You are on page 1of 16

http://www.scribd.com/doc/91796383/7/PROCESS-VARIABLES#page=26 http://www.scribd.com/doc/45924594/Catalytic-Hydro-Treating-of-Raw-Naptha http://www.scribd.

com/doc/77216278/Hydro-Treating-Complete

Thermal Cracking Process


Thermal Cracking Process ( Proses Perengkahan Termal) Proses perengkahan thermal (thermal Cracking) adalah suatu proses pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi hydrocarbon dengan rantai yang lebih kecil melalui bantuan panas. Suatu proses perengkahan thermal bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam proses ini dihasilkan: gas, gasoline (naphtha), gas oil (diesel), residue atau coke. Feednya dapat berupa gas oil atau residue. Setelah mengalami pemanasan awal dan ditampung dalam akumulator, proses pemanasan selanjutnya dilakukan dalam suatu furnace (dapur) sampai mencapai temperatur rengkahnya. Keluar dari furnace, minyak yang sudah pada suhu rengkah tadi dimasukkan dalam suatu soaker, yaitu suatu alat berbentuk drum tegak yang berguna untuk memperpanjang reaksi perengkahan yang terjadi. Selanjutnya hasil perengkahan dimasukkan kedalam suatu menara / kolom pemisah (fractionator) dimana berikutnya akan dipisahkan masing-masing fraksi yang dikehendaki. Ada juga bagian yang dikembalikan lagi untuk direngkah lebih lanjut yang disebut recycle stock. Selain menghasilkan produk BBM (bahan bakar minyak) dan gas, dalam proses perengkahan thermal juga dihasilkan cokes. Cokes yang diharapkan hanya terbentuk di dalam chamber (coke drum) dapat pula terbentuk di dinding tubes heater/furnace dan transfer line (pipa transfer). Cokes tersebut terbentuk sedikit demi sedikit dan pada akhirnya akan terakumulasi. Jika akumulasi sudah dianggap mengganggu jalannya operasi, maka unit perengkahan thermal tersebut harus dihentikan untuk proses penghilangan akumulasi cokes atau SAD (Steam Air Decoking). Untuk memperkirakan apakah akumulasi cokes sudah berlebihan dan mengganggu operasi atau belum biasanya dilihat dari tanda-tanda sbb : 1. Penurunan tekanan antara inlet dan outlet furnace sampai tingkat maksimum tertentu. 2. Tekanan soaker/reaction chamber yang makin tinggi sampai tingkat maksimum tertentu. 3. Temperatur tube metal (tube skin) makin naik. Pembersihan akumulasi cokes tersebut disamping secara proses (SAD), dapat juga dilakukan secara mekanis menggunakan pompa bertekanan tinggi (aquadyne/hammelmann). I. UNIT VISBREAKING Adapun alat utama dari unit ini adalah sebagai berikut : 1. FLASH CHAMBER Fungsi utama flash chamber adalah memisahkan residue dari recycle untuk menghindari coking dalam heater/furnace. Agar residue tidak overcracking, maka dapat dilakukan quenching dari inlet flash chamber agar tempeaturnya menjadi kurang lebih 450 degC saja. Kadang-kadang hal ini dihilangkan jika sudah dilengkapi dengan sistem washing di top column dari flash chamber, karena dianggap cukup membantu mendinginkan bottom temperature. Sistem washing ini mempunyai keuntungan antara lain :

Mencuci atau menahan residue yang akan ikut keatas bersama uap. Residue tidak terlalu melekat dengan coke terutama sepanjang dinding chamber.

Bahan pencuci biasanya adalah sidecut yang dingin dari fractionator. Untuk mengurangi residence time dari residue didalam flash chamber, dibuat suatu bentuk leher yang memanjang pada bagian bottom dengan menjaga level kurang lebih 50%. Typical bottom temperature didalam first stage flash chamber adalah 425 degC dengan overhead temperature 390 degC. Sedangkansecond stage flash chamber bottom suhunya 400 degC dan overheadnya 296 degC. 2. REACTION CHAMBER Reaction Chamber membantu fungsi furnace agar tidak terlalu besar. Dalam reaction chamber proses perengkahan terjadi tanpa harus menambah panasan. Temperatur keluar furnace kira-kira 480 degC dan keluar reaction chamber akan turun menjadi kurang lebih 465 degC. Tekanan reaction chamber dijaga kurang lebih 16.2 kg/cm2g untuk menjaga agar semua material masih dalam fase liquid hingga pembentukan coke minimum. Reaction chamber juga membantu berfungsi sebagai surge chamber yang dapat menahan fluktuasi operasi. 3. PROCESS VARIABLE Seperti dijelaskan didepan bahwa visbreaker ini menghasilkan light dan haeavy fraction. Yang diutamakan sebenarnya bukan light fractionnya tetapi heavy heavy fractionnya diinginkan seminimum mungkin tetapi masih memenuhi spec fuel oil. Variabel-variabel utamanya adalah :

