You are on page 1of 52

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Artropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu seroyipe akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan diamsusikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.9

II.

EPIDEMIOLOGI Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke 18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel korts). Disebut demikian karena demam yang terjadi hilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.

Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit

dengan manifestasi berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke Negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Indonesia.9 Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut turut dilaporkan di Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemic dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi Indonesia.

Gambar 1. Epidemiologi Kasus DBD di Indonesia tahun 1968-2003 (Dikutip dari kepustakaan no 12)

Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah pedesaan. Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973); 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 47.573 orang, 1.572 orang penderita dilaporkan meninggal dari 201 daerah tingkat II. Setelah epidemic tahun 1988, insidensi DBD cenderung menurun, yaitu 12,7 (1990) dan 9,2 per 100.000 penduduk. Namun pada tahun 1994 insidens meningkat lagi menjadi 9,7 per 100.000 penduduk dan sampai tahun 1996 terjadi kecendrungan peningkatan insidens. Sejak tahun 1994 seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD terus meningkat dari 2 buah pada tahun 1968 menjadi 227 pada tahun 1995. Walaupun angka kesakitan rata rata DBD di Indonesia (case fatality rate = CFR) secara drastic menurun dari 41,3 % pada tahun 1968 menjadi 3% pada tahun 1984. Sejak tahun 1991 CFR terlihat stabil di bawah 3 %. Pada umumnya letusan /wabah di daerah yang sebelumnya belum terjangkit DBD, CFR nya tinggi, sedangkan di daerah/kota endemis CFR-nya mempunyai kecendrungan rendah.8 Pada saat ini DBD di banyak Negara di kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit.7 Saat ini, jumlah kasus masih tetap tinggi, rata rata 10 25 kasus per 100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna menjadi < 2 %. Yang terbanyak terkena infeksi dengue adalah kelompok umur 4 10 tahun.6 Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai Negara bervariasi dan disebabkan oleh beberapa factor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotype virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelaminn penderita, tetapi kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki laki.9

Faktor faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vector nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28 320C) dengan kelembaban yang

tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April Mei setiap tahun.9

III.

DEFINISI Demam dengue adalah sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa virus yang dibawa arthropoda, ditandai dengan demam bifastik, mialgia atau artralgia, ruam, leukopenia, dan limfadenopati.1

IV.

ETIOLOGI Virus Dengue tipe 1,2,3 dan 4 (golongan Arthropod borne virus group B) yang ditularkan melalui gigitan banyak species nyamuk Aedes (antara lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus).5 Infeksi dengan salah satu serotype akan lain.4 menimbulkan antibody seumur hidup terhadap

serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype

V.

PATOGENESIS Beberapa teori tentang patofisiologi virus dengue : 8 1. Teori Virulensi Virus Secara klasik pada tahun 1918, 1928 dan 1931 pernah dicoba manusia diinfeksi dengan virus dengue. Beberapa orang sukarelawan digigit nyamuk yang infeksius, hasilnya adalah ada orang yang tidak sakit, dan ada yang sakit. Masa inkubasi dan tipe panasnya juga berlainan. Belum ada keterangan yang jelas mengapa hal itu terjadi. Sabin mensinyalir bahwa manifestasi klinik dengue akan berubah kalau daerah tersebut berulangkali terkena virus dengue. Fakta yang ada sekarang adalah semua jenis virus dapat ditemukan pada kasus fatal. Artinya semua virus dapat saja menyebabkan kematian. Para peneliti di bidang virus lalu mencoba memeriksa sekuens protein virus. Penelitian secara molekular biologi ini mendapatkan hal-hal yang menarik. Pada saat sebelum kejadian luar biasa, selama kejadian luar biasa, dan setelah reda kejadian luar biasa ternyata sekuens protein tersebut berbeda. Kelompok peneliti yang menitik beratkan pada sifat virus pada umumnya tidak membedakan secara tegas antara DD dan DBD. Berbeda dengan kelompok peneliti yang mendasarkan pada teori imunopatologi pada umumnya membedakan secara tegas antara DD dengan DBD. Batasnya adalah kejadian hemokonsentrasi, kebocoran plasma. 2. Teori Imunopatologi Respon imun terhadap infeksi virus dengue telah diteliti pada manusia, kera dan mencit. Didapatkan bahwa reaksi imun tersebut mempunyai dua aspek yaitu respon kekebalan atau malahan menyebabkan penyakit. Pada percobaan terhadap manusia dan mencit dapat disimpulkan bahwa sesudah mendapat infeksi virus dengue satu serotipe maka akan
5

trombositopeni dan manifestasi

terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka lama, dan tidak mampu memberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ).

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus

Anamnestic antibody response

Kompleks virus antibody Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen

Penghancuran trombosit oleh RES

Pengeluaran platelet factor III

Aktivasi factor hageman Anafilaktoksin

Trombositopenia

Koagulopati konsumtif

Sistem kinin

Kinin Gangguan fungsi trombosit Penurunan factor pembekuan FDP meningkat

Peningkatan permeabilitas kapiler

Perdarahan masif

Syok

Gambar 2 Patogenesis perdarahan pada DBD (Suvatte, 1977) (Dikutip dari kepustakaan no 15)

Teori

infeksi

sekunder

menyebutkan

bahwa

apabila

seseorang

mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai berikut : Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

Gambar 3 Antibodi yang sesuai dengan serotype virus dengue membentuk kompleks yang tidak infeksius (dikutip dari kepustakaan no 15) Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan uraian berikut: Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks yang infeksius. Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan antibody lain atau virus lain) karena adanya non antibody maka partikel virus DEN dan molekul antibody IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus

DEN. Kompleks virus antibody meliputi sel makrofag yang beredar dan antibody tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga Platelet Activating Faktor (PAF).

