You are on page 1of 26

BAB I PENDAHULUAN Hoarseness atau suara serak menggambarkan kelainan memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau ada

perubahan nada atau kualitas suara.Suaranya terdengar lemah, terengah- engah, kasar dan serak. Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita suara. Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara sistem pernapasan, fonasi (suara) dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status emosianal setiap individu. Dalam dunia medis, dikenal istilah Disfonia yaitu merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara untuk yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan penyakit melainkan merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau atau serak yaitu suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan disfonia. Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu sistem yang lancar, seimbang, dinamis dan saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi, dan resonansi. Tekanan udara subglotis dari paru, yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada, dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan oleh pembukaan dan penutupan yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh gabungan kerja antara tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepat. Tinggi nada terutama ditentukan oleh frekuensi getaran pita suara1. Bunyi yang dihasilkan glotis diperbesar dan dilengkapi dengan kualitas yang khas (resonansi) saat melalui jalur supraglotis, khususnya faring. Gangguan pada sistem ini dapat menimbulkan gangguan suara1. Di Negara-negara barat, sekitar 1/3 pekerja memerlukan suara untuk pekerjaan mereka2. Gangguan suara diperkirakan terjadi pada satu persen rakyat Amerika Serikat1. Di Inggris, sekitar 50.000 pasien THT (Telinga Hidung Tenggorok) per

tahunnya datang dengan masalah suara2. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, ketegangan serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu : sistem pernapasan, laring, dan traktus vokalis supraglotis. Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan aliran udara spontan dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-otot dada, perut, diafragma yang berperan dalam pernapasan. Selama bersuara, udara yang terpompa menghasilkan perbedaan takanan melalui celah glottis yang sempit yang menandai suatu efek Bernaulli. Mengikuti inhalasi, otot dinding perut berkontrasi untuk memudahkan aliran udara yang tetap melalui glottis.12 Sistem pernapasan menghasilkan sebuah aliran udara tetap yang mendukung sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan mengahasilkan volume suara yang lebih keras. Lemahnya otot dinding perut, penyakit pada paru atau sebab umum lain dapat mempengaruhi pengaturan kapasitas sistem pernapasan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari suara yang dihasilkan.12 Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang terdiri dari beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan pita suara. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas bawah adalah kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini menarik laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.2,3 Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid, kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tyroid. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago

krikoid berupa lingkaran membentuk sendi dengan kartilago tiroid membentuk artikulasi krikotiroid. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilado krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan) melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. 2,3

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial, ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika, ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika. Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid) dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otototot ekstrinsik yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid, m.milohioid. Otot-otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid

berfungsi menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan m.krikotiroid. otot-otot ini terletak pada bagian lateral laring. Otot-otot intrinsik laring yang terletak di posterior, adalah m.aritenoid transversum, m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior. 2,3 Rongga laring. Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus laringeus, batas bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya adalah membrana kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah M.Aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). 2,3

Dalam menilai tingkat pembukaan rima glotis dibedakan dalam 5 posisi pita suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, intermedian, abduksi ringan dan abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita suara terdapat di garis tengah, pada posisi paramedian pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi abduksi ringan pembukaan pita suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh kira-kira 18-19 mm. 2,3

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis, sedangkan antara plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut daerah supraglotik. Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara (plika vokalis).2 Pada orang dewasa dua pertiga bagian pita suara adalah membran sedangkan pada anak-anak bagian membran ini hanya setengahnya. Membran pada pita suara terlibat dalam pembentukan suara dan bagian kartilago terlibat dalam proses penapasan. Jadi kelainan pada pita suara akan berefek pada proses bersuara dan atau pernapasan, tergantung lokasi kelainannya. 12 Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat penting karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum dan dinding faring), hidung dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai articulator dan resonator.2 Perubahan pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada dinding faring, lidah, palatum, bibir dan laring akan merubah dari produksi kualitas suara.12 Persarafan laring. Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior dan n. laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid, memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara.2 Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di sebelah medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior, membagi diri menjadi 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m. konstriktor faring inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup

oleh m. tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus membrane hiotiroid dan bersama-sama a. laringis superior menuju ke mukosa laring.2 Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah saraf itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan cabang dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a. subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n. rekuren kiri akan menyilang arkus aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabangcabang a. tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian superior dan mengadakan anastomose dengan n. laringis superior ramus internus.2 Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan a. laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a. tiroid superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membrana tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian menembus membrana ini untuk berjalan ke bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis, untuk mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n. laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. 2,3 Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan mendatari sepanjang membrane itu sebagai sapai mendekati tiroid. Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membrane krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan inferior. 2,3 Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Di sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal

pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular. 2,3,4 B. FISIOLOGI Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emos serta fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut : 3,4,5 1. Fungsi Proteksi Adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m. tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya, m. ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekan karena adduksi otot-otot ekstrinsik. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing yang telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan. 2. Fungsi Respirasi Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka. 3. Fungsi Sirkulasi Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus trakebronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
4. Fungsi laring dalam membantu proses menelan

Dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. 5. Fungsi untuk mengekspresikan emosi Seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain. Untuk fonasi, membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika vokalis dalam aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah dan depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada C. PROSES PEMBENTUKAN SUARA
Sistem produksi suara, pusat kontrol suara dan penghubung keduanya mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan.7

1. Sistem produksi suara Larynx (voice box) terdiri atas kartilago dan otot-otot serta memiliki sepasang pita suara yang akan saling menjauh saat inspirasi dan mendekat saat ekspirasi. Pita suara dapat saling mendekat dan menjauh sehingga dapat mengatur jumlah udara yang melewatinya. Frekuensi getaran yang melalui pita suara dapat berubah secara cepat oleh karena otot di sekitar pita suara dan tekanan udara saat bernafas, sehingga timbul nada pada suara yang diproduksi. Pharynx dan cavum oris keduanya bertindak sebagai resonator. Suara yang dihasilkan merupakan hasil koordinasi dari lidah, rahang bawah, palatum mole. Proses ini dinamakan artikulasi. 2. Pusat kontrol suara Kontrol suara berada pada otak yang menerima dan mengirimkan kembali rangsang dari berbagai tempat yang berbeda seperti diafragma, otot-otot dinding dada, abdomen,

larynx, pharynx, cavum oris, palatum mole dan rahang bawah serta mengkoordinasi seluruh bagian tersebut 3. Neuron penghubung Syaraf yang berperan penting dalam membawa sinyal dari otak menuju otot-otot penghasil suara adalah n. laryngeus, yang merupakan cabang langsung dari N. Vagus.7

Gambar 7. Pita suara saat menarik nafas dalam, posisi respirasi

Gambar 8. Pita suara tertutup, posisi fonasi

Gambar 9. Pita suara terbuka, terdapat celah sempit antara bagian interkartiloago, posisi berbisik D. DEFINISI

Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau parau. atau terjadi perubahan volume atau pitch (tinggi rendah suara) Suara serak bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit Istilah hoarseness atau suara serak sendiri dapat merefleksikan kelainan (abnormalitas) yang letaknya bisa di berbagai tempat di sepanjang saluran vokalis, mulai dari rongga mulut hingga paru. Meski idealnya istilah hoarseness lebih baik ditujukan untuk disfungsi laring akibat vibrasi pita suara yang abnormal E. FAKTOR RISIKO

Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring Merokok, ( juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinomaLaring ). Menghisap ganja Penyalahgunaan obat-obatan Refluks gastroesofagus

Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,aktor, Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama Minum alkohol, kopi berlebihan Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar Berbicara saat makan Kebiasaan sering batuk untuk membersihkan tenggorokan Kebiasaan berbisik Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara

penyanyi

F. ETIOLOGI

Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita suara

yang merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di larynx. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.

Walaupun hanya merupakan gejala, tetapi prosesnya berlangsung lama

(kronik) dan dapat merupakan tanda awal penyakit serius di daerah tenggorok, khususnya laring.

Penyebabnya dapat berupa radang, tumor (neoplasma), paralisis otot-otot

laring, kelainan laring seperti sikatriks akibat operasi, fiksasi pada sendi kriko aritenoid, dll.

Ada satu keadaan disebut disfonia ventrikular, yaitu keadaan plika

ventrikular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara, misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus menerus pada pasien dengan laringitis akut. Inilah pentingnya istirahat berbicara (vokal rest) pada pasien, laringitis akut, disamping pemberian obat-obatan.
o

Berikut ini beberapa penyebab suara serak : Peradangan laring (laringitis) baik akut maupun kronis. Pada Laringitis akut

Radang akut laring pada umumnya merupakan kelajutan dari infeksi

saluran nafas seperti influenza atau common cold. Penyebab radang ini ialah bakteri, yang menyebabkan radang lokal atau virus yang menyebabkan peradangan sistemik.

