You are on page 1of 22

BAB IV MINYAK DAN LEMAK PANGAN

A. PENDAHULUAN

Peranan lemak dalam bahan pangan yang utama adalah sebagai sumber energi. Lemak merupakan sumber energi yang dapat menyediakan energi sekitar 2,25 kali lebih banyak dari pada yang diberikan oleh karbohidrat (pati, gula) atau protein. Istilah lemak atau minyak lebih umum digunakan daripada lipida.

Lemak bersifat padat pada suhu ruang, sedangkan minyak bersifat cair. Lemak adalah bentuk energi berlebihan yang disimpan oleh hewan, sehingga jumlah lemak dalam hewan yang dijadikan bahan pangan ditentukan oleh keseimbangan energi hewan tersebut. Secara praktis, semua bahan pangan hewani, mengandung lemak. Bahkan daging sapi rendah lemak (lean meat) mengandung 28% lemak, yang memberikan konstribusi 77% dari kalori makanan, sedangkan 51% lemak dalam cheddar cheese memberikan 73% dari kalori makanan. Semua lemak yang terdapat dalam bahan pangan nabati terutama dalam bentuk minyak. Dalam serealia seperti jagung atau di dalam kacang-kacangan seperti kedelai, lemak terdapat baik dalam germ maupun dalam endospermnya. Sebagian besar sayuran dan buah-buahan secara praktis tidak mengandung lemak, kecuali alvokat dan durian. Lemak dalam bahan pangan yang dikonsumsi akan memberikan rasa kenyang, karena lemak akan meninggalkan lambung secara lambat, yaitu sampai 3,5 jam setelah dikonsumsi tergantung dari ukuran dan komposisi pangan. Hal ini akan memperlambat timbulnya rasa lapar. Lemak dalam pangan berperan sebagai pelarut dan pembawa (carrier) vitamin-vitamin larut lemak (A, D, E, dan K). Lemak sebanyak paling sedikit

10% dari total energi yang dikonsumsi nampaknya diperlukan untuk penyerapan pro-vitamin A, misalnya dari wortel, papaya dan lain-lain. Semua hal yang mempengaruhi penyerapan atau penggunaan lemak, misalnya kerusakan saluran

63

empedu atau ketengikan pada lemak, akan mengurangi ketersediaan (availabilitas) vitamin-vitamin tersebut. Lemak dalam pangan juga berfungsi untuk meningkatkan palatibilitas (rasa enak, lezat). Sebagian besar senyawa atau zat yang bertanggung jawab terhadap flavor pangan bersifat larut dalam lemak. Juga diduga bahwa lemak dalam pangan akan menstimulir mengalirnya cairan pencernaan. Peranan lemak yang pertama dalam tubuh adalah sebagai persediaan energi yang disimpan dalam jarinagn adipose. Sejumlah tertentu lemak dalam tubuh, yaitu kira-kira 18% dari berat badan untuk wanita dan 15-18% untuk pria, adalah normal dan diinginkan. Peranan yang kedua adalah sebagai regulator tubuh. Karena lemak (lipid) merupakan elemen esensial bagi membran tiap-tiap sel dan merupakan precursor prostaglandin, maka pengembilan dan ekskresi nutrient oleh sel dapat dikatakan diatur oleh lemak, demikian juga beberapa fungsi tubuh yang esensial dikontrol oleh lemak. Suatu senyawa mirip hormon yang mempunyai kemampuan menstimulir kontraksi otot polos dalam saluran darah diidentifikasi sebagai prostaglandin. Penelitian lebih lanjut menunjukkan paling sedikit terdapat 6 macam prostaglandin dan semuanya disintesis dari asam arahidonat. Prostaglandin menunjukkan bermacam-macam fungsi, misalnya meningkatkan kehamilan, menginduksi kerja, menyebabkan keguguran dan sebagainya. Lemak terdapat dalam tubuh hewan (termasuk manusia) sebagai cadang energi, yang tersebar di seluruh jaringan, mengelilingi jaringan atau sebagai komponen jaringan, bahkan terdapat jaringan yang sebagian besar terdiri dari lemak, yaitu jaringan adipose. Berbeda dengan hewan mamalia, ikan menyimpan cadangan energi dalam bentuk lemak di dalam hatinya (lebih dari 50% beratnya). Peranan lemak ikan dalam mencegah penyakit jantung koroner telah dibuktikan. Hal ini terutama karena peranan asam lemak eikosapentaenoat (EPA) dan dekosaheksaenoat (DHA), yang terkenal dengan sebutan asam lemak omega-3. Sekitar duapertiga lemak yang tersedia dalam bahan pangan berasal dari lemak hewan dan sepertiga lainnya dari sumber nabati terutama dalam bentuk minyak goreng. Beberapa jenis lemak makanan berasal dari biji-bijian dan

