You are on page 1of 35

LBM 2

Step 1 1. System darah Suatu kesatuan dari darah yang meliputi fungsi produksi dan peredaran yang saling berhubungan. 2. Kelainan Eritrosit Kelainan bentuk, ukuran, jumlah, pembentukan dan warna yang disebabkan karena penurunan dan peningkatan kadar Hb dalam eritrosit. 3. Pemeriksaan laboratorium (hematologi rutin) Pemeriksaan darah tanpa adanya indikasi tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien rawat inap untuk mendapatkan gambaran umum tentang darah pasien tersebut yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk dokter melakukan pemeriksaan selanjutnya. 4. Laboratorium Tempat dilakukannya pemeriksaan penunjang, seperti darah, urine, dan radiologi.

Step 2 1. 2. 3. 4. 5. Sebutkan macam-macam kelainan eritrosit! Penyebab terjadinya kelainan eritrosit Mekanisme system peredaran darah Jelaskan mekanisme lemah, lelah, dan pusing! Diagnosis sementara dari skenario tersebut beserta gejalanya? - Anemia - Polisitemia - Thalasemia 6. Gangguan system darah

Step 3 1. Diagnosis sementara dari skenario tersebut beserta gejalanya? Anemia Polisitemia Thalasemia

2. Sebutkan macam-macam kelainan eritrosit! Berdasarkan ukuran eritrosit - Mikrositik : kelainan eritrosit yang ukurannya kecil dari nomal (Normal = 80 mm) - Makrositik : kelainan eritrosit yang ukurannya lebih besar dari normal - Normositik : bentuk dan ukurannya normal, tetapi jumlahnya di dalam tubuh tidak normal (jumlah normal = 5 juta) Berdasarkan bentuk Ovalosit : berbentuk eperti oval, cigar cell anemia defisiensi besi Eliptosit : berbentuk seperti elips elipsitosis herediter Sel Krenasi : berbentuk seperti berduri yang terjadi karena cairannya hipertonis Acantosit : berduri lebih panjang dari sel krenasi penyakit hati Sel target : pada cekungan eritrosit terdapat tonjolan penyakit hati dan thalasemia Tear drop : bentuk sel seperti air mata hemapoisis ekstrameduler Stomatosit : central pallornya berbentuk seperti mulut alkoholisme akut, hepatitis akut Sickle cell : eritrosit berbentuk sepeerti huruf v, s, dan L anemia sel sabit Burr cell : eritrosit dengan tonjolan pendek dan beraturan uremia, ulcus dengan pendarahan Spherosit : eritrosit tidak punya central pallor

Berdasarkan warna dan besar central pallor Hiperkrom : sel membrannya menebal Hipokrom : central pallornya melebar Normokromik : central pallor tidak lebih dari 1/3 dari diameter eritrositnya Anulosit : central pallor berbentuk seperti cincin *semakin lebar central pallor, semakin turun hb

Berdasarkan benda inklusi yang ada di dalam eritrosit Basofilik stippling : terdapat titik-titik di dalam eritrosit Howell jolly bodies : berasal dari pecahan inti yang biasanya terdapat pada pasca splenectomy (sendiri dan berada dipinggir dari intinya) Pappenhimer bodies : berupa bintik warna ungu setelah pewrnaan wright (berkelompok) Heinz bodies : berbentuk bulat dan berasal dari denaturasi hb Malaria parasit : dari plasmodium yang terdapat pada malaria. Seperti plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale, dan plasmodium falcivarum.

Berdasarkan jumlah eritrosit Polisitemia : jumlah sel eritrosit melebihi ambang normal o Polisitemia vera/eritremia : terjadi karena penyimpangan gen

Polisitemia sekunder : oksigen di dalam atm berkurang atau berada pada dataran tinggi sehingga tubuh memproduksi lebih banyak sel darah (kompensasi fisiologis) o Polisitemia relative : volume eritrosit normal tetapi volume plasma darah menurun. Anemia : jumlah eritrosit dibawah ambang normal, atau jumlah eritrosit normal tetapi kadar hb dibawah normal

Berdasarkan sintesa Hb Thalasemia : penyakit kelainan darah yang ditandai dengan mudah rusaknya sel darah merah yang diakibatkan karena penurunan sintesis dari rantai alfa dan beta *perbedaan rantai alfa dan beta

3. Penyebab terjadinya kelainan eritrosit - Anemia o Klasifikasi Berdasarkan etiologi Produksi eritrosit menurun o Kekurangan bahan untuk eritrosit Defiensi besi Defisiensi vit B12 (anemia megaloblastik) Defisiensi asam folat (anemia megaloblastik) Defisiensi vit C Defisiensi mineral (Cu dan Zn) o Gangguan utilisasi besi Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik o Kerusakan jaringan sumsum tulang Anemia aplastik : sumsum tulang digantikan oleh jaringan lemak, shg produksi sel darah jadi terganggu Anemia mieloptisik o Fungsi sumsum tulang kurang baik Anemia pada keganasan hematologi Anemia pada sindrom mielodisplastik Kehilangan eritrosit o Anemia pasca perdarahan akut o Anemia pasca perdarahan kronis Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh o Factor ekstrakorpuskuler : anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik mikroangiopatik

Factor intrakorpuskuler : gangguan hormone, gangguan enzim (anemia akibat defisiensi besi G6PD) dan gangguan hemoglobin (thalasemia dan hemoglobinopati struktural) Berdasarkan morfologi Normokromik normositik : anemia mielotisik, anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia leukemia akut, anemia akibat penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia pasca pendarahan akut (terdapat penghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dan konsentrasi Hb) Penyebab : kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis (infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, peyakit-penyakit infiltratif) Normokromik makrositik : (bentuk eritrosit besar dan konsentrasi Hb normal) o Megaloblastik : defisiensi folat dan vit b12 o Non megaloblastik : penyakit hati kronik dan anemia pada hipotiroid, anemia sindroma mielodisplastik Penyebab : karena terganggunya atau sintesis DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi asam folat atau Vit B12 atau keduanya. Hipokromik mikrositik : anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik (bentuk eritrosit kecil, dan konsentrasi Hb rendah) Penyebab : kekurangan zat besi

Patogenesis : - defisiensi besi : terjadi karena kadar besi menurun, Patofisiologis : - Polisitemia Thalasemia

