You are on page 1of 18

PENELITIAN KUALITATIF

Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau geja1a yang bersifat alami. Mengingat orientasinya demikian, maka sifatnya mendasar dan naturalistis atau bersifat kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboratorium, melainkan di lapangan. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini sering disebut dengan, naturalistic inquiry, atau field study. Landasan berpikir dalam penelitian kualitatif adalah pemikiran Max Weber (1997) yang menyatakan bahwa pokok penelitian sosiologi bukan gejala-gejala sosial, tetapi pada makna-makna yang terdapat di balik tindakan-tindakan perorangan yang mendorong terwujudnya gejala-gejala sosial tersebut. Oleh karena itu metoda yang utama dalam sosiologi dari Max Weber adalah verstehen atau pemahaman (jadi bukan erklaren atau penjelasan). Agar dapat memahami makna yang ada dalam suatu gejala sosial, maka seorang peneliti harus dapat berperan sebagai pelaku yang ditelitinya, dan harus dapat memahami para pelaku yang ditelitinya agar dapat mencapai tingkat pemahaman yang sempurna mengenai makna-makna yang terwujud dalam gejala-gejala sosial yang diamatinya (Suparlan, 1997:95). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang ada dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi, mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya?. Jadi riset kualitatif adalah berbasis pada konsep going exploring yang melibatkan in-depth and case-oriented study atas sejumlah kasus atau kasus tunggal (Finlay 2006). Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami (understandable) dan kalau memungkinan (sesuai modelnya) dapat menghasilkan hipotesis baru.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 1

1. PARADIGMA PENELITIAN
Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir yang menjelaskan cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan juga perlakuan peneliti terhadap ilmu dan teori. Paradigma juga mampu menjelaskan bagaimana peneliti memahami suatu masalah, serta kriteria pengujian sebagai landasan untuk menjawab penelitian (Guba & Lincoln, 1988:89-115). Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yang digunakan dalam penelitian dan cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990). Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970). Guba & Lincoln (1994:17-30) juga menyusun beberapa paradigma dalam teori ilmu komunikasi. Paradigma yang dikemukakan itu terdiri dari paradigma positivistik, paradigma pospositivistik, paradigma kritis, dan paradigma konstruktivisme. Beberapa ahli metodologi dalam bidang ilmu sosial berpendapat bahwa paradigma positivistik dan pospositivistik merupakan kesatuan paradigma, yang sering disebut dengan paradigma klasik. Implikasi metodologis dan teknis dari dua paradigma tersebut, dalam prakteknya, tidak punya banyak perbedaan. Adanya konstelasi paradigma di atas maka teori dan penelitian biasa dikelompokkan dalam tiga paradigma utama, yaitu paradigma klasik, paradigma kritis dan paradigma konstruktivisme. Apabila terjadi tiga pembedaan paradigma dalam ilmu sosial, maka terjadi perbedaan pemahaman terhadap paradigma itu sendiri.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 2

Perbedaan antara ketiga paradigma ini juga dapat dibahas dari 4 (empat) dimensi. Keempat dimensi tersebut adalah dimensi epistemologis, dimensi ontologis, dimensi metodologis, serta dimensi aksiologis. Dimensi epistemologis berkaitan dengan asumsi mengenai hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam proses memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti. Seluruhnya berkaitan dengan teori pengetahuan (theory of knowledge) yang melekat dalam perspektif teori dan metodologi. Dimensi ontologis berhubungan dengan asumsi mengenai objek atau realitas sosial yang diteliti. Dimensi metodologis mencakup asumsi-asumsi mengenai bagaimana cara memperoleh pengetahuan mengenai suatu obyek pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologis berkaitan dengan posisi value judgments, etika serta pilihan moral peneliti dalam suau penelitian. Paper ini menjelaskan tentang tentang penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif serta paradigma yang lazim dipergunakan dalam penelitian, antara lain paradigma Positivistik, post-positivistik, kritik, dan konstruktivis. Penelitian kualitatif merupakan mengandung paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistic, kompleks dan rinci. 1.1. Positivistik Sebagai pendoman dalam melakukan suatu penelitian, peneliti memiliki beberapa pilihan paradigma yang dapat dipergunakan, tetapi banyak peneliti yang lebih tertarik pada paradigma lama atau klasik yang sering disebut paradigma positivistik. Paradigma positivistik pertama sekali diperkenalkan oleh Claud Henry Saint Simon(1760-1825) dan dilanjutkan oleh Auguste Comte (1789-1857). Penelitian kualitatif jenis pertama ini menggunakan paradigma positivisme. Kriteria

