You are on page 1of 9

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

Disusun oleh : Yuni Rahmawati Dewi P27220010121

D3 BERLANJUT D4 KEPERAWATAN INTENSIF POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2012

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

A. PENGERTIAN Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doengoes, 1999). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang normal yang terjadi ketika adanya tekanan yang berlebihan dari yang dapat terserap oleh tulang (Ignatavisius dan Bayne, 1991). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang dapat terjadi pada semua bagian tubuh dan semua umur (Lukman, dan Joensen, 1993). Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arief Mansyoer, 2000). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi pada bagian paha dan dapat terjadi pada semua umur. B. ETIOLOGI Menurut Mansjoer (2000) dan Doengoer (2000), penyebab terjadinya fraktur antara lain : 1. Trauma a. Trauma Tumpul b. Trauma Benda Tajam 2. Faktor Patologis a. Osteoporosis b. Kanker C. KLASIFIKASI Berdasarkan keberadaan luka (Mansjoer, 2000) : 1. Fraktur Tertutup (Closed)

Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. 2. Fraktur terbuka (Open / Compound)

Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yaitu : Derajat I : Luka < 1 cm. Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk Fraktur sederhana, transversal, oblig atau komunitif ringan

Kontaminasi minimal Derajat II : Luka > 1 cm Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / avulasi Fraktur komunitif sedang Kontaminasi sedang Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan meuromuskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terdiri atas : 1. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas / flap / avulasi atau fraktur segmental / sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka. 2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif. 3. Luka pada pembuluh arteri / syaraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak. Berdasarkan bentuk fraktur (Long, 1996) : 1. Fraktur incomplete : Pemisahan in komplit dari tulang tanpa pemisahan. 2. Fraktur complete : Pemisahan komplit dari tulang menjadi fragmen. 3. Simpe dan close fraktur : Tulang patah tapi kulit utuh. 4. Fraktur complicate : tulang yang patah merusak kulit dan tulang terlihat. 5. Fraktur tanpa perubahan posisi. 6. Fraktur dengan perubahan posisi. 7. Communited fraktura : Tulang patah menjadi beberapa fragmen. 8. Impacted fraktura. Berdasarkan garis fraktur : 1. Green Stick : Retak pada sebelah sisi tulang. 2. Transverse : Patah menyilang. 3. Oblique : Garis patah miring. 4. Spiral : Patah tulang melingkar tulang. Fraktur Femur Fraktur femur adalah patah tulang pada daerah femoral (Tulang Paha). Menurut Mansjoer (2000) fraktur femur dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Fraktur batang femur. Fraktur batang femur mempunyai insidens yang cukup tinggi diantara jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah. Fraktur didaerah kaput, kolom, trokarter, subtrokanter, supra kondilus, biasanya memerlukan tindakan operatif. 2. Fraktur kolom femur. Dapat terjadi akibat trauma langsung, pasien terjatuh dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada benda keras seperti jalanan, pada trauma tidak langsung, fraktur belum femur terjadi karena gesekan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami osteoporosis. D. ANATOMI FISIOLOGI Anatomi Fisiologi Otot-otot tungkai atas memiliki selaput pembungkus yang sangat kuat dan disebut tasialata yang dibagi atas 3 golongan : a. Otot abduktor Muskulus abduktor maldanus dalam Muskulus abduktor brevis tengah Muskulus abduktor longus luar b. Muskulus ekstensor Muskulus rektus femoralis Muskulus vastus lateralis eksternal Muskulus vastus medialis internal Muskulus vastus internedial c. Otot flektor femoralis Bisep femoralis Muskulus semi membran usus Muskulus semi tendinosus Muskulus sartorius E. PATOFISIOLOGI Jenis fraktur yaitu fraktur tertutup dan terbuka ini menyebabkan perdarahan masif sehingga terjadi peningkatan tekanan-tekanan yang berlebih dalam suatu ruangan yang