Pada larinigtis akut terdapat gejala radang umum, seperti

demam,dedar (malaise), serta gejala lokal, seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri ketika menalan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak kental.

Ketidaksempurnaan produksi suara pada pasien dengan laringitis

akut dapat diakibatkan oleh penggunaan kekuatan aduksi yang besar atau tekanan untuk mengimbangi penutupan yang tidak sempurna dari glottis selama episode laringitis akut. Tekanan ini selanjutnya menegangkan lipatan-lipatan (plika) vocal dan mengurangi produsi suara. Pada akhirnya menunda kembalinya fonasi normal.

Pada laringitis kronis Beberapa hal bisa mendasari kondisi ini yang biasanya akibat

paparan dari iritan (zat yang bisa mengiritasi) seperti tekanan yang terus menerus pada pita suara, sinusitis kronis, infeksi ragi (akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah) serta terpapar asap atau gas yang mengandung zat kimia.

Dalam keadaan laryngitis, pita suara mengalami peradangan

sehingga tekanan yang diperlukan untuk memproduksi suara meningkat. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam memproduksi tekanan yang adekuat. Udara yang melewati pita suara yang mengalami peradangan ini justru menyebabkan suara yang dihasilkan menjadi parau. Bahkan pada beberapa kasus suara dapat menjadi lemah atau bahkan tak terdengar.

Semakin tebal dan semakin kecil ukuran pita suara, getaran yang

dihasilkan semakin cepat. Semakin cepat getaran suara yang dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan pada pita suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara sehingga dapat terjadi perubahan pada suara.
o

Nodul pita suara dan polip pita suara Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara dalam waktu

yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi dan sebagainya. Gejalanya terdapat suara parau yang kadang-kadang disertai batuk.

Pada mereka yang memang menggunakan suara secara berlebihan, seperti,

penyanyi profesional, guru, dosen, atau mereka yang sering berbicara dan menggunakan suara berlebihan dapat terjadi pembengkakan pita suara yang disebut sebagai nodul pita suara atau polip pita suara.
o

Kista pita Suara Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi kelenjar liur minor

laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut, faktor iritasi kronik, refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan sebagai faktor predisposisi.

Kista terletak di dalam lamina propria superfisialis, menempel pada

membran basal epitel atau ligamentum vokalis. Ukurannya biasanya tidak besar sehingga jarang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas. Gejala utamanya adalah parau.
o

Merokok dan mengkonsumsi alkohol Merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi laring, dapat Gastroesophageal reflux disease (GERD) GERD adalah suatu kelainan dimana asamlambung naik kembali melalui Biasanya, suara mulai memburuk di pagi hari dan meningkat sepanjang

menyebabkan peradangan dan penebalan pita suara


o

esophagus dan tenggorokan, sehingga dapat menyebabkan iritasi pada laring.

hari. Penderita juga mengalami gejala lain seperti tenggorokan terasa nyeri dan kering, rasa panas di pipi, sensasi yang menyumbat, dan batuk kronis.
o

Menggunakan suara secara berlebihan Kondisi ini paling sering terjadi pada orang yang pekerjaannya selalu

berbicara dan penyanyi. Menyalahgunakan suara secara berlebihan bisa menimbulkan gangguan pada pita suara seperti menyebabkan kista atau perdarahan. Biasanya terjadi jika sering berbicara dengan keras, teriak atau terlalu banyak berbicara
o

Kelumpuhan pita suara atau paralisis pita suara Kelumpuhan pita suara adalah terganggunya pergerakan pita suara karena

disfungsi saraf otot-otot laring hal ini merupakan gejala suatu penyakit dan bukan merupakan suatu diagnosis. Paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya

Penyebabnya bisa karena Trauma bedah iatrogenik pada vagus atau n.

laringeus rekuren, Invasi malignan pada vagus atau n.laringeus rekuren dapat terjadi akibat tumor, Kerusakan pada saraf yang mempersarafi daerah laring, idiopatik dan karena kondisi neurologik tertentu seperti stroke, tumor otak, maupun multiple sclerosis

Gejala kelumpuhan pita suara yang didapat adalah suara parau, stridor atau Proses terjadinya yaitu Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus

bahkan kesulitan menelan tergantung pada penyebabnya.

vagus dan cabangnya yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara. Jika terjadi penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan terjadi paralisis pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi. Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena terjadi paralisis salah satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal.
o