4. Mekanisme system peredaran darah 5. Jelaskan mekanisme lemah, lelah, dan pusing! 6. Gangguan system darah

Step 4 Keadaan Umum

Pusing

Lemah

Cepat Lelah

Px Fisik

Px hematologi

Gangguan eritrosit Brdsr jumlah eritrosit

Brdsr pada sintesa Hb

Anemia

Polisitemia

Thalassemia

etiologi

morfologi

vera

sekunder

relati f

STEP 7 1. Diagnosis sementara dari skenario tersebut beserta gejalanya? Anemia Polisitemia Thalasemia Karena ciri-ciri dari ketiga penyakit yang ada hampir sama yaitu lemah, lelah, pusing. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta 2. Sebutkan macam-macam kelainan eritrosit! Berdasarkan ukuran eritrosit - Mikrositik : kelainan eritrosit yang ukurannya kecil dari nomal (Normal = 80 mm) - Makrositik : kelainan eritrosit yang ukurannya lebih besar dari normal - Normositik : bentuk dan ukurannya normal, tetapi jumlahnya di dalam tubuh tidak normal (jumlah normal = 5 juta) Berdasarkan bentuk Ovalosit : berbentuk eperti oval, cigar cell anemia defisiensi besi Eliptosit : berbentuk seperti elips elipsitosis herediter Sel Krenasi : berbentuk seperti berduri yang terjadi karena cairannya hipertonis Acantosit : berduri lebih panjang dari sel krenasi penyakit hati Sel target : pada cekungan eritrosit terdapat tonjolan penyakit hati dan thalasemia Tear drop : bentuk sel seperti air mata hemapoisis ekstrameduler Stomatosit : central pallornya berbentuk seperti mulut alkoholisme akut, hepatitis akut Sickle cell : eritrosit berbentuk sepeerti huruf v, s, dan L anemia sel sabit Burr cell : eritrosit dengan tonjolan pendek dan beraturan uremia, ulcus dengan pendarahan Spherosit : eritrosit tidak punya central pallor

Berdasarkan warna dan besar central pallor Hiperkrom : sel membrannya menebal Hipokrom : central pallornya melebar Normokromik : central pallor tidak lebih dari 1/3 dari diameter eritrositnya Anulosit : central pallor berbentuk seperti cincin *semakin lebar central pallor, semakin turun hb

Berdasarkan benda inklusi yang ada di dalam eritrosit Basofilik stippling : terdapat titik-titik di dalam eritrosit Howell jolly bodies : berasal dari pecahan inti yang biasanya terdapat pada pasca splenectomy (sendiri dan berada dipinggir dari intinya)

Pappenhimer bodies : berupa bintik warna ungu setelah pewrnaan wright (berkelompok) Heinz bodies : berbentuk bulat dan berasal dari denaturasi hb Malaria parasit : dari plasmodium yang terdapat pada malaria. Seperti plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale, dan plasmodium falcivarum.

Berdasarkan jumlah eritrosit Polisitemia : jumlah sel eritrosit melebihi ambang normal o Polisitemia vera/eritremia : terjadi karena penyimpangan gen o Polisitemia sekunder : oksigen di dalam atm berkurang atau berada pada dataran tinggi sehingga tubuh memproduksi lebih banyak sel darah (kompensasi fisiologis) o Polisitemia relative : volume eritrosit normal tetapi volume plasma darah menurun. Anemia : jumlah eritrosit dibawah ambang normal, atau jumlah eritrosit normal tetapi kadar hb dibawah normal

Berdasarkan sintesa Hb Thalasemia : penyakit kelainan darah yang ditandai dengan mudah rusaknya sel darah merah yang diakibatkan karena penurunan sintesis dari rantai alfa dan beta *perbedaan rantai alfa dan beta Berdasarkan kelainan ukuran eritrosit Mikrositik Sel ini dpt berasal dari fragmentasi eritrosit yg normal seperti pada anemia hemolitik; anemia megaloblastik dan dpt pula terjadi pada anemia defisiensi besi. Makrositik Makrosit adalah eritrosit yg berukuran lebih ari 8um. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocytes dan pada keadaan dg retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia pasaca perdarahan. Anisositosis Anisositosis tidak menunjukkan suatu kelainan hematologik yg spesifik. Keadaan ini ditandai adanya eritrosit dg ukuran yg tidak sama besar dalam sediaan hapus darah tepi. Anisositosis jelas terlihat pada anemia mikrositik yang ada bersamaan dengan anemia makrositik seperti pada anemia gizi. Berdasarkan Kelainan bentuk eritrosit Ovalosit Ovalosit adalah eritrosit yg berbentuk lonjong. Apda ovulasitosis herediter, dlm sediaan hapus tampak lebih dari 90% eritrosit berbentuk oval. Bentuk ini harus dibedakan dari makroovalosit yg didapatkan pada anemia megaloblastik dimana eritrosit berbentuk besar dan oval. Sferosit

Sferosit adalah eritrosit yg berbentuk lebih bulat, lebih kecil dan lebih tebal dari eritrosit normal. Sel ini dpt dijumpai dlm jumlah besar pada sferositosis herediter, anemia hemolitik autoimun (AIHA), septikemia dan pasca transfusi. Schistosit atau fragmentosit Sel ini merupakan pecahan eritrosit yg dijumpai pada: *kelainan genetik seperti thalassemia dan ovalositosis herediter *kelainan eritrosit didapat,seperti pada anemia megaloblastik dan anemia defisiensi, kelainan katup jantung. Pada keadaan ini fragmentosit tampak sebagai sel helm. *luka bakar berat Sel target atau leptosit atau sel sasaran Eritrosit yg mempunyai masa kemerahan di bagian tengahnya, disebut jg sebagai sel sasaran. Sel semacam ini banyak dijumpai pada thalassemia, anemia defisiensi besi berat dan penyakit hati menahun. Sel sabit atau sickle cell Sel seperti ini didapatkan pada penyakit sel sabit yang homozygote (SS). Untuk mendapatkan eritrosit yang berbentuk sabit, eritrosit diinkubasi dulu dalam keadaan anoksia dg menggunakan zat reduktor (Na2S2O5 atau Na2S2O3). Hal ini terutama dilakukan pada penyakit sel sabit heterozigot. Crenation Sel seperti ini merupakan artefak, dpt dijumpai dlm sediaan hapus darah tepi yang tealah disimpan 1 malam pada suhu 200 C atau eritrosit yang berasal dari washed packed cell. Sel Burr Sel ini adalah eritrosit yg kecil atau fragmentosit yg mempunyai duri satu atau lebih pada permukaan eritrosit. Sel semacam ini banyak dijumpai pada uremia dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Akantosit Sel ini disebabkan oleh kelainan metabolisme fosfolipid dari membran eritrosit. Pada keadaan ini tepi eritrosit mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri. Akantosit mungkin didapat pada penderita pasca splenektomia, anemia hemolitik pada sirosis hati karena alkoholisme, abetalipoproteinemia dan defisiensi piruvat kinase. Tear Drop Cell Eritrosit yg mempunyai bententuk sepertuk seperti tetesan air mata. Sel ini banyak dijumpai pada mielofibrosis , thalassemia mayor. Poikilositosis Poikilositosis adalah istilah yg menunjukkan benntuk eritrosit yg bermacam-macam dalam sediaan hapus darah rmacam-macam dalam sediaan hapus darah tepi. Keadaan ini mungkin didapatkan pada thalassemia dan anemia berat. Rouleaux dan autoaglutianasi Rouleaux tersusun dari 3-5 eritrosit yg membentuk barisan sedangkan autoaglutinasi adalah keadaan dimana eritrosit bergumpal. Rouleaux mungkin