mengakibatkan warna jaringan menjadi pucat, sianosis, nyeri, bengkak, mobilitas abnormal, krenitasi. Anggota badan akan tidak berfungsi setelah 24-48 jam perdarahan masif. Selain itu juga dapat menyebabkan syok hipovolemik dan timbul hematom pada kanal medula diantara tepi tulang yang fraktur dan dibawah pariostom. Jaringan tulang yang membatasi bagian tulang yang fraktur. Setelah itu akan terjadi dilatasi kapiler otot yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan kapiler dan akan merangsang pengeluaran hastamin pada otot yang iskemik, kemudian protein plasma menjadi hilang dan masuk ke dalam ruang internal. Akibatnya akan terjadi penekanan dari hematome tersebut dapat menyebabkan terjadinya resiko infeksi ini diawali dengan pembatasan asam yang menyebabkan lemak terlepas dari tulang dan masuk ke pembuluh darah yang menyuplai banyak oksigen, akibatnya terjadi distress, takikardi, hipertensi, takipnea, demam, fleksi di leher. F. MANIFESTASI KLINIS 1. Fraktur Batang Femur Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak. Ditemukan tanda functiolaesa, nyeri tekan, dan nyeri gerak. Tampak adanya defermitas angulasi ke lateral atau angulasi inferior, endo / eksorotasi. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah. Pada fraktur 1/3 tengah femur. Saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa juga keadaan nervus siatika dan arteri dorsalis pedis. 2. Fraktur Kolom Femur Pada pasien muda biasanya mempunyai riwayat kecelakaan berat. Sedangkan pasien tua biasanya hanya riwayat trauma ringan, misalnya terpeleset. Pasien tidak dapat berdiri karena sakit pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan endorotasi. Tungkai yang cedera dalam posisi abduksi, fleksi dan eksorotasi, kadang juga terjadi pemendekan. Pada palpasi sering ditemukan adanya hematoma dipanggul. Pada tipe impaksi biasanya pasien masih bisa berjalan disertai sakit yang tidak begitu hebat. Tungkai masih tetap dalam posisi netral. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Rontgen 2. Scan tulang, fotograf, CT Scan / MRI 3. Arteriogram

4. Hitung darah lengkap 5. Kreatinin 6. Profil Koagulasi H. PENATALAKSANAAN Menurut Mansjoer (2000), pada fraktur femur tertutup untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi buck, atau didahului pemakaian thomas splint, tungkai di traksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut disekitar daerah yang patah. Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non operatif atau operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non operatif, karena akan mengambung baik, perpendekan < 2 cm masih dapat diterima karena dikemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini dimungkinkan karena adanya proses remodeling pada anak-anak. 1. Pengobatan Non Operatif Dilakukan traksi skeletal 2. Operatif Indikasi operasi antara lain : Penanggulangan non operatif gagal Fraktur nultipel Robeknya arteri pulmonalis Fraktur Patologik Fraktur pada orang-orang tua. Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary nail. Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit facia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograd. Cara intrlocking nail dilakukan tanpa menyayat didaerah yang patah. Pen dimasukan melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image intersifer. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk kedalam bagian fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas. Konservatif dengan traksi kulit selama 3 minggu dilanjutkan latihan jalan dengan tingkat atau operasi prestesis austin moore hemi artro plasti (Do something). I. KOMPLIKASI Komplikasi dini dari fraktur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak, sedangkan

komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non union, kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan syaraf perifer akibat traksi yang berlebihan. J. FOKUS INTERVENSI 1. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (Fraktur) Tujuan : Mempertahankan stabilitasi dan posisi fraktur Menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi traktur. Menunjukan pembentukan kalus / mulai penyatuan fraktur dengan cepat Intervensi : Pertahankan tirah baring sesuai indikasi Berikan sokongan sendi diatas dan dibawah fraktur bila bergerak / membalik Traksi (pertahankan posisi / integritas traksi) Bantu letakkan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan Kaji integritas alat fiksasi eksternal 2. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot Tujuan : Menyatakan nyeri hilang Dapat beraktivitas Menunjukan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi Intervensi : Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena Kaji keluhan, karakteristik, dan skala nyeri Ajarkan teknik relaksasi Kolaborasi dalam pemberian analgesik 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ketidaknyamanan kerusakan

rangka neuromuskular Tujuan : Meningkatkan / membertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi Mempertahankan posisi fungsional Meningkatkan kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh Mampu melakukan aktivitas secara mandiri Intervensi :

Kaji derajat imobilitas Motivasi untuk melakukan aktivitas secara bertahap Libatkan keluarga dalam membantu pasien beraktivitas Ubah posisi secara periodik 4. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit, jaringan berhubungan dengan pemasangan traksi Tujuan : Ketidaknyamanan hilang Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu Intervensi : Kaji integritas kulit Ubah posisi sesering mungkin Message kulit sekitar gips dengan alkohol 5. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu Tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi : Kaji tanda-tanda infeksi Berikan perawatan luka Inspeksi kulit untuk adanya iritasi Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan aktivitas Tujuan : Pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri Mampu menggunakan sumber-sumber secara efektif Intervensi : Motivasi pasien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap Bantu pasien dalam perawatan diri Lakukan personal hygiene

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan Padjajaran. Bandung.

Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media Aesculapius : Jakarta.

You might also like