Gambar 4 Antibodi yang tidak sesuai dengan serotype virus dengue dengan membentuk kompleks yang infeksius (dikutip dari kepustakaan no 15) Karena antibody bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila diuraikan dalam bentuk gambar berikut:

Gambar 5 Kompleks virus yang serotipenya berbeda dengan antibodi (dikutip dari kepustakaan no 15)

3.

Teori Antigen Antibodi Pada kejadian DBD/DSS terjadi penurunan kadar komplemen, dan

semakin berat penyakit semakin turun kadar komplemen tersebut. Komplemen yang turun adalah C3, C3 proaktivator, C4 dan C5. Secara radioaktif dibuktikan penurunan kadar anafilaktoksin bukan karena produksi yang menurun atau ekstravasasi. Kadar anafilaktoksin meninggi, lalu menurun pada fase penyembuhan. Histamin pada urin didapatkan pada masa tersebut. Pada saat itu juga terjadi permeabilitas kapiler yang meninggi. Dari kejadian itu dipikirkan ada suatu mekanisme sebagai berikut : virus dengue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan antibodi, kemudian mengaktivasi komplemen, aktivasi ini akan menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a, yang merupakan mediator kuat peningkatan permeabilitas kapiler, kemudian terjadi kebocoran plasma. 4. Teori Infection Enhancing Antibody Ternyata yang sangat diminati oleh peneliti adalah teori yang mengembangkan teori infeksi sekunder oleh virus serotipe lain yang berturutan. Aktivitas enhancing pada umumnya dapat dilihat pada pengenceran yang cukup banyak sehingga antibodi di situ tidak mempunyai sifat neutralisasi. Di dalam kultur peripheral blood mononuklear sel terjadi juga kejadian serupa. Suatu kultur mononuklear sel yang diberi imunoglobulin non neutralisasi dan tidak diberi apa-apa, ternyata titer viremianya lebih tinggi pada kelompok yang diberi imunoglobulin non netralisasi.

Gambar 6 Teori Enhacing Antibody (dikutip dari kepustakaan no 15) Virus mempunyai target serangan yaitu pada sel fagosit seperti makrofag, monosit, sel Kupfer. Menurut penelitian antigen dengue lebih banyak di dapat pada sel makrofag yang beredar dibanding dengan sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Kemungkinan antibodi non neutralisasi itu yang berperan, yaitu melingkupi sel makrofag yang beredar dan tidak melingkupi sel makrofag yang menetap di jaringan. Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi, antibodi tersebut akan bersifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Lebih banyak sel makrofag terinfeksi lebih berat penyakitnya. Diduga makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan mengeluarkan pelbagai substansi inflamasi, sitokin, dan tromboplastin yang

mempengaruhi permeabilitas kapiler dan akan mengaktivasi faktor koagulasi.

10

5.

Teori Mediator Oleh karena penelitian diarahkan ke mediator seperti pada syok

septik. Beberapa kejadian tersebut membawa penelitian ke arah mediator, seperti interferon, interleukin 1, interleukin 6, interleukin 12, Tumor Necrosis Factor (TNF), Leukosit Inhibiting Factor (LIF). Dipikirkan bahwa mediator tersebut yang bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok dan permeabilitas kapiler yang meningkat.

Gambar 7 Teori mediator (dikutip dari kepustakaan no 15) Fungsi dan mekanisme kerja sitokin adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi, dan diferensiasi limfosit, sebagai aktivator sel inflamasi non spesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan diferensiasi leukosit matur.Teori mediator ini sejalan dan berkembang bersama dengan peran endotoksin dan teori peran sel limfosit.

11

6.

Teori Trombosit Endotel Teori trombosit endotel ini merupakan alternatif lain daripada teori

virulensi virus dan imunopatologik. Trombosit dan endotel diduga mempunyai peran penting dalam patogenesis DBD, trombositopenia dan permeabilitas kapiler yang meningkat yang berarti ada pengaruh terhadap integritas sel endotel. Dua komponen ini sudah diketahui sejak lama merupakan satu kesatuan fungsi dalam mempertahankan homeostasis. Salah satu cedera akan berakibat pada yang lain. Trombosit dapat dipandang sebagai sel sekretorik yang mempunyai granula-granula yang mengandung berbagai mediator. Endotel mempunyai macam-macam reseptor, disamping dapat mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif kuat seperti prostasiklin, platelet activating factor (PAF), faktor plasminogen dan interleukin 1. Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit serta aktivasi koagulasi. 7. Teori Apoptosis Teori ini berdasar penelitian apoptosis yang banyak dikerjakan pada berbagai penyakit. Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologik yang merupakan reaksi terhadap pelbagai stimuli. Proses tersebut dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu kerusakan inti sel, kemudian perubahan bentuk sel dan perubahan permeabilitas membran sel. Konsekuensi dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi sitoplasma, blebbing dan peningkatan granulasi membran plasma menjadi DNA sub selular yang berisi badan-badan apoptotik. Apoptosis berbeda dengan proses nekrosis. Limfosit sitotoksik mengkode protease

(granzyme, fragmentin) yang menginduksi apoptosis sel target. Selain itu limfosit yang teraktivasi guna merespon infeksi virus menunjukkan ekspresi Fas dalam kadar tinggi dan sangat rentan terhadap apoptosis.

