You are on page 1of 38

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Kinerja 2.1.

1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins (2002), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Triffin dan MacCormick (1979), kinerja individu berhubungan dengan individual variable dan situational variable. Perbedaan individu akan menghasilkan kinerja yang berbeda pula. Individual variable adalah variabel yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan, misalnya kemampuan, kepentingan, dan kebutuhan-kebutuhan tertentu. Sedangkan situational variable adalah variabel yang bersumber dari situasi pekerjaan yang lebih luas (lingkungan organisasi), misalnya pelaksanaan supervisi, karakteristik pekerjaan, hubungan dengan sekerja dan pemberian imbalan. Sementara kinerja menurut Mangkunegara (2002), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja

Universitas Sumatera Utara

merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan. 2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). a. Faktor Kemampuan (ability). Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatnnya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan. b. Faktor Motivasi (motivation). Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi. Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et.al. (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu: 1 Variabel individual, terdiri dari: (a) kemampuan dan keterampilan, (b) latar belakang (c) demografis. 2. Variabel Organisasional, terdiri dari: (a) sumber daya, (b) kepemimpinan, (c) imbalan, (d) struktur, dan (e) desain pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: (a) persepsi, (b) sikap, (c) kepribadian, (d) belajar, (e) motivasi Davis (1996), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Sedangkan Robbin (2002), menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas dan sebagainya. 2.1.3 Penilaian Kinerja Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Sedangkan menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan

Universitas Sumatera Utara

proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas. Rivai (2005), mengemukakan pada dasarnya ada 2 (dua) model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu (a) Skala Peringkat (Rating Scale) Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. (b) Daftar Pertanyaan (Checklist) Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

Universitas Sumatera Utara

(d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. (e) Metode Catatan Prestasi Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. (f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS) Penggunaan metode ini menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja 2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat 3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas. (g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method) Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal

karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. (h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

Universitas Sumatera Utara

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. 2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal) Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersamasama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang. c. Penilaian dengan Psikolog Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia. Sedangkan Werther dan Davis (1996), menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan obyektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian kinerja atau prestasi kerja sebagai berikut: 1. Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan. 2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan.

Universitas Sumatera Utara

3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja. 4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan 2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Simamora (2004), tujuan penilaian kinerja digolongkan kedalam tujuan evaluasi dan tujuan pengembangan. a. Tujuan Evaluasi. Melalui pendekatan evaluatif, dilakukan penilaian kinerja masa lalu seorang karyawan. Evaluasi yang digunakan untuk menilai kinerja adalah rating deskriptif. Hasil evaluasi digunakan sebagai data dalam mengambil keputusan-keputusan mengenai promosi dan kompensasi sebagai penghargaan atas peningkatan kinerja karyawan. b. Tujuan Pengembangan. Pendekatan pengembangan diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan di masa yang akan datang. Aspek pengembangan dari penilaian kinerja mendorong perbaikan karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. 2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.

Universitas Sumatera Utara

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan. 2.1.6 Kinerja Perawat Pelaksana Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan atau sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya (Nursalam, 2007). Praktik keperawatan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Otonomi dalam bekerja b. Bertanggung jawab dan bertanggung gugat c. Pengambilan keputusan yang mandiri d. Kolaborasi dengan disiplin ilmu lain e. Pemberian Pembelaan (advocacy) f. Memfasilitasi kepentingan pasien Terbentuknya keperawatan sebagai suatu bidang profesi dapat terus dikembangkan dan terintegrasi sepenuhnya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan di ruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan kode etik profesi keperawatannya (Nursalam, 2007). 2.2 Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengertian Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang status kesehatan klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat. Konsorsium ilmu kesehatan kelompok kerja keperawatan (1992), mendefinisikan asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung di berikan pada klien, pada bagian tatanan pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menyusun perencanaan, implementasi, dan evaluasi hasil-hasil tindakan klien. 2.2.2 Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Menurut Nursalam (2007), dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien (klien), digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : (1) Pengkajian, (2) Diagnosis keperawatan, (3) Perencanan, (4) Implementasi, (5) Evaluasi. 1. Pengkajian Asuhan Keperawatan Pegkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan (Gaffar, 1999). Data dikumpulkan dan di organisir secara

