You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Bakteri Mikobakterium tuberkulosa Cara Penularan

Penyakit TBC Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun

demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

1.2 Tujuan Makalah 1. Pengertian TBC secara spesifikasi 2. Penyebaran TBC di Kalimantan Timur 3. Sebab-sebab kegagalan penanggulangan di Indonesia 4. Cara menanggulangi TBC
2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian TBC Secara Spesifikasi Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi

memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC. Mycobacterium Tuberculosis merupakan bakteri penyebab dari penyakit TBC, kuman ini berbentuk batang yang mengelompok atau disebut berkoloni. Kuman ini paling sering menyerang organ pernafasan atau paru-paru, meski masih bisa menyerang organ tubuh yang lain. Infeksi primer dapat terjadi pada individu yang belum memiliki kekebalan terhadap basil ini.

Penyakit

TBC

paru-paru dapat

disembuhkan.

Namun

karena

kekurangpekaan si penderita dan kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian pun tak jarang terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan dini untuk mencegah dan mengobati penyakit TBC. Bakteri yang menyebabkan: 1. Mycobacterium Tuberculosis

2. Mycrobacterium Bovis 3. Mycrobacterium Africanum 4. Mycrobacterium Canetti 5. Mycrobacterium Microti Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberculosa yang mempunyai takson, filum: Actinobacteria, ordo: Actinomycet, sub ordo: Corynebacterineae, famili: Mycobacteriaceae, genus: Mycobacterium. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mycrobacterium tuberculosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). A. Gejala Penyakit TBC Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis

tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. B. Gejala sistemik/umum 1. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. 2. Penurunan nafsu makan dan berat badan. 3. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). 4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

C. Gejala khusus 1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. 2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. 4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

D. Bakteri Mycobacterium Tuberculosis Membelah Diri Bakteri ini adalah jenis bakteri obligat aerob, artinya bakteri ini dapat hidup jika di lingkungannya ada oksigen. Tanpa oksigen, bakteri ini tak dapat hidup. Mycobacterium tuberculosis berkembang biak secara membelah diri setiap 16 hingga 20 jam. Berbeda dengan bakteri biasa yang membelah lebih cepat, bahkan dalam hitungan menit (contohnya saja E. coli yang membelah kurang dari 20 menit). Bakteri ini ukurannya sangat kecil, yaitu sepersepuluh juta hinga dua persepuluh juta meter atau 0,1-0,2 mikrometer. Bentuknya batang kecil dan kebal terhadap desinfektan. Bakteri ini juga mampu bertahan hidup di tempat yang kering. Ia juga bersifat parasit terhadap inangnya. Bakteri TBC mempunyai dinding sel tebal yang mengandung zat lilin. Zat lilin ini berperan dalam terbentuknya fase atau formasi granoluma atau bintil atau nodul yang terlihat pada hasil foto rontgen paru-paru penderita TBC. Gejala yang dialami penderita yang positif TBC itu antara lain kehilangan berat badan 3 bulan berturut-turut; kehilangan nafsu makan; demam dan berkeringat di malam hari; batuk selama minimal 2 minggu berturut-turut yang disertai darah dan dahak; pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit di daerah leher ketiak dan lipatan paha; serta bila dirontgen tampak cairan di dada. 2.2 Penyebaran TBC di Kalimantan Timur Meski sudah tercapai target Tujuan Pembangunan Millenium (MDGs) tentang Tuberculosis, tapi Indonesia masih menduduki peringkat ketiga negara dengan beban tuberculosis sedunia. "Indonesia (5.8 persen) berada di bawah India (21.1 persen) dan Cina (14.3 persen)," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Iwan Muljono. Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 2007 menunjukkan tuberculosis menjadi penyebab kematian terbanyak dari penyakit infeksi. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2008 menunjukkan terjadi 534 ribu kasus baru
6

per tahunnya dan menyebabkan 88 ribu kematian. Menurut Iwan kegagalan program Tuberculosis selama ini karena kurangnya pendanaan, minimnya komitmen politik, tidak memadainya organisasi pelayanan tuberculosis, dan infrastruktur kesehatan yang tidak memadai. "Obat sudah dipenuhi pemerintah tahun ini, tinggal memanajemen agar obat sampai ke penderita. Kebijakan pemerintah dalam menangani tuberculosis antara lain menyediakan obat anti tuberculosis secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya, serta menggalakan Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulangan Tuberculosis (Gerdunas TB). Target pemerintah adalah menemukan penderita baru paling sedikit 70 persen dari perkiraan dan menyembuhkan 85 persen dari penderita tersebut. Angka penemuan kasus baru sudah tercapai pada 2009, yakni 71.9 persen dengan penemuan kasus baru yang positif 166.291 kasus. Angka