Charge stock properties Cracking temperature Residence time

Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan baik temperatur maupun residence time maka visbreaking severity akan naik. Kenaikan dari severity of cracking akan menaikkan produksi gas dan gasoline dan mengurangi viscosity dari cracked residu. Feed stock dengan harga K rendah, hasil gas dan gasoline makin rendah, tetapi makin tinggi viscosity residuenya dan makin tinggi BS&W pada cracking temperature dan residence time tertentu. II. DELAYED COKING Proses delayed coking dikembangkan dalam rangka me-minimize residue yang dihasilkan dari pengolahan minyak mentah melalui thermal cracking yang lebih severe. Jadi pada dasarnya proses delayed coking adalah juga proses thermal cracking yang dilakukan pada temperatur yang relatif sangat tinggi. Sebagai feed untuk unit ini kebanyakan adalah vacuum residue (short residue) . Pada operasi sebelum adanya delayed coking unit, operasi thermal cracking dijaga sedemikian rupa sehingga tidak akan terbentuk coke dalam heater/furnace. Namun dengan berkembangnya teknologi dan semakin meningkatnya kebutuhan oil product, telah dapat dikembangkan suatu proses dimana pada pemanasan residue sampai temeperatur yang tinggi didalam heater/furnace tetapi coke tetap tidak terbentuk didalam heater/furnace tubes. Hal ini dilakukan dengan memberikan velocity yang tinggi (residence time yang minimum) di dalam heater dan menambah drum/chamber di outlet heater untuk tempat terjadinya coking, sehinga proses ini kemudian disebut "Delayed coking". Dari segi reaksi kimiawi sebenarnya tidak berbeda dengan reaksi didalam proses thermal cracking yang lain, hanya disini sebagai salah satu produk akhir adalah carbon (coke). Coke dalam kenyataannya masih mengandung sejumlah volatile matter (VM) atau Hydrocarbon (HC) dengan boiling point tinggi. Untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan volatile matter didalamnya, coke dipanasi lebih lanjut sampai 2000 2300 degF didalam suatu tanur/kiln yang berputar (Unit Calciner). Telah banyak kilangkilang didunia yang memiliki unit delayed coking baik dengan tujuan untuk memproduksi

calcined coke maupun dalam rangka maximizing oil products. Produk yang lain seperti unsaturated LPG, naphtha, gas oil kemudian diproses lebih lanjut untuk mendapatkan produk akhir yang on-spec. Selanjutnya naphtha diolah lebih lanjut di NHDT (Naphtha Hydrotreater), gas oil di proses di Hydrocracker. 1. DISKRIPSI PROSES Umpan vacuum residue yang berasal dari bottom vacuum column pertama-tama dimasukkan kedalam fractionator pada tray ke 2 sampai ke 4 dari bawah. Tujuannya adalah :

Untuk mendinginkan uap hydrocarbon yang datang dari coke chamber ke fractionator untuk mencegah terbentuknya coke didalamnya dan sekaligus untuk mengkondensasikan sebagian heavy oil yang akan di-recycle. Adanya lighter material didalam vacuum residue feed sudah dapat stripped out. Untuk preheating feed.

Fresh feed yang telah bercampur dengan heavy oil yang condenser di bottom factionator dipompakan kedalam coker heater yang kemudian masuk kedalam salah satu dari dua coke chamber (drum). Untuk mengontrol velocity dan mencegah terbentuknya deposit coke didalam tube diinjeksikan steam kedalam tube heater. Sejumlah tertentu dari material yang tidak menguap dalam fluida yang keluar dari heater akan tinggal didalam coke drum dan oleh karena adanya efek temperatur dan residence time akan menyebabkan terbentuknya coke. Uap yang keluar dari puncak coke drum akan dialirkan ke bottom fractionator. Dalam uap yang keluar dari coke drum, mengandung steam danhasil cracking yang terdiri dari gas, naphtha, gas oil. Uap akan mengalir ke top column melalui quench tray, kemudian produk gas oil akan ditarik dari tray diatas feed tray. Sebagaimana dalam crude fractionator, dalam delayed coker fractionator juga dilengkapidengan sistem hot dan cold reflux dengan maksud selain untuk memperbaiki distilasi juga untuk memanfaatkan panas yang didapat dalam column sehingga dapat digunakan untuk preheating dll. Akibatnya yang juga merupakan suatu keuntungan, bahwa beban overhead condensor akan lebih kecil. Untuk menarik naphtha biasa dilakukan pada 8-10 tray diatas gas oil draw-off. 2. OPERASI PENGAMBILAN COKE. Bila coke drum yang in-service (coking) telah penuh dengan coke, aliran feed kemudian dipindahkan (switch) ke drum yang telah kosong dengan mengoperasikan three way valve (switching valve), sementara itu drum yang telah penuh dengan coke diisolate untuk operasi pengambilan/pembongkaran coke. Mula-mula dialirkan steam untuk menghilangkan uap hydrocarbons yang masih ada didalam drum, kemudian didinginkan dengan mengisi air secara pelan-pelan sesuai dengan cooling rate yang dianjurkan agar tidak mengalami shock cooling. Pelaksanaan pengambilan/ pembongkaran coke (decoking), dimulai dengan membuka coke chamber, kemudian dengan mechanical drill atau hydraulic system yang menggunakan air bertekanan tinggi. Dengan sistem mechanical & water jet sedikit demi sedikit coke yang mengisi hampir seluruh coke drum akan terpotong masuk kedalam coke pit atau gerobag yang memang telah disediakan untuk selanjutnya diangkut ke storage. 3. SIFAT FISIS DAN PENGGUNAAN COKE Kebanyakan coke dihasilkan sebagai bahan yang keras, porous, bentuknya tidak teratur dengan ukuran dari 20 inch sampai kecil seperti debu. Coke type ini dikenal sebagai sponge coke. Penggunaan dari coke jenis ini adalah untuk :