Universitas Sumatera Utara

sistematis, serta dianalisa untuk menentukan masalah keperawatan pasien. Data pada pengkajian diperoleh melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, pemeriksaan riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, maupun pemeriksaan diagnostik lain. Kriteria pengkajian keperawatan, meliputi (Nursalam, 2007): a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, serta dari pemeriksaan penunjang. b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi : i. Status kesehatan klien masa lalu.

ii. Status kesehatan klien saat ini. iii. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual. iv. v. vi. Respon terhadap terapi. Harapan terhadap tingkat kesehatan. Risiko-risiko tinggi masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur LARB (lengkap, akurat, relevan, dan baru). 2. Diagnosa Asuhan Keperawatan Diagnosa asuhan keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial serta penyebabnya (Gaffar, 1999). Tahap diagnosa ini adalah tahap pengambilan keputusan pada proses keperawatan,

Universitas Sumatera Utara

yang meliputi identifikasi apakah masalah klien dapat dihilangkan, dikurangi atau dirubah masalahnya melalui tindakan keperawatan. Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi : a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosis keperawatan. b. Diagnosis keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab. c. Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosis keperawatan. d. Melakukan pengkajian ulang, dan merevisi diagnosis berdasarkan data terbaru. 3. Rencana Asuhan Keperawatan Setelah merumuskan diagnosa asuhan keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999). Perawat membuat rencana tindakan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi: a. Perencanaan terdiri atas penerapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan. b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien.

Universitas Sumatera Utara

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan. 4. Pelaksanaan (Implementasi) Asuhan Keperawatan Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007), kriteria proses meliputi : a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain. c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien. d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan. e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien. 5. Evaluasi Asuhan Keperawatan Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses keperawtan yaitu terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas adata, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan intervesi keperawatan (Gaffar, 1999). Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan (Nursalam, 2007). kriteria proses meliputi : a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus. b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan.

Universitas Sumatera Utara

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat. d. Bekerjasama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan. e. Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan. Adapun macam-macam evaluasi diantaranya : a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat itu. b. Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan. 2.3 Teori Tentang Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi Hasibuan (2005), motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Sperling dalam Mangkunegara (2002), mengemukakan bahwa motivasi sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri dan terbentuk dari sikap seorang

Universitas Sumatera Utara

pegawai dalam menghadapi situasi kerja yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Gibson et.al (1996), menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul pada atau di dalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Oleh karena itu, motivasi dapat berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara wajar. Menurut Nawawi (2003), kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2001), motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau diperbuat karena takut akan sesuatu. Misalnya ingin naik pangkat atau naik gaji, maka perbuatannya akan menunjang pencapaian keinginan tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi tidak ada jika tidak dirasakan adanya kebutuhan dan kepuasan serta keseimbangan. Rangsangan terhadap hal dimaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dari dalam diri petugas yang perlu dipenuhi agar petugas tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan petugas agar mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Teori Motivasi Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson et.al. (1996), secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori : 1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas. 2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. Lebih lanjut Gibson et.al. (1996), mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut : 1. Teori kepuasan terdiri dari : a. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow b. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg c. Teori ERG (Existence, Relatednes, Growth) dari Alderfer d. Teori prestasi dari McClelland 2. Teori Proses terdiri dari : a. Teori harapan b. Teori pembentukan perilaku c. Teori keadilan Penjelasan uraian tentang motivasi yang dikemukakan di atas sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Lebih jelas berikut ini dipaparkan teori tentang motivasi yang dikemukakan di atas sebagai berikut : a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow Hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah disebabkan adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi yang disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya itu manusia bekerja sama dengan orang lain dengan memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi pegawai. Maslow mengemukan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya : a). Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan paling dasar) b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan. d). Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol, promosi. e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002).

Universitas Sumatera Utara

b. Teori Dua Faktor dari Herzberg. Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002). Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang

Universitas Sumatera Utara

diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Siagian, 2003). Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002). Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka. Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik pun dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi, (Grensing dalam Timpe, 2002). c. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu: a).Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan). b).Relatednes (keterhubungan); Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi

Universitas Sumatera Utara

(kebutuhan sosial dan penghargaan). c).Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan pribadi (kebutuhan aktualisasi diri). d. Teori Kebutuhan dari McClelland Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan (2005). a). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. b). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power ) Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya. c). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja

Universitas Sumatera Utara

seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta. e. Teori Harapan (Expectancy Theory) Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orangorang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat. f. Teori Pembentukan Perilaku (Operant Conditioning) Teori ini berasumsi bahwa prilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan kearah aktivitas pencapaian tujuan. Teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti : behavioral modification, positive reinforcement dan skinerian conditioning. Menurut teori pembentukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadiankejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

g. Teori Keadilan (Equity Theory) Menurut Davis (2004), keadilan adalah suatu keadaan yang muncul dalam pikiran seseorang jika orang tersebut merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang. Teori motivasi keadilan ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya apabila pegawai tersebut diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan seperti menurunkan prestasi, mogok, malas dan sebagainya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Mengenai pengertian motivasi banyak macam rumusan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain oleh Mitchell (dalam Winardi, 2001) yang menjelaskan motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan kearah tujuan tertentu. Robbins (2002), memberi definisi motivasi sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Sementara Gibson et al (1996) menyebutkan motivasi merupakan kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku.

Universitas Sumatera Utara

Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan kesediannya yang tinggi untuk berupaya mencapai tujuan organisasi yang dipengaruhi kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan individu. Berdasarkan pembahasan tentang berbagai teori motivasi dan kebutuhankebutuhan yang mendorong manusia melakukan tingkah laku dan pekerjaan, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan. Teori motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi dua arah yang dikemukakan Herzberg. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang

dikembangkan Herzberg berlaku mikro, yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan yang hubungannya antara kebutuhan dengan performa pekerjaan. 2.3.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Motivasi Faktor motivasi dibedakan menjadi dua, yang pertama dinamakan situasi motivasi yang subjective atau faktor intrinsik dan yang kedua adalah faktor objective atau faktor ekstrinsik. Faktor-faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari individu petugas dengan pekerjaannya yang sering disebut pula sebagai job content factor. Faktor tersebut diantaranya meliputi keberhasilan dalam melaksanakan tugas, memperoleh pengakuan atas prestasinya, memperoleh tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh kemajuan kedudukan melalui promosi jabatan. Sejauh mana semuanya

Universitas Sumatera Utara

itu dapat terpenuhi secara positif bagi petugas, maka sejauh itu pula dorongan/daya motivasinya untuk bekerja bagi tercapainya tujuan organisasi. Gibson et.al. (1996), menyatakan penting diketahui bahwa manusia termotivasi untuk bekerja dengan bergairah ataupun bersemangat tinggi, apabila ia memiliki keyakinan akan terpenuhinya harapan-harapan yang didambakan serta tingkat manfaat yang akan diperolehnya. Motivasi yang timbul karena adanya usahausaha yang secara sadar dari manusia dan dilakukan untuk menimbulkan daya/kekuatan/dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (perilaku) bagi tercapainya tujuan organisasi ditempat bekerja. Faktor-faktor tersebut meliputi upah atau gaji yang meningkat, adanya atasan atau pimpinan yang bijak, hubungan rekan sekerja yang baik, kebijaksanaan organisasi/instansi yang tepat, lingkungan kerja fisik yang baik dan terjaminnya keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi terpenuhinya akan harapan-harapan dan hasil kongkrit yang akan diperolehnya, maka semakin tinggi pula motivasi positif yang akan ditunjukkan olehnya. Faktor-faktor motivasi dua faktor Herzberg dalam Hasibuan (2005), yang disebut faktor intrinsik meliputi : 1) Tanggung jawab (Responsibility). Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

Universitas Sumatera Utara

2) Prestasi yang diraih (Achievement) Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya. 3) Pengakuan orang lain (Recognition) Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi. 4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self) Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi. 5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth) Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja. 6) Kemajuan (Advancement) Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya

Universitas Sumatera Utara

promosi kejenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik. Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain : 1). Gaji Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. 2). Keamanan dan keselamatan kerja Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja. 3). Kondisi kerja Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari. 4). Hubungan kerja Untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan.

Universitas Sumatera Utara

5). Prosedur perusahaan Keadilan dan kebijakasanaan dalam menghadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja. 6). Status Merupakan posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja memengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya. 2.3.4 Manfaat Motivasi Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang melakukannya. Orang pun akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan.

Universitas Sumatera Utara

Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan Tanjung, 2003).