Alergi Secara klinis, meskipun tidak ada perubahan yang jelas dalam laring karena Alergi menyebabkan pembengkakan jaringan hidung, yang dapat mengubah

alergi, ada beberapa perubahan di tenggorokan dan hidung, yang mempengaruhi suara.

suara. Selain itu, alergi dapat meningkatkan drainase hidung dan menyebabkan kliring tenggorokan sering, yang dapat mengiritasi pita suara. Oleh karena itu penting untuk memasukkan alergi sebagai pertimbangan dalam mengevaluasi pasien dengan suara serak.
o

Kelainan Kongenital Laringomalasia Merupakan penyebab tersering suara parau saat bernafas pada bayi Laringeal webs Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian

baru lahir.

menutup jalanudara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara, tetapi selaput ini jugadapat terletak diatas atau dibawah pita suara.

Cri du chat syndrome dan Down sindrome Merupakan suatu kelainan genetik pada bayi saat lahir yang Papilloma laring

bermanifestasi klinis berupa suara parau atau stridor saat bernafas


o

Gejala awal penyakit ini adalah suara serak dan karena sering terjadi pada

anak, biasanya disertai dengan tangis yang lemah. Papiloma dapat membesar kadang-kadang dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang memngakibatkan sesak dan stridor sehingga memerlukan trakeostomi
o

Untuk papiloma laring dapat di baca disini Trauma Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa menyebabkan Fraktur pada laring dimana Trauma langsung pada laring dapat menyebakan Benda asing yaitu Benda asing yang termakan oleh anak-anak bisa masuk Hemangioma merupakan tumor jinak pembuluh darah, mungkin timbul pada daerah jalan Limphagioma ( higroma kistik) merupakan tumor pembuluh limfa. Sering timbul didaerah kepala dan leher Keratosis laring Gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini adalah suara serak yang

suara parau.

fraktur kartilago laringyang menyebabkan lokal hematoma atau mengenai saraf.

ke laring dan menyebabkan suara parau dan kesulitan bernafas


o

nafas dan menyebabkan suara parau atau lebih sering stridor.


o

dan dapat mengenai pada jalan nafas yang menyebabkan stridor atau suara serak.
o

persisten. Sesak nafas dan stridor tidak selalu ditemukan. Selain itu ada rasa yang mengganjal di tenggorokan, tanpa rasa sakit dan disfagia.

Pada keratosis laring, terjadi penebalan epitel, penambahan lapisan sel

dengangambaran pertandukan pada mukosa laring. Tempat yang sering mengalami pertandukan adalah pita suara dan fossa interaritenoid.
o

Keganasan atau kanker laring (pita suara) Gejala utama karsinoma laring adalah suara serak yang merupakan gejala

paling dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena ganguan fungsi fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran, dan ketegangan pita suara.

Pada tumor ganas laring, pita suara gagal berfungsi secara baik disebabkan

ketidakteraturan pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-otot vokalis, sendi dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi kasar, menganggu, sumbang, dan nadanya lebih rendah dari biasanya. Kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan nafas, atau paralisis komplit.

Hubungan antara suara serak dengan tumor laring tergantung dari letak

tumornya. Apabila tumbuh di pita suara asli, maka serak merupakan gejala dini dan menetap. Pada tumor subglotik dan supraglotik, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak muncul sama sekali
o

Beberapa penakit sistemik juga dapat menyebabkan suara serak antara

lain Hipotirodisme, Multiple, sklerosis, Rematoid artritis, Penyakit Parkinson, Lupus sistemik, Wagener's granulomatosis, Miasenia Gravis, Sarkoidosis, Amiloidosis. G. GEJALA KLINIS

Suara serak biasanya memberikan kualitas suara yang parau dan kasar, meskipun

juga dapat menyebabkan perubahan dalam pitch atau volume suara. Para kecepatan onset dan gejala terkait,akan tergantung pada penyebab yang mendasarinya yang menyebabkan suara serak

Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang tergantung

intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat dirasakan sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.
o o o o o o o o

Gejala klinis yang umum, antara lain : Rasa gatal di tenggorokan Perasaan adanya benda asing di tenggorokan Suara tercekat di tenggorokan Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak Nyeri dan sulit menelan Batuk Gejala klinis spesifik timbul berkaitan dengan etiologi yang mendasari : Laringitis akut Selain suara serak, penderita juga bisanya di sertai gejala lain seperti

demam, dedar (malaise), nyeri menelan atau berbicara, batuk, disamping gangguan suara. Kadang-

kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di suprasternal, epigastrium dan sela iga.
o