64

kacang-kacangan (kecap, kacang tanah, kedelai, sawit, jagung, biji bunga matahari, dan lain-lain). Penggunaan minyak goreng di tiap daerah yang berasal dari bahan mentah yang berbeda dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, geografi, dan teknologi. B. Komposisi Kimia Seperti halnya karbohidrat, lemak tersusun dari tiga elemen dasar, yaitu karbon, hydrogen dan oksigen. Secara kimiawi, lemak merupakan bagian dari lipida, yang merupakan ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol mempunyai tiga gugus hidroksi yang masing-masing mengikat (melalui ikatan ester) satu molekul asam lemak, sehingga satu molekul lemak terdiri atas satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Oleh karena itu, lemak/minyak disebut sebagai triasilgliserol (asli = asam lemak) atau secara umum disebut sebagai trigliserida (meskipun nama yang paling benar secara kimiawi adalah triasilgliserol). Triasilgliserol disebut juga sebagai lemak netral. Perbedaan jenis dan jumlah asam lemak dan susunannya dalam molekul lemak mengakibatkan perbedaan karakteristiknya. Perbedaan ini meliputi panjang rantai karbon (dari 4 sampai 26 atom karbon), ikatan yang menghubungkan atom karbon (ikatan tunggal atau rangkap) sehingga mengakibatkan asam lemak bersifat jenuh (terdapat satu/mono atau lebih/poli ikatan rangkap). C. Klasifikasi Lemak dan Asam Lemak Berdasarkan penampilannya yang dapat dilihat oleh mata, lemak dibagi menjadi lemak terlihat (visible fat) misalnya lemak hewani, mentega, margarin dan shortening, serta lemak tidak terlihat (invisible fat) misalnya lemak dalam susu, kuning telur, daging, dan dalam biji-bijian atau kacang-kacangan. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan lemak hewani dan lemak nabati. Salah satu kelebihan lemak nabati adalah karena banyak diantaranya yang mengandung asam lemak esensial, yaitu asam linoleat dan linolenat dalam jumlah tinggi, misalnya minyak kedelai, minyak jagung dan minyak biji bunga matahari. Untuk diketahui, asam lemak esensial adalah asam lemak yang tidak dapat disintesis oleh tubuh, sehingga harus disuplai dari makanan. Semula arahidonat digolongkan sebagai asam lemak esensial, tetapi ternyata tubuh dapat

65

mensintesisnya dari linoleat. Defisiensi asam lemak esensial dapat menyebabakan timbulnya penyakit kulit (dermatitis), terutama pada anak-anak. Berdasarkan panjang rantai karbonya, asam lemak digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : (1) berantai pendek (short cain fatty acids, SCFD), yang mempunyai dua sampai empat atom karbon, (2) berantai medium (medium chain fatty acids, MCFA ), yang mempunyai enam samapi dua belas atom karbon, dan (3) berantai panjang (long chain fatty acids, LCFA ), yang mempunyai atom karbon lebih dari 12 buah. Berdasarkan kandungan ikatan rangkap pada rantai karbonnya, asam lemak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : (1) asam lemak jenuh (saturated fatty acids, SFA) yaitu asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap sama sekali; contohnya asam butirat (C4); (2) asam lemak tidak jenuh tunggal (mono unsaturated fatty acids, MUFA), yaitu asam lemak yang hanya mengandung satu ikatan rangkap; contohnya asam oleat (C18:1); dan (3) asam lemak tidak jenuh jamak (poliy-unsaturated fatty acids, FUFA); contohnya asam linoleat (dua ikatan rangkap C18;2), linolenat (tiga ikatan rangkap, C18;3), arahidonat (empat ikatan rangkap, C20;4), eikosapentaenoat(lima ikatan rangkap C20;5), dan dekosaheksaenoat (enam ikatan rangkap C22;6). Semakin panjang rantai atom karbonnya maka asam lemak cenderung bersifat padat, tetapi makin tinggi tingkat ketidak jenuhannya, maka asam lemak cenderung bersifat cair pada suhu ruang karena titik cairnya rendah. D. Pembentukan Lemak Umumnya bahan pangan mengandung lemak dan minyak. terutama bahan pangan hewani. Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jaringan adiposa, sedangkan dalam pangan nabati lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, kemudian kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak.