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 3

kebenaran menggunakan ukuran frekwensi tinggi. Data yang terkumpul bersifat kuantitatif kemudian dibuat kategorisasi baik dalam bentuk tabel, diagram maupun grafik. Hasil kategorisasi tersebut kemudian dideskripsikan, ditafsirkan dari berbagai aspek, baik dari segi latar belakang, karakteristik dan sebagainya. Dengan kata lain data yang bersifat kuantitatif ditafsirkan dan dimaknai lebih lanjut secara kualitatif. Penelitian di jenjang pendidikan strata satu (S1) istilah penelitian kualitatif lebih banyak menunjuk pada pengertian jenis pertama ini. Beberapa peneliti menyebut dengan istilah penelitian deskriptif kualitatif. Paradigma positivis. Secara ringkas adalah pendekatan yang diadopsi dari ilmu alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan penggunaan alat-alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara objektif. Pendekatan ini berangkat dari keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan data-data yang terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan dikombinasikan dengan statistik dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif (Neuman 2003). Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan hubungan di antara variabel-variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat. Bagi positivisme, ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan suatu dasar logika ilmu yang sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua bidang ilmu tersebut harus menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan mencari jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi hal- hal yang bersifat berulang-ulang dalam aturan maupun urutan tertentu sehingga dapat dicari hukum sebab akibatnya. Dengan demikian, teori dalam pemahaman ini terbentuk dari seperangkat hukum universal yang berlaku. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menemukan hukum-hukum tersebut. Dalam pendekatan ini, seorang peneliti memulai dengan sebuah hubungan sebab akibat umum yang diperoleh dari teori umum. Kemudian, menggunakan idenya untuk memperbaiki penjelasan tentang hubungan tersebut dalam konteks yang lebih khusus

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 4

1.2. Post-Positivistime Pada filsafat postpositivisme kebenaran didasarkan pada esensi (sesuai dengan hakekat obyek) dan kebenarannya bersifat holistik. Pengertian fakta maupun data dalam filsafat positivisme dan postpossitivisme juga memiliki cakupan yang berbeda. Dalam postivisme fakta dan data terbatas pada sesuatu yang empiri sensual (teramati secara indrawi), sedangkan dalam postpositivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa yang ada di balik yang empiri sensual (fenomena dan nomena). Menurut istilah Noeng Muhadjir (2000: 23) positivisme menganalisis berdasar data empirik sensual, postpositivisme mencari makna di balik yang empiri sensual. Karakteristik utama penelitian kualitatif dalam paradigma postpositivisme adalah pencarian makna di balik data (Noeng Muhadjir. 2000: 79). Salim (2001:40) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori Selanjutnya dijelaskan secara epistomologis hubungan antara pengamat atau peneliti dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, tidak seperti yang diusulkan aliran Positivisme. Aliran ini menyatakan suatu hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek secara langsung. Oleh karena itu, hubungan antara pengamat dengan objek harus bersifat interaktif, dengan catatan

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 5

bahwa pengamat harus bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat subjektivitas dapat dikurangi secara minimal (Salim, 2001:40). Dari pandangan Guba maupun Salim yang juga mengacu pandangan Guba, Denzin dan Lincoln dapat disimpulkan bahwa Postpositivisme adalah aliran yang ingin memperbaiki kelemahan pada Positivisme. Satu sisi Postpositivisme sependapat dengan Positivisme bahwa realitas itu memang nyata ada sesuai hukum alam. Tetapi pada sisi lain Postpositivisme berpendapat manusia tidak mungkin mendapatkan kebenaran dari realitas apabila peneliti membuat jarak dengan realitas atau tidak terlibat secara langsung dengan realitas. Hubungan antara peneliti dengan realitas harus bersifat interaktif, untuk itu perlu menggunakan prinsip trianggulasi yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, data, dan lain-lain. Penelitian kualitatif dalam aliran postpositivisme dibedakan menjadi dua yaitu penelitian kualitatif dalam paradigma phenomenologi dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa. Penelitian kualitatif dalam paradigma