Pembuatan electrode untuk digunakan dalam electrical furnace dalam pabrik Titanium oxide, baja. Pembuatan anode untuk cell electrolytic dipabrik alumina. Digunakan sebagai sumber carbon didalam pembuatan elemen phosphor, calcium carbide, silica carbide.

Pembuatan graphite.

Typical analysis dari Petroleum sponge coke adalah sebagai berikut : Wt % Wt % (Dari Delayed Coker) (Setelah Calcining) Air 2 4 nil Volatile matter 7 10 2 - 3 Fixed carbon 85 91 95 Kandungan sulfur 0.5 1.0 1 2 Kandungan sulfur didalam petroleum coke yang dihasilkan adalah bervariasi tergantung pada sulfur yang ada didalam feed stock. Biasanya antara 0.3- 1.5 wt % tapi kadang-kadang juga bisa mencapai 6%. Selain sponge coke, dikenal pula jenis coke lain yang disebut needle coke. Needle coke dihasilkan dari feed stock yang mengandung aromatic yang sangat tinggi. Needle coke ini lebih disenangi daripada sponge coke untuk digunakan sebagai electrode karena ia mempunyai electrical resistively dan coeficient thermal expansion yang lebih rendah sehingga tidak mudah berubah bentuk dan tidak boros pemakaiannya. 4. OPERASI DELAYED COKER Sebagaimana telah disinggung dalam decoking, coke drum diisi dan dikosongkan atas dasar suatu time cycle tertentu, sedang fraksinator dioperasikan secara kontinyu untuk memproduksi LPG, coker naphtha dan coker gas oil. Paling sedikit harus ada dua coke drum, namun ada pula yang lebih seperti di UP II Dumai yang mempunyai empat coke drum dengan pembagian : dua diisi / in operation (coking) dan dua yang lain dikosongkan (decoking) Typical waktu pengoperasian dari coke drum adalah sbb : Operasi Waktu (jam) Pengisian dengan coke 24 Memindah (switch) dan steaming out 03 Pendinginan (cooling down) 03 Drain 02 Buka tutup dan decoking 05 Tutup kembali dan test 02 Pemasangan kembali 07 Spare time 02 48 Operating variable dalam delayed coker antara lain adalah :

Temperatur outlet heater Tekanan fractionating tower Temperatur uap ex coke drum yang masuk fractionator Free carbon content dalam feed.

Semakin tinggi temperatur yang keluar heater akan menaikkan proses cracking dan reaksi coking sehingga akan menaikkan pula jumlah gas dan coker naptha yang dihasilkan dan sebaliknya produksi coker gas oil yang berkurang. Menaikkan tekanan di fractionator mempunyai pengaruh yang sama dengan menaikkan temperatur outlet heater, karena dengan kenaikan tekanan di fractionator akan menambah jumlah vapor yang terkondensasi termasuk gas oil yang akan dikembalikan sehingga di-recycle bersama feed ke heater. Temperatur dari uap hydrocarbon ex coke drum yang semakin tinggi akan menaikkan end point dari produk coker gas oil sehingga jumlah gas oil yang direcycle menjadi berkurang akibatnya produksi coke akan berkurang pula. Dalam operasi delayed coker secara umum dapat dinyatakan bahwa semakin banyak gas oil yang direcycle akan menaikkan cracking yang selanjutnya akan menghasilkan gas, coker naphtha, dan coke yang lebih banyak dan menurunnya produksi coker gas oil. Refferences : 1. How to predict coker yield; Castiglioni,B.P.; Hydrocarbon Processing, September 1983. 2. UOP Operating Manual , Delayed Coking Unit http://processengineers.blogspot.com/2008/07/thermal-cracking-process.html