12

Gambar 8 Teori apoptosis (dikutip dari kepustakaan no 15) Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan The Secondary Heterologous Infection Hypotesis dirumuskan oleh Suvatte (1977). kedua oleh tipe virus dengue Akibat infeksi

yang berlainan pada seorang penderita

dengan kadar antibody anti dengue yang rendah respon antibody antidengue yang rendah, respon antibody anti dengue yang rendah, respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan Disamping itu,

menghasilkan titer tinggi antibody Ig G anti dengue

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya komplek antigen-antibodi (Virus antibody complex ) yang selanjutnya akan mengaktivasi system komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 san C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma endotel dinding itu. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung

13

selama 24-28 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksi jaringan, asidosis metabolik dan kematian. VI. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis infeksi virus Dengue tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatis) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue, dan Sindrom Syok Dengue. 9 a. Demam Dengue Demam dengue adalah demam akut selama 2 7 hari dengan dua atau lebih manifestasi yaitu nyeri kepala, nyeri retro orbital, mialgia, ruam kulit, maifestasi perdarahan dan leucopenia. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam.3 Demam biasanya mencapai 39 oC sampai 40 oC dan demam bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5 7 hari. 10 Ruam kulit atau bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam, menyerupai demam skarlatina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3 atau ke 5) dan berlangsung selama 3-4 hari.3 Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya seperti fotofobia, berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfe sering dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis Sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.3

14

Tabel 1 Gejala klinis Demam Dengue dan demam Demam Berdarah Dengue Demam Dengue ++ +++ + ++ ++ ++ + + ++ + 0 0 + ++++ 0 ++ + ++ 0 Ket : + : 25% Gejala klinis Nyeri kepala Muntah Mual Nyeri otot Ruam kulit Diare Batuk Pilek Limfadenopati Kejang Kesadaran menurun Obstipasi Uji tourniquet positif Petekie Perdarahan saluran cerna Hepatomegali Nyeri perut Trombositopenia Syok ++ : 50% +++ : 75% Demam Berdarah Dengue + ++ + + + + + + + + ++ + ++ +++ + +++ +++ ++++ +++ ++++ : 100%

(dikutip dari kepustakaan no 8)

15

VII.

DIAGNOSIS Kriteria diagnosis DD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah11 : Kriteria klinis : - Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari - Terdapat dua atau lebih manifestasi klinis berikut : sakit kepala, nyeri retro-orbita, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia Kriteria laboratorium : - Isolasi virus dengue dari sampel serum, plasma, leukosit atau autopsi - Penampakan perubahan titer IgG dan IgM lebih besar empat kali lipat atau lebih terhadap satu atau beberapa antigen virus dengue dalam serum sampel berpasangan - Penampakan antigen virus dengue dalam jaringan autopsi melalui imunohistokimia atau immunofloresens atau dalam sampel serum dengan ELISA - Deteksi rangkaian genom virus dalam sampel jaringan autopsi, serum, atau sampel cairan serebrospinal melalui reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR)

16

Tabel 2. Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue (DD/DBD) DD/DBD DD Derajat Gejala Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan DBD III Gejala di atas + kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah) DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur Trombositopenia (<100.000/ml), bukti ada kebocoran plasma Laboratorium Leukopenia, trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma

Trombositopenia (<100.000/ml), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia (<100.000/ml), bukti ada kebocoran plasma Trombositopenia (<100.000/ml), bukti ada kebocoran plasma

(Dikutip dari kepustakaan no 8)

17

VIII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium9 a. Trombosit Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /lpb biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit ini disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit, biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. b. Hematokrit Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. c. Leukosit Jumlah leukosit biasa menurun (leucopenia) atau leukositosis, limfositosis relative dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. d. Protein Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan gangguan koagulasi tampak padapengurangan fibrinogen, protrombin, factor VIII, factor XII dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4 e. Limfosit Plasma Biru LPB menunjukkan hasil yang bermakna p< 0,05 mulai hari ke 4, secara signifikan dapat dibedakan LPB dari kelompok non dengue. LPB dapat dijumpai tertinggi pada hari ke 7. Titik potong (cut of point) persentase LPB yang paling baik yaitu LPB yang > 4%.

18

f. Uji Serologi9 a. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI) i. Uji ini sering dianjurkan dan dipakaikan serta dipergunakan sebagai gold standard .Walaupun demikian,terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan pada uji ini ; ii. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya Uji serologis ini tidak dapat menunjukkan tipe virus yang menginfeksi iii. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai lama sekali ( 48 th), maka uji ini baik dipergunakan pada studi seroepidemiologi iv. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtig positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).

Tabel 3 . Interpretasi Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)

(dikutip dari kepustakaan no 5)

19

b. Uji Neutralisasi (NT Test) Adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji ini memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat ini antibodi neutralisasi dapait dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama(>4-8th). Uji ini rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin. c. Uji fiksasi komplemen (CF Test) Uji ini jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI,antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (2-3th). d. Uji Elisa Anti Dengue Ig M Uji ini banyak dipakai, test ini untuk mengetahui kandungan IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji ini adalah : i. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue,akan timbul IgM yang kemudian diikuti dengan timbulnya Ig G. ii. Dengan mendeteksi Ig M pada serum pasien, akan secara cepat dapat ditentukan diagnosis yang tepat. iii. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang. iv. Apabila hari sakit ke 6 Ig M masih negatif, maka dilaporkan negatif. v. Ig M dapat bertahan di dalam darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji Ig M dapat

20

pula dilakukan uji terhadap Ig G. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji terhadap Ig M tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus. vi. Mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan uji Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifisitas yang sama dengan uji HI.

e. Tes Dengue Blot

Ig M

Ig G

Interpretasi Infeksi primer Infeksi sekunder Tersangka infeksi sekunder Tidak ada infeksi

f. Rapid Test IgG/IgM Dengue Pemeriksaan ini mendeteksi adanya antibodi terhadap virus dengue. Ada dua antibodi yang dideteksi yaitu Imunoglobulin G dan Imunoglobulin M, dua jenis antibodi ini muncul sebagai respon tubuh terhadap masuknya virus ke dalam tubuh penderita. Imunoglobulin G akan muncul sekitar hari ke-4 dari awal infeksi dan akan bertahan hingga enam bulan pasca infeksi. Atas dasar hal diatas maka antibodi ini menunjukkan kalau seseorang pernah terserang infeksi virus dengue, setidaknya dalam enam bulan terakhir.