phenomenologi bertujuan mencari esensi makna di balik fenomena, sedangkan dalam paradigma bahasa bertujuan mencari makna kata maupun makna kalimat serta makna tertentu yang terkandung dalam sebuah karya sastra 1.3.Teori Kritis Teori kritis, dimulai dengan tulisan Karl Marx, sebagai starting point bagi perspektif sangat kritis pada teori ini. Secara garis besar teori kritis mempunyai suatu pengaruh yang substantial pada penelitian sosial, dan bidang komunikasi, terutama, Frankfurt School (Mazhab Frankfurt). Gambaran secara historis ini, kita melihat pula aspek-aspek teori kritis yang dalam kajian komunikasi dan

dikaitkan penelitian sosial. Akar historis Paradigma/perspektik kritis. Pembahasan idealisme Jerman dan pengaruh yang dimilikinya terhadap penelitian ilmu sosial. Tradisi ini, ditemukan oleh Immanuel Kant, kemanusiaan bersifat melawan proses-proses interpretif yang terpusat untuk pemahaman kita mengenai dunia sosial. Pengaruh Marxisme.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 6

Karl Marx (1818-1883) mempunyai suatu jarak lebar kehidupan-intelektual dan telah menjadi, tentu saja pengaruh yang mendalam dalam bermacam-macam sikap politik dan arena-arena akademis. Permulaan Marx dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Hegel mengenai ketegangan antara pengalaman subyektif internal dan dunia eksternal serta

melalui kealamian sejarah pada ketegangan itu. Marx percaya bahwa dunia eksternal mempunyai salah satu yang secara kemanusiaan diciptakan dan kemudian melakukan abstraksi keberadaan yang substansial dan dibuat untuk merasakan keobyektifan dan sifat eksternal bagi individu secara subyektif.

Marx, secara khusus memulainya dari asumsi pengasingan manusia. Dia melihat masyarakat saat itu sebagai mendominasi pengalaman manusia; penciptaanpenciptaan sosial diobyektifikasi yang direfleksikan kembali manusia sebagai suatu penguatan pengasingan, yang mendominasi keberadaan esensinya dan kealamian. Marx menyatakan bahwa kondisi-kondisi ekonomi pada masyarakat kapitalis ditandai oleh pembedaan kelas diantara kaum borjuis (yakni, siapa yang mengontrol corak-corak dan memaknai produksi) dan kaum proletar (yakni, siapa yang dipakai dalam produksi untuk mendapatkan upah).Tulisan awal dan akhir Marx mengembangkan tinjauan pada hubungan diantara individu dan masyarakat. Sekolah Frankfurt. Teori kritis adalah anak dari aliran besar filsafat

berinspirasi Marx yang paling jauh meninggalkan Marx. Mereka juga disebut Aliran Frankfurt, karena mereka semula berada pada Institute fur Sozialforchung di frankfur, Main di Jerman. Cara pemikiran Aliran Frankfurt mereka sebut sendiri Teori Kritik Masyarakat (Teori Kritis). Maksud teori ini ialah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknorat modern. Di buku yang berbeda Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa paradigma kritis yang diinspirasikan dari teori kritis tidak bisa melepaskan diri dari warisan Marxisme dalam seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 7

salah satu aliran ilmu sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels (Denzin, 2000: 279-280). Pengaruh idea marxisme - neo marxisme dan teori kritis mempengaruhi filsafat pengetahuan dari paradigma kritis. Asumsi realitas yang dikemukakan oleh paradigma adalah asumsi realitas yang tidak netral namun dipengaruhi dan terikat oleh nilai serta kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Oleh sebab itu, proyek utama dari paradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang ditindas. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis memcoba membedah realitas dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis tentang teks media. Ada beberapa karakteristik utama dalam seluruh filsafat pengetahuan paradigma kritis yang bisa dilihat secara jelas. Ciri pertama adalah ciri pemahaman paradigma kritis tentang realitas. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46). Ciri kedua adalah ciri tujuan penelitian paradigma kritis. Karakteristik menyolok dari tujuan paradigma kritis ada dan eksis adalah paradigma yang mengambil sikap untuk memberikan kritik, transformasi sosial, proses emansipasi dan penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengubah dunia yang tidak seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti dalam paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial yang nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186). Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 8