didapatkan pada keadaan dg LED yg cepat seperti pada mieloma dan anemia berat; sedangkan autoaglutinasi didapatkan pada AIHA, seperti lupus eritematosus sistemik dan salah transfusi. Berdasarkan kelainan warna eritrosit Hipokrom Eritrosit yg tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan kadar HB dlm erirosit berkurang. Eritrosit semacam ini bnyk dijumpai pd anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, thalassemia dan pada infeksi menahun. Eritrosit polikrom Eritrosit polikrom adalah eritrosit yg lebih besar dan lebih biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan yg ditandai dg banyak eritrosit polikrom dalam sediaan hapus darah tepi, keadaan ini berkaitan dg retikulositosis. Polikromasi tsb dijumpai pada anemia hemolitik, anemia pasca perdarahan dan haemopoeisis ekstrameduler. Berdasarkan Benda-benda inklusi dalam eritrosit Benda Howell Jolly Benda Howell Jolly adalah sisa inti eritrosit, biasanya tunggal yg trdapat dlm eritrosit penderita anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam folat, juga didapatkan pada atrofi limpa dan pasca splenektomia. Parasit malaria Dari plasmodium yang terdapat pada malaria. Seperti plasmodium vivax, plasmodium malariae, plasmodium ovale, dan plasmodium falcivarum. Titik Basofil Terdapatnya titik-titik biru yang difus dalam eritrosit dikenal sebagai titik basofil atau basophilic stippling. Keadaan ini didapatkan pada infeksi, keracunan timah hitam (Pb), hemoglobin unstable. Titik-titik basofil ini tidak dapat dijumpai dalam sediaan hapus darah EDTA. Eritrosit berinti Eritrosit berinti mungkin didapatkan dalam sediaan hapus darah tepi pada anemia berat, kecuali anemia aplastik; pada eritropoiesis hiperaktif seperti anemia hemolitik; neonatus; eritropoesis ekstrameduler seperti mielofibrosis; septikemia dan pasca splenektomia. Riadi Wirawan,dkk. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana Edisi kedua Cetakan pertama. 1996.Balai Penerbit FKUI.Jakarta

3. Penyebab terjadinya kelainan eritrosit - Anemia

Klasifikasi Berdasarkan etiologi Produksi eritrosit menurun o Kekurangan bahan untuk eritrosit Defiensi besi Defisiensi vit B12 (anemia megaloblastik) Defisiensi asam folat (anemia megaloblastik) Defisiensi vit C Defisiensi mineral (Cu dan Zn) o Gangguan utilisasi besi Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik o Kerusakan jaringan sumsum tulang Anemia aplastik : sumsum tulang digantikan oleh jaringan lemak, shg produksi sel darah jadi terganggu Anemia mieloptisik o Fungsi sumsum tulang kurang baik Anemia pada keganasan hematologi Anemia pada sindrom mielodisplastik Kehilangan eritrosit o Anemia pasca perdarahan akut o Anemia pasca perdarahan kronis Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh o Factor ekstrakorpuskuler : anemia hemolitik autoimun, anemia hemolitik mikroangiopatik o Factor intrakorpuskuler : gangguan hormone, gangguan enzim (anemia akibat defisiensi besi G6PD) dan gangguan hemoglobin (thalasemia dan hemoglobinopati struktural) Berdasarkan morfologi Normokromik normositik : anemia mielotisik, anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia leukemia akut, anemia akibat penyakit kronik, anemia pada gagal ginjal kronik, anemia pasca pendarahan akut (terdapat penghancuran atau penurunan jumlah eritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dan konsentrasi Hb) Penyebab : kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis (infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, peyakit-penyakit infiltratif) Normokromik makrositik : (bentuk eritrosit besar dan konsentrasi Hb normal) o Megaloblastik : defisiensi folat dan vit b12

Non megaloblastik : penyakit hati kronik dan anemia pada hipotiroid, anemia sindroma mielodisplastik

Penyebab : karena terganggunya atau sintesis DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi asam folat atau Vit B12 atau keduanya. Hipokromik mikrositik : anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik (bentuk eritrosit kecil, dan konsentrasi Hb rendah) Penyebab : kekurangan zat besi

Patogenesis : - defisiensi besi : terjadi karena kadar besi menurun, Patofisiologis : - Polisitemia - Thalasemia Jawaban mila:

Anemia I. Definisi Kekurangan hemoglobin di dalam darah yang dapat disebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit. (Guyton Arthur C.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

II.

Epidemiologi Untuk Indonesia, Husaini dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahun 1989 sebagai berikut: Anak prasekolah Anak usia sekolah : 30 40% : 25 35% : 30 40% : 50 70% : 20 30% : 30 40%

Perempuan dewasa tidak hamil Perempuan hamil Laki-laki dewasa

Pekerja berpenghasilan rendah

(Prenggono M Darwin.2007.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Volume IV.Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

Patogenesis: 1. Perdarahan akut / kronik 2. Hemolisis ( intra / ekstra corpusk ) 3. Gangguan produksi eritrosit ( bahan <, infiltrasi sel ganas, an. Sideroblastik, Keln. Endokrin, Peny hati, Peny. Kronis, GGK ) FK Unsoed. Diah Krisnansari
Anemia Menurut morfologi SDM 1. Mikrositik hipokromik (MCH/MCV/MCHC rendah): anemia def. Besi, thalasemia, keracunan timah, sideroblastik, peny kronis 2. Normositik normokromik (MCV/MCHC N): anemia aplastik, anemia hemolitik, anemia hemorragik) 3. Makrositik normokromik (MCV tinggi, MCHC N): a. Anemia Megaloblastik - Def vit B12 / as folat - Efek Kemotherapi - Synd Mielodisplastik b. Non Megaloblastik - Alkoholisme - Peny.hepar - Hemolisis, perdarahan - Hipotiroidisme

III.