21

Imunoglobulin M juga diproduksi sekitar hari ke-4 dari infeksi dengue, tetapi antibodi jenis ini lebih cepat hilang dari tubuh. Adanya Imunoglobulin M dalam tubuh seseorang menandakan adanya infeksi akut dengue atau dengan kata lain menunjukkan kalau penderita sedang terkena infeksi virus dengue. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan ini cukup tinggi dalam menentukan adanya infeksi virus dengue. Pemeriksaan IgG/IgM anti dengue meskipun cukup baik dalam mendeteksi adanya infeksi virus dengue dalam tubuh seseorang tapi masih memiliki kekurangan dalam mendeteksi virus dengue secara dini. Karena yang diperiksa adalah antibodi terhadap virus dengue dan antibodi baru muncul hari keempat pasca infeksi, maka pemeriksaan ini seringkali tidak dapat mendeteksi infeksi virus dengue pada penderita yang mengalami gejala panas hari ke-0 hingga hari ke-4. g. NS1 Ag Dengue Baru-baru ini telah ditemukan rapid test yang mendeteksi adanya antigen dari protein struktural virus dengue. Untuk mempertahankan hidup, virus dengue memerlukan dukungan dari protein yang mempertahankan tubuhnya, terutama untuk

membantu masuk dalam sel inang. Protein ini disebut sebagai protein struktural yang berfungsi sebagai enzim dan katalis dalam upaya virus mempertahankan hidupnya. Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan yang mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling baik saat panas hari ke-0 hingga hari ke -4, karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus

22

dengue bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai menurun dan akan hilang setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun juga tinggi. Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau

seseorang hampir pasti terkena infeksi virus dengue. Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukkan hasil negatif tidak menghilangkan kemungkinan infeksi virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta pemeriksaan lanjutan. Ini terjadi karena untuk mendeteksi virus dengue diperlukan kadar yang cukup dari jumlah virus dengue yang beredar, sedangkan pada fase awal mungkin belum terbentuk cukup banyak virus dengue tetapi apabila pengambilan dilakukan setelah munculnya antibodi maka kadar virus dengue juga akan turun. Disinilah diperlukan ketepatan dalam pemilihan waktu dan jenis pemeriksaan. Apabila panas masih awal pilihan

pemeriksaannya adalah NS1 Ag Dengue tetapi apabila sudah melewati hari ke-4 panas maka pilihannya adalah pemeriksaan IgG/IgM Dengue. Terkadang kedua pemeriksaan ini dilakukan bersamaan terutama saat waktu borderline atau hari ke-3 hingga hari ke-5 panas. Jadi apabila ada gejala demam berdarah seperti panas tinggi, kedua pemeriksaan tadi dapat dilakukan disamping pemeriksaan standar seperti pemeriksaan darah lengkap untuk melihat kadar trombosit.

23

2. Rontgen dan USG9 Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat menunjukkan adanya efusi pleura dan pengalaman menunjukkan bahwa posisi Right Lateral

Decubitus (RLD) lebih baik dalam mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring. Pemeriksaan USG digunakan untuk mendeteksi adanya ascites dan efusi pleura. Pemeriksaan USG juga dapat dipakai untuk meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas. IX. PENATALAKSANAAN Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam, obat anti piretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi <39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidka dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat mnyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedatif ringan kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi nyeri kepala, nyeri otot, atau nyeri sendi. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan monitor suhu, jumlah trombosit, serta kadar hematokrit sampai normal kembali. Pada pasien DD saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda

penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama dua hari setelah suhu trun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas pada saatsuhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat terjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena

24

itu, terdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan gusi, apalagi bila harus segera dibawa ke rumah sakit (penerangan orang tua tertera pada lampiran). Pada pasien yang tidak mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi. Pada saat kita menjumpai pasien tersangka infeksi dengue, maka bagan 1 dapat dipergunakan.3

Tabel 4.Dosis parasetamol menurut kelompok umur Dosis Parasetamol (mg) 60 60-125 125-250 250-500 (dikutip dari kepustakaan no 8) Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau asidosis. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop,susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.9 Tiap kali pemberian Tablet (1 Tab = 500mg) 1/8 1/8 - 1/4 - -1

Umur (tahun)

<1 1-3 4-6 7-12

25

Tabel 5. Jenis Cairan (rekomendasi WHO) Kristaloid Larutan ringer laktat (RL), Larutan ringer asetat (RA), Larutan garam faal (GF), D5/RL, D5/RA, D5/1/2/LGF. Koloid Dekstran 40, Plasma, Albumin (dikutip dari kepustakaan no 8) Tabel 6.Kebutuhan Cairan Rumatan Berat Badan (kg) 10 10 20 > 20 Jumlah cairan (ml) 100 per kg BB 1000+50 x kg (diatas 10 kg) 1500+20 x kg (diatas 20 kg)

(dikutip dari kepustakaan no 8) Jika terjadi perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2 -3 jam pertama,sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.