66

E. Jenis Lemak dan Minyak 1. Minyak Goreng Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambahn rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein (hidrasi gliserol membentuk aldehida tidak jenuh) yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal ditenggorokan. Makin tinggi titik asap makin tinggi mutu minyak goreng tersebut. Titik asap minyak goreng ditentukan oleh kadar gliserol bebas. Lemak dan minyak yang telah digunakan untuk menggoreng, titik asapnya akan turun akibat terjadinya hidrolisis lemak karena suhu tinggi. Suhu pengorengan sekitar 177 2210C. Minyak goreng dapat diproduksi dari berbagai macam bahan mentah, misalnya kelapa, kopra, kelapa sawit, kacang kedelai, biji jagung (lembaganya), biji bunga matahari, biji Zaitun (olive) dan lain-lain. Minyak goreng yang mengandung asam lemak esensial atau asam lemak tak jenuh jamak, bila digunakan untuk menggoreng (suhu 50-180 ), maka asam lemak essensial atau asam lemak tidak jenuhnya akan mengalami kerusakan (teroksidasi oleh udara dan suhu tinggi); demikian pula beta-karoten (pro-vitamin A) yang terkandung dalam minyak goreng tersebut akan mengalami kerusakan. Klasifikasi asam lemak beserta sumbernya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Selama digunakan untuk menggoreng, sifat fisio-kimia minyak akan berubah, semakin lama digunakan semakin banyak perubahan yang terjadi. Misalnya minyak tersebut akan semakin kotor akibat terbentuknya warna coklat (reaksi browning), semakin kental (akibat terjadinya polimerisasi asam-asam lemak) dan kadar peroksidanya bertambah. Minyak jelantah yang digunakan untuk menggoreng bahan makanan yang berprotein, akan menurunkan nilai gizi proteinnya; bahan minyak jelantah yang sudah terlalu lama digunakan dapat membahayakan kesehatan tubuh, karena banyak mengandung senyawa peroksida (radikal) serta asam lemak tidak jenuh trans.

67

Tabel 4.1. Klasifikasi asam lemak beserta sumbernya Asam lemak Panjang Jumlah Rantai ikatan karbon rangkap Asam lemak jenuh: Mentega 4 0 Mentega, minyak 6 0 kelapa Mentega, minyak 8 0 kelapa Minyak kelapa, 10 0 minyak salam Minyak kelapa 12 0 Minyak nabati 14 0 Minyak nabati, 16 0 lemak hewan Minyak nabati, 18 0 lemak hewan Minyak kacang 20 0 Minyak kacang 22 0 Minyak kacang 24 0 Asam lemak tidak jenuh tunggal: Minyak nabati, 16 1 lemak hewan Minyak nabati, 18 1 lemak hewan Asam lemak tidak jenuh jamak: Minyak jagung, 18 2 kedelai, lemak ayam Lemak sapi, ayam, 18 3 minyak nabati Lemak babi, 18 3 minyak kedelai Minyak kacang, 20 4 lemak hewan Lemak ikan 20 5 Lemak ikan 22 6 Sumber Sifat fisik

Butirat Kaproat Kaprilat Kaprat Laurat Miristat Palmitat Stearat Arahidat Behenat Lignuserat Palmitoleat Oleat

Cair Cair Cair Cair padat Padat Padat Padat Padat Padat Padat Cair Cair

Linoleat(LA)

Cair

Eloestearat Linolenat(LNA) Arahidonat(ARA) Eikosapentaenoat (EPA) Dokosaheksaenoat (DHA)

Cair Cair Cair Cair Cair

68

2. Mentega Mentega diolah dari susu, dengan proses pemecahan emulsi air dalam minyak (o/w) dengan pengocokan. Lemak susu dipisahkan dari komponen lain dengan baik melalui proses pengocokan (churning), sehingga secara mekanik film protein di sekeliling globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan globula lemak menggumpal dan menyusup ke permukaan. Mentega merupakan emulsi air dalam minyak dimana sekitar 18% air terdispersi di dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang berperan sebagai emusifier. Mentega dibuat dari lemak susu manis (sweat cream) atau asam (sour cream). Lemak susu dapat dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat diasamkan dengan penambahan bakteri asam laktat pada lemak susu (cream) yang telah dipasteurisasi, sehingga memungkinkan terjadinya fermentasi. yang dibuat dari lemak susu asam mempunyai citarasa yang kuat. Lemak susu dinetralkan dengan garam-garam karbonat kemudian dipasteurisasi, lemak susu dapat dibiarkan menjadi asam secara spontan atau dapat diasamkan dengan penambahan pupukan murni bakteri asam laktat pada lemak susu yang telah dipasteurisasi, sehingga terjadi fermentasi selama 3-4 jam, bakteri akan menguraikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat dan menimbulkan senyawa diasetil yang manimbulkan cita rasa yang khas. Kristalisasi mentega ditentukan oleh ukuran globula lemak dari cream yang digunakan. Zat warna karoten (pewarna alami/pro vitamin A) kadang ditambahkan ke dalam lemak susu sebelum churning. Lemak susu terdiri dari trigliserida butirodiolein butiropalmitolein, dioleopalmitin dan sejumlah kecil triolein. Asam lemak butirat dan kaproat dalam keadaan bebas dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak. 3. Margarin Margarin dapat dibuat dari lemak hewani dan lemak nabati yang juga merupakan emulsi air dalam minyak dengan persyaratan mengandung lemak minimal 80%. Margarin merupakan mentega tiruan yang dibuat dari minyak nabati (kelapa, kelapa sawit, jagung, kedelai, bunga matahari, biji kapas, dll) atau lemak hewani (tallow/lemak sapi, lard/lemak babi) dengan rupa, bau, konsistensi, Mentega

