You are on page 1of 13

REAKSI OKSIDASI REDUKSI (TITRASI IODOMETRI)

I.

TUJUAN Menentukan konsintrasi kalium iodat menggunakan metode titrasi iodometri PRINSIP Reaksi redoks, yaitu reaksi kimia yang mengakibatkan pelepasan dan penarikkan electron sehingga terjadi penurunan dan kenaikan biloks a. Reaksi reduksi, yaitu reaksi penangkapan electron disertai penurunan biloks b. Reaksi oksidasi, yaitu reaksi pelepasan electron disertai kenaikan biloks

II.

III. REAKSI Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat a. Reaksi Pembentukkan Iodium Red : IO3- + 6H+ + 6eI- + 3H2O | x1 Oks : 2I I2 + 2e | x3 + IO3 + 3I + 6H I + 3I2 + 3H2O b. Reaksi Standarisasi atrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat Red : I2 + 2e2IOks : 2S2O32S4O62- + 2eI2 + 2S2O322I- + S4O62IV. TEORI DASAR Reduksioksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi (Rivai, 1995). Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi (Siregar, 2010).

Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut : 1. Reaksi harus cepat dan sempurna, 2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara oksidator dan reduktor, 3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara potentiometrik. (Siregar, 2010). Banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal beberapa macam titrasi redoks yaitu : 1. 2. 3. 4. Titrasi permanganometri Titrasi Iodo-Iodimetri Titrasi Bromometri dan Bromatometri Titrasi serimetri (Siregar, 2010). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Basset, 1994). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 2001) Ion iodida adalah agen pereduksi lemah dan akan mereduksi agen oksidasi yang kuat. Ini tidak digunakan sebagai titran terutama karena kurangnya sistem indikator visual yang tepat, serta faktor-faktor lain seperti kecepatan reaksi. Ketika kelebihan iodida ditambahkan ke dalam larutan agen pengoksidasi, iodium diproduksi dalam jumlah yang setara dengan saat ini agen pengoksidasi. Iodium ini bisa dititrasi dengan agen pereduksi, dan hasilnya akan sama seperti jika agen pengoksidasi yang dititrasi secara langsung. agen titrasi yang digunakan adalah natrium tiosulfat. Iodat dapat ditentukan secara iodometri:

IO3- + 5I- + 6H+

3I2 + 3H2O

Masing-masing iodat menghasilkan 3 yodium, yang bereaksi lagi dengan 6 tiosulfat, dan milimol iodat diperoleh dengan mengalikan milimol tiosulfat yang digunakan dalam titrasi dengan 1 / 6 (Christian,1994). Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25oC), tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan (Day & Underwood, 2001). Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 2001). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri : 1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara akan mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan meningkatnya asam) 2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8) 3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran. 4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan amilum dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir. 5. penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam KI. 6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat menjadi ion sulfat (Perdana, 2009).

Kekurangan kanji sebagai indicator adalah : 1. kanji tidak larut dalam air dingin 2. suspensinya dalam air tidak stabil 3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen. Dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I2 tidsk akan membentuk kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi. (Perdana, 2009). V. ALAT DAN BAHAN 5.1 Alat a. Batang pengaduk b. Buret c. Corong pendek d. Gelas kimia e. Gelas ukur f. Kaca arloji g. Klem buret h. Labu Erlenmeyer i. Labu ukur j. Neraca analitik k. Pipet tetes l. Pipet volume m. Porselen n. Spatula o. Statif 5.2 Bahan a. Akuades b. Amilum c. Asam sulfat d. Kalium iodat e. Kalium iodide f. Natrium tiosulfat

5.3 Rangkaian Alat

Gambar 5.3 Rangkaian Alat Tittrasi Iodometri VI. PROSEDUR 6.1 Pembuatan Larutan Baku Primer Kalium Iodat Pertama, kalium iodat ditimbang sebanyak 0,1820 gram dengan neraca analitik. Kalium iodat yang tertimbang dilarutkan dengan akuades didalam labu ukur 100 mL. akuades ditambahkan kedalam Erlenmeyer hingga tanda batas, kemudian larutan kalium iodat dihomogenkan. 6.2 Pembuatan Larutan Baku Sekunder Natrium Tiosulfat Natrium tiosulfat 1N diukur sebanyak 60 mL menggunakan gelas ukur. Kemudian natrium tiosulfat dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan akuades hingga 600 mL. larutan natrium tiosulfat dihomogenkan dengan cara diaduk dengan batang pengaduk. 6.3 Pembuatan Asam Sulfat 2N Sebanyak 16,66 mL asam sulfat pekat diukur dengan menggunakan gelas ukur, asam sulfat pekat dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan akuades hingga 150 mL. larutan asam sulfat dihomogenkan. 6.4 Standarisasi Natrium Tiosulfat dengan Kalium Iodat Pertama, buret diisi dengan larutan natrium tiosulfat yang akan distadarisasi. Sebanyak 25 mL kalium iodat 0,05N dipipet denga volume pipet, lalu dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Kemudian kalium iodat didalam Erlenmeyer ditambahkan 5 mL asam sulfat 2N

