You are on page 1of 12

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.

1 Letak Geografis dan Administrasi Letak geografis Kota Batu 100 Km sebelah Selatan Kota Surabaya. Secara geografis Kota Batu terletak pada posisi antara 75530" sampai dengan 75730" Lintang Selatan dan 15070" sampai dengan 118190" Bujur Timur. Topografi Kota Batu merupakan wilayah pegunungan dengan ketinggian 6003000 mdpl, dengan suhu udara antara 17 C - 25 C. Kota Batu memiliki luas 151,37 km2 dan berpenduduk 159.617 jiwa, berbatasan dengan: - Sebelah Selatan - Sebelah Barat - Sebelah Timur - Sebelah Utara : Kecamatan Dau dan Kecamatan Wagir : Kecamatan Pujon : Kecamatan Karangploso dan Kecamatan Dau : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Prigen

Kota Batu adalah kota pemekaran dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Status Kota administratif Batu menjadi Kota Batu ditetapkan sejak turunnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri pada akhir Oktober 2001 dan mulai aktif dalam kegiatan pemerintahan tahun 2002. Sampai saat ini, dalam format administrasi pemerintahan masih dalam pembenahan, hal tersebut terlihat jelas dari beberapa kantor Dinas Pemerintahan yang sampai sekarang masih bergabung antar satu dengan yang lain. Kota Batu memiliki 19 desa dan empat kelurahan yang tersebar di tiga Kecamatan (Kecamatan Batu; empat Desa dan empat Kelurahan, Kecamatan Bumiaji; delapan Desa, Kecamatan Junrejo; tujuh Desa) dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,83 persen per tahun dari total penduduk pada tahun 2003 sebesar 158.854 jiwa (Kota Batu, 2003).

5.2 Kondisi Umum Agroindustri Pangan Olahan Sesuai dengan topografi wilayah dan iklim, pertanian Kota Batu

didominasi oleh komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buahbuahan dan tanaman bunga. Di samping itu pada beberapa wilayah juga diusahakan tanaman pangan seperti: padi, jagung, palawija dan tanaman pangan lainnya. Luas areal dan produksi komoditas pertanian Kota Batu disajikan dalam Tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Jenis, Luas dan Produksi Tanaman Sayur Kota Batu No


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Komoditi
Bawang Merah Bawang Putih Bawang Daun Kentang Kubis Sawi Putih Wortel Cabe Merah Buncis Labu Siam Tomat Seledri

Luas (Ha)
1.054 53 130 929 561 5650 991 84 59 13 119 15

Produksi (Ton)
11.673 532 1.800 11.031 10.246 9.100 14.929 1.008 708 132 2.023 225

Sumber: Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2004

Pada Tabel 5 diatas menunjukkan bahwa berbagai jenis komoditas sayursayuran diusahakan oleh petani Kota Batu dengan jenis yang dominan antara lain: Wortel, Kentang, Bawang Merah, Kubis dan Sawi Putih. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas sayur-sayuran merupakan komoditas andalan bagi sebagian besar petani sebagai sumber penghasilannya. Sebagian besar sayur-sayuran diusahakan di wilayah Kecamatan Bumiaji karena sesuai dengan topografinya yang memungkinkan komoditas tersebut diusahakan. Disamping sayur-sayuran Kota Batu juga menghasilkan berbagai jenis buah-buahan dataran tinggi, sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 6. Jenis, Jumlah Pohon dan Produksi Tanaman Buah Kota Batu No
1 2 3 4

Komoditi
Apel Jeruk Alpokat Kesemek

Jumlah Pohon
2.631.919 29.840 14.830 2.319

Produksi (Ton)
14.744 136 224 58

Sumber: Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2004

Kota Batu sangat dikenal sebagai penghasil buah apel yang mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan dengan buah apel dari daerah lain. Pada tabel diatas menunjukkan bahwa apel masih menjadi buah-buahan dominan yang diusahakan oleh para petani di Kota Batu, diikuti oleh jeruk, alpokat dan kesemek. Sektor pertanian masih merupakan sumber penghasilan sebagian besar masyarakat perdesaan di Kota Batu. Masyarakat Kota Batu sebagian besar bekerja sebagai petani sebanyak 29.882 orang atau sebesar 53.52 %. Dalam distribusi persentase PDRB Kota Batu tahun 2005, sektor pertanian menempati urutan terbesar kedua dengan konstribusi sebesar 21,17 % (ADHB) dan 23,54 %

