Professional Documents
Culture Documents
Oleh: Desi Lasri Ana Dian Kharisma Elsha Lusia Fadly Ilhami Febriyantoro K2D008023 K2D008024 K2D008029 K2D008030 K2D008032
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2011
BAB I PENDAHULUAN
Secara administratif Kabupaten Rembang memiliki 14 kecamatan, 287 desa, 7 kelurahan serta memiliki luas wilayah meliputi 101.408 ha. Nama dan luas wilayah untuk masingmasing kecamatan adalah seperti terlihat pada tabel berikut.
No.
1. 2. 3. 4. 5.
Nama Kecamatan
Sumber Bulu Gunem Sale Sarang
Luas (ha)
7.673 10.240 8.020 10.712 9.133
Wilayah
6. 7. 8. 9.
7.946 8.156 8.525 6.150 5.881 4.864 6.166 3.759 4.504 101.747
10. Rembang 11. Pancur 12. Kragan 13. Sluke 14. Lasem Jumlah
Dengan kondisi topografi datar sampai dengan pegunungan dan berbukit bukit. Kelerangan yang terdapat di Kabupaten Rembang terdiri dari kelerengan 0 % seluas -2 45.205 Ha (46,58%), kelerengan 2-15% seluas 33.233 Ha (43,18%), kelerengan 15-40 % seluas 13.980 Ha (14,38 %), dan sisanya 4,86% merupakan kelerengan >40%. Secara umum dapat dikatakan bahwa wilayah Kabupaten Rembang merupakan daerah pertanian yang cukup berpotensi, kecuali di daerah pegunungan di sebelah timur yang termasuk pegunungan tandus. Jenis tanah yang ada ermasuk jenis tanah aluvial meliputi sekitar 10% dari wilayah kabupaten, jenis tanah regosol meliputi area seluas 5%, jenis tanah andosol meliputi area seluas 8%, tanah grumosol sebesar 32%, dan tanah mediteran merah kuning seluas 5 % dari seluruh wilayah kabupaten. Wilayah Kabupaten Rembang merupakan dataran rendah di bagian Utara Pulau Jawa, maka wilayah tersebut memiliki jenis iklim tropis dengan suhu maksimum 33 C dan suhu rata-rata 23 C. Dengan bulan basah 4 sampai 5 bulan, sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan sedang sampai kering. Terdapat hujan selama 1 tahun yang tidak menentu, sehingga implikasinya sering terjadi kekeringan di wilayah Kabupaten Rembang. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya-upaya untuk melakukan konservasi sumber daya air dan pengembangan embung embung kecil untuk menahan air hujan sangat diperlukan. Upaya ini diharapkan dapat
menjaga kesinambungan sumber daya air terutama pada musim kemarau baik untuk kebutuhan pengairan sawah maupun untuk kebutuhan lainnya. Kabupaten Rembang memiliki curah hujan yang rendah dan memiliki sumber air berupa air permukaan dan air tanah. Sumber air permukaan berupa sungai, bendungan dan air laut. Sungai yang melewati wilayah Kabupaten embang antara lain Sungai Randugunting, Babagan, Karanggeneng, Kening, Telas, Kalipang, Sudo dan Sungai Patiyan. Di Kabupaten Rembang terdapat 21 bendungan dan 25 daerah irigasi, tetapi tid sepanjang tahun ak dialiri air. Wilayah pantai meliputi sepanjang 7 km. Kabupaten Rembang yang berbatasan dengan laut Jawa bagian Utara dan pegunungan bagian timur, yang mana memiliki beberapa macam kondisi geologi. Dari beberapa macam kondisi geologi tersebut,
mempunyai kandungan mineral yang kaya akan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Kandungan yang terbesar adalah jenis Alluvium yang meliputi luas 45.470.783 ha atau 44,84 % dari luas wilayah Kabupaten Rembang, kemudian potensi lain adalah miosen fasies sedimen yaitu seluas 32.125.000 ha atau 31,68 %. Sedangkan bahan galian golongan C yang ada berupa: andesit (Sedan, Pancur, Kragan, Sluke, dan Lasem), pasir kuarsa (Bulu, Gunem, Sale, Sarang, Sedan, dan Sluke), kapur (Sumber, Bulu, Gunem, Sale, Sarang, dan Sedan), trass (Pancur, Kragan, dan Sluke), phospat (Gunem, Sale, dan Pamotan), ball clay (Bulu, Gunem, Sarang, dan Sedan), batu bara (Gunem dan Sale), serta gibsum (Gunem, Sarang, Sedan, dan Lasem).
