Professional Documents
Culture Documents
28 Tahun 1999
Tentang : Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme
Menimbang:
a. bahwa Penyelenggaraan Negara mempunyai peranan yang sangat
menentukan dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai cita-cita
perjuangan bangsa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945
b. bahwa untuk mewujudkan Penyelenggaraan Negara yang mampu
menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh
tanggungjawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara;
c. bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan
antar-Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggaraan
Negara dan pihak lain yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan
eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk
pencegahannya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
MEMUTUSKAN:
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 2
Pasal 3
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
BAB V
HUBUNGAN ANTAR PENYELENGGARA NEGARA
Pasal 7
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 8
Pasal 9
BAB VII
KOMISI PEMERIKSA
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
BAB VIII
SANKSI
Pasal 20
Pasal 21
Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang
melakukan kolusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Pasal 22
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Undang-undang ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal
diundangkan.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
PROF. DR. H. MULADI, S.H.
I. UMUM
1. Penyelenggara Negara mempunyai peran penting dalam
mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas
dinyatakan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa yang sangat penting dalam pemerintahan dan
dalam hal hidupnya negara ialah semangat para Penyelenggara
Negara dan Pemimpin pemerintahan.
Dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh) tahun, Penyelenggara
Negara tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara
optimal, sehingga penyelenggara negara tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Hal itu terjadi karena adanya pemusatan
kekuasaan, wewenang, dan tanggungjawab pada
Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia. Di samping itu, masyarakatpun belum sepenuhnya
berperan serta dalam menjalankan fungsi kontrol sosial yang efektif
terhadap penyelenggaraan negara.
Pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut
tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga
dibidang ekonomi dan moneter, antara lain terjadinya praktek
penyelenggaraan negara yang lebih menguntungkan kelompok
tertentu dan memberi peluang terhadap tumbuhnya korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme tersebut tidak hanya
dilakukan oleh Penyelenggara Negara, antar-Penyelenggara Negara,
melainkan juga Penyelenggara Negara dengan pihak lain seperti
keluarga kroni, dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta
membahayakan eksistensi negara.
Dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional
sesuai tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, persepsi, dan
misi dari Seluruh Penyelenggara Negara dan masyarakat.
Kesamaan visi, persepsi, dan misi tersebut harus sejalan dengan
tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki terwujudnya
Penyelenggara Negara yang mampu menjalankan tugas dan
fungsinya secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab,
yang dilaksanakan secara efektif, efisien, bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme, sebagaimana diamanatkan oleh Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme.
2. Undang-undang ini memuat tentang ketentuan yang berkaitan
langsung atau tidak langsung dengan penegakan hukum terhadap
tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme yang khusus ditujukan
kepada para Penyelenggara Negara dan pejabat lain yang memiliki
fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Undang-undang ini merupakan bagian atau subsistem dari
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan
hukum terhadap perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sasaran
pokok Undang-undang ini adalah para Penyelenggara Negara yang
meliputi Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat
Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim,
Pejabat Negara dan atau Pejabat Lain yang memiliki fungsi
strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, dalam Undang-undang ini
ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang meliputi
asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas
kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas
profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
5. Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam Undang-undang
ini dimaksud untuk memberdayakan masyarakat dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme, Dengan hak dan kewajiban yang
dimiliki, masyarakat diharapkan dapat lebih bergairah
melaksanakan kontrol sosial secara optimal terhadap
penyelenggaraan negara, dengan tetap mentaati rambu-rambu
hukum yang berlaku.
6. Agar Undang-undang ini dapat mencapai sasaran secara efektif
maka diatur pembentukan Komisi Pemeriksa yang bertugas dan
berwenang melakukan pemeriksaan harta kekayaan pejabat negara
sebelum, selama, dan setelah menjabat, termasuk meminta
keterangan baik dari mantan pejabat negara, keluarga, dan
kroninya, maupun para pengusaha, dengan tetap memperhatikan
prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia. Sususnan
keanggotaan Komisi Pemeriksa terdiri atas unsur Pemerintah dan
masyarakat mencerminkan independensi atau kemandirian dari
lembaga ini.
7. Undang-undang ini mengatur pula kewajiban para Penyelenggara
Negara, antara lain mengumumkan dan melaporkan harta
kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Ketentuan tentang
sanksi dalam Undang-undang ini berlaku bagi Penyelenggara
Negara, masyarakat, dan Komisi Pemeriksa sebagai upaya preventif
dan represif serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya
ketentuan tentang asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak
dan kewajiban Penyelenggara Negara, dan ketentuan lainnya
sehingga dapat diharapkan memperkuat norma Kelembagaan,
moralitas individu, dan sosial.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Yang dimaksud dengan “Gubernur” adalah wakil Pemerintah Pusat di
daerah.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “Hakim” dalam ketentuan ini meliputi Hakim di
semua tingkatan Peradilan.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “Pejabat negara yang lain” dalam ketentuan ini
misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh,
Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikotamadya.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “pejabat lain yang memiliki fungsi strategis”
adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya didalam melakukan
penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme, yang meliputi:
1. Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
2. Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional;
3. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;
4. Pejabat Eselon I dan Pejabat lain yang disamakan di lingkungan
sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
5. Jaksa;
6. Penyidik;
7. Panitera Pengadilan; dan
8. Pemimpin dan bendaharawan proyek.
Pasal 3
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Asas Kepastian Hukum” adalah asas
dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan Penyelenggara Negara
Angka 2
Yang dimaksud dengan “Asas Tertib Penyelenggaraan Negara”
adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian,
dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan
negara.