69

rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Minyak nabati harus dihidrogenasi terlebih dahulu sehingga membentuk lemak padat sehingga margarin bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan mencair di dalam mulut. Lemak yang akan digunakan dimurnikan terlebih dahulu, kemudian dihidrogenasi hingga konsistensi yang diinginkan. Lemak diaduk, diemulsikan dengan susu skim yang telah dipasteurisasi, dan diinokulasi dengan bakteri yang sama pada pembuatan mentega. Setelah inokulasi, dibiarkan 12-24 jam sehingga terbentuk emulsi sempurna, kadang-kadang ditambahkan emulsifier seperti lesitin, gliserin atau kuning telur. Bahan lain yang ditambahkan adalah garam, natrium benzoat, pengawet, dan vitamin A. Karena minyak nabati berada dalam keadaan cair pada suhu ruang, maka untuk membuatnya menjadi padat dilakukan proses hidrogenasi, yaitu penambahan atom hydrogen pada ikatan rangkap asam-asam lemak tidak jenuh. Prosesnya adalah mengalirkan gas Hidrogen (H2) ke dalam minyak panas dengan katalisator berupa platina (Pt) atau nikel (Ni). Secara teknologis, proses hidrogenasi menguntungkan karena selain diperoleh lemak yang plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah dan segera mencair dalam mulut; juga menjadikan minyak menjadi stabil, sulit untuk dioksidasi (karena tidak mengandung ikatan rangkap). Akan tetapi dari segi gizi proses ini merugikan, karena asam lemak tidak jenuh (PUFA) yang baik untuk kesehatan berubah menjadi asam lemak jenuh, demikian pula asam lemak yang awalnya merupakan asam lemak esensial menjadi tidak esensial lagi. Selain itu, proses hidrogenasi dapat menyebabkan perubahan konfigurasi asam lemak tidak jenuh, yang tadinya cis-menjadi trans-. Untuk diketahui, asam lemak trans- dimetabolisme dalam tubuh seperti halnya asam lemak jenuh berantai panjang, sehingga berisiko menimbulkan aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Untuk menghindari hal-hal yang merugikan tersebut, dapat dilakukan hidrogenasi sebagian (partial dehydrogenation) sehingga asam lemak tidak jenuh (PUFA) atau asam lemak esensial tidak semuanya berubah dan kandunagn asam lemak trans- juga rendah.

70

4. Shortening/Mentega Putih Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu, umumnya berwarna putih sehingga disebut mentega putih. Bahan ini diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan tertentu

terutama pada pembuatan cake dan kue yang dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur, keempukan, dan memperbesar volume roti/kue. Berdasarkan cara pembuatannya ada tiga macam shortening yaitu : a. Compound, adalah shortening yang dihasilkan dari campuan lemak hewani yang bertitik cair tinggi, lemak bertitik cair rendah, dan lemak yang sudah mengalami hidrogenasi. Dari pencampuran lemak-lemak tersebut akan

diperoleh shortening dengan konsistensi tertentu, bersifat plastik pada selang suhu yang lebar dan tahan lama. Contoh pencampuran oleo stearin, lard, dan minyak biji kapas yang telah mengalami hidrogenasi b. Hydrogenated, adalah shortening yang dihidrogenasi yang dibuat dengan cara mencampurkan dua atau lebih minyak dengan bilangan iodin dan konsistensi yang berbeda-beda. Keuntungannya adalah konsistensi dapat diatur dengan mengatur perbandingan jumlah derajat hidrogenasi dari masing-masing lemak yang dicampur c. High ratio shortening (Hydrogenated shortening yang ditambah emulsifier). Misalnya monogliserida, digliserida, lesitin, dan kadang-kadang ditambahkan gliserol. Umumnya mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas, minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah, dan lain-lain. sifat-sifat mentega putih didasarkan atas nilai shortening dan sifat plastis. Nilai shortening adalah kemampuan mentega putih untuk melumas dan mengempukkan bahan pangan yang tergantung juga dari sifat plastisnya. Sifat plastis tergantung dari perbandingan jumlah lemak padat dan lemak cair dan sifat-sifat kristal lemaknya. Lemak gajih atau lard adalah lemak yang diperoleh dari jaringan lemak ternak sapi, babi, atau kambing. Umumnya lemak banyak terdapat pada rongga perut dan biasanya akan menghasilkan lemak gajih bermutu tinggi. Shortening