Patofisiologi (kelainan fungsi)

1. Gangguan pembentukan eritrosit Anemia dapat terjadi jika ada gangguan pembentukan eritrosit. Gangguan dapat terjadi di sumsum tulang dimana sel-sel darahnya diproduksi dalam jumlah yang tidak mencukupi sehingga terjadi anemia aplastik atau kurangnya faktor-faktor pendukung pembentuk eritrosit seperti besi yang mengakibatkan anemia defisiensi besi, vitamin B12 dan asam folat yang menyebabkan anemia megaloblastik serta kelainan struktur hemoglobin yang menyebabkan hemoglobinopati. Karena jumlah eritrosit berkurang, maka pengiriman oksigen ke jaringan menurun. (Price Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 06.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

2. Kehilangan darah berlebihan Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan hipoksemia, termasuk

kegelisahan, diaphoresis (keringat dingin), tachycardia, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. (Price Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 06.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Setelah mengalami perdarahan yang cepat, tubuh akan mengganti cairan plasma dalam waktu 1 sampai 3 hari, namun hal ini akan menyebabkan konsenterasi eritrosit menjadi rendah. Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya, konsenterasi eritrosit biasanya kembali normal dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pada kehilangan darah yang kronik, pasien seringkali tidak dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus untuk membentuk hemoglobin secepat darah yang hilang. Kemudian, terbentuk eritrosit yang berukuran jauh lebih kecil ketimbang ukuran yang normal dan mengandung sedikit sekali hemoglobin di dalamnya sehingga menimbulkan keadaan anemia hipokromik mikrositik.

(Guyton Arthur C.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

3. Peningkatan destruksi eritrosit Destruksi eritosit meningkat karena rapuhnya eritosit sehingga pecah sebelum 120 hari. Hal ini kebanyakan di dapat karena keturunan dan disebut anemia hemolitik. Eritosit menjadi sangat rapuh dan sangat mudah pecah jika melalui kapiler, terutama sewaktu melalui limpa. Sferositosis herediter, menunjukkan eritrosit yang sangat kecil dan berukuran sferis, tidak berbentuk lempeng bikonkaf. Sel-sel ini tidak dapat bertahan lama Karen atidak mempunyai membrane sel lempeng bikonkaf seperti kantung yang lentur. Anemia sel sabit, menunjukkan tipe hemoglobin S yang memiliki kelainan rantai beta pada molekul hemoglobin. Bilo hemoglobin ini berada di lingkungan yang kadar oksigennya rendah maka akan mengendap membentuk kristal panjang di dalam eritrosit. Kristal ini akan memanjang membuat bentuk sabit pada eritrosit dan merusak membrane sel sehingga sel menjadi sangat rapuh. (Guyton Arthur C.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC) Pasien mungkin memperlihatkan kepucatan membrane mukosa, ikterus ringan yang berfluktuasi, dan splenomegali. Tidak ada bilirubin dalam urine, tetapi urine dapat menjadi gelap bila dibiarkan karena urobilinogen yang berlebihan. Beberapa pasien menderita ulkus di pergelangan kaki. Pemeriksaan laboratorium: Peningkatan destruksi: meningkatnya bilirbin serum, urobilinogen dan sterkobilinogen. Peningkatan eritropoesis: retukilositosis dan hyperplasia eritroid sumsum tulang. Eritrosit yang rusak: mikrosferosit, eliptositosis, fragmentosit, fragilitas osmotic dan autohemolisis. Macam anemia hemolitik: Anemia hemolitik herediter atau sferositosis herediter

Karena defek protein. Sumsum tulang memproduksi eritrosit bikonkaf normal tapi semakin lama semakin kehilangan membrannya dan makin sferis. Akhirnya sferosit mati premature Anemia hemolitik didapat atau anemia hemolitik autoimun (AIHA) Karena produksi antibody oleh tubuh terhadap eritrosit sendiri. Ditandai oleh hasil positif pada uji antiglobulin langsung atau uji Coombs. Mempunyai dua tipe: Anemia hemolitik autoimun tipe hangat Sferositosis yang menonjol dalam darah tepi. Anemia hemolitik autoimun tipe dingin Akrosianosis (perubahan warna kulit menjadi keunguan) di ujung hidung, telinga, jari-jari tangan dan kaki karena aglutinasi eritrosit dalam pembuluh darah kecil. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

IV.

Patogenesis & klasifikasi 1. Anemia normositik normokrom Eritrosit memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin normal. Penyebab-penyebab anemia jenis ini adlaah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatic pada sumsum tulang.

(Price Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 06.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC) 2. Anemia makrositik hiperkrom Pada anemia makrositik, eritosit berukuran besar abnormal (volume eritrosit rata-rata, MCV >95 fl). Ada beberapa penyebab yang dapat dibagi berdasarkan gambaran erotroblas yang sedang berkembang dalam sumsum tulang menjadi megaloblastik dan non-megaloblastik: Anemia megaloblastik

Pematangan inti relative lebih lembat dibandingkan dengan sitoplasma. Kromatin inti tetap memberi gambaran yang terbuka, berbercak, seperti renda, walaupun terjadi pembentukan sitoplasma eritroblas sejalan dengan pematangannya. Defek yang mendasarinya adalah sintesis DNA yang terganggu atau defisiensi vitamin B12 atau asam folat. Pada pasien anemia megaloblastik, pasien mungkin menderita ikterus ringan karena pemecahan hemoglobin berlebihan akibat peningkatan eritropoesis inefektif dalam sumsum tulang. Glositis atau lidah berwarna merah daging dan nyeri disertai penurunan berat badan juga sering terjadi. Anemia non-megaloblastik Penyebabnya adalah terlalu banyak mengkonsumsi alcohol, penyakit hati, miksedema, sindrom mielodisplastik, obat sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan, merokok, retikulositosis, myeloma dan neonates. Dari sekian banyak penyebab, alcohol adalah penyebab tersering meningktanya MCV tanpa adanya anemia. Hal ini menyebabkan retikulosit berukuran lebih besar daripada eritosit matur dan dengan demikian, anemia hemolitik merupakan penyebab anemia makrositik. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC) 3. Anemia mikrositik hipokrom Penyebab terpenting anemia mikrositik hipokrom adalah defisensi besi. Anemia mikrositik hipokrom mempunyai ketiga indeks eritrosit (MCV, MCH dan MCHC) menurun dan kadar hemoglobin berkurang serta sediaan apus darah menunjukkan eritrosit yang kecil-pucat. Hal ini didasari oleh defek sintesis hemoglobin. Pasien mengalami gejala umum anemia, glositis yang tidak nyeri, stomatitis angularis, kuku rapuh bergerigi atau kuku sendok, disfagia dan keinginan makan yang tidak biasa (pica). Pada anak, defisiensi besi menyebabkan timbulnya iritabilitas, fungsi kognitif yang buruk dan penurunan

perkembangan psikomotor.