akhir 2001, atap bangunan tersebut roboh. Yang tersisa hanya tiang penyangga dan temboknya. Melihat kondisi gedung bersejarah tersebut rusak parah, Pemkab melakukan berbagai upaya agar bangunan tersebut dapat berdiri kembali. Setelah dilakukan renovasi, gedung tersebut oleh Pemkab selanjutnya akan digunakan sebagai gedung pertemuan dan pusat promosi dan pengembangan wisata kota penghasil garam ini. Jika dilihat perkembangannya, Taman Rekreasi Pantai Kartini ini sudah mengalami beberapa kali renovasi. Yakni, pada 1979 di tempat wisata tersebut dibangun sarana bermain anak anak. Selanjutnya pada 1992 diadakan penataan lagi dengan menambah fasilitas seperti gardu pandang dan pembangunan talud pantai untuk menarik minat pengunjung atau wisatawan. Salah satu daya tarik yang memikat masyarakat untuk datang ke tempat itu adalah jangkar raksasa yang oleh masyarakat dikenal sebagai jangkar Dampo Awang. Konon ceritanya, pada saat Sam Phoo Khong berlayar di laut Jawa dalam rangka ekspedisi ke Selatan, kapalnya di terjang gelombang besar hingga rusak berat. Rantai jangkar kapal itu terlepas dan terdampar di Rembang, sedangkan layarnya tertiup angin topan yang akhirnya jatuh di pantai Bonang yang sekarang terkenal sebagai batu layar. Demi mengingat peristiwa itu selanjutnya Kabupaten Rembang mengabadikan jangkar tersebut sebagai simbol semangat bahari. Bahkan, jangkar yang dulunya berada di tengah tengah Pantai Kartini itu pada 2003 dipindahkan ke tempat yang aman. Jangkar itu sekarang berada di monumen megah yang dilengkapi dengan pelindung kaca dan lampu yang dibangun di atas perairan tepi pantai, tepatnya 20 meter dari garis pantai. Sekarang, Taman Rekreasi Pantai Kartini bentuknya lebih indah. Pada hari-hari libur banyak sekali pengunjung yang datang ke tempat itu. Tidak hanya warga Rembang, tetapi dari luar daerah seperti Blora, Bojonegoro, Pati, dan Jepara juga ingin melihat keindahan Pantai Kartini Rembang dari dekat.
BAB II ISI
2.1 Gambar Citra Pantai Rembang
cukup rawan terjadi abrasi terutama di wilayah pantai Kragan, Sluke, dan Sarang sehingga perlu penghijauan dengan tanaman bakau. Di Desa Karangmangu Kecamatan Sarang pernah terjadi ombak yang menghantam sejumlah rumah warga. Untuk itu, Pemkab Rembang bersama instansi terkait harus menata kembali dengan penghijauan. Cukup positif Perum Perhutani menyediakan bibit tanaman bakau sebanyak 40.000 batang, hal ini perlu ditindaklanjuti untuk penghijauan agar masyarakat memiliki peduli terhadap kelestarian lingkungan
pantai untuk mengurangi abrasi. Selain itu banjir juga menjadi bencana yang mengancap warga pesisir Rembang. Apabila curah hujan yang sangat tinggi dan tidak adanya daerah resapan air sehingga air akan membludak dan menggenangi daerah sekitar tersebut. Pohon-pohon sebagai tempat resapan dan tampungan air hujan banyak ditebangi untuk dijadikan lahan tambak garam. Sehingga akibatnya adalah tidak ada lagi yang dapat menampung air hujan. Karena air tawar setelah banjir terbuang semua ke laut karena tidak ada daerah resapan air, ma disana ka juga sering terjadi krisis air tawar. Hal ini juga termasuk bencana bagi warga Rembang karena mereka masih kesulitan untuk mendapatkan pasokan air bersih untuk minum dan kebutuhan sehari-hari disaat musim kemarau.