Laringitis kronis Gejala klinis yang nampak pada laringitis kronis selain Suara parau yang

menetap, juga rasa tersangkut di tenggorok sehingga sering mendehem tanpa sekret, kadang juga terdapat sakit tenggorokan.
o

Kanker laring Gejala yang timbul selain suara serak yang biasanya menetap adalah nyeri

tenggorokan. nyeri leher, batuk darah. bunyi pernafasan yang abnormal, bengkak/benjolan ditenggorokan, nyeri ketika bicara atau menelan, rasa terbakar di tenggorokan saat menelan cairan panas, dyspnea, lemah, berat badan menurun, pembesaran kelenjar limfe dan nafas yang bau
o

Nodul pita suara Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara dalam waktu Gejalanya terdapat suara parau yang kadang-kadang disertai batuk. Pada awalnya pasien mengeluhkan suara pecah pada nada tinggi dan gagal

yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi dan sebagainya.


dalam mempertahankan nada. Selanjutnya pasien menderita serak yang digambarkan sebagai suara parau, yang timbul pada nada tinggi, terkadang disertai dengan batuk. Nada rendah terkena belakangan karena nodul tidak berada pada posisi yang sesuai ketika nada dihasilkan. Kelelahan suara biasanya cepat terjadi sebelum suara serak menjadi jelas dan menetap.

Jika nodul cukup besar, gangguan bernafas adalah gambaran yang paling Polip pita suara Pada polip pita suara biasanya disebabkan oleh penggunaan suara yang Gejala klinis yang nampak pada polip pita suara selain suara serak yang

umum
o

terlampau lama, reaksi menahun pada laring, menghirup iritan

menetap, juga mungkin menunjukkan gejala seperti ketidaknyamanan pada saat ucapan dan ketidaknyamanan ditenggorokan.
o

Kista pada laring Kista pita suara umumnya terrmasuk kista resistensi kelenjar liur minor

laring, terbentuk akibat tersumbatnya kelenjar tersebut, faktor iritasi kronik, refluks

gastroesofageal dan infeksi diduga berperan sebagai faktor predisposisi. Kista terletak di dalam lamina propria superfisialis, menempel pada membran basal epitel atau ligamentum vokalis. Ukurannya biasanya tidak besar sehingga jarang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas.

Gejala utamanya adalah parau, kadang kala disertai rasa sakit di leher akibat Papiloma laring Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya tumor. Gejala Suara serak merupakan gejala dini dan keluhan yang paling sering

penekanan pada tenggorokan dan Kesulitan menelan.


o

yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara.

dikemukakan apabila tumor tersebut terletak di pita suara. Papilloma laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat mengakibatkan sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak. Timbulnya sesak merupakan suatu tanda bahwa telah terjadi sumbatan jalan nafas bagian atas
o

Paralisis pita suara Paralisis otot laring dapat disebabkan gangguan persarafan, baik sentral

maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral maupun bilateral.

Selain suara parau, dapat juga di jumpai gejala klinis yang lainnya, seperti

gangguan respirasi dan stridor, anestesi yang menyebabkan inhalasi makanan dan sekresi faring yang merangsang batuk dan tersedak, suara menjadi lemah.

Kelumpuhan pita suara bisa mempengaruhi proses berbicara, bernafas dan Jika hanya 1 pita suara yang lumpuh (kelumpuhan 1 sisi), maka suara

menelan. Kelumpuhan menyebabkan makanan dan cairan terhidup ke dalam trakea dan paru-paru.

menjadi serak. Biasanya saluran udara tidak tersumbat karena pita suara yang normal bisa membuka sebagaimana mestinya. Jika kedua pita suara mengalami kelumpuhan (kelumpuhan 2 sisi), maka kekuatan suara akan berkurang. Penderita juga mengalami gangguan pernafasan karena terjadi penyumbatan saluran udara ke trakea.
o

Laringomalasia Keadaan ini merupakan akibat dari flaksiditas dan inkoordinasi kartilago

supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik dan epiglotis. Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada saat baru dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama

kehidupan secara bertahap berkembang stridor inspiratoar dengan nada tinggi dan kadang kesulitan dalam pemberian makanan.

