lebih keadaan sebagai berikut : O 1. Temperatur > 38 C2. Frekuensi nadi 100x/menit 2. Respirasi > 20 permenit 3. Jumlah leukosit > 12.000/mm3 Endotoksin merupakan komponen lipopolisakarida (LPS). Kadar LPS yang tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada penderita syok. LPS tidak bersifat toksik tetapi LPS merangsang dikeluarkannya mediatormediator radang yang bertanggung jawab pada manifestasi sepsis. Mediator endogen yang disekresi oleh sel fagosit (makrofag, monosit, sel

plasma dan neutrofil) adalah Tumor Necrosis Factor dan Interleukin 1 yang akan mengakibatkan cascade koagulasi dan aktifnya sistem komplemen. TNF ini merupakan salah satu mediator primer yang berperan dalam proses sepsis, yang mengakibatkan gejala hipotensi, neutropenia, demam serta meningkatnya permeabilitas kapiler. TNF dan IL 1 merangsang terjadinya demam melalui kemampuannya merangsang sintesis prostlagandin hipotalamus. Peningkatan suhu tubuh ini akan mengurangi replikasi bakteri dan juga meningkatkan aktivasi sel T-helper dan sintesis antibodi oleh sel B. Dengan demikian demam sebagai reaksi sistemik fase akut akan menguntungkan hospes. Akibat dari tingginya LPS dan mediator dalam sirkulasi akan mengaktivasi secara sistemik endotel vaskuler. Vasodilatasi umum dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah menyebabkan turunnya volume darah efektif sehingga terjadi syok hipovolemik. Syok merupakan diagnosa klinis, pada keadaan yang berat pasien ditemukan telah menjadi pucat, kulit dingin, tekanan darah sudah sangat turun. Pada keadaan ini pengobatan sudah menjadi sulit. Oleh karena itu untuk keberhasilan suatu pengobatan pengenalan dini terhadap syok sangat diperlukan. Pada pemeriksaan fisik, gejala syok yang merupakan manifestasi penurunan perfusi jaringan adalah sebagai berikut : 1. Suhu permukaan tubuh, dapat diukur dengan cara sederhana dan tidak memerlukan waktu yang lama. 2. Capillary refill time, metoda ini merupakan indikator yang sensitif. Pada keadaan normal capillary refill time terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik. 3. Hipoperfusi organ vital dapat dinilai dari ada tidaknya oliguri dan penurunan kesadaaran 4. Takipneu dan hiperventilasi sering ditemukan sebagai tanda awal dari syok. 5. Takikardi yang ditemukan sebelum adanya penurunan tekanan darah. Berbeda dengan syok oleh sebab lain didapat pengecualian pada syok septik, pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya ditemukan peningkatan frekuensi nadi, kulit hangat, dan takikardi. Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah ditemukan asidosis, hal ini menyokong pada diagnosa syok sepsis dini. Dengan berjalannya waktu ditemukan gangguan kontraktilitas otot jantung, penurunan volume intravaskuler dan gangguan berbagai organ,

maka kulit penderita akan menjadi dingin, ditemukan penurunan tekanan darah dan hal lain yang biasanya terjadi pada syok, seperti somnolen, demam, takikardi dan vasodilatasi. Pengelolaan Sepsis/Syok Septik Tujuan pengelolaan adalah : 1. Menghilangkan/mereduksi kuman penyebab infeksi dengan cara pemberian antibiotik yang adekuat, diperlukan walaupun belum ada hasil mikrobiologi mengingat sepsis merupakan infeksi dengan resiko bahaya kematian bagi penderita yang cukup tinggi. 2. Melakukan drainase eksudat, eksisi jaringan nekrosis, pengeluaran benda asing dan tindakan bedah lainnya untuk menghilangkan sumber infeksi. 3. Mengembalikan perubahan hemodinamik yang terjadi dan mengembalikan agar perfusi jaringan berlangsung baik, dengan cara pemberian cairan sebesar 10 20 ml/kg BB dalam 20 menit. 4. Mempertahankan dan memulihkan fungsi organ tubuh yang terganggu : - Memperbaiki jalan nafas : oksigenasi cukup, jalan nafas harus baik (bebas obstruksi). - Pemberian cairan yang adekuat : guna mempertahankan volume darah , hal ini diperlukan untuk mengembalikan fungsi homeostasis. Perawatan intensif pasca bedah yang baik. - Evaluasi pasca bedah untuk mengetahui sumber infeksi lain yang tidak terdrainase sehingga memerlukan pembedahan kedua. 5. Pemberian Kortikosteroid Pemberian Kortikosteroid masih menjadi suatu hal yang kontroversial, beberapa ahli beranggapan pemberian kortikosteroid diharapkan dapat memutuskan proses patofisiologi, yang merupakan respon tubuh terhadap infeksi sistemik. Obat ini memberikan efek antara lain : stabilisasi membran sel dan lisosom, inhibisi agregasi granulosit, inhibisi proses cascade yang terjadi, diaktifasinya sistem komplemen, pengeluaran radikal oksigen bebas dan mengurangi produksi TNF oleh makrofag. DAFTAR PUSTAKA 1. Bentler B. The Explosion of Septic Shock. Curr Opinion Infection Disease 1991; 13: 623-627. 2. Masjoer A, Kuspuji T, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W, editor. Kapita Selekta. Edisi 3. Jilid 1. Media Aesculapius FKUI. Jakarta: 2005. 3. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, editor. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. Edisi 4. Mosby Elsevier. Missouri : 2003.

4. Stanford T, Shulman. The Biologic and Clinical Basis of Infectious diseases, fourth edition. 1992. W.B Saunders Company. Hal 521-538 5. Vyati EI. Mengenal Tanda-Tanda Sepsis akibat Infeksi Odontogenik. Diunduh dari: 6. http://lawalangy.wordpress.com/2007/06/09/mengenal-tandasepsis-akibat-infeksi-odontogenik/. 2007.

You might also like