dengan objek yang diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan dalam situasi bahwa ini menjadi aktivis, pembela atau aktor intelektual di balik proses transformasi sosial. Dari proses tersebut, dapat dikatakan bahwa etika dan pilihan moral bahkan suatu keberpihakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari analisis penelitian yang dibuat. Karakteristik keempat dari paradigma kritis adalah pendasaran diri paradigma kritis mengenai cara dan metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti ada proses dialogal dalam seluruh penelitian kritis. Dialog kritis ini digunakan untuk melihat secara lebih dalam kenyataan sosial yang telah, sedang dan akan terjadi. Dengan demikian, karakteristik keempat ini menempatkan penafsiran sosial peneliti untuk melihat bentuk representasi dalam setiap gejala, dalam hal ini media massa berikut teks yang diproduksinya. Maka, dalam paradigma kritis, penelitian yang bersangkutan tidak bisa menghindari unsur subjektivitas peneliti, dan hal ini bisa membuat perbedaan penafsiran gejala sosial dari peneliti lainnya (Newman, 2000:63-87). Dalam konteks karakteristik yang keempat ini, penelitian paradigma kritis mengutamakan juga analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam seluruh kejadian sosial yang ada (Denzin, 2000:170).

1.4.Kontruktivis Paradigma/Perspektif kontruktivis merupakan antitesis dari paham

pengamatan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paham ini menyatakan bahwa positivistime dan post-positivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkap realitas dunia, kedua paham ini harus ditinggalkan dan diganti dengan konstruktif (Denzin dan Guba. 2001: 41).

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 9

Secara metodologi, pendekatan yang digunakan konstruktivisme adalah hermeneutik dan dialektikal. Hermeneutik berarti makna (meaning) merupakan sesuatu yang tersembunyi dalam pikiran dan harus diekstraksi ke permukaan melalui refleksi yang mendalam. Kegiatan refleksi ini distimulasi oleh dialog (pendekatan dialektikal) antara pencari informasi (peneliti) dengan responden. Peneliti dan responden bersama-sama menyusun (co-construct) temuan dari dialog interaktif dan interpretasi mereka dari dialog tersebut. Ide mengenai konstruktivisme telah muncul sejak abad ke-5 sebelum masehi baik di Timur, oleh Budha Gautama (560477 SM), maupun di Barat oleh Heraklitus (535-474 SM). Sejak itu, pandangan konstruktivisme tidak banyak berkembang hingga dituliskan ulang oleh Giambattista Vico (16681774) pada abad ke-17. Immanuel Kant (1724-1804) dipandang banyak ahli sebagai peletak ide utama mengenai konstruktivisme. Kant dalam Critique of Pure Reason menjelaskan pikiran (mind) sebagai organisme yang tidak henti-hentinya mentransformasikan ketidakaturan (chaos) menjadi keteraturan (order). Kant membedakan proses penyerapan informasi oleh indera (sensasi) dengan pemaknaan personal informasi tersebut oleh individu (persepsi). Karenanya, berbagai informasi yang diperoleh individu dari luar bisa saja ditangkap oleh indera yang sama, namun diorganisir dan dimaknai berbeda-beda oleh tiap individu, tergantung pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Selanjutnya, konstruktivisme lebih dikenal dalam dunia belajar (learning) dengan dua tokoh utamanya, Jean Piaget (1896-1980) dan Lev Vygotsky (1896 1934). Piaget mengembangkan teori mengenai perkembangan anak dan kaitannya sebagai belajar. Menurut Piaget, terdapat dua proses utama, yakni asimilasi dan akomodasi yang terjadi ketika individu berhadapan dengan informasi baru. Individu menggunakan dua proses tersebut untuk membangun pengetahuan dan pemahaman. Pada asimilasi, individu mengumpulkan dan mengklasifikasi informasi baru. Informasi baru tersebut kemudian diserap (assimilated), jika tidak kontradiktif dengan informasi yang telah ada sebelumnya. Misalnya, ketika seseorang melihat kendaraan dengan dua roda dan tanpa motor penggerak, kendaraan tersebut akan diklasifikasi sebagai sepeda. Jika informasi baru yang