Ini merupakan kelainan kongenital ang di dapat sejak lahir. Gejala klinis

yang di jumpai selain suara serak juga terdapat bising inspirasi (stridor inspiratoir) dimana stridor saat inspirasi ini terdengar seperti suara hidung tersumbat, tidak dijumpai sekret hidung, Stridor cukup kuat sehingga jika meletakkan tangan di dada penderita maka dapat merasakan getaran dan stridor berkurang saat penderita tidur telungkup (prone)
o

Cri du chatting sindrom Cri du chatting sindrom adalah sekelompok gejala yang disebabkan

kehilangan sepotong kromosom nomor 5. Nama sindrom ini didasarkan pada tangisan bayi, yang bernada tinggi dan suara seperti kucing.

Ini merupakan kelainan pada kromosom yang di dapat sejak lahir. Selain

ganguan suara seperti suara kucing dan serak, juga di jumpai keluhan lain seperti berat lahir rendah dan pertumbuhan yang lambat, selama masa pertumbuhan pun, tubuh penderita kecil dengan tinggi badan di bawah rata-rata, penderita memiliki otak yang kecil (mikrochepal) sehingga bentuk kepala juga kecil saat lahir, keterbelakangan mental (cacat intelektual), masalah perilaku seperti hiperaktif, agresi, amukan, dan gerakan berulang-ulang, pertumbuhan badan dan kepala lambat.

Ciri fisik lain meliputi bentuk wajah bulat dengan pipi besar, jari-jari yang

pendek, dan bentuk kuping yang rendah letaknya H. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 2,4,8 a. Anamnesis
1.

Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa adanya infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting untuk mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.

2.

Riwayat merokok dan minum alkohol, dimana dapat mengiritasi mukosa mulut dan laring dan beresiko kanker kepala leher Riwayat pekerjaan, pola/ tipe pemakaian suara seperti menyanyi berteriak Riwayat penyalahgunaan suara (voice abuse)

3.
4.

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah bernapas Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut pada apgi hari Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik) Kelainan neurologis Riwayat trauma atau pembedahan Riwayat pemakaian obat-obatan seperti ACE inhibitor

b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf kranial.. Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan laringoskopi Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker, singers node, polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralisis pita suara, yang berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lainlain. 2. Pemeriksaan kelenjar getah bening Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer, sindrom GuillainBarre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya 1.
2.

Laringoskopi fibreoptik. Stroboskopi (videolaryngostroboscopy) Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch dan efisiensi aerodinamik Pemeriksaan darah Meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1 esterase inhibitor untuk pembengkakan pita suara dan diduga angioedema, serta pemeriksaan reseptor asetilkolin untuk suara parau yang diduga disebabkan miastenia gravis.

3.

4.

5.

Kultur hidung dan sputum

6.

Foto torak x ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan laringoskopi CT scan dada Ct scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita suara

7. 8.
9.

I. PENATALAKSANAAN

Pengobatan suara serak sesuai dengan kelainan atau penyakit yang menjadi Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu beberapa langkah

etiologinya.

pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan, pencegahan merupakan hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan untuk minum air setiap beberapa saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum air akan dapat membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi minum air. Hal yang sama didapatkan pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara merupakan salah satu tehnik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara.

Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan bersuara juga

harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-obatan tertentu sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi permukaan plikavokalis. Salah satu penyebab iritasi laring adalah refkuks dari esofagus. Hal ini dapat mempercepat kelelahan bersuara karena akan mengakibatkan hilangnya lapisan mukus permukaan pita suara serta terkelupasnya epitel. Beberapa hal yang dianjurkan untuk mencegah refluks antara lain, pertama menghindari konsumsi kafein dan coklat karena akan mengakibatkan relaksasi spinkter esofagus. Kedua, hindari makan dan minum pada jam tidur dan sebaiknya tunggu 2-3 jam setelah makan baru kemudian tidur atau posisi ditinggikan. Bila sudah ada gejala refluks mungkin diperlukan obat-obatan untuk menetralisir asam lambung atau mengurangi produksinya.
o

Ada beberapa pendekatan penatalaksanaan. Pertama, terapi suara dengan komponen utama berupa edukasi dasar anatomi dan

fisiologi produksi suara. Pasien harus mengerti hubungan antara gangguan suara dan penyebabnya sehingga lebih menyadari apa yang boleh dilakukan dan apa yang dihindari.
o