Penyebab defisiensi besi sendiri adalah perdarahan kronik, kebutuhan besi yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui dan menstruasi. Anemia sideroblas adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepid an besi sumsum tulang yang meningkat. Dipastikan pada keadaan ini banyak sideroblas cincin yang patologis dalam sumsum tulang. Sideroblas cincin sendiri adalah eritroblas abnormal yang mengandung banyak granula besi yang tersusun dalam suatu bentuk cincin atau kerah yang melingkari inti. Dikatakan anemia sideroblastik jika kuantitas erirosit sideroblastik minimal 15%. Keadaan ini disebabkan oleh defek sintesis heme akibat mutasi gen asam bheta-aminolevuliinat sintase (ALA-S) yang terdapat pada kromosom X. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Klasifikasi anemia yang lain Anemia aplastik Disebabkan oleh aplasia sumsum tulang. Macamnya: Primer congenital Memiliki pola pewarisan resesif autosomal dan disertai dengan retardasi pertumbuhan dan cacat congenital rangka. Terjadi pada usia 5 10 tahun. Primer idiopatik Mekanismenya belum diketahui. Kerusakan autoimun yang diperantarai sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah secara structural dan fungsional, berperan penting. Sekunder Karena kerusakan langsung sumsum hemopoetik akibat radiasi atau obat sitotoksik. Mayoritas penderita adalah pria. Gambaran klinis: infeksi, khususnya di mulut dan tenggorok, memar,p erdarahan gusi, epistaksis dan menorhagia. Kelenjar getah bening, hati dan limpa tidak membesar. Eritrosit normokrom normositik atau makrositik. VER meningkat, retikulosit rendah. Leucopenia, trombositopenia, tidak ada sel abnormal dalam darah tepid an hipoplasia.

(Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

V.

Pemeriksaan (diagnosa) Anamnesis Anemia defisiensi besi Mengenai kehilangan darah, diet, malabsorpsi Anemia defisiensi B12 Diet, pembedahan sebelumnya. Anemia defisiensi folat Diet, pembedahan sebelumnya, terapi obat, alcohol, penyakit terkait lainnya.

(Hoffbrand AV dan Mehta AB.2008.At A Glance Hematologi.Jakarta:Penerbit Erlangga) Pemeriksaan fisik Inspeksi dan palpasi rambut Kuantitas: tipis dan tebal Distribusi: alopesia sebagian atau total Teksur: halus, kasar Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki Warna: sianosis, pucat Bentuk: kuku sendok (Bickley Lynn S dan Szilagyi Peter G.2008.Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran) Face Pallor Lemon tint Jaundice Plethora Mouth Ulcers Glossitis : Neutropenia : Megaloblastic anaemia Iron deficiency anaemia : Any anemia : Megaloblastic anaemia : Haemolityc anaemia : Polycythemia

Angular stomatitis Candida (thrush) Skin Pallor Jaundice Excessive bruising

: Iron deficiency anaemia : immunosuppression

: Any anemia : Haemolytic anaemia : Coagulation disorder Thrombocytopenia

Purpuric/Petechial rash Leg ulcers

: Thrombocytopenia : Sickle cell anaemia

(Howard Martin R dan Hamilton Peter J.2008.Haematology An Illustrated Colour Text.Philadelphia:Churchill Livingstone Elsevier)

Pemeriksaan penunjang antara lain laboratorium darah (pemeriksaan penyaringan, pemeriksaan darah seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan khusus) 1. Pemeriksaan penyaring: pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Pemeriksaan ini untuk penentuan jenis morfologik eritrosit. 2. Pemeriksaan darah seri anemia: penghitungan leukosit, trombosit, retikulosit dan laju endap darah. 3. Pemeriksaan sumsum tulang: diagnosis definitive pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologic yang dapat mensupresi system eritroid. 4. Pemeriksaan khusus: pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada: Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC (Total Iron Binding Capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan besi pada sumsum tulang Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling

Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lain

Anemia aplastik: biopsy sumsum tulang

Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan faal hati, faal ginjal atau faal tiroid. (Prenggono M Darwin.2007.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Volume IV.Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) Anemia defisiensi besi (terutama pada laki-laki dan perempuan pascamenopouse) Uji darah samar, endoskopi atau radiologi saluran pencernaaan atas dan bawah, uji untuk memeriksa adanya cacing tambang, malabsorpsi, dan hemosiderin urin. Elektroforesis hemoglobin dan atau analisis DNA gen globin untuk menyingkirkan cirri thalasemia atau defek hemoglobin lainnya. Anemia defisiensi besi Uji untuk memeriksa factor intrinsic dan antibody sel parietal, endoskopi gastrointestinal atas, dan pemeriksaan absorpsi B12 radioaktif. Anemia defisiensi folat Uji antibody antiendomisial dan antitransglutaminase serta uji untuk malabsorpsi. Pada anemia jenis ini akan ditemukan folat serum rendah, folat eritrosit rendah, B12 serum normal atau sedikit menurun. Hemoglobinuria nocturnal paroksismal Pemberian besi untuk defisiensi besi yang disebabkano leh hemolisis intravascular kronik. Transfuse eritrosit yang mengalami leukodeplesi Warfarin untuk mencegah thrombosis Antibody monoclonal, eculizumab, yang menghambat aktivasi komponen-komponen terminal dengan pengikatan ke C5, digunakan untuk mengurangi hemolisis. Transplantasi sel setem alogenik untuk kasus serius pada dewasa muda.

(Hoffbrand AV dan Mehta AB.2008.At A Glance Hematologi.Jakarta:Penerbit Erlangga)

VI.

Pengobatan Anemia defisiensi besi Besi oral fero sulfat paling baik (200 mg, 67 mg besi per tablet) sebelum makan tiga kali sehari Respons retikulosit muali dalam 7 hari dan dilanjutkan selama 4 6 bulan Besio ral profilaktik, sering dikombinasikan dengan asam folat, diberikan pada kehamilan. Besi intramuscular atau intravena digunakan pada pasien dengan malabsorpsi atau yang tidak mampu menerima besi oral. Overload besi Hemokromatosis genetic: venaseksi regular untuk menurunkan kadar besi sampai normal, yang dinilai dengan feritin serum, besi serum, dan kapasitas pengikatan besi total serta biopsy hati. Overload besi transfusional: kelasi besi yang menggunakan desferioksamin (DFX) subkutan selama 8 12 jam dalam 5 7 hari setiap mingtgunya. Vitamin C meningkatkan ekskresi besi. Kelator besi aktif per oral untuk pasien yang tidak bisa menerima DFX efektif. Obat-obat ini dapat dikombinasikan. Anemia sideroblastik Biasanya simtomatik. Transfuse darah regular dan kelasi besi sering kali diperlukan. Pasien anemia sideroblastik herediter dapat berespon terhadap piridoksin (vitamin B6), suatu kofaktor untuk ALA-S. Anemia defisiensi B12 Hidroksokobalamin 1 mg intramuscular, diulangi setiap 2 3 hari sampai enam suntikan telah diberikan; kemudian satu suntikan setiap 3 bulan seumur hidup kecuali jika penyebab defisiensi telah dikoreksi. Anemia defisiensi folat Asam folat 5 mg setiap hari selama 4 bulan lalu dievaluasi dan ditentukan lagi dosis serta jangka pemberiannya.