2.4 Perawat Tenaga keperawatan salah satu sumber daya manusia di rumah sakit yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini wajar mengingat perawat adalah bagian dari tenaga paramedik yang memberikan perawatan kepada pasien secara langsung. Sehingga pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat. Perawat merupakan sub komponen dari sumber daya manusia khusus tenaga kesehatan yang ikut menentukan mutu pelayanan kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang menjadi bagian dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pelayanan, perawat selalu mengadakan interaksi dengan pasien, keluarga, tim kesehatan dan lingkungannya dimana pelayanan tersebut dilaksanakan. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang paramedis, menyatakan bahwa profesi keperawatan merupakan profesi tersendiri yang setara dan sebagai mitra dari disiplin profesi kesehatan lainnya. Masyarakat dewasa ini sudah mulai memerhatikan pemberi jasa pelayanan kesehatan termasuk tenaga perawat yang merupakan penghubung utama antara masyarakat dengan pihak pelayanan secara menyeluruh. Bahkan menurut Nash et.al yang dikutip oleh Swisnawati (1997), melaporkan

Universitas Sumatera Utara

penelitian yang dilakukan oleh ANA (American Nurses Association) bahwa 60 % sampai 80 % pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan profesional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama. 2.4.1 Definisi Perawat Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut (Priharjo, 1995). Perawat adalah karyawan rumah sakit yang mempunyai dua tugas, yaitu merawat pasien dan mengatur bangsal (Hadjam, 2001). Gunarsa dan Gunarsa (1995), menyatakan bahwa perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakannya sendiri atau dibawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala. Lokakarya Keperawatan Nasional (1983), mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai manusia. Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga,

Universitas Sumatera Utara

kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004). Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perawat adalah orang yang memberikan pelayanan dalam mengasuh, merawat dan menyembuhkan pasien. Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima maka seorang perawat harus peka dalam memahami alur pikiran dan perasaan pasien serta bersedia mendengarkan keluhan pasien tentang penyakitnya. Dengan demikian perawat dapat mengerti bahwa apa yang dikeluhkan merupakan kondisi yang sebenarnya, sehingga respon yang diberikan terasa tepat dan benar bagi pasien. Seorang perawat sangat besar

peranannya dalam mengurangi buruknya kondisi psikologis pasien yang muncul sebagai akibat penyakit yang dideritanya seperti cemas, takut, stress sampai depresi. Dalam hal ini perawat berperan dalam menciptakan suasana psikologis yang kondusif bagi usaha penyembuhan yang optimal yaitu dengan memberikan pelayanan prima (Taylor, 1995). 2.4.2 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Keperawatan 1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan A. Perencanaan 1. Menunjuk perawat primer dan mendeskripsikan tugasnya masing-masing. 2. Mengikuti serah terima pasien di-shift sebelumnya. 3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien yang dibantu perawat primer. 4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer.

Universitas Sumatera Utara

5. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan. 6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap klien. 7. Mengatur dan mengendalikan Askep a. Membimbing pelaksanaan Askep. b. Membimbing penerapan proses keperawatan. c. Menilai Asuhan Keperawatan. d. Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah. e. Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk. 8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri. 9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan. 10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit. B. Pengorganisasian 1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan. 2. Merumuskan tujuan metode penugasan. 3. Membuat rincian tugas perawat primer dan perawat pelaksana secara jelas. 4. Membuat rencana kendali kepala ruangan yang membawahkan 2 perawat primer dan perawat primer yang membawahkan 2 perawat pelaksana. 5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain. 6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.

Universitas Sumatera Utara

7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik. 8. Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat kepada perawat primer. 9. Mengetahui kondisi klien dan menilai tingkat kebutuhan pasien. 10. Mengembangkan kemampuan anggota. 11. Menyelenggarakan konferensi. C. Pengarahan 1. Memberikan pengarahan tentang penugasan kepada perawat primer. 2. Memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik. 3. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan Askep klien. 5. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. 6. Meningkatkan kolaborasi. D. Pengawasan 1. Melalui komunikasi Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai Askep yang diberikan kepada klien. 2. Melalui supervisi a. Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki / mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat ini.

Universitas Sumatera Utara

b. Pengawasan tidak langsung, yaitu : mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan, serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan dari perawat primer. 3. Evaluasi a. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana

keperawatan yang telah disusun bersama. b. Audit keperawatan. 2. Tugas Perawat Primer / Profesional a. Menerima klien dan mengkaji kebutuhan klien secara komprehensif. b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan. c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktik. d. Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain. e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai. f. Menerima dan menyesuaikan rencana. g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial dan kontak dengan lembaga sosial di masyarakat. h. Membuat jadwal perjanjian klinik. i. Mengadakan kunjungan rumah.