Kedua, konservasi suara yang prinsipnya lebih praktis dan realistis dibandingkan

terpai suara. Caranya adalah dengan mengurangi penggunaan suara atau istirahat bersuara (vocal

rest) pada pasien dengan laringitis akut, disamping pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi oedem jaringan. Perlu juga mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan menggunakan alat pengeras suara.
o

Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek teknik penggunaan

suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi nada dan istirahat yang benar, meningkatkan phrasing dan tehnik-tehnik spesifik lainnya.
o

Terapi

medikamentosa

terutama

ditujukan

untuk

mengurangi

oedem

jaringandengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonsteroid. Indikasi penggunaan antibiotik atau dekongestan antihistamin pada pasien dengan suara parau jarang walaupun pada pasien juga terdapat rhinosinusitis atau bakterial laringotrakeitis, yang mungkin menyebabkan terjadi komplikasi pada pasien dengan suara parau.
o

Indikasi tindakan bedah dilakukan tergantung penyebab dari suara parau. Misalnya

adanya suatu nodul atau polip yang terdapat pada pita suara maka tindakan bedah mungkin diperlukan selain juga harus menghilangkan faktor pencetus terbentuknya nodul atau polip akibat penyalahgunaan suara. Pada beberapa kondisi tertentu suara parau memerlukan terapi yang spesifik. Penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan sebagai berikut. 1. Terapi konservatif dimana Setiap tindakan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor penyebab seperti stres, merokok, dan alkohol. Minum banyak air putih dapat mencegah tenggorokan dari kekeringan.Istirahat berbicara selama dua sampai tiga hari. 2. Terapi Wicara aitu Speech therapist memegang peranan penting dalam memberikan terapi terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh karena vocal nodule dan kesalahan penggunaan suara. 3. Terapi medikamentosa dengan obat dimana infeksi saluran pernafasan atas seringkali disebabkan oleh infeksi virus. Tirah baring, pemberian parasetamol atau larutan aspirin gargle dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika terdapat infeksi bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi kronik sinus. Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi untuk mengurangi sekresi asam lambung.

4. Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi (contoh: mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat dilakukan dengan fibre optic endoscope dengan anestesi umum. Pembedahan pada penyebab suara parau non-cancer hanya diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain gagal. J. PENCEGAHAN

Mengistirahatkan suara dengan cara berbisik atau tidak berbicara Mengonsumsi banyak cairan dan istirahat Mengevaluasi apakah memiliki infeksi jamur atau tidak, khususnya pada orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah atau menggunakan inhaler kortikosteroid untuk asma

Mengatasi jumlah asam berlebih di perut jika akibat acid reflux Belajar teknik bernapas, berbicara dan bernyanyi yang tepat Menghindari rokok, asap rokok dan alkohol Mengurangi kontak atau paparan iritasi seperti debu atau uap dari zat kimia.

BAB III KESIMPULAN Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok. Berbagai dampak yang mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap kualitas hidup dan kelainan permanent pada laring. Dampak kualitas hidup terutama terjadi akibat ketidakmampuan untuk berbicara terus menerus dalam waktu lama, sehingga dapat mengganggu pekerjan, sosialisasi dengan masyarakat sekitar dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor, trauma, maupun penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi konservatif, terapi suara, terapi medika mentosa dan terapi operatif.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Telinga 7. 8. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH. Clinical Practice Guidelines : Sulica L. Hoarseness. In : Archives Of Otolaryngology Head and Neck Surgery Rubin JS, Scheren SC. Basics Of Voice Production. Otolaryngology Basic Sciences Sulica L. Voice : Anatomy, Physiology And Clinical Evaluation. Head And Neck Lalwani AK. Voice Production in : Larynx And Hypopharynx. Current Diagnosis Hermani B, Kartosoediro S, Hutauruk SM. Disfonia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Balai Penerbit Fakultas

Hoarseness(dysphonia). In : Otolaryngology Head And Neck Surgery. Vol 141. 2009. Vol. 137 No. 6, June 2011. AndClinical Review. Thieme. New York 2005. p:525-526 Surgery -Otolaryngology, 4th ed. Lippincott Wiliam Wilkins. 2006. Chap. V. AndTreatment Otolaryngology Head And Neck Surgery. New York. Chap. VIII .

KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta, 2007. p : 231-236 Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al, eds. Otolaryngology: Head and Feierabend RH, Malik SN. Hoarseness in adults. Am Fam Physician. Neck Surgery. 5th ed. St Louis, Mo; Mosby; 2010. 2009;80(4)363-370

You might also like