26

Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 7 dibawah ini. Tabel 7. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 8 %) Berat badan waktu masuk RS (KG) >7 7-11 12-18 >18 (dikutip dari kepustakaan no 9) Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan) dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.7 Jumlah cairan ml/kgBB per hari 220 165 132 88

Penatalaksanaan DD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut :

27

Bagan 1 TATALAKSANA INFEKSI VIRUS DENGUE PADA KASUS DBD

(dikutip dari kepustakaan no 8)

28

Pasien dengan resiko tinggi9 : 1. Bayi 2. DBD derajat III dan IV atau syok berkepanjangan 3. Obesitas 4. Penurunan kesadaran 5. Mempunyai penyulit lain : Thalasemia,penyakit jantung bawaan,dll 6. Kasus-kasus rujukan

Tanda-tanda bahaya pada DHF/DF : 1. Segala bentuk manifestasi perdarahan 2. Tidak dapat/mau makan atau minum 3. Nyeri abdomen berat 4. Kencing lebih sedikit dari biasanya 5. Gelisah/iritabel 6. Anak terlihat makin lemah, berkeringat, kulit dingin.

Kriteria pasien masuk perawatan : 1. Adanya tanda-tanda syok 2. Segala bentuk manifestasi perdarahan 3. Sangat lemah sehingga asupan oral tidak adekuat 4. Mengantuk,lemah badan,tidur sepanjang hari ketika penurunan suhu 5. Jumlah trombosit <100.000/uL,dan atau ada kecendrungan penurunan trombosit diikuti peningkatan Hct 10-20% 6. Nyeri abdomen akut hebat 7. Bukti adanya kebocoran plasma (efusi pleura,acites,dll) 8. Tempat tinggal yang jauh dari rumah sakit

29

Kriteria memulangkan pasien : 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 2. Nafsu makan membaik 3. Tampak perbaikan secara klinis 4. Hematokrit stabil 5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml 7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).8

X.

PROGNOSIS Infeksi primer demam dengue biasanya sembuh sendiri. Prognosis dipengaruhi oleh antibody yang didapat pasif atau oleh infeksi sebelumnya dengan virus yang terkait. Kematian telah terjadi pada 40%-50% penderita dengan syok tetapi dengan perawatan intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.

XI.

KESIMPULAN Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vector nyamuk yang paling penting di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis. Untuk menegakan diagnosis diperlukan pemahaman tentang

perjalanan penyakit infeksi virus dengue, ketajaman pengamatan klinis, dan pemantauan laboratorium berkala dan uji serologis. Infeksi virus dengue bias bermanifestasi menjadi DD atau DBD. Perbedaan antara DD dengan DBD adalah adanya kebocoran plasma, ensefalopati, dan perdarahan massif (perdarahan gastroimtestinal). Fase kritis ditandai dengan penurunan demam yang terjadi pada hari ke-4 demam dan berlangsung 24 48 jam. Resusitasi awal dan tatalaksana resusitasi cairan

30

selanjutnya serta pengawasan klinis dan laboratories sangat menentukan prognosis.

31

BAB II LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Tempat/tanggal lahir Jenis kelamin Pendidikan : An A : Jakarta, 4 Maret 2000 : perempuan : Pelajar

Nama Ayah Pekerjaan/Pangkat

: Tn. A : TNI-AD/SERMA

Alamat pekerjaan/ kesatuan : KODIM 0501

Nama Ibu Pekerjaan/ pangkat

: Ny . T : Ibu rumah tangga

Alamat pekerjaan/ kesatuan : Alamat Rumah Agama Suku / Bangsa : Bekasi Utara : Islam : Padang

No. Rekam Medis

: 045711

32

Masuk Rumah Sakit Tanggal : 23 September 2012 Datang sendiri / dikirim oleh : datang sendiri Diagnosa keluar (diagnosa terakhir di RS. Ridwan Meuraksa): Demam Dengue Sembuh / belum sembuh / pulang paksa / meninggal dunia : Sembuh

II.

ANAMNESIS Keluhan Utama Demam Keluhan Tambahan Nyeri menelan, batuk Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RS.MRM dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu. Demam timbul mendadak sejak siang hari dan dirasakan terus menerus sepanjang waktu. Keluhan demam disertai dengan nyeri menelan dan batuk. Batuk dirasakan sepanjang hari. 5 hari SMRS pasien mengeluh mual dan muntah setiap setelah makan dan minum sehingga nafsu makan dan minum pasien menurun. Keluhan mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan nyeri pinggang dan rasa sakit saat buang air kecil juga disangkal. 4 hari SMRS pasien sudah berobat ke klinik dokter umum dekat rumahnya dan diberikan 3 macam obat berupa syrup obat batuk, mual muntah, antibiotik dan penurun panas yang diminum 3 kali sehari tetapi ibu pasien lupa nama obatnya. Karena keluhan pasien tidak membaik, pasien dibawa ke RS MRM. : :

33

Riwayat anggota keluarga di rumah yang mengalami sakit yang sama disangkal tetapi tetangga dekat rumah pasien ada yang terkena demam berdarah belum lama ini.

Riwayat Penyakit Dahulu (yang berhubungan dengan penyakit sekarang) :

Disangkal Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal Riwayat Pengobatan yang diperoleh :

Sebelum datang ke RS MRM pasien sudah diberikan 3 macam obat berupa syrup obat batuk, antibiotik, mual muntah dan penurun panas tetapi tidak memberikan perubahan Keluhan lain yang tidak berhubungan dengan penyakit sekarang: Nafsu makan dan minum berkurang Batuk

Riwayat Kehamilan: o Riwayat Kehamilan o Perawatan antenatal o Tempat lahir o Ditolong oleh : G2 P2 A0 : Teratur : Rumah Sakit : Dokter

34

o Cara persalinan o Berat badan lahir o Panjang badan lahir o o o o Usia gestasi Keadaan bayi saat lahir : Cukup bulan

: Normal : 3000 gram : 50 cm

: langsung menangis, anggota tubuh lengkap : tidak ada

Kelainan bawaan (sebutkan ) Anak ke 1 dari 2 anak

Riwayat perkembangan: o o Pertumbuhan Gigi I Psikomotor o tengkurap duduk berdiri bicara berjalan : : 4 bulan : 6 bulan : 10 bulan : 10 bulan : 11 bulan : 4 bulan