Unit Proses Platforming


12:04 AM Arie Gumilar No comments

Proses Catalytic Reforming secara kontinyu telah menjadi hal utama di hampir seluruh kilang di dunia selama bertahun-tahun. Fungsi proses ini yang pada awalnya adalah untuk meng-upgrade straight run naphtha dengan angka oktan rendah menjadi komponen motor fuel ber-oktan tinggi dengan mem-promote terjadinya sejumlah reaksi kimia tertentu. Penerapan proses reforming kemudian berkembang untuk produksi hidrokarbon aromatic spesifik. Dengan mengkombinasikan proses reforming dengan ekstraksi aromatic dan fraksinasi, dapat dihasilkan benzene, toluene, dan mixed xylene dengan kemurnian tinggi. Hidrogen, sebagai produk samping dari reaksi produksi aromatic terbukti bermanfaat dalam mendukung operasi unit preparasi feed reformer seperti Naphtha Hydrotreating. Gas-gas hidrokarbon ringan, produk samping reaksi cracking umumnya dimasukkan ke fuel gas system.

Beberapa proses reforming telah dikembangkan dan diaplikasikan, antara lain Platforming Process yang dikembangkan oleh UOP, Powerforming oleh Esso Research and Engineering, Ultraforming dari Standard Oil Ind., Houdriforming & Isoplus Houdriforming oleh Houdry, dan Catalytic Reforming lisensi Chevron.

Dalam pembahasan ini akan diuraikan mengenai unit reforming yang mengacu kepada proses Platforming UOP, sehingga selanjutnya akan langsung disebutkan sebagai Unit Platforming.

Terdapat dua tipe unit platforming, yaitu Semi Regenerative (Fixed Bed) dan Continuous Catalytic Regeneration (CCR). CCR Platforming dianggap merupakan suatu terobosan karena memungkinkan reactor untuk beroperasi pada severity yang ekstra tinggi tanpa sebelumnya perlu dilakukan shutdown untuk mengembalikan catalyst activity. Pada reaktor semi-regenerative, ketika katalis telah dioperasikan selama suatu jangka waktu, catalyst selectivity untuk memproduksi C5+ reformate dan hydrogen akan menurun secara bersamaan dengan terjadinya kehilangan catalyst activity. Hal tersebut membuat operasi tidak ekonomis lagi untuk dilanjutkan dan unit harus shut down untuk regenerasi katalis. Meskipun telah dikembangkan katalis bimetallic yang memiliki cycle length lebih tinggi daripada all-platinum catalyst, namun regenerasi tetap tidak dapat dihindari dengan konsekuensi hilangnya waktu operasi, kehilangan produksi reformate, dan berhentinya produksi hidrogen untuk unit proses downstream. CCR Platformer secara kontinyu menyediakan suplai regenerated catalyst yang kinerjanya menyerupai katalis baru.

Reaksi-reaksi yang terjadi di Platforming adalah a. b. c. d. e. f. Dehidrogenasi Naphthene Isomerisasi Naphthene dan Paraffin Dehidrosiklisasi Paraffin Hydrocracking Demetilasi Dealkilasi aromatic

http://peoses-enjiniring.blogspot.com/2011/06/unit-proses-platforming.html

CATALYTIC REFORMING PROCESS/ PLATFORMING PROCESS

Pendahuluan Catalytic reforming (atau UOP menyebut Platforming) telah menjadi bagian penting bagi suatu kilang di seluruh dunia selama bertahun-tahun. Fungsi utama proses catalytic reforming adalah meng-upgrade naphtha yang memiliki octane number rendah menjadi komponen blending mogas (motor gasoline) dengan bantuan katalis melalui serangkaian reaksi kimia. Naphtha yang dijadikan umpan catalytic reforming harus di-treating terlebih dahulu di unit naphtha hydrotreater untuk menghilangkan impurities seperti sulfur, nitrogen, oksigen, halide, dan metal yang merupakan racun berbahaya bagi katalis catalytic reformer yang tersusun dari platina. Selain itu, catalytic reforming juga memproduksi by-product berupa hydrogen yang sangat bermanfaat bagi unit hydrotreater maupun hydrogen plant atau jika masih berlebih dapat juga digunakan sebagai fuel gas bahan bakar fired heater. Butane, by-product lainnya, sering digunakan untuk mengatur vapor pressure gasoline pool. Teori Catalytic Reforming Feed naphtha ke unit catalytic reforming biasanya mengandung C6 s/d C11, paraffin, naphthene, dan aromatic. Tujuan proses catalytic reforming adalah memproduksi aromatic dari naphthene dan paraffin. Kemudihan reaksi catalytic reforming sangat ditentukan oleh kandungan paraffin, naphthene, dan aromatic yang terkadung dalam naphtha umpan. Aromatic hydrocarbon yang terkandung dalam naphtha tidak berubah oleh proses catalytic reforming. Sebagian besar napthene bereaksi sangat cepat dan efisien berubah menjadi senyawa aromatic (reaksi ini merupakan reaksi dasar catalytic reforming). Paraffin merupakan senyawa paling susah untuk diubah menjadi aromatic. Untuk aplikasi low severity, hanya sebagian kecil paraffin berubah menjadi aromatic. Sedangkan pada aplikasi high severity, konversi paraffin lebih tinggi, tetapi tetap saja berlangsung lambat dan inefisien. Reaksi-reaksi yang Terjadi di Catalytic Reforming