Universitas Sumatera Utara

3. Perawat Pelaksana Seorang perawat yang diberi wewenang dan ditugaskan untuk memberikan pelayanan perawatan langsung kepada pasien. Adapun rraian tugas perawat pelaksana : a. Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan dengan sentuhan kasih sayang : 1. Menyusun rencana perawatan sesuai dengan masalah klien. 2. Melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana. 3. Mengevaluasi tindakan perawatan yang telah diberikan. 4. Mencatat atau melaporkan semua tindakan perawatan dan respons klien pada catatan perawatan. b. Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab 1. Pemeriksaan obat. 2. Pemeriksaan laboratorium. 3. Persiapan klien yang akan operasi. c. Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik,mental,sosial dan spritual dari klien 1. Memelihara kebersihan klien dan lingkungan. 2. Mengurangi penderitaan klien dengan memberi rasa aman, nyaman, dan ketenangan. 3. Pendekatan dan komunikasi terapeutik. d. Mempersiapkan klien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan keperawatan dan pengobatan atau diagnosis. e. Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya.

Universitas Sumatera Utara

f. Memberikan pertolongan segera pada klien gawat atau sakratul maut. g. Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara administrasi 1. Menyiapkan data klien baru, pulang, atau meninggal. 2. Sensus harian atau formulir. 3. Rujukan harian atau formulir. h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada di ruangan menurut fungsinya supaya siap pakai. i.. Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan, kenyamanan, dan keindahan ruangan. j. Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam, atau hari libur secara bergantian sesuai jadwal tugas. k. Memberikan penyuluhan kesehatan sehubungan dengan penyakitnya. l. Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klien baik secara lisan maupun tulisan. m. Membuat laporan harian klien.

2.5 Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Universitas Sumatera Utara

Untuk dapat menyelenggarakan upayaupaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari : 1. Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis. 2. Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan. 3. Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti : pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lain-lain. 4. Pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan administrasi antara lain salah satunya adalah bidang ketatausahaan seperti pendaftaran, rekam medis, dan kerumahtanggaan, sedangkan bidang keuangan seperti proses pembayaran biaya rawat jalan dan rawat inap pasien. Sesuai dengan Depkes RI (1992), berdasarkan pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Klas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas.

Universitas Sumatera Utara

2. Rumah Sakit Umum Klas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas. 3. Rumah Sakit Umum Klas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. 4. Rumah Sakit Umum Klas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. 2.6 Landasan Teori Kinerja secara teoritis dalam penelitian ini mengacu kepada teori Werther dan Davis (1996), yaitu variabel (a) Peformance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan, (b) competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan, (c) job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalitas yang mendukung peningkatan prestasi kerja, dan (d) potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan, penggunan teori ini lebih releavn dengan kondisi riil lapangan. Kinerja perawat dalam penelitian ini mengacu kepada asuhan keperawatan sesuai dengan tupoksi perawat. Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian mengacu kepada teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), meliputi motivasi intrinsik: a) Tanggung jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) pekerjaan itu sendiri, e) kemungkinan pengembangan, f) kemajuan. Sedangkan motivasi ektstrinsik meliputi: a) gaji, b) keamanan dan keselamatan kerja, c) kondisi kerja, d) hubungan

Universitas Sumatera Utara

kerja, e) prosedur perusahaan dan f) status. Adapun landasan teori dirangkum seperti pada Gambar 2.1. berikut:
Motivasi Intrinsik a. b. c. d. e. f. Tanggung jawab Prestasi yang diraih Pengakuan orang lain Pekerjaan itu sendiri Kemungkinan Pengembangan Kemajuan Ekstrinsik a. b. c. d. e. f. Gaji Keamanan dan keselamatan kerja Kondisi kerja Hubungan kerja Prosedur perusahaan. Status a. b. c. d.

Kinerja Performance Competency Job behavior Potency

Gambar 2.1 Landasan Teori


Sumber : Herzberg dalam Hasibuan (2005), Werther dan Davis (1996)

2.7 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini dengan model sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Variabel independen (X)

Variabel dependen (Y)

Motivasi Intrinsik (X1)

Kinerja Perawat Pelaksana

Motivasi Ekstrinsik (X2)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

You might also like