Gangguan perkembangan : disangkal

Riwayat Makanan Umur ASI / PASI Merk & Takaran 0-2 bulan 2-4 bulan 4-6 bulan 6-8 bulan 8-10 bulan ASI ASI + PASI ASI + PASI ASI + PASI PASI Pisang,biskut Bubur susu Bubur susu Nasi tim saring Buah /Biskuit Bubur susu Nasi Tim

Pisang,Biskuit Bubur susu

35

10-12 bulan

PASI

Pisang,Biskuit Bubur susu

Nasi tim saring

Di atas 1 tahun: Frekuensi Nasi Sayur Daging Telur 3x 3x Selang 2 hr 1x Selang 2 hr 1 x Ikan Tempe Tahu Frekuensi 3 hr 1 x 3x 3x

Susu, merk,dan takaran: Bendera,takaran (3x sehari) Kesulitan makanan bila ada: nafsu makan baik dan lebih banyak jajan Kesan (pola, kualitas & kuantitas): pola makan cukup baik, hanya saja kualitas dan kuantitas makanan masih kurang Riwayat Imunisasi Riwayat Imunisasi. BCG DPT Polio Campak Hepatitis B Kesan : Usia 1 bulan : 4 kali, lupa : 4 kali, lupa : 1 kali, usia 9 bulan : 3 kali, lupa

: Imunisasi dasar lengkap, imunisasi ulangan untuk DPT, Polio tidak

dilakukan.

36

Riwayat Keluarga No Umur Kelamin Hidup Lahir Mati 1 12 Thn 2 11 thn Ya Ya Abortus Sebab Kematian Keterangan

Anggota lain yang serumah : tidak ada Masalah dalam keluarga Perumahan Keadaan rumah Daerah lingkungan Sumber Air Lingkungan Sumber Air lain : tidak ada : cukup padat : ventilasi baik : bersih : Air PAM : tidak ada

Data orangtua: DATA Umur sekarang Perkawinan ke Umur saat menikah AYAH 37 I 25 IBU 35 I 23

37

Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Penyakit ( bila ada )

SLTA Islam Padang Baik Hipertensi

SLTA Islam Padang Baik Riwayat alergi

III.

PEMERIKSAAN FISIK Berat badan sekarang Berat badan sebelum sakit Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu tubuh Turgor Dispneu Rumple Leed Keadaan Umum Keadaan sakit Kesadaran Gizi : Tampak sakit sedang : gelisah : Lebih : 64 kg : 64 kg : 110/60 mmHg : 120 x / menit , reguler,isi cukup : 27 x / menit : 39,0 0 C : kembali cepat ::-

Z score = Nilai sesungguhnya median baku SD dari baku TB/U = 145 144 = 0,144 (normal) 6,9 BB/U = 64 36,4 = 4,67 (gemuk) -1SD = 30,5 M= 36,4 -1SD = 137,9 M= 144,8

38

5,9 BB/TB = 64 36,9 4,1 Kesimpulan : Anak mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini anak menderita kegemukan (overweight) karena BB lebih dari proporsional terhadap TB-nya tetapi tinggi badan sesuai dengan umurnya. Kepala Bentuk kepala Rambut tidak Ubun-ubun besar Mata Palpebra Konjungtiva Sklera Cekung Air mata Telinga Serumen Liang Gendang Hidung Septum Sekret Mulut Bibir Lidah : Mukosa bibir kering : Coated tongue (-)
39

= 6,60 (gemuk)

-1SD = 32,8 M= 36,9

: Normocephal : Hitam, lurus, panjang, distribusi merata, mudah dicabut : Menutup sempurna

: Oedem -/: Anemis -/: Ikterik -/: Tidak cekung : +/+

: Tidak ada : Tampak lapang : Tampak intak

: Deviasi : Sekret -/-

Tonsil Faring Leher

: T2 T2 hiperemis (+) : Hiperemis (+), sekret (-) : Pembesaran kelenjar getah bening (+) Et regio servical anterior sinistra 1cm, kenyal, batas tegas, nyeri tekan (+)

Thorax Paru : Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis pada kedua lapang paru, retraksi (-) Palpasi Perkusi Auskultasi : Vokal fremitus kanan = kiri : Sonor pada kedua lapang paru, kanan = kiri : Suara nafas vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-

Jantung: Inpeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Batas jantung dalam batas normal : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Palpasi : Datar, simetris : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), turgor baik, ascites (-) Hepar Lien Perkusi : Tidak teraba pembesaran : Tidak teraba pembesaran : Timpani pada seluruh lapang abdomen, nyeri

ketok (-) Auskultasi : Bising usus (+) N

40

Genitalia Ekstremitas

: perempuan, tidak ada kelainan : Akral dingin, edema dan cyanosis (-),

+ Refleks +

+ fisiologis +

Reflek

patologis

IV.

PENGOBATAN YANG DIBERIKAN WAKTU MASUK Infus RL tetes/menit Paracetamol Lafidryl Ceftriaxon 3 x 500 mg per oral 3x1C 2 x 1 gr (iv) 60 tetes/1 jam (makro) kemudian diturunkan menjadi 24

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG WAKTU MASUK Pemeriksaan darah rutin : Hb Leukosit Trombosit Ht : 11,4 g/dl : 3.800 /mm3 : 62.000 /mm3 : 33 %
Kesan : Leukopenia(+), Trombositopenia(+), Kemungkinan hemokonsentrasi (-)