Reaksi-reaksi yang terjadi di catalytic reforming adalah sebagai berikut : 1. Dehidrogenasi Naphthene

Naphthene merupakan komponen umpan yang sangat diinginkan karena reaksi dehidrogenasi-nya sangat mudah untuk memproduksi aromatic dan by-product hydrogen. Reaksi ini sangat endotermis (memerlukan panas). Reaksi dehidrogenasi naphthene sangat terbantu oleh metal catalyst function dan temperatur reaksi tinggi serta tekanan rendah. 2. Isomerisasi Napthene dan Paraffin Isomerisasi cyclopentane menjadi cyclohexane harus terjadi terlebih dahulu sebelum kemudian diubah menjadi aromatic. Reaksi ini sangat tergantung dari kondisi operasi. 3. Dehydrocyclization Paraffin Dehydrocyclization paraffin merupakan reaksi catalytic reforming yang paling susah. Reaksi dehydrocyclization terjadi pada tekanan rendah dan temperature tinggi. Fungsi metal dan acid dalam katalis diperlukan untuk mendapatkan reaksi ini. 4. Hydrocracking

Kemungkinan terjadinya reaksi hydrocracking karena reaksi isomerisasi ring dan pembentukan ring yang terjadi pada alkylcyclopentane dan paraffin dank area kandungan acid dalam katalis yang diperlukan untuk reaksi catalytic reforming. Hydrocracking paraffin relative cepat dan terjadi pada tekanan dan temperature tinggi. Penghilangan paraffin melalui reaksi hydrocracking akan meningkatkan konsentrasi aromatic dalam produk sehingga akan meningkatkan octane number. Reaksi hydrocracking ini tentu mengkonsumsi hydrogen dan menghasilkan yield reformate yang lebih rendah. 5. Demetalization

Reaksi demetalisasi biasanya hanya dapat terjadi pada severity operasi catalytic reforming yang tinggi. Reaksi ini dapat terjadi selama startup unit catalytic reformate semi-regenerasi pasca regenerasi atau penggantian katalis. 6. Dealkylation Aromatic Dealkylation aromatic serupa dengan aromatic demethylation dengan perbedaan pada ukuran fragment yang dihilangkan dari ring. Jika alkyl side chain cukup besar, reaksi ini dapat dianggap sebagai reaksi cracking ion carbonium terhadap rantai samping. Reaksi ini memerlukan temperature dan tekanan tinggi.

Catalytic Reforming Catalyst Dual Function Balance Reaksi yang terjadi pada Unit Catalytic Reforming, sebagian reaksi menggunakan fungsi metal dari katalis dan sebagian reaksi lainnya menggunakan fungsi acid dari katalis. Pada unit catalytic cracking sangat penting untuk memiliki balance yang sesuai antara fungsi metal dan fungsi acid dari katalis.