Angka 3
Yang dimaksud dengan “Asas Kepentingan Umum” adalah yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif dan selektif.
Angka 4
Yang dimaksud dengan “Asas Keterbukaan” adalah asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia
negara.
Angka 5
Yang dimaksud dengan “Asas Proporsionalitas” adalah asas yang
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “Asas Profesionalitas” adalah asas yang
mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “Asas Akuntabilitas” adalah asas yang
menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 4
Pelaksanaan hak Penyelenggara Negara yang ditentukan dalam Pasal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 Undang-Undang
Dasar 1945 serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 5
Dalam hal Penyelenggara Negara dijabat oleh anggota Tentara Nasional
Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka terhadap
pejabat tersebut berlaku ketentuan dalam Undang-undang ini.
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Apabila Penyelenggara Negara dengan sengaja menghalang-
halangi dalam pendataan kekayaannya, maka dikenakan sanksi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Apabila Penyelenggara Negara yang didata kekayaannya oleh
Komisi Pemeriksa dengan sengaja memberikan keterangan yang
tidak benar, maka dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Cukup jelas
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “hak dan kewajiban Penyelenggara Negara
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945” adalah
hak dan kewajiban yang dilaksanakan dengan memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini,
adalah peran aktif masyarakat untuk ikut serta mewujudkan
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme, yang dilaksanakan dengan menaati
norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam
masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat (1) huruf d angka 2) merupakan suatu
kewajiban bagi masyarakat yang oleh Undang-undang ini
diminta hadir dalam proses Penyelidikan, penyidikan, dan di
sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli.
Apabila oleh pihak yang berwenang dipanggil sebagai saksi
pelapor, saksi, atau saksi ahli dengan sengaja tidak hadir, maka
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Pada dasarnya masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan negara, namun hak tersebut
tetap harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang memberikan batasan untuk
masalah-masalah tertentu dijamin kerahasiaannya, antara lain
yang dijamin oleh Undang-undang tentang Pos dan Undang-
undang tentang Perbankan.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Yang dimaksud dengan “lembaga independen” dalam Pasal ini adalah
lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari
pengaruh kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara
lainnya.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Susunan keanggotaan Komisi Pemeriksa dalam ketentuan ini,
harus berjumlah ganjil. Hal ini dimaksudkan untuk dapat
mengambil keputusan dengan suara terbanyak apabila tidak
dapat dicapai pengambilan keputusan dengan musyawarah
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat
dipertanggungjawabkan, anggota sub-sub komisi harus
berintegrasi tinggi, memiliki keahlian, dan professional di
bidangnya.
Dalam hal terdapat dugaan adanya Keterlibatan pihak lain
seperti keluarga, kroni, dan atau pihak lain dalam praktek
korupsi, kolusi, atau nepotisme, maka bagi keluarga, kroni, dan
atau pihak lain tersebut dikenakan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Sekretariat Jenderal bertugas membantu di bidang pelayanan
administrasi untuk kelancaran pelaksanaan tugas Komisi
Pemeriksa.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Pembentukan Komisi Pemeriksa di daerah dimaksudkan untuk
membantu tugas Komisi Pemeriksa di daerah Keanggotaan
Komisi Pemeriksa di daerah perlu terlebih dahulu mendapatkan
pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ayat (2) ini pada dasarnya berlaku pula bagi Komisi
Pemeriksa di daerah
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mempertegas atau
menegaskan perbedaan yang mendasar antara tugas Komisi
Pemeriksa selaku pemeriksa harta kekayaan Penyelenggara
Negara dan fungsi Kepolisian dan kejaksanaan. Fungsi
pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pemeriksa sebelum
seseorang diangkat selaku pejabat negara adalah bersifat
pendataan, sedangkan pemeriksaan yang dilakukan sesudah
Pejabat Negara selesai menjalankan jabatannya bersifat
evaluasi untuk menentukan ada atau tidaknya petunjuk tentang
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Yang dimaksud dengan “petunjuk” dalam Pasal ini adalah fakta-
fakta atau data yang menunjukkan adanya unsur-unsur korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Yang maksud dengan “instansi yang berwenang” adalah Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan, Kejaksaan Agung, dan
Kepolisian.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
__________________________________