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 10

diperoleh kontradiktif dengan informasi yang telah disusun sebelumnya, misalnya individu menjumpai kendaraan dengan tiga roda dan tanpa motor penggerak, mirip dengan sepeda- maka proses yang terjadi adalah akomodasi. Pada akomodasi, informasi baru yang kontradiktif diserap seiring berjalannya proses penyesuaian (adjustment). Misalnya saja bahwa terdapat juga sepeda dengan tiga roda, misalnya sepeda yang digunakan anak-anak berusia lima tahun ke bawah. Dua tahapan proses informasi tersebut menggambarkan paham konstruktivisme, di mana informasi tidak hanya diserap, namun juga disesuaikan dengan skema dan informasi yang telah ada sebelumnya. Seperti yang telah dijabarkan di atas, pendekatan konstruktivisme umumnya digunakan dalam penerapan teori belajar. Model belajar konstruktivis

menekankan bahwa belajar adalah sesuatu yang sangat individual. Tiap individu membangun versi unik dari realitas berdasarkan pengalaman sama, namun dimaknai berbeda tergantung pengalaman dan pengetahuan individu sebelumnya Secara ontologis, aliran ini menyatakan realitas itu ada dalam macam-macam konstruksi mental, berdasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik dan tergantung pada orang yang melakukannya. Karena itu, suatu realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang seperti yang dilakukan di kalangan positivistik atau post-positivistik. Menurut Linclon, perpektif kontruktivis muncul melalui proses cukup lama setelah sekian generasi ilmuwan berpegang teguh pada perspektif postivistik selama berabad-abad.

Awal perkembangannya, perspektif kontruktivis ini mengembangkan jumlah indikator: 1. penggunaan metode kualitatif dalam proses pengumpulan data dan analisis data;. 2. 3. 4. Mencari relevansi indikator memahami data lapangan. Teori lebih bersifat membumi. Kegiatan ilmu harus bersifat natural (apa adanya);.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 11

5. 6.

Pola-pola yang diteliti dan berisi kategori yang menjadi unit analisis. Penelitian bersifat partisipatif daripada mengontrol

Kontruktivis atau konstrukvisme secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-ann oleh Jesse Delia (dkk). Kontrukvisme berkaitann dengan penelitian komunikasi antarpersona sejak 1970-an

2. Implikasi paradigma, Teori dan Metode dalam Penelitian Kualitatif.

2.1.Implikasi Paradigma dalam Penelitian Ilmu pengetahuan merupakan suatu cabang studi yang berkaitan dengan penemuan dan pengorganisasian fakta-fakta, prinsip-prinsip, dan metoda-metoda. Dari sini dapat dipahami bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan, maka cabang studi itu haruslah memiliki unsur-unsur penemuan dan pengorganisasian, yang meliputi pengorganisasian fakta-fakta atau kenyataankenyataan, prinsip-prinsip serta metoda- metoda. Oleh Moleong prinsip-prinsip ini disebut sebagai aksioma-aksioma, yang menjadi dasar bagi para ilmuan dan peneliti di dalam mencari kebenaran melalui kegiatan penelitian. Dasar-dasar untuk melakukan kebenaran itu biasa disebut sebagai paradigma, yang oleh Bogdan dan Biklen dinyatakan sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Ada berbagai macam paradigma yang mendasari kegiatan penelitian ilmuilmu sosial. Paradigma-paradigma yang beragam tersebut tidak terlepas dari adanya dua tradisi intelektual Logico Empiricism dan Hermeneutika. Logico Empiricism, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang nyata atau faktual dan yang serba pasti. Sedangkan

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 12

Hermeneutika, merupakan tradisi intelektual yang mendasarkan diri pada sesuatu yang berada di balik sesuatu yang faktual, yang nyata atau yang terlihat. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha melihat kebenaran-kebenaran atau membenarkan kebenaran, namun di dalam melihat kebenaran tersebut, tidak selalu dapat dan cukup didapat dengan melihat sesuatu yang nyata, akan tetapi kadangkala perlu pula melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi, dan harus melacaknya lebih jauh ke balik sesuatu yang nyata tersebut. Pilihan terhadap tradisi mana yang akan ditempuh peneliti sangat ditentukan oleh tujuan dan jenis data yang akan ditelitinya. Oleh karena itu pemahaman terhadap paradigma ilmu pengetahuan sangatlah perlu dilakukan oleh para peneliti. Bagi kegiatan penelitian, paradigma tersebut berkedudukan sebagai landasan berpijak atau fondasi dalam melakukan proses penelitian selengkapnya.

