You are on page 1of 5

RETURN ON INVESTMENT (ROI)

Return on investment (ROI), atau terkadang biasa disebut dengan return, adalah suatu ratio peroleh atau kehilangan uang dari sebuah investasi berhubungan dengan jumlah uang yang telah di investasikan. Jumlah perolehan ataupun kehilangan uang merujuk kepada bunga, profit/loss, gain/loss atau net income, sedangkan uang yang telah di investasikan merujuk pada asset, modal/capital, uang pokok/principal atau basis biaya/cost basis dari investasi tersebut. ROI adalah juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit). ROI adalah hasil di suatu investasi saat ini atau masa lampau, atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi masa depan. ROI pada umumnya dinyatakan sebagai persentase dibanding/bukannya nilai sistim desimal. ROI tidak mengindikasikan berapa lama suatu investasi dikelola. Bagaimanapun, ROI paling sering dinyatakan sebagai suatu tingkat pengembalian tahunan, dan paling sering dinyatakan untuk suatu tahun fiskal atau penanggalan.Maka bisa dikatakan bahwa ROI digunakan oleh kebanyakan perusahaan untuk membandingkan hasil investasi di mana uang yang diperoleh atau hilang (atau uang yang telah diinvestasikan), dan tidaklah mudah melakukan perbandingan tersebut dengan menggunakan nilai moneter. Besarnya ROI dipengaruhi oleh dua faktor : A. Tingkat perputaran aktiva yang digunakan untuk operasi B. Profit Margin, yaitu besarnya keuntungan operasi yang dinyatakan dalam prosentase dan jumlah penjualan bersih. Profit Margin ini mengukur tingkat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan dihubungkan dengan penjualannya. Menurut Abdullah Faisal (2002:49) ROI ini sering disebut Return On Total Assets dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan keseluruhan aktiva yang dimilikinya.

Kelebihan dan Kelemahan ROI


Menurut Abdullah (2002:50) kelebihan ROI antara lain:

1.Selain ROI berguna sebagai alat control juga berguna untuk keperluan perencanaan. ROI dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi. 2.ROI dipergunakan sebagai alat ukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung masing-masing.

3.Kegunaan ROI yang paling prinsip adalah berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produk dan efisiensi penjualan. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan telah melaksanakan praktik akutansi secara benar dalam artian mematuhi sistem dan prinsipprinsip akutansi yang ada. Menurut Abdullah (2002:51) kelemahan ROI antara lain: 1.Mengingat praktek akutansi dalam perusahaan seringkali berbeda maka kelemahan prinsip yang dihadapi adalah kesulitan dalam membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain. 2.Dengan menggunakan analisa rate of return atau return on investment saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan.

Cara menghitung ROI : Secara sederhana Return On Investment (ROI) dapat didefinisikan sebagai sebuah perhitungan yang memungkinkan suatu usaha untuk menentukan jumlah usaha yang diterima dari penanaman sejumlah modal yang berupa uang atau sumber daya. Persamaan yang biasa digunakan untuk menghitung laba atas investasi ialah ROI = (laba atas investasi-investasi awal)/ investasi x (100) Cara mudah menghitung Return On Investment (ROI): 1.Hal pertama yang harus Anda lakukan ialah memperoleh informasi dasar yang diperlukan, yaitu laba atas investasi. 2.Selanjutnya ialah Anda harus mengetahui apa saja yang menjadi investasi awal. Investasi awal diasumsikan meliputi uang yang dibelanjakan dan waktu yang dihabiskan karyawan. 3.Kini Anda dapat memulai untuk membuat persamaan. 4.Setelah memastikan persamaan tersebut terisi dengan benar, Anda dapat menghitung ROI.

Sebuah contoh kasus: Perusahaan A berinvestasi sebesar Rp 500 juta dalam sebuah usaha peluncuran produk baru. Setelah peluncuran produk itu, perusahaan A menerima jumlah penjualan sebesar 900 buah. Jumlah dana dari penjualan baru yang mencapai angka Rp 600 juta. Langkah pertama yaitu menemukan jumlah laba atas investasi yang sebesar Rp 100 juta. Langkah kedua ialah dengan mengetahui jumlah investasi awal Rp 500 juta. Langkah ketiga yaitu menyusun persamaannya: laba atas investasi = ((Rp 600 juta - Rp 500 juta)/ Rp 500 juta) x 100 = 20%