3.3 Upaya Mitigasi Terhadap Bencana Abrasi dan Banjir
Kita mengetahui bahwa sering sekali terjadi bencana banjir akhir-akhir ini. Terutama di daerah Pantura / Pantai Utara Pulau Jawa. Mungkin itu semua terjadi karena letaknya yang sangat dekat dengan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa. Pemerintah mungkin pula mulai bingung bagaimana cara untuk mengatasinya. Menurut saya, jauh lebih baik dan lebih efektif, bila di sepanjang jalan dari Pantai Utara Jawa (dari Demak-Kudus-Pati-Rembang dan sekitar Pantura) mulai dibuat jalan tol yang lebar di pesisir pantai. Beberapa alasan : 1. Jalan Tol itu bisa dijadikan sumber pendapatan daerah, karena banyak rakyat Jawa Tengah yang sering melewati jalur Pantura. Dengan banyaknya rakyat yang melewati jalan tol tersebut, menurut saya akan menambah pendapatan daerah melalui biaya masuk jalan tol. 2. Kedua, jalan tol tersebut bisa pula berfungsi sebagai benteng untuk menanggulangi kenaikan air laut di daerah Pantura tersebut. Berdasarkan kedua alasan tersebut, menurut saya, bila ada Jalan Tol di daerah Pantura, saya yakin sekali bisa untuk menjadi pencegahan air pasang, namun biaya masuk jalan tol-nya bisa digunakan sebagai pendapatan daerah dan biaya operasional jalan tol tersebut. Selain itu juga harus dicanangkan penanaman mangrove (bakau) di wilayah pantai sepanjang 65 kilometer mulai akhir 2010 agar mampu mengurangi bencana banjir yang melanda Kabupaten tersebut. Potensi lahan penanaman mangrove ini seluas 39 hektare yang membentang di wilayah pantai sepanjang 65 kilometer penanaman tersebut akan dimulai akhir tahun ini karena selama ini hutan mangrove di wilayahnya berangsur habis. Penanaman bakau yang selama ini dilakukan sangat minim. Masyarakat yang
memiliki kepedulian untuk ini masih sangat sedikit. Wilayah pantai yang tersebar di enam kecamatan tersebut terancam abrasi terutama Kecamatan Sarang. Potensi lahan untuk mangrove di Sarang memang paling besar yakni 7,5 hektare. Berikutnya Kecamatan Kaliori seluas 7,2 hektare, Sluke 6,7 hektar, Lasem dan Kragan masing-masing seluas 6,3 hektare serta Kecamatan Rembang seluas 6 hektar. Ratusan hektar lahan tambak yang tersebar di desa-desa sepanjang pantai utara (pantura) wilayah Kabupaten Rembang tergenang banjir. Kerugian yang diderita mencapai ratusan juta rupiah, sehingga petani merasa trauma dengan kejadian itu. Akibat hujan yang mengguyur selama hampir lima hari berturut-turut menyebabkan ratusan hektar tambak udang dan tambak bandeng terendam air. Akibat bencana ini petani menderita kerugian yang tidak sedikit, karena udang maupun bandeng hanyut terbawa air. Wilayah yang terkena bencana banjir tambak diantaranya di wilayah Kecamatan Kaliori, Kecamatan Kota Rembang, Kecamatan Lasem, Kecamatan Sluke, Kecamatan Kragan dan Kecamatan Sarang. Mayoritas dalam tambak berisi bandeng maupun udang windu/fanamae dengan usia baru mencapai dua bulan ( masa pembesaran). Khusus untuk udang faname petani merugi cukup banyak, hal itu karena komoditas kualitas ekspor ini bibitnya harganya cukup mahal, bila dibanding dengan udang windu. Petani udang di Kecamatan Lasem masih mengkalkulasi ketrugian yang dideritanya. Bencana banjir yang menimpa para petani tambak di wilayahnya, karena curah hujan masih tinggi, petani tambak dihimbau untuk tidak menebar benih, guna menghindari kerugian yang lebih besar. Masalah kronis yang dihadapi wilayah pantai seperti Rembang beragam. Contohnya