2.2. Implikasi Teori dalam Penelitian Kualitatif Semua penelitian bersifat ilmiah,oleh karena itu semua peneliti harus berbekal teori. Dalam penelitian kuantitatif, teori yang di gunakan harus sudah jelas, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesi, dan sebagai referensi untuk menyusun instrument penelitian. Oleh karena itu apa yang akan dipakai. Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa oleh peneliti masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal peneliti kualitatif juga masih bersifat sementara,dan akan berkembang setelah peneliti mamasuki lapangan atau konteks social. Dalam kaitannya dengan teori, kalau dalam penelitian kualitatif itu bersifat menguji hipotesis atau teori,sedangkan dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 13

metode penelitian kualitatif berangkat dari lapangan dengan melihat fenomena atau gejala yang terjadi untuk selanjutnya menghasilkan atau mengembangkan teori. Jika dalam metode penelitian kuantitatif teori berwujud dalam bentuk hipotesis atau definisi sebagaimana dipaparkan pada halaman sebelumnya, maka dalam metode penelitian kualitatif teori berbentuk pola (pattern) atau generalisasi naturalistik (naturalistic generalization). Karena itu, pola dari suatu fenomena bisa dianggap sebagai sebuah teori. Kalau begitu apa fungsi teori dalam metode penelitian kualitatif? Teori dipakai sebagai bahan pisau analisis untuk memahami persoalan yang diteliti. Dengan teori, peneliti akan memperoleh inspirasi untuk bisa memaknai persoalan. Memang teori bukan satu-satunya alat atau bahan untuk melihat persoalan yang diteliti. Pengalaman atau pengetahuan peneliti sebelumnya yang diperoleh lewat pembacaan literatur, mengikuti diskusi ilmiah, seminar atau konferensi, ceramah dan sebagainya bisa dipakai sebagai bahan tambahan untuk memahami persoalan secara lebih mendalam. Teori dipakai sebagai informasi pembanding atau tambahan untuk melihat gejala yang diteliti secara lebih utuh. Karena tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami gejala atau persoalan tidak dalam konteks mencari penyebab atau akibat dari sebuah persoalan lewat variabel yang ada melainkan untuk memahami gejala secara komprehensif, maka berbagai informasi mengenai persoalan yang diteliti wajib diperoleh. Informasi dimaksud termasuk dari hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai persoalan yang sama atau mirip. Dalam penelitian kuantitatif jumlah teori yang digunakan sesuai dengan jumlah variabel yang diteliti, sedangkan dalam penelitian kualitatif yang bersifat holistik,jumlah teori yang harus dimiliki oleh penelitian kualitatif jauh lebih banyak karena harus disesuaikan dengan fenomena yang berkembang di lapangan. Penelitian kualitatif akan lebih profesional kalau menguasai semua teori sehingga wawasannya akan manjadi lebih luas,dan dapat menjadi instrument

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 14

penelitian yang baik.teori bagi penelitian kualitatif akan berfungsi sebangai bekal untuk bias memahami konteks sosial secara lebih luas dan mendalam. Walaupun peneliti kulitatif dituntu untuk mengguasai teori yang luas dan mendalam , namun dalam menglaksanakan penelitian kualitatif, peneliti kualitatif harus mampu melaksanakan teori yang di miliki tersebut dan tidak digunakan sebagai panduan untuk wawancara, dan observasi. Peneliti kualitatif di tuntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan, dipasakan, dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Peneliti kualitatif harus bersifat perspektif emic artinya memperoleh data bukan sebagaimana seharusnya, bukan

berdasarkan,apa yang terjadi dilapangan, yang di alami, dirasakan, dan difikirkan oleh partisipan/sumber data. Oleh karena itu peneliti kualitatif harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi human instrument yang baik. Dalam hal ini Bong and Gall 1988 menyatakan bahwa Qualitative research is much more difficult to do well than quantitative research because the data collected are usually subjective and the main measurement tool for collcted data is the investigator himself. Peneliti kualitatif lebih sulit bili dibandingkan dengan penelitian kualitatif, karena data yang terkumpul bersifat subjektif dan instrument sebagai alat pengumpul data adalah peneliti itu sendiri. Untuk dapat menjadi instrument penelitianyang baik, peneliti kualitatif di tuntut untuk memiliki wawsan teoritis maupun wawasan yang trkait dengan konteks sosial yang di teliti yang berupa niai, budaya, keyakinan, hukum, adapt istiadat yang terjadi dan berkembang pada konteks sosial tersebut. Bila peneliti tidak memiliki wawasan yang luas ,maka peneliti akan sulit membuka pertanyaan kepada sumber data, sulit memehami apa yang terjadi, tidak akan dapat melakukan analisis secara induktif terhadap data yang di peroleh. Sebagai contoh seseorang peneliti bidang kesehatan saja akan mengalami kesulitan.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 15