kesembuhannya dari pada 2006, kata Iwan, sudah berada di atas 91 persen. TBS termasuk nomor satu sebagai penyebab kematian dari golongan penyakit infeksi. Disebutkan, jumlah penderita TBC yang ditemukan pada tahun 2003 di Kaltim, sebanyak 806 orang. Dengan angka kesembuhan mencapai 73%. Masih banyaknya penderita TBC selain karena faktor lingkungan yang kotor dan kumuh juga masih kurangnya kesadaran masyarakat penderita TBC untuk berobat secara terus menerus. Penyakit TBC dapat disembuhkan, asalkan si penderita rutin minum obat yang telah diberikan oleh petugas kesehatan. Masih banyaknya ditemukan penderita TBC merupakan permasalahan yang tengah dihadapi oleh Dinas Kesehatan Propinsi Kaltim. Selain kurangnya kesadaran masyarakat untuk berobat, sarana yang masih kurang, SDM petugas yang masih perlu ditingkatkan, dan faktor geografis, masalah biaya untuk penanggulangan TBC juga perlu ditingkatkan. Untuk meminimalisir TBC ini, di Kabupaten dan Kota se Kaltim telah dibentuk Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). PPTI bertugas untuk memberikan penyuluhanpenyuluhan terhadap upaya pemberantasan TBC, melatih tenaga pengawas minum obat dan membantu kegiatan operasional Dinas Kesehatan dalam

pemberantasan TBC. Sebagaimana PPTI Kota Samarinda yang usianya belum genap satu tahun, PPTI Samarinda telah menjalankan perannya membantu penderita TBC untuk berobat ke Puskesmas dengan memberikan uang transportasi dan uang perbaikan gizi bagi penderita TBC. Kami juga telah mengadakan penyuluhan di enam kecamatan, 42 desa, kata Ketua PPTI Kota Samarinda Ny. Syahari Jaang. Dari hasil penyuluhan di enam kecamatan, PPTI Kota Samarinda menemukan tujuh orang penderita TBC. Ke tujuh orang tersebut telah difasilitasi PPTI Kota Samarinda, lima orang dinyatakan sembuh dan dua orang meninggal. Dua orang penderita TBC yang kami temukan meninggal tersebut karena kondisinya sudah kronis sekali. Seiring pertumbuhan penduduk yang kian meningkat, Balikpapan dan Samarinda merupakan pusat daerah geografis. Penyakit TBC sebenarnya bukan berasal dari daerah Balikpapan dan Samarinda. Penyakit TBC ini kebanyakan berasal dari pendatang yang bermukim di Balikpapan dan Samarinda, sehingga penduduk asli yang bermukim di daerah Balikpapan dan Samarinda banyak terinfeksi Tuberculosis dari pendatang-pendatang luar daerah tersebut. Hal ini mengakibatkan penularan TBC di Kalimantan Timur kian meningkat, karena penularan TBC ditularkan melalui udara. Para penderita TBC seringkali batuk sembarangan tanpa menutup mulutnya dengan menggunakan tisu ataupun kain. Dari batuk inilah, kuman TBC terhirup sampai paru-paru oleh anak-anak yang sehat. Sehingga kuman TBC ini akan masuk melalui paru-paru. Paru-paru inilah yang merupakan tempat yang lazim bagi infeksi TBC. TBC juga dapat ditularkan melalui susu. Cara penyebarannya melalui susu yang tidak steril (biasanya hanya dipanaskan sampai 60 derajat Celcius). Susu ini kemudian dikonsumsi oleh orang yang sehat. Dalam hal ini usus merupakan tempat yang pertama. Kuman TBC ini melalui sapi yang menderita TBC. Awasi juga, kuman TBC yang bisa masuk melalui kulit terbuka. Kuman TBC yang masuk akan masuk menjadi sel infeksi, pada perjalanan selanjutnya kuman akan tidur. Pada fase inilah yang sangat berbahaya, karena saat tubuh

lemah, kuman akan tidur. Pada fase inilah yang sangat berbahaya, karena saat tubuh lemah, kuman akan menginfeksi kekebalan tubuh manusia. Berikut bagan penyebaran Tuberculosis pada manusia :

2.3 Sebab-sebab kegagalan penanggulangan penyakit TBC di Indonesia 1. Penderita dan keluarganya kurang memahami tentang lamanya

pengobatan, yang biasanya memakan waktu yang cukup lama antara 1 tahun hingga 2 tahun. 2. Rasa sakit waktu disuntik dan skala penyuntikan yang terlalu sering kali sehingga membuat penderita menjadi bosan dan memilih untuk mengundurkan diri berobat. 3. Penderita merasa bahwa dirinya telah sembuh saat usai melakukan beberapa kali pengobatan. Padahal pengobatan belum benar-benar tuntas. 4. Alasan jarak puskesmas dan rumah sakit yang cukup jauh yang tidak dapat terlampaui oleh masyarakat.

5. Biaya pengobatan yang cukup mahal untuk sebagian orang dan masih sulitnya mengurus jaminan asuransi kesehatan bagi warga kurang mampu. 6. Kurangnya petugas kesehatan yang mensosialisasikan berapa lama penderita TB berobat, dan masih minimnya dana anggaran kesehatan sehingga menjadi salah satu peringkat nomor 3 penderita TB.