Anemia hemolitik autoimun hangat Kortikosteroid, misalnya prednisolon 1 mg/kg per oral disertai reduksi bertahap. Transfuse darah Splenektomi jika steroid darah Obat imunosupresif lain seperti azatiropin, siklosporin, siklofosfamida, mikofenolat, dan retuximab (anti CD20). Singkirkan penyebab, misalnya obat Obati penyakit penyebab, misalnya leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus sistemik.

Anemia hemolitik autoimun dingin Jaga pasien agar tetap hangat Pertimbangkan siklofosfamida. Pertimbangkan pertukaran plasma untuk menurunkan toter antibody. pemberian imunosupresi dengan klorambusil atau

Penyakit sel sabit Hindari presipitan krisis sel sabit yang diketahui. Berikan asam folat, vaksinasi pneumokokal, HIB, dan meningokokal, serta penisilin oral dalam wakti tidak terbatas untuk mengompensasi atrofi splenik. Krisis vaso-aklusif diobati dengan hidrasi Transfuse eritrosit untuk anemia berat atau sebagai program terapi 3 12 bulan untuk pasien krisis rekuten atau selama 2 3 tahun setelah krisis system saraf pusat. Transfuse pertukaran pada pembentukan sabit berat, hal ini ditujukan untuk menurunkankadar Hb S sampai < 30%. Hidroksiurea total (20 40 mg/kg/hari) mengurangi frekuensi maupun durasi krisis sel sabit. Transplantasi sumsum tulang pada kasus tertentu Bedah penggantian sendi untuk nekrosis avaskular (panggul dan bahu) Terapi kelasi besi untuk pasien overload besi yang disebabkan oleh transfuse multiple.

Anemia aplastik Imunosupresi, misalnya globulin antilimfosit kuda atau kelinci, diberikan intravena selama beberapa hari, dan siklosporin. Pemberian androgen, misalnya oksimetolon Transplantasi sumsum tulang menawarkan penyembuhan pada kasus berat jika pedonor adalah saudara kandung dan mempunyai HLA yang cocok serta umur pasien <20 tahun. Penambahan factor pertumbuhan hemopoetik, G-CSF atau GM-CSF yang dapat meningkatkan jumlah neutrofil sementara. Bantu dengan produk darah.

(Hoffbrand AV dan Mehta AB.2008.At A Glance Hematologi.Jakarta:Penerbit Erlangga)

Kelainan eritrosit lainnya 1) Thalassemia Definisi Thalasemia adalah kelompok kelainan genetic heterogen akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau bheta. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Epidemiologi Thalasemia-bheta: banyak di daerah Mediterania, Timur Tengah, India atau Pakistan dan Asia. Di Siprus dan Yunani lebih banyak dijumpai varian thalasemia-bheta plus, sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian thalasemia-bheta nol. Italia: 10%, Yunani 5 10%, Cina 2%, India 1 5%, Negro 1%, Asia Tenggara 5%. Thalasemia-alpha: sangat sering ditemuukan di asia tenggara (Bakta I Made.2007.Hematologi Klinik Ringkas.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Patofisiologi (kelainan fungsi) Sindrom thalasemia-alpha Sindrom thalassemia-bheta

MCV dan MCH rendah, jumlah eritrosit lebih dari 5,5 x 1012/l. Sindrom thalassemia-bheta mayor Diagnosis laboratorium: anemia mikrositik hipokrom, sedikit atau tidak adanya Hb A. Sifat thalassemia-bheta minor Anemia mikrositik hipokromik, tetapi eritrosit tinggi (>5,5 x 1012/l) dan anemia ringan (Hb 10 15g/l). (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Etiologi Sindrom thalasemia-trait Normalnya, terdapat empat buah gen globin-alpha. Kehilangan keempatnya menyebabkan kematian in utero. Delesi tiga gen (hemoglobin H) menyebabkan anemia anemia mikrositik hipokrom berat dengan Hb 7 11 g/dl. Thalasemia-trait timbul karena kehilangan satu atau dua gen alpha tanpa anemia. Thalassemia-trait non delesi yang tidak lazim disebabkan oleh mutasi titik yang menyebabkan disfungsi gen atau kadang disebabkan oleh mutasi yang mempengaruhi terminasi translasi, dan menghasilkan rantai yang panjang tapi tidak stabil, misalnya Hb Constant Spring. Sindrom thalasemia-bheta mayor Terjadi pada 1 dari 4 anak bila kedua orang tuanya pembawa sifat thalasemiabheta. Karena sedikit atau tidak adanya rantai bheta yang disintesis. Sifat thalasemia-bheta minor Tanpa gejala karena hanya pembawa sifat atau carier saja. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Patogenesis (kelaianan bentuk) Pada thalasemia-bheta minor akan terjadi splenomegali, hepatomegali, pelebaran tulang karena hyperplasia sumsum tulang, pigmentasi kulit akibat kelebihan melanin dan hemosiderin memberikan tampilan kelabu san osteoporosis. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Pemeriksaan (klasifikasi dan diagnose) Elektroforesis hemoglobin normal dan pemeriksaan sintesis rantai alpha/bheta atau analisis DNA. Rasio sintesis alpha/bheta yang normal adala 1:1. Rasio ini menurun pada thalasemia-trait dan meningkat pada thalasemia-bheta. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Terapi Sindrom thalasemia-trait Sindrom thalasemia-bheta mayor Transfusi darah teratur mencapai 2 3 unit tiap 4 6 minggu. Pemberian asam folat teratur (missal 5 mg.hari) Terapi khelasi besi untuk mengatasi kelebihan besi, desferioksamin dapat diberikan melalui kantong infuse terpisah 1- 2 gram untuk tiap unit darah yang ditransfusikan dan melalui infuse subkutan 20 40 mg/kg dalam 8 12 jam, 5 7 hari seminggu. Vitamin C (200 mg/hari) meningkatkan ekskresi besi yang disebabkan oleh desferioksamin. Splenektomi pada pasien berumur >6 tahun Terapi endokrin atau terapi insulin atau terapi kalsium Imunisasi hepatitis B Transplantasi sumsum tulang alogenik yang kesembuhannya mencapai 80%. Sifat thalasemia-bheta minor Konseling per individu maupun pasangan untuk menghindari pertemuan sifat thalasemai-bheta yang mengakibatkan 25% anak berisiko menderita thalasemia-mayor. (Hoffbrand AV.2005.Kapita Selekta Hematologi.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

Prognosis

Komplikasi Hepatitis B Kelainan jantung, organ endokrin dan kerusakan hati Osteoporosis

(Hoffbrand AV dan Mehta AB.2008.At A Glance Hematologi.Jakarta:Penerbit Erlangga)

Rehabilitasi Imunisasi dini untuk mencegah hepatitis B dan Terapi interferon-alpha + ribavirin pada penderita hepatitis kronik aktif yang disebabkan oleh hepatitis C (Hoffbrand AV dan Mehta AB.2008.At A Glance Hematologi.Jakarta:Penerbit Erlangga)

2) Polisithemia 1. Definisi Keadaan dimana terlalu banyak eritrosit atau volume eritrosit melebihi normal sehingga mengakibatkan peningkatan viskositas. (Price Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 06.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

2.