(ADHK). Sementara sektor industri pengolahan (didominasi oleh konstribusi sub sektor makanan dan minuman olahan) memberikan 8,34 % (ADHB) dan 8,33 % (ADHK). Seiring dengan keberadaan Kota Batu yang tumbuh secara alami sebagai sebuah kawasan agropolitan, menjadi pendorong adanya integrasi pembangunan ekonomi wilayah, terutama melalui pengembangan sistem agribisnis terpadu. Masyarakat petani di Kota Batu telah cukup lama menggeluti industri kecil rumah tangga yang bergerak dalam usaha agroindustri pangan olahan. Menjamurnya usaha agroindustri pangan olahan selama lima tahun terakhir di Kota Batu sangat berpotensi menjadi pendorong Kota Batu sebagai Kota Pengembangan Kawasan Agropolitan. Penetapan Kota Batu sebagai Kawasan Agropolitan memungkinkan tumbuhnya usaha budidaya (on farm) yang meliputi usaha Agribisnis hulu berupa penyediaan sarana pertanian, Agribisnis hilir (prosessing dan pemasaran hasil pertanian) dan jasa-jasa pendukungnya. Kota Batu terbagi dalam 3 (tiga) Kawasan Agropolitan berdasarkan pembagian wilayah Kecamatan yang ada. Masing-masing Kecamatan memiliki titik tekan yang berbeda antara satu dengan yang lain, dikarenakan adanya perbedaan tipologi kawasan, jenis produk unggulan dan keterkaitan wilayah terhadap pertumbuhan Kota Batu secara umum. Sesuai dengan topografi wilayah dan iklim, pertanian Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Batu didominasi oleh komoditas hortikultura yang meliputi: sayur-sayuran, buah-buahan dan tanaman bunga. Sedangkan di Kecamatan Junrejo banyak diusahakan budidaya sayursayuran dan tanaman pangan seperti: padi, jagung dan palawija.

Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Banyaknya Pelaku usaha Agroindustri Pangan Olahan Luas Jml.Pelaku No Kecamatan Desa/Kelurahan Wilayah Usaha (Km2) (orang)
1. Batu Lw = 482,50 Pddk : 74.749
1. Kel Songgokerto 2. Kel Ngaglik 3. Kel Sisir 4. Kel Temas 5. Desa Sumberejo 6. Desa Sidomulyo 7. Desa Pesangrahan 8. Desa Oro-Oro Ombo 1. Desa Punten 2. Desa Tulung Rejo 3. Desa Sumber Gondo 4. Desa Bulukerto 5. Desa Gunungsari 6. Desa Bumiaji 7. Desa Pandanrejo 8. Desa Giripurno 1. Desa Torongrejo 2. Desa Beji 3. Desatlekung 4. Desa Mojorejo 5. Desa Junrejo 6. Desa Dadaprejo 7. Desa Pendem

2.

Bumiaji Lw = 553,30 Pddk = 47.546

3.

Junrejo Lw = 331,60 Pddk = 36.559

5,17 3,78 8,89 4,23 4,39 3,39 5,94 12,46 2,81 12,49 5,73 5,48 3,42 4,78 3,34 17,26 5,19 3,18 9,67 2,63 4,88 2,89 4,72

Jumlah

7 3 12 3 3 6 4 3 14 6 1 1 12 1 1 15 1 11 1 1 1 108

Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Tabel 7 diatas menggambarkan keberadaan kegiatan agroindustri pangan olahan secara umum di Kota Batu, meliputi antara lain: produksi krupuk ikan, minyak kacang, tahu, tempe, kue kering, mi bihun, jahe instan, kacang telur, kripik kentang, kripik apel, jenang apel, jenang strawberry, sari apel, sari jeruk, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, keberadaan kegiatan produksi di bidang agroindustri pangan olahan di Kota Batu dikelompokkan lagi secara lebih spesifik ke dalam kelompok kegiatan produksi pangan olahan yang memiliki keterkaitan erat dengan keberadaan bahan baku lokal di Kota Batu antara lain sebagai berikut: 1. Usaha Kripik: Kripik Kentang, Kripik Apel, Kripik Nangka, Kripik Wortel, Kripik Kesemek, Kripik Salak dan Kripik Nanas. 2. Usaha Sari Buah: Sari Apel, Sari Jeruk, Sari Strawberry, Cuka Apel, Sari Tamarillo, Sirup Tamarillo. 3. Usaha Jenang: Jenang Apel, Strawberry, Nanas dan Jenang Wortel.