Pada proses catalytic reforming, sangat penting untuk meminimumkan reaksi hydrocracking dan memaksimumkan reaksi dehydrogenation dan dehydrocyclization. Balance ini dijaga dengan pengendalian H2O/Cl yang tepat selama siklus katalis semi-regeneration dan dengan menggunakan teknik regenerasi yang tepat. Fase uap H2O dan HCl berada dalam kesetimbangan dengan permukaan chloride dan kelompok hydroxyl. Terlalu banyak H2O dalam fase uap akan memaksa chloride dari permukaan katalis keluar dan menyebabkan katalis menjadi underchloride (fungsi acid dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik), sedangkan terlalu banyak chloride dalam fase uap akan menjadikan katalis overchloride yang juga tidak baik untuk katalis (fungsi metal dalam katalis tidak dapat dijalankan dengan baik). Catalyst Poison Beberapa racun katalis catalytic reforming adalah sebagai berikut : Sulfur Konsentrasi sulfur maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Biasanya diusahakan kandungan sulfur dalam umpan naphtha sebesar 0,1-0,2 wt-ppm untuk menjamin stabilitas dan selektivitas katalis yang maksimum. Beberapa sumber yang membuat kandungan sulfur dalam umpan naphta tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), recombination sulfur dari naphtha hydrotreater (dan terbentuknya sedikit olefin) akibat temperature hydrotreater yang tinggi dan tekanan hydrotreater yang rendah, hydrotreater stripper upset, memproses feed yang memiliki end point tinggi. Nitrogen Konsentrasi nitrogen maksimum yang diijinkan dalam umpan naphtha adalah 0,5 wt-ppm. Kandungan nitrogen dalam umpan naphtha akan menyebabkan terbentuknya deposit ammonium chloride pada permukaan katalis. Beberapa sumber yang membuat kandungan nitrogen dalam umpan naphtha tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak baik (temperature reactor kurang tinggi atau katalis sudah harus diganti), penggunaan f ilming atau neutralizing amine sebagai corrosion inhibitor di seluruh area yang tidak tepat guna. Water Kandungan air dalam recycle gas sebesar 30 mol-ppm sudah menunjukkan excessive water, dissolved oxygen, atau combined oxygen di unit catalytic reforming. Tingkat moisture di atas level ini dapat menyebabkan reaksi hydrocracking yang excessive dan juga dapat menyebabkan coke laydown. Lebih lanjut lagi, kondisi ini akan menyebabkan chloride terstrip dari katalis, sehingga mengganggu kesetimbangan H2O/Cl dan menyebabkan reaksi menjadi terganggu. Beberapa sumber yang membuat kandungan air dalam system tinggi adalah : proses hydrotreating yang tidak sesuai, kebocoran heat exchanger yang menggunakan pemanas/pendingin steam/water di upstream unit, system injeksi water catalytic reforming, kebocoran naphtha hydrotreater stripper feed effluent heat exchanger, proses drying yang tidak cukup di drying zone di dalam regeneration tower, dan kebocoran steam jacket di regeneration section. -Metal Karena efek reaksi irreversible, maka kontaminasi metal ke dalam katalis catalytic reforming sama sekali tidak dibolehkan, sehingga umpan catalytic reformer tidak boleh mengandung

metal sedikit pun. Beberapa sumber kandungan metal dalam umpan naphtha adalah : arsenic (ppb) dalam virgin naphtha, lead mungkin timbul akibiat memproses ulang off-spec leaded gasoline atau kontaminasi umpan dari tangki yang sebelumnya digunakan untuk leaded gasoline, produk korosi, senyawa water treating yang mengandung zinc, copper, phosphorous, kandungan silicon dalam cracked naphtha yang berasal dari silicon based antifoam agent yang diijeksikan ke dalam coke chamber untuk mencegah foaming, dan injeksi corrosion inhibitor yang berlebihan ke stripper naphtha hydrotreater. High feed end point Catalytic reforming didisain untuk memproduksi aromatic hydrocarbon. Produksi aromatic ini tidak dapat terjadi tanpa kondensasi single ring aromatic menjadi mulgi-ring polycyclic aromatic, yang merupakan petunjuk adanya coke. Endpoint naphtha maksimum yang diijinkan sebagai umpan catalytic reforming adalah 204 oC. Pada endpoint > 204 oC, konsentrasi polycyclic aromatic dalam umpan naphtha akan meningkat tajam. Jika umpan catalytic reforming merupakan hasil blending dari berbagai sumber (straight run naphtha, hydrocracker naphtha, cracked naphtha), maka tiap arus umpan harus dianalisa secara terpisah dan tiap stream tidak boleh memiliki endpoint > 204 oC. Hasil blending antara high end point stream dengan low end point stream akan mengaburkan kandungan fraksi endpoint yang tinggi.

Naphta Hidrotreating
PENDAHULUAN

Naphta adalah fraksi dari hidrokarbon yang diperoleh dari proses pemisahan secara distilasi, yang mempunyai jumlah unsur karbon 6 10 (C6-C10) baik itu dalam bentuk parafin, olefin, naften, maupun aromatis. Proses hidrogenasi naphta sangat diperlukan baik di industri refinery maupun di industri petrochemical. Hydrotreating atau disebut juga hydroprocessing adalah proses hidrogenasi katalitik untuk menjenuhkan hidrokarbon dan menghilangkan sulfur, nitrogen, oksigen, dan logam dari aliran proses. Hydrotreating biasa dilakukan untuk umpan naptha sebelum dialirkan ke unit platforming, karena katalis platforming (platina) sangat sensitif terhadap impurities seperti sulfur, nitrogen,oksigen, dan logam. Hydrotreating biasa juga dilakukan untuk umpan diesel untuk perbaikan kualitas diesel terutama untuk mengurangi kandungan sulfur dalam diesel (spesifikasi produk diesel dari tahun ke tahun semakin ketat terutama dalam hal kandungan sulfur maksimum) dan juga untuk mengurangi kandungan nitrogen dalam diesel yang dapat menyebabkan terjadinya color unstability produk diesel.