Klafikasi Polisitemi vera (eritremia) atau patologis Merupakan suatu gangguan mieloproliferatif. Sel induk pluripoten abnormal Penyakit progresif pada usia pertengahan, mayoritas penderita laki-laki Peningkatan volume darah total dan viskositas darah Volume plasma normal dan terjadi vasodilatasi untuk menampung peningkatan volume eritrosit. Gejala: pusing, kesulitan berkonsenterasi, pandangan kabur, kelelahan, gatal setelah mandi. Hb > 18 g, Ht > 60 %, morfologi eritrosit normal, B12 meningkat.

Polisitemia sekunder atau fisiologis

Saat plasma yang beredar dalam pembulub darah berkurang tetapi volume total eritrosit normal

Ht laki-laki meningkat hingga 57% dan perempuan sampai 54%. Penyebab utama dalah dehidrasi Penyebab lain adalah kebiasaan merokok sigaret dan lingkungan dataran tinggi yang oksigen atmosfernya berkurang

(Price Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 06.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

3. Etiologi Jaringan mengalami hipoksia akibat terlalu sedikitnya oksigen dalam atmosfer, misalnya pada tempat yg tinggi, atau akibat gagalnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sehingga membuat organ-organ pembentuk darah secara otomatis menghasilkan atau memproduksi sejumlah besar darah merah. (Price Sylvia Anderson.2006.Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 06.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC)

4. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pemeriksaan penunjang antara lain perhitungan jumlah eritrosit, trombosit, granulosit, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan sitogenik dan B12 serum (Prenggono M Darwin.2007.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Volume IV.Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia)

5. Komplikasi Kelebihan sel darah merah bisa berhubungan dengan komplikasi lainnya seperti ulkus gastrikum dan batu ginjal. Bekuan darah di dalam vena dan arteri yg bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke dan bisa menyumbat aliran darah ke lengan dan tungkai. Kadang polisitemia vera berkembang menjadi leukemia. www.medicastore.com 6. Penatalaksanaan.

Tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat pembentukan sel darah merah dan mengurangi jumlah sel darah merah. Darah diambil dari tubuh dengan prosedur yg disebut flebotomi. Sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Pada beberapa penderita, pembentukan sel darah merah di sumsum tulang bertambah cepat, sehingga jumlah trombosit di dalam darah meningkat atau limpa dan hatinya membesar. Flebotomi juga menyebabkan bertambahnya jumlah trombosit dan tidak menyebabkan berkurangnya organ tubuh, sehingga penderita memerlukan kemoterapi untuk menekan pembentukan sel darah. Biasanya diberikan obat antikanker hidroksitera. Obat lainnya bisa mengendalikan beberapa gejala : antihistamin bisa membantu mengurangi gatal aspirin bisa mengurangi rasa panas di tangan dan kaki, juga mengurangi nyeri tulang www.medicastore.com
ANEMIA MENURUT ETIOPATOGENESIS a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12 Gangguan penggunaan (utilisasi) besi

Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik Kerusakan sumsum tulang

Anemia aplastik Anemia mieloptisik

Anemia pada keganasan hematologi Anemia diseritropoietik Anemia pada sindrom mielodisplastik Anemia akibat kekurangan eritropoietin : anemia pada gagal ginjal kronik

b.

Anemia akibat hemorogi Anemia pasca perdarahan akut Anemia akibat perdarahan kronik(obat-iritasi-perdarahan)

c.

Anemia hemolitik Anemia hemolitik intrakorpuskular

Gangguan membran eritrosit (membranopati) Ganggauan enzam eritrosit (enzimopasti) : anemia akibat defisiensi G6PD Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) Thalasemia Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular

Anemia hemolitik autoimun Anemia hemolitik mikroangiopatik

d.

Anemia dengan penyebeb tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks

ANEMIA BERDASARKAN MORFOLOGI DAN ETIOLOGI: a. Anemia hipokromik mikrositer Anemia defisiensi besi Thalasemia major

Anemia akibat penyakit kronik Anemia sideroblastik b. Anemia normokromik normositer Anemia pasca pendarahan akut Anemia aplastik Anemia hemolitik didapat Anemia akibat penyakit kronik Anemia pada gagal ginjal kronik Anemia pada sindrom mielodisplastik Anemia pada keganasan hemotologik

c.

Anemia makrositer Bentuk megaloblastik

Anemia difisiensi asam folat Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa Bentuk non-megaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik Anemia pada hipertirodisme Anemia pada sindrom mielodisplastik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Patofisiologi Anemia Aplastik

4. Mekanisme system peredaran darah

Sistem peredaran darah adalah satu sistem yg penting pada tubuh kita. Sistem ini mengedarkan darah bermula dari jantung ke seluruh tubuh kembali ke jantung. Sistem perdearah darah manusia dikenal sebagai sistem peredaran darah tertutup. Sistem darah manusia mempunyai dua sistem yaitu peredaran darah pulmonari dan sistemik. Peredaran darah pulmonari membawa darah dari jantungtidak beroksigen menuju arteri pulmonari ke paru-paru dan balik ke jantung. Peredaran sistemik membawa darah beroksigen dari jantung melalui aorta ke semua bagian tubuh lalu kembali ke jantung.
PEMBULUH DARAH Macam-macam pembuluh darah: 1. Arteri (pembuluh darah nadi), yaitu pembuluh darah yang membawa darah keluar dari jantung. Terdiri dari: a. Arteri pulmonalis Merupakan pembuluh nadi yang membawa darah menuju paru-paru b. Aorta Merupakan pembuluh darah besar yang membawa darah menuju seluruh tubuh Pada pangkal batang nadi terdapat klep berbentuk bulan sabit (Valvula semilunaris) yang berfungsi untuk menjaga aliran darah agar tetap searah 2. Vena (pembuluh darah balik), yaitu pembuluh darah yang membawa darah menuju ke jantung. a. Vena Pulmonalis yaitu pembuluh darah yang membawa darah dari paru-paru menuju ke jantung b. Vena cava inferior pembuluh darah yang membawa darah dari bagian bawah tubuh menuju jantung. Vena cava superior Yaitu pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atas tubuh menuju ke jantung

3. Pembuluh darah kapiler Pembuluh darah halus, yang langsung berhubungan dengan jaringan tubuh. Pada pembuluh darah kapiler terdapat hubungan antara pembuluh darah arteri dengan pembuluh darah vena. Pembuluh darah kapiler tersusun atas satu lapis sel pipih satu lapisan. Semua jaringan tubuh berhubungan langsung dengan kapiler darah, sehingga proses pertukaran menjadi lebih efisien. Pertukaran material dalam pembuluh darah kapiler ke sel terjadi melalui mekanisme difusi, dan sistem transport aktif.