abrasi pantai terutama Sarang yang kerap menjadi sorotan media dan kerusakan mangrove. Sebagian masyarakat pesisir ada yang kurang peduli pada mangrove. Tapi, dengan adanya laporan warga belum lama ini terkait penebangan mangrove oleh oknum pelaksana normalisasi sungai, Warga sebenarnya mulai peduli. Kebanyakan mangrove tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang -surut air laut. Tanaman yang identik dengan kebutuhan mengurangi pemanasan global ini, tumbuh khususnya di tempat tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Masyarakat sekitar pantai umumnya memanfaatkan bakau untuk menangkal terpaan ombak selain jugauntuk melindungi ekosistem lain seperti terumbu karang dan biota laut di sekitar pantai. Limpahan air embung Banyukuwung di desa Sudo kecamatan Sulang sewaktu turun hujan deras memicu terjadinya banjir beberapa minggu terakhir. Itu disebabkan embung bervolume 2,4 juta meter kubik, sudah tak mampu lagi menampung air dari sungai Ngrajek dan Bathok, setiap kali turun hujan deras. Saat hujan deras diketahui acapkali limpahan air menggenangi rumah warga sekitar rumah dan jalan desa di sebelah timur
embung dengan ketinggian sekira setengah meter. Bahkan mengalir keluar menuju sungai desa Sukorejo kecamatan Sumber dan dusun Tempel desa Kwangsan kecamatan Kaliori, menyebabkan terjadi banjir. Jika tidak segera dilakukan upaya penanganan secepatnya, dikhawatirkan banjir terus terjadi pada musim penghujan yang diperkirakan mulai pada bulan Oktober ini. Terkait dengan hal tersebut, saat Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Politik Dan Perlindungan Masyarakat yang juga merupakan Sekretaris Posko Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Rembang Suharso dikonfirmasi menjelaskan, pihaknya bebrapa kali telah memantau kondisi embung Banyukuwung, untuk
memastikan tingkat elevasi air. Manakala debit air tinggi dan hamipr tak tertampung, perlu adanya komunikasi antara penjaga pintu air embung Banyukuwung dengan perangkat desa yang daerahnya sering mengalami banjir. Sehingga warga bersiap melakukan antisipasi bencana.Saat ini diperlukan pemecahan aliran air sebelum
limpahan air menggenangi desa Kwangsan. Namun sejumlah jalur irigasi harus dinormalisasi terlebih dahulu, agar mampu mengalirkan limpahan air dari embung Bnyukuwung. Terpisah Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Sinarman mengatakan, ancaman banjir akibat luapan Embung Banyukuwung akan disikapi dengan melakukan normalisasi saluran dan sungai dijalur limpahan air. Sedimentasi sungai di sepanjang saluran keluar embung yang memicu melimpahnya terlalu cepat akan dikeruk. Jika normalisasi belum bisa dilakukan ketika debit air embung cukup tinggi. Harus menunggu debit berkurang, caranya nanti pintu air sedikit dibuka, agar air mengalir di sejumlah sungai. Selain normalisasi embung, sejumlah sungai di sepanjang saluran embung juga akan dinormalisasi supaya mampu menampung dengan normal, tidak menyebabkan banjir. Daerah aliran sungai sungai yang perlu dinormalisasi diantaranya alur sungai desa Sukorejo Tlogotunggal, Kuangsan, Pengkol, dan Babadan. Sedimentasi di sungai tersebut tergolong tinggi, hanya mengalirkan air dalam debit kecil yang berimbas menjadi banjir. Upaya lain yang diagendakan membuat saluran air baru menuju sungai melewati desa Gunungsari menuju Banyudono. Baik langkah normalisasi maupun memecah saluran akan membutuhkan anggaran cukup