Tujuan proses hydrotreating/hydroprocessing adalah : 1. Memperbaiki kualitas produk akhir (seperti diesel) 2. Pretreating stream (persiapan umpan proses lanjutan) untuk mencegah keracunan katalis di downstream process : Catalytic Reforming (Platforming) Fluid Catalystic Cracking (FCC) Hydrocracking 3. Memenuhi standar lingkungan (untuk diesel sebelum dikirim ke tangki penyimpanan produk) Pemilihan tipe katalis bergantung pada aplikasi dan aktivitas / selektivitas yang diinginkan. Tipe CoMo : cocok untuk HDS Tipe NiMo : cocok untuk HDN, penjenuhan olefin Tipe NiW : cocok untuk Hydrocracking, penjenuhan olefin

METODOLOGI Teori Hydrotreating Reaksi hydrotreating dikelompokkan menjadi : 1. Saturasi olefin (penjenuhan hidrokarbon). 2. Desulfurisasi (penghilangan sulfur) atau sering disebut HDS (hydrodesulfurization). 3. Denitrifikasi (penghilangan nitrogen) atau sering disebut (hydrodenitrification). 4. Deoksigenasi (penghilangan oksigen). 5. Demetalisasi (penghilangan logam) atau sering disebut HDM (hydrodemetalization).

Reaksi yang terjadi di unit Hidrotreating - Reaksi Hydrodesulfurization Umumnya reactor inlet temperature 315-340oC akan memberikan kecepatan reaksi hydorgenasi yang cukup dan tidak akan menyebabkan rekombinasi olefin dan hydrogen sulfide (namun tergantung komposisi feed, tekanan operasi, dan LHSV). Untuk unit naphtha hydrotreater, karena heavy naphtha produk naphtha hydrotreater akan digunakan sebagai umpan unit platforming maka batasan umpan kandungan sulfur dalam produk heavy naphta adalah 0,5 ppm, agar tidak meracuni katalis platforming yang sangat sensitif terhadap impurities. Sedangkan untuk unit distilate (diesel hidrotreater), kandungan sulfur outlet reaktor dapat dijaga sesuai keinginan kita (spesifikasi produk diesel indonesia saat ini masih 500 ppm sulfur, sedangkan spesifikasi diesel yang ada di negara maju sudah ada yang mencapai 30 ppm atau bahka maximum 10 ppm sulfur. Untuk mengatur kandungan sulfur dalam produk dapat dilakukan dengan mengatur temperatur reaktor (naiknya temperatur reaktor akan mengurangi kandungan sulfur dalam produk) - Reaksi Hidrodenitrification

Biasanya kandungan nitrogen dalam umpan lebih sedikit daripada kandungan sulfur dalam umpan. Namun, reaksi penghilangan nitrogen jauh lebih sulit daripada reaksi penghilangan sulfur, yaitu kurang lebih 5 kali lebih sulit. Untuk unit naphtha hydrotreater, karena heavy naphtha produk naphtha hydrotreater akan digunakan sebagai umpan unit platforming maka batasan maksimum kandungan sulfur dalam produk heavy naphtha adalah 0,5 ppm, agar tidak meracuni katalis platforming yang sangat sensitive terhadap impurities. Nitrogen yang masuk ke unit platforming akan menyebabkan endapan amonium cloride di circuit recycle gas atau sistem overhead stabilizer. Penghilangan nitogen di unit naphta hidrotreater sangat penting jika naphta hidrotreater mengolah cracked feed. Sedangkan untuk unit distillate/diesel hydrotreater, walaupun tidak ada batasan maksimum nitrogen dalam produk diesel, namun kandungan nitrogen dalam produk diesel akan mempengaruhi color stability. Semakin rendah kandungan nitrogen, maka semakin tinggi color stability-nya. - Reaksi Penghilangan Oksigen (deoxygenation) - Reaksi penjenuhan Olefin - Reaksi penghilangan senyawa halida Halida organik dapat didekomposisi di unit naphta hidrotreater menjadi hidrogen halida yang kemudian diserap oleh wash water yang diinjeksikan di outlet reaktor atau diambil sebagai stipper gas. Dekomposisi halida organik jauh lebih sulit dari pada desulfurisasi. Biasanya maksimum organic halide removal sekitar 90%, tetapi dapat lebih kecil jika kondisi operasi hanya di-set untuk penghilangan sulfur dan nitrogen saja, untuk alasan ini maka ananlisa periodik terhadap kandungan cloride dalam hidrotreated naphta harus dilakukan, karena tingkat kandungan cloride ini akan digunakan untuk mengatur jumlah injeksi cloride di platformer (cloride di platformer dibutuhkan untuk menjaga suasana asam katalis platformer). - Reaksi penghilangan senyawa logam Sebagian besar impurities metal terjadi pada level part per billion (ppb) di dalam naphtha. Biasanya katalis naphtha hydrotreater atau distillate hydrotreater mampu menghilangkan senyawa metal ini pada konsentrasi yang cukup tinggi, yaitu hingga 5 ppmwt atau lebih, dengan basis intermittent pada kondisi normal operasi. Impurities metal ini tetap berada di dalam katalis hydrotreater dan dianggap sebagai racun katalis permanent karena meracuni katalis secara permanen, tidak dapat dihilangkan dengan cara regenerasi katalis. Beberapa logam yang sering terdeteksi dalam spent catalyst hydrotreater adalah arsenic, iron, calcium, magnesium, phosphorous, lead (timbal), silicon, copper, dan sodium. Iron biasanya ditemukan terkonsentrasi pada bagian atas catalyst bed sebagai iron sulfide.