5.3 Karakteristik Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan Perkembangan usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelaku usaha perorangan sebesar 31,42 %, sedangkan Organisasi Kelompok Usaha tidak mengalami peningkatan, seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 8. Jumlah Pelaku Usaha Agroindustri Pangan Olahan Kodya Batu Tahun Tahun No. Organisasi Usaha Persentase Kenaikan 2005 2006 1. Perorangan 35 46 31,42 2. Kelompok 4 4 Jumlah 39 50
Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Dari data Tabel 8 menunjukkan bahwa karakteristik pelaku usaha perorangan adalah 24 orang berjenis kelamin laki-laki (52,17%), 22 orang perempuan (47,83%). Kemudian dari 46 (100%) pelaku usaha perorangan, terdapat 11 orang atau 23,9 % pelaku usaha non pribumi (cina). Hal ini dapat mengindikasikan adanya pasar yang cukup kompetitif dalam usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Menurut keterangan yang diperoleh selama penelitian, keberadaan pelaku usaha non pribumi (cina) bahkan telah lama eksis dan tampil sebagai pioner perkembangan beberapa jenis komoditas agroindustri pangan olahan, hingga kemudian juga berkembang di tengah-tengah masyarakat luas. Untuk pelaku usaha kelompok, sebagian besar terdiri dari para Ibu Rumah Tangga/Remaja Putri, yaitu sebanyak 104 orang atau sebesar 89,65%. Kemudian sisanya sebanyak 12 orang laki-laki, atau sebesar 10,35%. Keberadaan para pelaku usaha agroindustri pangan olahan kelompok yang terdiri dari mayoritas kaum perempuan, menunjukkan adanya korelasi positif pemanfaatan tenaga kerja perempuan yang umumnya kurang produktif menjadi jauh lebih produktif dengan adanya kegiatan pengolahan produk-produk agroindustri pangan olahan tersebut. Kegiatan di sektor agroindustri pangan olahan ini, membawa manfaat adanya peningkatan nilai tambah dari produk-produk pertanian yang mereka hasilkan.

Tabel 9. Data Pelaku Usaha Perorangan Tahun 2006 No Nama Alamat


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 CV. Jawara Marsilah Ngatmini Lilik Miati. Hj Edi Antoro, Ir Harianti Sadi Alam Sarana Makmur Sismurtiana Edi Suprapto Khotob Rudi Kuswoyo Eko Suparisno Sucipto Gunawan Jayadi Mashudi Samsul Istana Rumanah Ismail Mastika Kadir Rasidi Sriwidayati Mindarto Elly Panorama Marsilah Agrofood Sukadi Kartodirjo Ngatemi Nur Dua Putra Jaya Tirta Agro Agrokonta GG Batu Bumi Agro Mandiri Lovina Agro 2000 Artika Dwipa Srianah Tirtatama Diplomat AF Arum Sari Torongrejo Sisir Sisir Sisir Ngaglik Ngaglik Ngaglik Songgo Kerto Songgo Kerto Ngaglik Sisir Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Temas Temas Bumiaji Bumiaji Tlekung Beji Sisir Temas Tulungrejo Junrejo Tulungrejo Sisir Sisir Sisir Junrejo Bumiaji Junrejo Junrejo Junrejo Beji Songgokerto Bumiaji Ngaglik Bulukerto Bumiaji Ngaglik Mojorejo Oro-oro Ombo Beji Temas Bumiaji Bumiaji

Jenis Usaha

Sari Apel Kripik Kentang Kripik Kentang Kripik Kentang Sari Apel, strawberry Sari-Jenang Apel, strawberry, jeruk, jambu, cuka apel. Sari Apel, Kripik Apel Sari Apel Sari Apel Sari Apel Kripik Apel, Nangka Kripik Kentang Kripik Nangka Kripik Kentang Sari Apel Kripik Nangka, Apel, salak, nanas Jenang Apel, strawberry Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel, Kripik Nangka Kripik Kentang Kripik Kentang Sari Apel, Jenang Apel, Jenang Wortel Sari Apel Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kesemek, Sirup Tamarillo Kripik Nangka, Salak, Wortel Sari-Sirup-Jenang Tamarillo, Cuka Apel Sari Apel Kripik Kentang Sari Apel Sari Apel, Jenang Apel, Kripik Apel Kripik Kentang Kripik Kentang Kripik Kentang Sari Apel Sari Apel Sari Apel, Jenang Apel Kripik Kentang Sari Apel Kripik Nangka, Apel Kripik Nangka Sari Apel Sari Apel Kripik Kentang Sari Apel, Jenang Apel Sari Apel, Jenang Apel Sari Apel

Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

Tabel 10. Data Kelompok Pelaku Usaha Pangan Olahan 2006 No Nama Alamat Jenis Usaha
1 Kelompok Wanita Tani Bromo Semeru Kelompok Wanita PKK Mahkota Alam Sisir Sari Apel, Jenang Apel, Jenang Nanas, Jenang Wortel, Kripik Kentang. Temas Sari Apel, Kripik Kentang, Kripik Pisang (rasa coklat, rasa jagung bakar), Kripik Singkong. Tulungrejo Kripik Apel, Nangka, Nanas, Kentang dan Kesemek, Sari Apel, Sirup Tamarillo.

Jumlah Anggota
25

16

Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Tulungkaryo 4 Kelompok Wanita Junrejo Kripik Nangka, Apel, Salak, Tani Sri Rejeki Kentang, Wortel, Singkong. Sumber: Survei Lapangan dan Dinas Pertanian Kota Batu, 2006

45

30

Keberadaan Kelompok-kelompok Wanita Tani memberikan pengaruh positif dalam memberdayakan ibu-ibu dan remaja putri. Adanya keterlibatan peranan wanita sebagai pelaku usaha mandiri dalam kegiatan agroindustri di Kawasankawasan Agropolitan Kota Batu, jelas berdampak positif terhadap meningkatnya kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Secara umum, dengan aktivitas usaha agroindustri tersebut, para kaum wanita dapat memperoleh manfaat yang cukup besar, baik dari aspek sosial maupun aspek ekonomi. Hal ini pada gilirannya dapat membuka peluang tercapainya standar kualitas hidup yang lebih baik. Keterlibatan kaum wanita dalam Kelompok-kelompok Usaha Agroindustri yang cukup dominan, menunjukkan bahwa para wanita di Kota Batu memiliki ketertarikan yang lebih besar dibandingkan kaum pria untuk bergabung ke dalam Kelompok Usaha Agroindustri. Padahal, sebelum adanya aktivitas usaha agroindustri tersebut, umumnya para kaum wanita hanya melakukan kerja-kerja domestik rumah tangga saja. Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Todaro (2000), bahwa generalisasi penting mengenai kemiskinan adalah bahwasanya kemiskinan itu lebih banyak diderita oleh kaum wanita. Terungkap fakta di berbagai negara-negara Dunia Ketiga, yang paling menderita adalah kaum wanita dan anak-anak. Merekalah yang paling menderita kekurangan gizi dan paling sedikit menerima pelayanan kesehatan. Selain itu, akses kaum wanita ternyata juga sangat terbatas dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial dan

program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah. Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi mereka, sehingga posisi mereka secara finansial jauh kurang stabil dibandingkan dengan kaum pria. Berkembangnya kegiatan usaha agroindustri pangan olahan diatas, apabila dibina dan diarahkan dengan sungguh-sungguh, akan menimbulkan iklim yang menguntungkan bagi dunia usaha dan daya serap tenaga kerja yang cukup besar. Tetapi upaya pembinaan selama kurun waktu 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian & Perdagangan Kota Batu baru dalam tahap pembinaan dibidang ketahanan pangan, pembinaan pengembangan pangan olahan non beras disektor pertanian. Oleh karena itu, perlu diupayakan pembinaan yang lebih intensif dan dukungan kebijakan pemerintah terhadap pertumbuhan Agroindustri pangan olahan tersebut. Kondisi potensi sumber daya alam yang dimiliki Kota Batu sayangnya masih belum diimbangi oleh potensi sumber daya manusia yang lebih produktif agar dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Ini terlihat dari data Departemen Pendidikan Kota Batu menunjukkan 36,24 persen (57,571 Orang) penduduk Kota Batu yang berpendidikan SD, angka tersebut adalah angka terbesar pertama yang kemudian diikuti penduduk berpendidikan Tamat SLTP sebesar 32.257 orang (20,50%). Sisanya menunjukkan tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SLTA dan sarjana sebesar 11,67 persen. Tabel berikut menunjukkan komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Batu tahun 2003.
Tabel 11. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2003

No
1. 2. 3. 4. 5. 6.

Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana

Jumlah (Orang)
15.606 10.655 57.571 32.257 24.221 18.544 158.854

Persentase
9,82 6,70 20,50 36,24 1,25 11,67 100

Jumlah
Sumber: Pemerintah Kota Batu, 2003

Selanjutnya, potensi sumber daya manusia yang terus mengalami kenaikan sebesar 1,8 persen per tahun di Kota Batu sayangnya tidak dimbangi dengan

ketersediaan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap angkatan kerja. Kondisi tersebut kemudian memunculkan tekanan (push factor) inovasi baru dari

masyarakat untuk menciptakan usaha baru yang mampu memberikan pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Latar belakang pendidikan pelaku usaha agroindustri memiliki korelasi positif dengan kreatifitas dan inisiatif membuka peluang sektor ekonomi produktif. Untuk mendukung pertumbuhan kegiatan agroindustri Kota Batu, langkah strategis yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Kota Batu sebagai mesin penggerak kebijakan yang sudah ditetapkan. Kondisi tersebut bila diusahakan secara sungguh-sungguh memungkinkan terjadinya keseimbangan antara potensi sumberdaya alam dan potensi sumber daya manusia, agar tidak terjadi efek pemborosan sumberdaya (environmental degradation) kawasan Kota Batu. Potensi sumber daya alam yang dimiliki seharusnya masih bisa dioptimalkan dengan baik apabila mutu sumber daya manusia manusia pelaku Agroindustri dapat ditingkatkan lebih baik. Tabel 12 berikut menunjukkan dari pengamatan terhadap 38 responden tingkat pendidikan pelaku usaha Agroindustri Kota Batu pertengahan tahun 2006.

Tabel 12. Tingkat Pendidikan Responden Pelaku Usaha Agroindustri Kota Batu No
1. 2. 3. 4. 5. 6.

Tingkat Pendidikan

Jumlah (Orang)
5 9 9 15 38

Persentase (%)
13,17 23,68 23,68 39,47 100

Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana Jumlah Sumber: Survei lapangan, 2006

Dari Tabel 12 diatas, dapat dilihat bahwa berbeda dengan keberadaan tingkat pendidikan masyarakat Kota Batu pada umumnya, maka justru mayoritas pelaku usaha agroindustri pangan olahan secara berturut-turut didominasi oleh Sarjana sebanyak 39,47 persen, Tamat SLTP 23,68 persen dan Tamat SLTA 23,68 persen, Tamat SD 13,17 persen.

Tingkat pendidikan pelaku usaha agroindustri pangan olahan yang relatif tinggi terbukti dapat mempengaruhi pengelolaan usaha, baik dalam kegiatan produksi, penerapan inovasi-inovasi baru, kebersihan dan kesehatan lingkungan produksi, sanitasi maupun kegiatan pengembangan usaha dan pemasaran. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara tingkat pendidikan dengan munculnya inovasi produk agroindustri yang dihasilkan di Kota Batu. Selanjutnya, mengenai pengalaman berusaha yang dimiliki oleh para pelaku usaha agroindustri pangan olahan dalam menjalankan usahanya bervariasi antara 240 tahun, seperti terlihat dalam tabel berikut. Tabel 13. Karakteristik pengalaman berusaha responden pelaku usaha agroindustri pangan olahan No 1. 2. 3. 4. 5. Lama Usaha (Tahun) 1-5 6-10 11-15 15-20 >20 Jumlah Jumlah (Orang) 33 2 1 1 1 38 Persentase (%) 86,84 5,26 2,63 2,63 2,63 100

Sumber: Survei lapangan, 2006

Dari Tabel 13 diatas, dapat dilihat bahwa karakteristik pengalaman berusaha responden pelaku usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu sebagian besar telah menjalankan usahanya selama 1-5 tahun sebanyak 33 orang (86,84 %). Menurut keterangan yang diperoleh selama penelitian, faktor adanya krisis moneter berkepanjangan dan kenaikan harga BBM yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja, ternyata membuat para ibu rumah tangga bangkit menyelamatkan keluarganya dengan membuat usaha di bidang agroindustri pangan olahan, mulai dari skala rumah tangga. Kemudian secara berturut-turut lama usaha antara 6-10 tahun sebanyak 2 orang (5,26 %), dan selama 11-15 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Sedangkan untuk lama usaha antara 15-20 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Serta lebih dari 20 tahun sebanyak 1 orang (2,63 %). Lamanya pengalaman berusaha yang dimiliki dalam menjalankan usaha agroindustri pangan olahan akan mempengaruhi seberapa besar optimalisasi kegiatan pengelolaan usaha yang dijalankan. Keadaan ini dapat