41

RESUME 1. Anamnesis Anak perempuan, umur 12 tahun 5 bulan dengan berat badan 64 kg dan gizi overweight datang dengan keluhan utama demam 6 hari disertai batuk, nyeri menelan, mual, muntah, nyeri ulu hati. 2. Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum/ kesadaran Tekanan darah Nadi Suhu BB Status gizi Status Generalis Kulit Mata Hidung Mulut : Petechiae (-) : Konjungtiva tidak hiperemis, kornea jernih : Sekret (-) : Bibir kering, lidah tidak kotor, faring hiperemis (+), tonsil T2-T2 hiperemis (+), detritus (-) Thorax Cor : simetris, retraksi (-) : BJ I-II reguler Normal, Bising (-) : Tampak sakit sedang/ gelisah : 110/60 mmHg : 120 x/menit, regular,isi cukup. : 39,0 0 : 64 kg : overweight

Pulmo : Suara nafas vesikuler +/+ , Rh -/-, Wh -/-

42

Abdomen

: supel, datar, NTE (+) , BU (+) Normal

Hepar : Tidak teraba pembesaran Lien Ekstremitas Genitalia 3. Laboratorium Pemeriksaan Darah rutin (Pada saat masuk Rumah Sakit) Hb Leukosit Trombosit Ht : 11.4 g/dl : 3.800 /mm3 : 62.000 /mm3 : 33 % : Tidak teraba pembesaran : Akral dingin, Udema -/-, RL Test (+) : Perempuan, tidak ada kelainan.

Pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia < 100.000, kemungkinan hemokonsentrasi (-), dan leukopenia.

4.

Diagnosis Kerja Observasi febris hari ke 6 ec suspect Demam Dengue Tonsilofaringitis

5.

Diagnosa Banding Demam Berdarah Dengue Demam Typhoid

43

6.

Anjuran pemeriksaan 1. Foto Roentgen thorax 2. Serial Hb, Ht, Trombosit, Leukosit 3. Serologis anti dengue 4. Pemeriksaan widal

7.

Penatalaksanaan 1. Bed rest 2. Medikamentosa 3. Cairan : IVFD RL 60 tetes/menit makro (4cc/KgBB) dalam 1 jam kemudian diturunkan menjadi 24 tetes/menit makro.

4. Antipiretik : parasetamol tablet 3 x 500 mg bila suhu > 37,5o C 5. Obat batuk : Lafidryil 3 x 1C 6. Ceftriaxon 2 x 1gr (iv) 7. Cek H2TL / 12 jam 8. Observasi tanda vital / perdarahan 8. Prognosa Quo ad Vitam Quo ad Functionam Quo ad Sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

44

9.

FOLLOW UP 24 September 2012 25 September 2012 nafsu makan Demam (+), batuk (+) berkurang , nafsu

Demam (+), batuk (+),

berkurang, mual (+), muntah (-), nyeri makan berkurang, mual (-), muntah (-), menelan(+), Perdarahan (-), nyeri kepala nyeri menelan(+), perdarahan (-), nyeri (+), BAK (+) N, BAB (+) N O Ku/Ks : sakit sedang / CM TD : 110/60 mmHg R : 28 x / menit N : 120 x / menit BB : 64 kg Mata : dalam batas normal S : 38,9 0 C kepala (-),BAB (+) N, BAK(+) N, Ku/Ks : sakit sedang / CM TD : 110/60 mmHg N : 100 x / menit BB : 64 kg Mata : dalam batas normal S : 37,70 C R : 26 x / menit

THT : tonsil T2-T2 hiperemis (-), faring THT : tonsil T2-T2 hiperemis (-), faring hiperemis (+) Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g () Paru : Paru : SN vesikuler +/+, rh -/-, wh /-wh -/hiperemis (+) Thorax : jtg: BJ I-II reguler, m (-), g () Paru : SN vesikuler +/+, rh -/-, wh /-

Abd : datar, NT Epigastrium (+), BU (+) Abd : datar, NT Epigastrium (+), BU (+) N Normal, Hepar dan lien : tidak teraba membesar Ekst : akral hangat, udem (-), sianosis (-) Test RL (-) Lab Pukul 06.00 Hb Leuko : 11,0 g/dl () : 4400 /mm3 () Pukul 06.00 Hb : 10,6 g/dl () Hepar dan lien : tidak teraba membesar Ekst : dalam batas normal

Leuko : 3200/mm3 ()

45

Trombo : 63.000/mm3 () Ht : 31% ()

Trombo: 59.000/mm3 () Ht : 31% ()

Pukul 18.00 Hb : 10,8 g/dl ()

Pukul 18.00 Hb : 10, 2 g/dL ()

Leuko : 3200/mm3 () Trombo : 63000/mm3 (=) Ht : 33% ()

Leuko : 4000/mm3 () Trombo : 70000/mm3 () Ht : 31% (=)

Hasil foto rontgen thorax Kesan : tidak ada kelainan A P Demam dengue dd/ demam typhoid Infus RL 24 tetes/menit makro PCT 3 x 500 mg Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv) Lafidril 3 x 1 C Observasi TTV Observasi tanda-tanda perdarahan Periksa H2TL/ 12 jam

Widal : S.typhi H :+1/160

Demam dengue Infus RL 24 tetes/menit makro PCT 3 x 500 mg Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv) Lafidril 3 x 1 C Observasi TTV Observasi tanda-tanda perdarahan Periksa H2TL/ 12 jam

26 September 2012

46

Demam (-),batuk (+) , nyeri menelan (-), nafsu makan sudah mulai membaik, mual (+), muntah (-), perdarahan (-), nyeri kepala (-),BAB (+) n, BAK(+) n,

Ku/Ks : sakit sedang / CM TD : 110/70 mmHg N : 120x / menit reguler, isi cukup R : 25 x / menit S : 37,60 C axilla BB : 64 kg Mata : dalam batas normal THT : dalam batas normal Thorax : Jtg: BJ I-II reguler, m (-), g () Paru : SN vesikuler +/+, rh -,/- wh /Abd : datar, NT (+) berkurang, BU (+) N, Hepar dan lien : tidak teraba membesar Ekst : dalam batas normal