2.4 Cara Menanggulangi TBC Cara penanggulan TBC dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut : Sasaran terapi TBC adalah pada bakteri Mycobaterium tuberculosis dan pada sistem imun tubuh. Tujuan terapi untuk TBC adalah sedapat mungkin bersifat preventif atau pencegahan timbulnya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan bila telah terjadi infeksi maka menghilangkan gejala TBC, mencegah keparahan, dan sembuh. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk terapi TBC adalah : 1. Penggunaan vaksin BCG (bacille Calmette -Guerin). 2. Pengobatan pada pasien latent tuberculosis. 3. Pengobatan pada pasien active tuberculosis dengan menggunakan antibiotik (isoniazid, rifampin, dsb) selama kurang lebih 6 bulan. Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin1 yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 - 80% di seluruh dunia. Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang

10

dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC. Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau tempat bersuhu 2 - 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Untuk menanggulangi masalah TBC di Indonesia, strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shourtcourse chemotherapy) yang

direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pelaksanaan DOTS di klinik perusahaan merupakan peran aktif dan kemitraan yang baik dari pengusaha dan masyarakat pekerja untuk meningkatkan penanggulangan TBC di tempat kerja. sehingga masyarakat yang pekerja dapat menjaga kondisi kesehatannya dan mengurangi penderita TB. Melakukan upaya preventif ke masyarakat dan pedesaan yang masih kurang dijamah oleh petugas kesehatan untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit TBC. Pencegahan Primer, Pencegah merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.

11

Pengendalian melalui jalur kesehatan (medical control), antara lain : 1. Pendidikan kesehatan : kebersihan perorangan, gizi masyarakat, kebersihan lingkungan, cara minum obat dll. 2. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test) 3. Peningkatan gizi masyarakat, serta 4. Penelitian kesehatan Melakukan Upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap masyarakat Adalah upaya pengobatan penyakit TBC yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan OAT standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Pelaksanaan minum obat & kemajuan hasil pengobatan harus dipantau. Agar terlaksananya program penanggulangan TBC ditempat kerja perlu adanya komitmen dari pimpinan perusahaan / tempat kerja dan kerjasama dengan semua pihak terkait untuk melaksanakan Program Penanggulangan TBC didukung dengan ketersediaan dana, sarana dan tenaga yang professional. Keberhasilan pengobatan TBC tergantung dari kepatuhan penderita untuk minum OAT yang teratur.

12

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan TB adalah penyakit serius yang menyerang paru-paru dan harus segera ditangani. Menular secara langsung melalui udara Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Mycobacterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain. Ada dua macam TB: 1. TB karena infeksi, 2. TB karena terjangkit. TB merupakan permasalahan yang telah mendunia, WHO bekerjasama dengan seluruh negara berjuang memerangi penyakit ini.

3.2 Saran Upaya penanggulangan penyakit menular tuberkulosis (TBC) yang dilakukan pemerintah saat ini perlu diperbaiki. Pasalnya, ada sesuatu yang tidak tepat dari upaya yang dilakukan sekarang ini. Buktinya, kasus TBC masih tetap tinggi, sekalipun obat anti tuberkulosis diberikan gratis dan

pengobatannya sudah menerapkan strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse). untuk menanggulangi kasus TBC di Indonesia pemerintah harus meningkatkan kemampuan para dokter melakukan DOTS, baik di rumah sakit

13

maupun praktik dokter swasta. Permasalahan dalam pengobatan pasien di rumah sakit swasta dan praktik dokter adalah kurangnya pemantauan terhadap pasien TBC, baik dalam konsistensi kunjungan (berobat) dan meminum obat. Pasalnya, obat TBC diminum sedikitnya enam bulan. Agar pasien patuh, perlu pengawas menelan obat (PMO), yang merupakan salah satu komponen DOTS. Tingginya prevalensi kasus penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia khususnya di Samarinda dan Balikpapan, lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Pasalnya, penanggulangan TBC menjadi terpinggirkan, di saat ada wabah penyakit lain yang digolongkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). "Kendala yang kita hadapi sebenarnya lebih disebabkan arah kebijakan saja. Selama ini, upaya penanganan yang kita lakukan selalu tertutup oleh KLB, seperti flu burung, difteri, demam berdarah. Untuk pengobatan TBC dibutuhkan waktu minimal 6 bulan. Sedangkan di lapangan, banyak pasien yang baru melakukan dua bulan pengobatan dan kondisinya membaik sudah merasa sehat dan menghentikan pengobatannya. Padahal, pasien TBC itu harus sabar menjalani pengobatan hingga selesai. Minimnya petugas kesehatan juga merupakan suatu kendala untuk menurunkannya penderita TB di Indonesia seperti di Samarinda dan Balikpapan. Karena daerah yang masih banyak pedesaan dan pedalaman menyulitkan petugas untuk menjangkau daerah tersebut.

14

DAFTAR PUSTAKA
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI

http://www.suarapembaruan.com/ http://fkunair99.blog.friendster.com/2011/01/penyakit-tuberculosis-tbc/

15

You might also like