You are on page 1of 3

Sebuah Mimpi, Sebuah Harapan

Indonesia

Tanpa Korupsi
Oliviane Theodora Wenno 3D/27 103060017195

Indonesia Tanpa Korupsi


Sebuah Mimpi, Sebuah Harapan Korupsi bukanlah hal yang baru dan asing bagi kita. Jika diperhatikan, setiap hari media massa selalu menyajikan berita seputar masalah korupsi di Indonesia. Korupsi seakan-akan menjadi bagian tak terpisahkan dari segmen berita terhangat. Entah sudah berapa kali para pakar dan kaum intelektual di negeri ini membahas tentang upaya penuntasan korupsi di negeri ini yang seolah tak pernah ada habisnya. Hasil survey Transparency International Indonesia (TII) bahkan menyebutkan bahwa partai politik adalah lembaga paling koruptif. Lalu, mengapa pemerintah seolah tak berdaya menghadapi fenomena korupsi yang dengan pesatnya berkembang di Indonesia? Jawabannya adalah karena sebagian besar dari pemerintah, birokrat dan aparat penegak hukum serta elit-elit partai politik adalah para pelakunya. Ironisnya, sebuah kasus korupsi yang belum tuntas ditangani selalu diikuti dengan kemunculan kasus-kasus baru, telah menjadi hal yang sering dijumpai. Dari berbagai definisi yang ada di kamus, secara etimologis bisa dikatakan bahwa semua perbuatan yang buruk dan merugikan orang lain bisa berarti korup. Itu artinya tak satupun dari kita yang bebas dari korupsi karena korupsi sebenarnya bukan hanya dalam terminologi pemerintahan atau negara dimana korupsi dipahami sebagai sebuah tindak kejahatan yang dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok yang merugikan keuangan negara. Lalu, mengapa orang melakukan korupsi? Meskipun faktor eksternal juga berperan, namun faktor internal memainkan peranan yang lebih besar. Seperti

yang dikatakan Lord Acton: power tends to corrupt absolutely, saya berpendapat bahwa selama seseorang tidak merasa berkecukupan dan mensyukuri apa yang dimilikinya, ia bisa menciptakan sendiri kesempatannya untuk korupsi, tidak perlu menunggu tawaran menggiurkan dari oknum-oknum tertentu. Meniadakan korupsi atau menindak pelaku korupsi di Indonesia adalah perjalanan panjang dengan lika-liku kepentingan dan ancaman berbagai pihak. Sebab kita tidak pernah bisa tegas menghadapi kejahatan korupsi sebagai musuh bersama. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa sebagian dari kita mungkin tidak peduli karena kita tidak merasakan efeknya secara langsung. Yang bisa kita lakukan hanyalah mengurangi maupun mencegah kasus korupsi, sedangkan untuk menghilangkannya secara tuntas kelihatannya agak hopeless. Prioritas utama kita adalah menyelenggarakan supremasi hukum tanpa diskriminasi serta character building. Berpikir positif itu baik dan perlu, tapi saya rasa kita juga harus tetap realistis dengan keadaan di sekitar kita. Bukan bermaksud untuk mengubah kita menjadi pesimis ataupun menghancurkan mimpi dan harapan kita tentang Indonesia tanpa korupsi. Ada jurang perbedaan antara realistis dan pesimis. Tanpa tindakan nyata, mimpi hanyalah mimpi dan harapan hanyalah harapan belaka.

You might also like