71

adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dengan kestabilan yang relatif tinggi. Umumnya shortening tidak berwarna, sehingga sering disebut sebagai mentega putih. Shortening banyak digunakan dalam pengolahan roti dan kue (cake) yang dipanggang, dan berfungsi untuk memperbaiki citarasa, struktur, keempukan dan memperbesar volume roti/kue. Sifat mentega putih ditentukan oleh nilai shortening dan sifat plastisnya. Nilai shortening menentukan keempukan roti/kue, yang tergantung juga pada jumlah lemak padat dan lemak cair serta sifat-sifat kristal lemaknya. F. Pengolahan Kelapa Sawit Pengolahan kelapa sawit untuk menghasilkan CPO dimulai dari penanganan bahan baku atau tandan buah segar (TBS) pada saat pemanenan hingga sampai di pabrik. Setelah tiba di pabrik, TBS selanjutnya melalui serangkaian tahapan pengolahan. Secara garis besar proses pengolahan TBS hingga menjadi CPO yaitu melalui proses perebusan, perontokan (pemipilan), pelumatan (pencacahan), ekstraksi minyak, dan klarifikasi. 1. Pengukusan TBS yang tiba dari kebun segera ditimbang dan dimasukkan dalam lori perebusan. Lori pengukusan dimasukkan ke dalam sterilizer yang dapat ditutup dengan rapat untuk menghindari terjadinya pengeluaran steam sebagai media perebus. Proses pengukusan berlangsung pada suhu 135 1600C selama 90 110 menit dengan tekanan 2,8 3,0 kg/cm2. Pengukusan ini bertujuan untuk mempermudah pelepasan buah dari tandan, melunakkan buah sehingga mempermudah dalam proses penghancuran, menonaktifkan enzim lipase dan oksidase yang dapat merangsang pembentukan asam lemak bebas, menurunkan kadar air di dalam jaringan buah, memudahkan pemisahan tempurung dengan inti, menguraikan pektin dan polisakarida sehingga buah menjadi lunak. 2. Perontokan (Pemipilan) Perontokan bertujuan untuk memisahkan tandan dengan buah. Proses perontokan buah terjadi akibat perputaran mesin perontok. Mesin perontok buah memiliki batang-batang penghubung yang diatur dengan interval yang sama.

72

Diameter dan panjang mesin perontok buah adalah 2,1 m dan 4 m, sementara jarak antara dua batang penghubung 40 mm. 3. Pelumatan (pencacahan) Pelumatan dilakukan untuk memisahkan buah dengan biji serta untuk memudahkan proses ekstraksi minyak. Pelumatan dilakukan dengan cara pengadukan buah oleh alat yang dilengkapi lima pasang pisau berputar. Pada proses pelumatan ini perlu ditambahkan air bersuhu 90 950C untuk mempermudah pemisahan buah dengan biji serta untuk membuka kantongkantong minyak sehingga dapat mengurangi kehilangan minyak. Suhu yang rendah mengakibatkan minyak semakin kental sehingga menyulitkan ekstraksi minyak. 4. Ekstraksi minyak Ekstraksi merupakan proses untuk memperoleh minyak dari buah yang telah mengalami pencacahan. Proses ekstraksi dilakukan secara mekanis untuk mengeluarkan kandungan minyak. Buah yang telah dicacah dimasukkan ke dalam mesin pengepres ulir yang terdiri atas dua ulir yang berputar berlawanan dan dilengkapi dengan saringan pengepres. Buah yang telah lumat mengeluarkan minyak melalui lubang-lubang kecil. Selama proses ekstraksi ditambahkan air bersuhu 90 950C sebanyak 600 800 liter/jam untuk memudahkan ekstraksi minyak. Tekanan hidrolik pada mesin pengepres berkisar antara 40 50 kg/cm2. Tekanan yang rendah menyebabkan proses ekstraksi minyak tidak maksimal. 5. Klarifikasi Klarifikasi adalah proses pembersihan minyak yang bertujuan untuk mengeluarkan air dan kotoran dari minyak, memperkecil kerusakan minyak akibat oksidasi, memperkecil kehilangan minyak dan menekan biaya produksi, serta mempermudah pengolahan limbah. Klarifikasi terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu pemisahan kotoran berupa serabut dan lumpur, pemisahan minyak dengan air, pengambilan minyak yang tedapat pada lumpur serta pembersihan. Pemisahan kotoran yang berupa serabut dilakukan dengan saringan getar, pemisahan kotoran berupa lumpur dilakukan pada decanter, pemisahan minyak dengan air dilakukan pada tangki pengendapan, sedangkan pembersihan minyak
73

dilakukan pada alat pembersih minyak (oil purifier).