Demikian juga peneliti yang berlatar belakang pendidikan, akan sulit untuk bertanya dan memahami bidang antropologi. Peneliti kualitatif di tuntut mampu mengorganisasikan semua teori yang dibaca. Landasan teori yang di tuliskan dalam proposal penelitian lebih berfungsi untuk menunjukan seberapa jauh peneliti walaupun masih permasalahan tersebut bersifat sementara itu. Oleh karena itu landasan teori yang dikemukakan tidak merupakan harga mati, tetapi bersifat sementara. Peneliti kualitatif setuju di tuntut untuk melakukan grounded research, yaitu menemukan teori berdasarkan data yang di peroleh di lapangan atau situasi sosial. 2.3.Implikasi Metodologi dalam Penelitian Kualitatif Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990. 920. Metodologi adalah kembangan dari kata metode atau cara jadi metodologi adalah ilmu tentang metode. Sedangkan Penelitian berasal dari kata teliti yang memiliki makna cermat; seksama. Kemudian dikembangkan menjadi meneliti yang berarti memeriksa (menyelidiki, dsb). Kemudian dikembangkan lagi menjadi penelitian yaitu: pemeriksaan yang teliti, Dan kualitatif adalah berdasarkan mutu. Penelitian adalah suatu kegiatan monopoli para ahli. Dalam artian ahli di bidangnya masingmasing(Arikunto,2006.1). Jadi metodologi penelitian adalah sebuah ilmu tentang metode atau cara untuk melakukan sebuah pemeriksaan secara teliti namun semua itu harus berdasarkan mutu. Maksudnya ilmu tentang cara untuk melakukan pemeriksaan secara teliti namun yang diteliti itu bermutu atau penting untuk diteliti dan dibutuhkan penjelasan terhadap bahan yang akan diteliti tersebut.

Kemudian digabungkan dengan pemikiran aliran positivisme menjadi sebuah ilmu tentang cara untuk melakukan pemeriksaan secara teliti namun yang diteliti itu bermutu atau penting untuk diteliti dan dibutuhkan penjelasan terhadap bahan yang akan diteliti tersebut dengan berpandangan positif atau pada fakta-fakta.

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 16

Namun dalam hal penyajian, penelitian kualitatif tidak boleh lepas dari cara penyajiannya yakni secara deskriptif. Menurut Gulo didalam bukunya yang berjudul Metodologi penelitian secara simpel di menjelaskan Melakukan sebuah penelitian diperlukan proses langkah-langkah yang sistematis, analistis, empiris, dan terkendali. Dan proses inilah yang dinamakan metodologi penelitian. Metodologi penelitian membantu sipeneliti untuk melakukan tahap-tahap penelitian yang lebih efisien. Secara filosofik, metode penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahun yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran. Prosedur kerja mencari kebenaran sebagai filsafat dikenal sebagai filsafat epistemologi. Karena kualitas kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait langsung dengan kualitas prosedur kerjanya (Noeng, hal 8). Disisi lain secara logika metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat penelitian. Dilingkungan filsafat, logika dikenala sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila ditata dalam sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari logika (Noeng, 2000,hal 9)

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 17

Daftar Pustaka Muhadjir, Noeng.2000. Metode Penelitian Kualitatif. Jogyakarta: Raka Sarasin Bazuki, Heru, Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya, Jakarta: Gunadarma Press, 2006.Griffiths, Martin Eriyanto, (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, Noeng, Muhadjir. Metode Penelitian Sosial. Surakarta: LembagaPengembangan Pendidikan, 1998 Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media Massa sebuah Study Critical Discourse Analysis Discourse. Jakarta: Granit

Paradigma dan Perspektif Riset Komunikasi

Page 18

You might also like