Aliran darah dalam kapiler lebih lambat sehingga memungkinkan proses pertukaran menjadi lebih efektif a. Venule Pembuluh darah kapiler dari vena b. Arteriole Pembuluh darah kapiler dari arteri Peredarah darah tertutup Peredaran darah yang terjadi dimana darah mengalir hanya melalui pembuluh darah, tanpa pernah langsung menembus sel-sel atau jaringan tubuh. Peredaran darah ganda Sistem peredaran darah manusia disebut sistem peredaran darah ganda, sebab sekali darah berdar melintasi jantung sebanyak dua kali. Sistem peredaran ini dibedakan menjadi: 1. Sistem peredaran darah kecil (sistem peredaran paru-paru) Merupakan sistem peredaran yang membawa darah dari jantung ke paru-paru kembali lagi ke jantung. Pada peristiwa ini terjadi difusi gas di paru-paru, yang mengubah darah yang banyak mengandung CO2 dari jantung menjadi O2 setelah keluar dari paruparu. Mekanisme aliran darah sebagai berikut: Ventrikel kanan jantung > Arteri pulmonalis > paru-paru > vena pulmonalis > atrium kiri jantung 2. Sistem peredaran darah besar (peredaran darah sistemik) merupakan sistem peredaran darah yang membawa darah yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Darah yang keluar dari jantung banyak mengandung oksigen. mekanisme aliran darah sebagai berikut: Ventrikel kiri > aorta > arteri superior dan inferior > sel / jaringan tubuh > vena cava inferior dan superior > atrium kanan jantung 3. Sistem peredaran portal Sistem peredaran darah yang menuju ke alat-alat pencernaan menuju ke hati, sebelum kembali ke jantung. pembuluh darah portal berwarna coklat karena banyak mengandung nutrien

5. Jelaskan mekanisme lemah, lelah, dan pusing!

Ebook 2: Anemia Aplastik | MorphostLab. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta 6. Gangguan system darah
Penyakit dalam Sistem Peredaran Darah serta Upaya Mengatasinya 1. Anemia Mungkin para wanita sudah tahu tentang penyakit anemia. Penyakit ini dapat Disebabkan karena kekurangan sel darah merah atau sel darah merahnya malah kekurangan hemoglobinnya. Penyakit Anemia ini dapat diatasi dengan memakan bahan makanan yang banyak mengandung zat besi, seperti kayak pisang, kacang-kacangan, hati, daging, maupun bayam. 2. Leukemia penyakit ini Disebabkan oleh kelebihan produksi sel darah putih. Penyakit ini disebut juga dengan penyakit kanker darah. Pengobatannya sendiri merupakan kombinasi antara operasi, radioterapi, dan kemoterapi. 3. Hemofilia Hemofilia merupakan suatu penyakit menurun yang dapat menyebabkan darah sulit membeku. Ada Beberapa usaha untuk dapat mengatasi penyakit hemofilia, antara lain yaitu mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat, menjaga berat tubuh jangan berlebihan karena berat badan yang berlebihan dapat mengakibatkan pendarahan pada sendi-sendi di bagian kaki, dan berhati-hati lah dalam kehidupan sehari-hari untuk memperkecil risiko terluka. 4. Polisitemia Penyakit polisitemia ini merupakan penyakit yang terjadi karena Kelebihan produksi sel darah merah sehingga darah menjadi lebih kental dan mengalir sangat lambat. Akibatnya adalah akan mengakibatkan dapat terjadi penggumpalan dalam pembuluh darah yang akan dapat mengakibatkan kematian. Cara Penanggulangannya dalam menghadapi penyakit polisitemia ini adalah dengan melakukan transfusi darah atau anti parsial untuk membuang sebagian darah serta menggantinya dengan plasma dalam jumlah yang sama. 5. Varises Kalian mungkin pernah mendengar tentang penyakit yang dinamakan varises. Penyakit Varises ini adalah suatu gangguan yang terjadi berupa pelebaran pembuluh balik (vena) pada kaki. Gangguan ini sering sekali diderita oleh orang yang banyak berdiri atau wanita yang sedang hamil. Untuk penanggulanganya ada Beberapa upaya untuk mengatasi terjadinya varises, antara lain adalah jangan sekalikali menyilangkan kaki serta bertumpu pada lutut mengapa??? karena akan dapat menambah tekanan pada pembuluh darah di kaki bagian bawah dan akan menghambat aliran darah yang menuju ke seluruh tubuh. 6. Ambeien atau wasir Di dalam kalangan masyarakat kita sering sekali mendengar penyakit wasir ataupun ambeien. Ambeien ini adalah penyakit yang terjadi karena adanya gangguan berupa pelebaran pembuluh balik (vena) pada dubur. Biasanya ini diderita oleh orang yang kebanyakan duduk, karena itu jangan seering-sering duduk ya. Penyakit ambeien atau wasir ini dapat dicegah dengan Cara mengatasi wasir dari awal, antara lain dengan cara membiasakan minum air minimum 2,5 liter sehari serta cukup melakukan gerak badan untuk menstimulasi buang air besar. 7. Hipertensi Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah kondisi tekanan yang abnormal di dalam arteri hingga mencapai 150/90 mm Hg.

Cara mengatasinya adalah dengan meberikan kepada si penderita yang berguna untuk melebarkan pembuluh darah serta untuk dapatmenurunkan keluaran darah jantung hingga normal. 8. Hipotensi Tekanan darah rendah (hipotensi) adalah suatu keadaan tekanan darah lebih rendah dari 90/60 mmHg sehingga sering sekali menimbulkan gejala-gejala seperti pusing bahkan pingsan. Cara mengatasinya dengan cara menggunakan obat-obatan yang fungsinya untuk mempertahankan tekanan darah pada saat darah meninggalkan jantung dan beredar ke seluruh tubuh. 9. Pingsan Semua pasti sudah sering sekali mendengar yang namanya pingsan. Pingsan itu dapat didefinisikan sebagai suatu kehilangan kesadaran yang terjadi secara mendadak dan dalam waktu yang singkat. Hal ini merupakan gejala dari tidak memadainya suplai oksigen ke dalam otak. 10. Stroke Sering sekali kita mendengar penyakit stroke, penyakit yang ditakutkan banyak orang. Stroke sendiri adalah kematian pada jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya suatu aliran darah dan oksigen ke dalam otak. Pada stroke pendarahan, pembuluh darah pecah sehingga menghambat laju aliran darah normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak serta merusaknya.

Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta

You might also like