Minyak hasil ekstraksi

ditampung pada tangki perangkap pasir, tangki tersebut digunakan untuk memisahkan pasir dari minyak. Pemisahan pasir terjadi akibat perbedaan berat jenis antara pasir, minyak dan air dengan pemberian uap panas ke dalam tangki perangkap pasir. Minyak selanjutnya dialirkan ke dalam saringan getar yang bertujuan untuk memisahkan benda-benda padat dalam minyak, saringan getar menggunakan kawat saringan berukuran 20 mesh. Minyak yang telah disaring dialirkan ke dalam decanter, pada alat ini terjadi proses pemisahan kotoran berupa lumpur dengan cara sentrifusi 6000 rpm, pada proses tersebut digunakan air panas sebagai pengencer. Lumpur yang mungkin masih terdapat pada minyak selanjutnya dipisahkan berdasarkan bobot jenis. Air yang terkandung pada minyak dihilangkan dengan alat pengering hampa agar minyak tidak mudah terhidrolisis. Minyak yang diperoleh berupa CPO yang selanjutnya ditimbang dan disimpan dalam tangki penampungan. Lumpur yang masih mengandung minyak dari tangki pengendap dialirkan ke dalam tangki lumpur. Cairan lumpur hasil klarifikasi yang masih mengandung minyak tersebut ditampung sementara pada bak penampungan untuk di daur ulang. Proses

pengolahan kelapa sawit hingga menjadi CPO dapat dilihat pada bagan dalam Gambar 4.1.

74

Perebusan tandan buah

Perontokan/pemipilan Pelumatan (pencacahan) Ekstraksi minyak

Pemisahan pasir Pemisahan serabut

Pemisahan lumpur

Pemisahan air

Minyak

Minyak mengandung lumpur

Minyak

Pembersihan minyak Pengeringan minyak

Pembersihan lumpur Pemisahan lumpur

Penimbangan minyak

Lumpur

Penyimpanan minyak/CPO

Gambar 4.1. Bagan Pengolahan Kelapa Sawit

75

G. Minyak Kelapa Sawit Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 45 - 50%. Kelapa sawit menghasilkan 2 jenis minyak yang sifatnya sangat berbeda, yaitu minyak dari sabut (minyak sawit kasar) dan minyak dari biji (minyak inti sawit). Perbedaannya terletak pada pigmen karotenoid yang ada dalam minyak sawit kasar dan kandungan asam lemaknya. Asam lemak kaproat dan asam kaprilat terdeteksi pada minyak inti sawit, sedangkan pada minyak sawit kasar tidak terdeteksi. Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya terdiri atas 35 40% asam palmitat, 38 40% asam oleat, dan 6 10% asam linolenat, serta kandungan mikronutriennya seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan fitosterol. Komposisi kimia rata-rata asam lemak minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 4.2. Komponen lain yang kadarnya relatif rendah dalam minyak sawit adalah sterol sekitar 300 ppm. Sterol ini terutama berupa beta-sitosterol (74%), stigmasterol (8%) dan campesterol (14%), sedangkan kolesterol hanya sekitar 1% dari total sterol. Kolesterol yang terkandung dalam 29 liter minyak sawit setara dengan kolesterol dalam satu butir telur. Tabel 4.2. Komposisi asam lemak minyak sawit Asam lemak Miristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat Kandungan (%) 0,8 42,0 5,1 42,0 10,0

Minyak sawit merupakan minyak yang mempunyai bentuk fisik setengah padat pada kisaran suhu yang cukup panjang. Pada suhu sekitar 50 550C minyak tersebut mencair, sebaliknya minyak inti sawit bersifat cair pada suhu kamar. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut. 1. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit Sifat fisiko-kimia minyak sawit meliputi warna, bau/flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point), slipping point, shot melting

76

point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidy point), titik asap, titik nyala dan titik api. Nilai beberapa sifat fisiko kimia minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 4.3. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen karotenoid yang larut dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Bau dan flavor terdapat secara alami, bau khas minyak sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Bau juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Tebel 4.3. Sifat fisiko kimia minyak sawit Sifat fisiko-kimia Densitas pada 500C (kg/m3) Berat jenis (400C) Indeks refraktif Titik leleh (0C Bahan tak tersabunkan Bilangan iod Nilai saponifikasi Nilai 891 0,921 0,925 1,453 1,458 25 50 0,2 0,8 44 58 195 205

2. Pemurnian Minyak Pemurnian minyak bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik serta memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan baku dalam industri. Kotoran-kotoran yang ada dalam minyak dapat berupa komponen yang tidak larut dalam minyak, komponen dalam bentuk suspensi koloid dan komponen yang larut dalam minyak. Komponen yang tidak larut dalam minyak adalah lendir, getah, abu atau mineral. Komponen yang berupa suspensi koloid adalah fosfolipid, karbohidrat dan senyawa yang mengandung nitrogen, sedangkan komponen yang larut dalam minyak berupa asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida serta zat warna yang terdiri dari karotenoid dan klorofil. Tahapan proses pemurnian minyak konvensional adalah pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan

(bleaching) dan penghilangan bau (deodorisasi). Fraksinasi dilakukan pada tahap akhir untuk memisahkan fraksi cair (olein) dengan fraksi padat (stearin). Kadang-kadang satu atau lebih dari tahapan proses tersebut tidak perlu dilakukan,