besar. Untuk itu terlebih dahulu akan dimintakan ijin ke Bupati Rembang apakah kegiatan tersebut bisa masuk pada pos anggaran rehab pasca bencana. Pesisir pantai merupakan salah satu aset wilayah Kabupaten Rembang yang potensial. Dengan panjang 63,5 km, pesisir pantai Kabupaten Rembang adalah pesisir pantai terpanjang yang dimiliki oleh kabupaten/kota yang ada di Pulau Jawa. Dengan adanya wilayah pantai yang cukup besar, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)-nya, Kabupaten Rembang berupaya mengoptimalkan kekayaan sumber daya perikanan dan kelautan dengan melakukan perbaikan dan p engembangan
wilayah hulu yang berbatasan dengan laut lepas. Perbaikan itu dilakukan juga atas dasar untuk mengurangi potensi bencana banjir. Meskipun kaya akan sumber daya perikanan, wilayah peisisr pantai Kabupaten Rembang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Sebagian dari pesisir pantai Rembang adalah kawasan dengan tingkat bencana abrasi tinggi, sedangkan sebagian lagi merupakan kawasan dengan tingkat sedimentasi tinggi. Perbaikan wilayah hulu memang diupayakan untuk mengurangi tingkat abrasi di pesisir. RTRW seyogyanya turut memfasilitasi isu-isu strategis pelestarian lingkungan. Eksplorasi dan eksploitasi potensi alam dapat dihalalkan demi pembangunan namun upaya menjaga keberlanjutan ekosistem hayati untuk menunjang kestabilan lingkungan juga perlu diperhatikan. Oleh karena itu, kajian tentang lingkungan hidup merupakan syarat utama dalam proses evaluasi RTRW. Jangan sampai kita berdayakan potensi yang ada namun lupa untuk memelihara kelestarian lingkungan. Selain itu data acuan yang digunakan dalam penyusunan RTRW seharusnya berakurasi tinggi sehingga perwujudannya tepat guna. Selama masa penyusunan, diharapkan daerah terus berkoordinasi dengan pusat terkait dengan klarifikasi data agar diperoleh RTRW yang berkualitas. Secara garis besar 3 strategi yang dapat diterapkan dalam mengatasi kerentanan bencana ini yakni strategi protektif, strategi akomodatif dan strategi mundur. Strategi protektif yakni bersifat melawan terhadap kerawanan kenaikan permukaan air laut dengan mengupayakan teknologi struktur penahan air laut. Strategi akomodatif yakni bersifat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi akibat bencana tersebut dengan tetap berupaya menggunakan kawasan-kawasan yang ada. Sedangkan strategi mundur yakni berupaya untuk tidak menentang bencana tersebut dengan cara pindah dari kawasan yang akan terendam akibat kenaikan permukaan air laut tersebut. Penentuan strategi juga mengacu kepada 4 hal yakni manajemen perencanaan kawasan pantai harus memperhitungkan faktor kenaikan permukaan laut, identifikasi daerah-daerah rawan terhadap kenaikan permukaan laut, pengembangan pantai tidak meningkatkan kerentanan terhadap kenaikan permukaan laut dan kesiapsiagaan dan mekanisme respons terhadap kenaikan permukaan laut. Dengan mengacu hasil kerentanan secara garis besar strategi yang dapat digunakan yakni strategi mundur/retreat dan strategi akomodatif. Hal ini karena hasil analisis kerentanan Wilayah Pesisir Kabupaten Rembang tergolong pada tingkatan rendah hingga sedang. Berdasarkan pada hasil kerentanan, survei primer dan kajian penentuan strategi kenaikan air laut maka dapat dijabarkan beberapa alternatif strategi untuk mengantisipasi potensi kenaikan air laut yang akan mengenangi Wilayah Pesisir Kabupaten Rembang.
DAFTAR PUSTAKA
y y y y
y y y