juga dilihat dari seberapa baik keteraturan proses produksi dengan menggunakan teknologi yang sudah ada, maupun pemasaran produksi yang dihasilkan. Adanya perbedaan komposisi yang cukup tajam mengenai lama usaha para responden mencerminkan fenomena umum agroindustri yang berkembang di Kota Batu. Jika menilik tentang sejarah munculnya kegiatan agroindustri di Kota Batu, maka akan diperoleh keterangan-keterangan dan data bahwa sebenarnya kegiatan agroindustri seperti itu memang telah lama berkembang. Hanya saja, munculnya keterlibatan masyarakat belakangan ini, terutama dalam kurun 1-5 tahun, menunjukkan adanya pertumbuhan yang sangat signifikan. Beberapa faktor pendorong yang menjadikan masyarakat petani di Kota Batu tergerak untuk mengusahakan sektor agroindustri, adalah karena faktor rendahnya harga jual hasil produk pertanian dan kebutuhan untuk membuka lapangan kerja yang lebih luas. Faktor rendahnya harga jual produk pertanian yang terkadang tidak sebanding dengan biaya produksi, menyebabkan masyarakat petani di Kota Batu mulai mencari alternatif usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah produkproduk pertanian yang mereka hasilkan. Kegiatan usaha agroindustri muncul terutama setelah krisis ekonomi berkepanjangan di tanah air. Keadaan tersebut mendorong masyarakat petani untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan jalan meningkatkan kemampuan daya saing produk pertanian, dari kegiatan pengolahan yang dilakukan. Selanjutnya, dengan kegiatan usaha agroindustri tersebut secara bersamaan memberikan multiplier effect terhadap pemanfaatan tenaga kerja yang lebih luas. Keberadaan mayoritas pelaku usaha memiliki latar belakang keluarga yang bekerja sebagai petani. Ini menunjukkan fenomena Kota Batu sebagai sebuah kawasan agropolitan, telah selangkah lebih maju karena tidak hanya berhenti pada lapang produksi-pasar agribisnis saja. Berkembangnya kesadaran keluarga petani untuk menjalankan usaha agroindustri tentunya merupakan jaminan adanya nilai tambah (vallue added) produk-produk pertanian. Lebih lanjut, komposisi pelaku usaha agroindustri pangan olahan kaitannya dengan latar belakang pekerjaan petani seperti terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 14. Latar Belakang Pekerjaan Pelaku Usaha Agroindustri No 1. 2. 3. 4. Profesi Sebelumnya Petani Pedagang Pegawai Negeri Lain-lain Jumlah Jumlah (Orang) 21 9 5 3 38 Persentase (%) 55,26 23,68 13,16 7,89 100

Sumber: Survei lapangan, 2006

Dari Tabel diatas, terlihat bahwa sebagian besar pelaku usaha agroindustri memiliki pekerjaan sebagai petani sebanyak 21 orang (55,26 %), pedagang sebanyak 9 orang (23,68), Pegawai Negeri 5 orang (13,16%), dan beragam pekerjaan lainnya sebanyak 3 orang (7,89 %). Keadaan ini memberikan gambaran ideal adanya keterlibatan masyarakat petani secara optimal dalam kegiatan agroindustri pangan olahan di Kota Batu, sehingga para petani dapat memperoleh manfaat paling besar dari meningkatnya nilai tambah (value added) produk-produk pertanian yang dihasilkan. Selanjutnya, adanya keterlibatan pedagang (23,68 %) dalam kegiatan usaha agroindustri ini, menunjukkan bahwa secara umum usaha agroindustri pangan olahan memberikan prospek yang sangat cerah. Kemampuan produk agroindustri melakukan penetrasi pasar hingga ke luar daerah menjadi pertimbangan utama bahwa perkembangan agroindustri pangan olahan ini masih memiliki peluang pasar yang sangat besar. Apalagi, jika menilik terhadap kekhususan produk agroindustri yang memiliki ciri khas tersendiri, terkait dengan ketersediaan bahan baku pertanian yang menjadi komoditas unggulan Kota Batu. Sedangkan adanya keterlibatan Pegawai Negeri dalam usaha agroindustri ini, menjadi jawaban tersendiri bahwa kegiatan agroindustri dapat dilakukan sebagai pekerjaan sampingan yang dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan. Bahkan, dari beberapa responden yang memiliki pekerjaan sebelumnya sebagai PNS, menyatakan bahwa mereka bersedia mundur dari status PNS agar dapat lebih leluasa mengembangkan potensi bisnis usaha agroindustri yang mereka kelola secara mandiri.

You might also like