77

tergantung dari tujuan penggunaan minyak. Untuk memperoleh minyak sawit merah, proses bleaching tidak dilakukan sebab pada proses bleaching karotenoid dihilangkan. Sekitar 80% karotenoid yang hilang selama proses bleaching, arang aktif 0,1 0,2% dari berat minyak dapat menyerap zat warna sebanyak 95 97% dari total zat warna yang terdapat pada minyak. 1). Degumming Degumming merupakan proses pemisahan getah atau lendir yang terdapat dalam minyak. Kotoran-kotoran yang tersuspensi seperti fosfatida, protein dan kotoran-kotoran lain sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhydrous, sehingga dapat diendapkan dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap, penambahan air, atau dengan penambahan larutan asam. Asam yang biasa digunakan antara lain adalah asam fosfat. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 70 80 0C setelah ditambahkan asam fosfat (H3PO4) 0,3 0,4% (b/b) dengan konsentrasi 20 60% (b/b). Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak, disamping itu netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen minyak. 2). Deasidifikasi Deasidifikasi adalah proses pemisahan asam lemak bebas dalam minyak. Deasidifikasi dapat dilakukan dengan metode kimia, fisik, miscella, biologis, reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical fluid extraction, dan teknologi membran. Deasidifikasi secara kimia dilakukan dengan cara netralisasi dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun (soap stock). Alkali yang biasa digunakan adalah NaOH, proses ini lebih dikenal dengan istilah caustic deasidification. Beberapa bahan kimia dapat diaplikasikan pada proses tersebut, misalnya natrium karbonat, natrium hidroksida, kalium hidroksida, etanol amin serta amonia. Efektivitas bahan kimia tersebut dalam proses deasidifikasi minyak sawit

78

sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan kimia, serta suhu yang digunakan selama proses deasidifikasi. Netralisasi minyak dan lemak dengan metode kimia merupakan proses penyabunan asam lemak bebas oleh larutan NaOH maupun bahan kimia lain. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Reaksi penyabunan asam lemak bebas dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 4.2.

asam lemak bebas

sabun

air

Gambar 4.2. Reaksi penyabunan asam lemak bebas dengan NaOH

Penggunaan NaOH banyak dilakukan dalam skala industri karena kerjanya lebih efisien dan biaya lebih murah. Selain itu NaOH juga akan membantu menghilangkan kotoran berupa getah dan lendir dalam minyak. Kotoran tersebut berupa fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Konsentrasi larutan alkali untuk netralisasi biasa dinyatakan dengan derajat Baume (Be). Untuk minyak dengan kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 1% biasa digunakan larutan 8 12 0Be, sedangkan untuk kandungan asam lemak bebas di atas 1% dipakai larutan 14 20 0Be. Larutan yang lebih kuat dari 20 0Be hanya digunakan jika keasaman minyak sangat tinggi, yaitu jika lebih dari 6%. Secara teoritis, untuk menetralkan 1 kilogram asam lemak bebas dibutuhkan 0,142 kg NaOH kristal dan diberi kelebihan (excess) sebesar 0,1 0,2% dari berat minyak yang akan dinetralkan. Efisiensi netralisasi dinyatakan dengan refining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan total minyak karena netralisasi dengan jumlah asam lemak bebas dalam minyak kasar. Makin kecil nilai refining factor maka efisiensi netralisasi makin tinggi.

79

Konsentrasi bahan kimia yang digunakan dalam netralisasi tergantung pada jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Tetapi makin besar konsentrasi bahan kimia yang digunakan, maka kemungkinan jumlah trigliserida yang tersabunkan akan semakin besar, sehingga nilai refining factor bertambah besar. Sebaliknya, makin kecil konsentrasi bahan kimia maka makin besar kecenderungan larutan sabun untuk membentuk emulsi dengan trigliserida sehingga mempersulit pemisahan sabun (soap stock) yang juga akan menurunkan rendemen. Pemakaian bahan kimia dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah bahan kimia yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi

dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik. Suhu dan waktu yang digunakan dalam proses netralisasi minyak harus dipertimbangkan dengan baik dan dipilih sedemikian rupa sehingga sabun yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Proses pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak, sebab sebagian minyak akan diserap oleh sabun. Suhu proses yang tinggi serta waktu proses yang lama dapat merusak karotenoid yang merupakan pigmen alami minyak sawit. 3). Bleaching Warna minyak sawit ditentukan oleh adanya pigmen karotenoid yang larut dalam minyak, sebab asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Bleaching merupakan salah satu tahapan proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan zat warna. Bleaching dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activatedclay) dan arang aktif, atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid serta hasil degradasi minyak seperti peroksida.