Lab Hb

: 10,5 g/dl ()

Leuko : 3800/mm3 () Tr Ht A : 92.000/mm3 () : 32% ()

Demam dengue

47

Infus RL 24 tetes/menit makro PCT 3 x 500 mg Ceftriaxon 2 x 1 gr (iv) Lafidril 3 x 1 C Bila trombosit naik dan demam (-), rawat jalan

Tanggal 26 September 2012 Pasien pulang dengan persetujuan yang didapat dari dokter dan obat yang tersisa diteruskan penggunaannya oleh pasien di rumah. Obat pasien adalah: Parasetamol 3 x1 tab (500 mg) bila demam Lafidryil 3 x 1 C

Dengan Anjuran: Makan makanan yang bergizi dan minum yang banyak Istirahat yang cukup Kontrol ke poli anak kurang lebih 7 hari setelah keluar dari rumah sakit

DIAGNOSA AKHIR Demam Dengue Tonsilofaringitis

48

BAB III ANALISA KASUS

Pada pasien ini diagnosis Demam Dengue ditegakkan berdasarkan atas : - Anamnesa : o Demam mendadak sejak 6 hari o Mual o Muntah

- Pemeriksaan fisik : o Ku/ks : sakit sedang/gelisah o Tekanan darah : 110/60 mmHg o Nadi : 120 x/menit, reguler, isi cukup o Suhu waktu datang 39,0 C o Frekuensi nafas : 27 x/menit o Rumple Leed test (-) o Abdomen : Supel, BU (+) N, Nyeri Tekan Epigastrium (+) o Ekstremitas : akral dingin

49

Hasil laboratorium 23/9/2012 24/9/2012 06.00 Hb Ht L T 11,6 33 3800 62000 11 31 4400 63000 18.00 10,8 33 3200 62000 25/9/2012 06.00 10,6 31 3200 59000 18.00 10,2 31 4000 70000 26/9/2012 06.00 10,5 32 3800 92000

Kesan : Dengan pemberian cairan tidak menunjukkan penurunan nilai Hematokrit, jadi dapat disimpulkan bahwa pada awal pasien masuk tidak terjadi hemokonsentrasi.

Dari data di atas diagnosa DD dapat ditegakkan sesuai dengan kriteria WHO (tahun 1997).

Pasien ini harusnya dilakukan pemeriksaaan serologis virus dengue sebagai bukti diagnosa pasti adanya infeksi virus dengue dan dapat membedakan apakah ini infeksi primer atau sekunder.

Pasien ini seharusnya dapat berobat jalan, akan tetapi pada saat pasien datang pertama kali, pasien menunjukan tanda-tanda presyok berupa akral dingin dan nadi dorsalis pedis tidak teraba

Dari pemeriksaan laboratoris menunjukkan adanya trombositoprnia <100.000 dan penurunan leukopenia <5000.

- Pemeriksaan radiologis thorax tidak menunjukkan efusi pleura. - Dari hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium diatas sangat mungkin pasien ini menderita DD.

50

Penatalaksanaan Pada terapi diberikan : 1. IVFD RL Resusitasi awal cairan diberikan infus kristaloid 60 tetes/menit dalam 1 jam (4cc/kgBB )untuk mengkoreksi adanya peningkatan hematokrit 20 % selanjutnya cairan diturunkan menjadi 24 tetes/menit. 2. Paracetamol 3 x 500 mg Dosis paracetamol 10 15 ml/KgBB. Diberikan bila panas. 3. Obat batuk lafidril 3 x 1C Merupakan antitusif non narkotik yang dapat meningkatkan ambang rangsang refleks batuk secara sentral. Kesan : terapi sudah sesuai dengan yang dianjurkan untuk tatalaksana DD.

Pasien dipulangkan karena anak sudah tidak demam dalam 24 jam, nafsu makan membaik,hematokrit stabil, trombosit > 50.000/ml.

Analisa Prognosis Prognosa dubia ad bonam ditetapkan berdasarkan sebagai berikut : prognosis dubia karena perjalanan penyakit DD sulit untuk diprediksi dan anak dengan status gizi overweight merupakan kasus resiko tinggi; ad bonam karena pasien masuk dengan DD tanpa manifestasi perdarahan yang diharapkan dengan pengamatan klinis dan laboratories di RS dapat ditatalaksana dengan baik untuk segera diketahui jika terjadi perburukan perjalanan penyakit.

51

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman Kliengman Arvin, Dengue Fever, dalam : Nelson Ilmu kesehatan Anak, edisi 15, volume 2, EGC, 2000. 2. Gandahusada,S; Ilahude,H dan Pribadi,W. Parasitologi Kedokteran. Edisi Tiga. Jakarta: FK UI. 1998 3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Ilmu Infeksi & Pediatri Tropis. IDAI. Jakarta 2010. 4. Mansoer Arief. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000 5. Prof. H. Herry Garna, Emelia Suroto-H, et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi kedua. Penerbit SMF Ilmu Kesehatan Anak FKUP/RSHS. Bandung, 2000. 6. RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005. 7. Soegijanto S : Demam Berdarah Dengue . Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya. 2004. h.1-9. 8. Sri Rejeki, Hindra Irawan Satari,. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Dokter Spesialis Anak Dalam Tatalaksana Kasus DBD, balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2005. 9. Sri rejeki, Soegeng Soegijanto, suharyono Wuryadi. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Depkes RI, 2004. 10. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. Jakarta, 2009. 11. WHO. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. EGC. Jakarta, 2005. 12. http://kesmas-unsoed.blogspot.com 13. http://kompas.com 14. http://inipunyaku.do.am.com 15. http://CDC.com

52

You might also like