Kinerja Katalis Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter sebagai berikut : Analisa laboratorium kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin (bromine number) pada produk. Jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin naik pada temperature inlet reactor dan kapasitas serta komposisi feed yang sama, maka berarti kinerja katalis sudah mulai menurun dan untuk menjaga

kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin yang sama maka temperature inlet reactor harus dinaikkan. T reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi dengan temperature inlet reaktor. Jika T reaktor menurun pada kapasitas dan komposisi feed yang sama, maka berarti kinerja katalis sudah mulai menurun. P (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat adanya impurities yang mengendap pada katalis. Biasanya terjadi kalo feed mengandung cracked feed dalam jumlah yang besar atau feed berasal dari tangki penyimpanan yang tidak dilengkapi dengan gas/nitrogen blanketting sehingga feed akan bereaksi dengan oksigen yang akan membentuk gums pada permukaan katalis.

Deaktivasi Katalis Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : - Akumulasi senyawa ammonia pada katalis Reaksi hydrotreating akan mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan menjadi ammonia. Jika kandungan ammonia dalam recycle gas tinggi, maka ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reactor, sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash water dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang. - Coke Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut : 1. Temperatur reaksi yang tidak sesuai (temperatur terlalu tinggi atau umpan minyak terlalu ringan). 2. Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen purity recycle gas yang rendah). 3. Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah daripada disain). Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA. - Keracunan logam Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan hydrotreater adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.

Feed dan Produk Hydrotreating Unit hydrotreating dapat berupa naphtha hydrotreater atau distillate/diesel hydrotreater. Umpan naphtha hydrotreater adalah naphtha yang dapat berupa straight run naphtha, naphtha dari tangki penyimpan, ataupun cracked naphtha. Jika umpan naphtha berasal dari tangki maka harus diyakinkan bahwa tangki dilengkapi dengan gas atau nitrogen blanketing. Jika tangki tidak dilengkapi dengan gas atau nitrogen blanketing, maka naphtha kemungkinan akan bereaksi dengan oksigen (yang berasal dari udara; biasanya tangki naphtha adalah floating roof yang sangat mungkin terdapat kebocoran seal sehingga dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam tangki) yang kemudian akan menyebabkan terbentuknya gums. Gums ini biasanya terbentuk pada preheater atau bahkan pada permukaan katalis. Sedangkan umpan distillate/diesel hydrotreater adalah straight run diesel atau cracked diesel. Jika mengolah cracked diesel, maka perlu diketahui batasan maksimumnya karena cracked diesel membawa cracked material/olefin yang akan mempengaruhi operasi hydrotreater. Selain itu cracked diesel sangat mungkin mengandung nitrogen yang tinggi. Kandungan nitrogen yang tinggi akan mempengaruhi tingkat color stability produk diesel. Produk unit hydrotreating dapat berupa hydrotreated heavy naphtha atau hydrotreated diesel. Hydrotreated heavy naphtha merupakan intermediate product yang kemudian merupakan umpan unit platforming. Hydrotreated heavy naphtha harus mempunyai kandungan sulfur dan nitrogen maksimum 0,5 ppmwt dan kandungan logam maksimum 2 ppmwt. Sedangkan hydrotreated diesel merupakan produk jadi siap dipasarkan dengan kandungan sulfur antara 10 ppmwt, 30 ppmwt, atau 500 ppmwt. http://baniyuliarso.blogspot.com/ http://www.scribd.com/doc/89025871/Plant-Facilities-Plb-Cilacap http://www.agussuwasono.com/artikel/oil-knowledge/480-crude-distillation-unit-cdu.html http://www.scribd.com/doc/94519321/persentasi-minyak-bumi http://www.scribd.com/doc/55709520/4/II-1-3-Reaksi-Penghilangan-Oksigen http://www.scribd.com/doc/94295122/DAFTAR-ISI http://www.scribd.com/doc/92242938/Katalitik-Reforming-Fix

You might also like