80

Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Tanah pemucat banyak digunakan karena efektif menyerap zat warna. Tanah pemucat terdiri dari beberapa komponen yaitu Al2O3, Fe2O, TiO2, CaO, MgO, K2O dan Na2O. Daya pemucatan disebabkan oleh ion-ion Al3+ yang pada permukaan adsorben dapat mengadsorbsi partikel-partikel zat warna. Proses bleaching dilakukan dalam ketel. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050C selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 800C. Selanjutnya minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan atau dengan pengepresan menggunakan filter. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. 4). Deodorisasi Deodorisasi merupakan proses untuk memisahkan rasa dan bau dari minyak. Prinsip dari proses deodorisasi yaitu destilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan, kemudian melalui aliran uap komponen tersebut dipisahkan dari minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara lain asam lemak bebas, aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak esensial yang jumlahnya sekitar 0,1% dari berat minyak. Deodorisasi dilakukan dengan cara menguapkan komponen-komponen volatil, dan memisahkan asam lemak bebas lebih lanjut. Proses ini dilakukan secara kontinu pada suhu 245 2650C dalam keadaan vakum 1 2 tor. H. Asam Lemak Bebas Asam lemak bebas merupakan salah satu faktor penentu mutu minyak sawit dan juga merupakan salah satu indikator dalam kerusakan minyak. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh karena itu dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin. Pembentukan asam lemak bebas pada minyak sawit kasar merupakan suatu kerusakan. Kerusakan minyak sawit kasar disebabkan oleh hidrolisis dan oksidasi.

81

Proses hidrolisis pada umumnya disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisis dapat berlangsung bila tersedia sumber nitrogen, garam mineral dan sejumlah air. Air di dalam minyak akan mempercepat kerusakan minyak karena terjadi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol, yang dapat menyebabkan ketengikan. Mekanisme reaksi hidrolisis dan oksidasi dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.

Gambar 4.3 Mekanisme reaksi hidrolisis

Gambar 4.4. Mekanisme reaksi oksidasi Hidrolisis terjadi pada ikatan ester dari molekul gliserida membentuk asam lemak bebas dan gliserol. Enzim penyebab hidrolisa disebabkan oleh lipolitik (lipase) yang terdapat secara alami di dalam buah sawit, dan oleh mikroba lipolitik. Lipase mulai aktif pada saat struktur seluler buah menjadi pecah atau rusak, utamanya selama pasca panen sawit, sedangkan hidrolisis oleh mikroorganisme disebabkan oleh fungi yang menghasilkan enzim lipase. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek (C14 C12), mengakibatkan perubahan flavor dan timbul bau tengik. Lemak yang masih berada dalam jaringan mengandung enzim dari golongan lipase yang dapat menghidrolisis lemak netral (trigliserida). Koordinasi mekanisme sel-sel pada jaringan akan rusak jika organisme telah mati,

82

mengakibatkan lipase mulai bekerja sehingga merusak molekul lemak. Kecepatan hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan bahan relatif lambat pada suhu rendah, tetapi pada kondisi yang cocok proses tersebut akan terjadi lebih intensif. gliserol. Kerusakan ini disebabkan oleh struktur sel buah yang terganggu. Pengaruh enzim yang mengakibatkan kenaikan asam lemak bebas mulai terjadi pada saat penanganan dan pengangkutan tandan buah segar. Kenaikan asam lemak bebas dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan minyak sawit yang disebabkan oleh hidrolisis autokatalitik, juga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yaitu jamur lipolitik, diantaranya adalah spesies Paecilomyces, Aspergillus, Rhizopus dan Torula, hal ini terjadi karena minyak diproduksi dalam keadaan kotor yang merupakan nutrisi bagi perkembangan jamur lipolitik. Kenaikan asam lemak bebas mempermudah proses pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton dan polimer. Oksidasi berantai menyebabkan penguraian konstituen aroma, flavor dan vitamin. Pembentukan senyawa seperti peroksida, aldehida, dan keton menyebabkan bau tengik, pencoklatan minyak dan dapat menimbulkan keracunan. Oksidasi minyak sawit terjadi melalui asam oleat yang merupakan komponen makro dimana jumlahnya mendekati 50% dari seluruh asam lemak yang terkandung pada minyak sawit. Namun minyak sawit kasar relatif stabil terhadap oksidasi, sebab hanya sedikit mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (poly unsaturated). Selain itu juga mengandung antioksidan alami berupa tokoferol dan tokotrienol, disamping itu kandungan karotenoid yang tinggi juga membantu tokoferol dengan cara mengikat oksigen. Logam kontaminan merupakan katalisator yang sangat kuat dalam oksidasi minyak sawit. Lemak yang rusak mengakibatkan kenaikan asam lemak bebas dan

Soal latihan : 1. 2. 3. Jelaskan beberapa peranan lemak dalam sistem pangan Jelaskan proses produksi miknyak goreng Jelaskan proses produksi margarin, mentega, dan mentega putih, sehingga tampak perbedaan antar keduanya

83

4.

Berdasarkan cara pembuatannya, mentega putih dibedakan atas 3 macam. Jelaskan.

5.

Jelaskan tahap-tahap pemurnian minyak

84

You might also like