Seringkali kita hanya berfokus pada margin keuntungan atas produk atau jasa, akan tetapi kita seharusnya juga menghitung ROI secara akurat untuk mendapatkan kepastian dan keyakinan bahwa usaha yang dijalankan mampu terus berkembang. Dalam menjalankan bisnis, seorang entrepeneur harus memperhatikan jumlah dana yang harus diinvestasikan dalam mencapai target penjualan, jumlah margin keuntungan yang diperoleh dan bagian dari margin keuntungan tersebut yang akan digunakan untuk mengembangkan bisnis. Apabila investasi yang dilakukan hanya menghasilkan margin keuntungan yang sedikit, maka usaha tersebut akan mengalami kesulitan untuk berkembang di masa yang akan datang dan bahkan dalam jangka panjang akan mengalami kegagalan. Economic Value Added Konsep EVA dikembangkan oleh Joel Stern dan Bennett Stewart, co-founders perusahaan konsultan Stern Stewart & Company, EVA merupakan merek dagang Stern Stewart & Company. Konsep EVA didasarkan pada prinsip bahwa perusahaan mampu menciptakan kekayaan untuk para pemegang saham hanya apabila manajer mampu menghasilkan surplus melebihi total cost of capital yang diinvestasikan. EVA adalah jumlah uang, bukan rasio. EVA dapat diperoleh dengan mengurangkan beban modal (capital charge) dari laba operasi bersih (net operating profit). Menurut R. Agus Sartono dan Kusdhianto Setiawan (1999) :EVA adalah suatu pengukuran dengan memperhitungkan secara tepat semua faktor faktor yang berhubungan dengan penciptaan nilai (value). EVA sedikit berbeda dengan discounted cash flow method yang lain karena EVA memperhitungkan opportunity cost of equity. EVA tidak lain, merupakan selisih antara tingkat pengembalian modal (rate of the return on capital, r) dengan biaya modal (cost of capital, c) dan dikalikan dengan biaya buku ekonomis dari modal (economic book value of the capital) yang dipergunakan. Menurut N. Mulyamah Wignyadisasatra (2000) : Nilai Tambah Ekonomis (EVA) dapat didefinisikan sebagai sisa laba (residual income, excess earnings) setelah pemodal atau pemegang saham diberi balas jasa (compentation) berupa tingkat hasil (return) atau setelah semua biaya modal yang dimanfaatkan dalam menghasilkan laba diperhi-tungkan atau dibebankan. Laba yang dimaksud adalah laba operasi setelah dikurangi pajak (Net Operating After Tax atau NOPAT) ditambah bunga setelah pajak. Biaya modal adalah biaya / bunga pinjaman dan biaya ekuitas yang dimanfaatkan untuk menghasilkan laba setelah pajak tersebut, dan dihitung secara rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital atau WACC)". Menurut Teuku Mirza dan Imbuh S. (1999) : "EVA adalah suatu estimasi dari laba riil (true economic profit) suatu perusahaan dalam satu tahun, yang secara substansial berbeda dengan laba akuntansi, EVA merupakan pendapatan residu yang mengeluarkan opportunity cost of all capital. Cost of capital yang dimaksud adalah rata rata tertimbang dari seluruh biaya modal yang terjadi".

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari EVA menurut Siddharta (1997:176-177) sbb :

1. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan keputusan pemegang saham. 2. Dengan EVA para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimalkan tingkat pengembalian dan meminimalkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan. 3. EVA membuat manajer memfokuskan perhatian pada kegiatan yang menciptakan nilai dan mengevaluasi kinerja berdasar kriteria memaksimumkan nilai perusahaan. 4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikansikan kegiatan atau praktek yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari pada biaya modal. 5. EVA akan menyebabkan perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan struktur modal. Melihat berbagai kelebihan EVA, ternyata juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang diungkapkan Mirza (1997:197-198) sebagai berikut :

1 EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur aktivitasaktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen. 2 EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang justruk lebih dominan. 3 Konsep ini sangat tergantung pada transparansi internal dalam perhitungan EVA secara akurat. Walaupun terdapat beberapa kelemahan, EVA tetap berguna untuk dijadikan acuan, mengingat EVA memberikan pertimbangan atas harapan investor terhadap investasi mereka. Pengembalian dari suatu investasi, baru akan berarti apabila besarnya pengembalian tersebut melebihi biaya modal yang dikeluarkan untuk mewujudkan investasi tersebut. EVA diukur dengan cara sebagai berikut: EVA = Net profit Capital charge Capital charge = Cost of capital X Capital employed Capital = total assets non interest bearing debt, at the beginning of the year Cost of capital =( cost of equity X proportion of equity) + ( cost of debt(1-tax rate) X proportion of debt in the capital) Cara lain EVA = Capital employed (ROI Cost of capital)

Untuk melihat apakah dalam perusahaan telah terjadi EVA atau tidak, dapat ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Widayanto(1994)sebagai berikut: 1 EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bungan. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. 2. EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bungan. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. 3 EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan pemegang saham.

You might also like