dan 0,5 gram kalium iodide. Analit harus cepat-cepat dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga warna larutan berwarna kuning. Beberapa tetes larutan kanji ditambahkan pada analit hingga larutan berwarna biru. Kemudian analit dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat hingga TA , dimana terjadi perubahan warna larutan dari biru menjadi tak berwarna. Titrasi standarisasi natrium tiosulfat dengan kalium iodat dilakukan secara duplo. Kemudian konsentrasi natrium tiosulfat dihitung. 6.5 Penetapan Konsentrasi Sampel Kalium Iodat Sebanyak 25 mL sampel dipipet dengan volum pipet dan dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer. 5 mL asam sulfat 2N dan 0,5 gram kalium iodide ditambahkan kedalam labu Erlenmeyer. Sampel dititrasi dengan natrium tiosulfat hingga larutan berwarna kuning. Beberapa tetes larutan kanji/amilum ditambahkan kedalam larutan sampel hingga terbentuk warna biru tua. Kemudian sampel dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat hingga TA, dimana terjadi perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna. Titrasi penetapan konsetrasi sampel ini dilakukan secara duplo. VII. HASIL DAN PENGAMATAN 7.1 Tabel data standarisasi V KIO3 (mL) 25 25

[KIO3] (N) 0,0510 0,0510

V Na2S2O3 (mL) 25,20 25,18

[Na2S2O3] (N) 0,0506 0,0506

7.2 Tabel data titrasi penetapan konsentrasi sampel V KIO3 (mL) [KIO3] (N) V Na2S2O3 (mL) 25 0,0586 28,95 25 0,0586 28,95 7.3 Perhitungan a. Pembuatan larutan baku primer kalium iodat [KIO3] 0,05N Massa = = = 0,1784 gram = 0,1784 gram = 0,1820 gram [KIO3] = = = 0,0510N

[Na2S2O3] (N) 0,0506 0,0506

*) masssa teoritis Massa tertimbang

b. Pembuatan larutan baku sekunder natrium tiosulfat V1 x N 1 V1 x 1N V1 V1 = = = = 60mL V2 x N2 600mL x 0,1N

Jadi, 60 mL natrium tiosulfat 1N diukur dan diencerkan hingga 600mL dengan akuades c. Pembuatan asam sulfat 2N [Na2S2O3] = = = 18,0098N V1 x N 1 V1 x 18,0098N V1 V1 = = = = 16,66 mL V2 x N2 150mL x 2N

Jadi, 16,66 mL asam sulfat pekat diencerkan dengan akuades hingga 150 mL d. Standarisasi natrium tiosulfat dengan kalium iodat mek KIO3 VKIO3 x [KIO3] 25 x 0,0510N [Na2S2O3] = = = = mek Na2S2O3 VNa2S2O3 x [Na2S2O3] 25,19mL x [Na2S2O3] 0,0506N *)Vakhir titrasi [KIO3] VKIO3 = 25,19mL = 0,0510N = 25mL

e. Penetapan konsentrasi sampel kalium iodat mek KIO3 VKIO3 x [KIO3] 25 x [KIO3] [KIO3] = = = = mek Na2S2O3 VNa2S2O3 x [Na2S2O3] 28,95mL x 0,0506N 0,0586N *)Vakhir titrasi [KIO3] VKIO3 = 25,19mL = 0,0510N = 25mL

KSR

= =

|[ |

] [ ] |

= 0,51%

VIII. PEMBAHASAN Titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion Iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya Iodium dibebaskan secara kuantatif dan dititrasi dengan larutan standar atau asam. Titrasi Iodometri ini termasuk golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer electron. I2+ 2e2I(Day & Underwood,2001). Disini Iod merupakan oksidator lemah sedangkan ion Iodida sering bertindak sebagai reduktor . Oleh karena itu iodium dapat digunakan sebagai reduktor dan oksidator. Pada percobaan ini akan menentukan konsentrasi larutan kalium iodat dengan larutan natrium tiosulfat menggunakan sebuah indikator kanji yang tentunya menggunakan metode titrasi iodometri yang berprinsipkan berdasarkan reaksi redoks yaitu serah terima elektron dimana elektron diberikan oleh pereduksi dan diterima oleh pengoksidasi. Dalam prosedurnya akan melakukan dua titrasi yaitu standarisasi larutan natrium tiosulfat oleh larutan kalium iodat dan penentuan kadar sampel kalium iodat oleh larutan natrium tiosulfat. Sebelum melakukan percobaan, semua alat gelas yang akan digunakan dalam percobaan harus dicuci terlebih dahulu dan setelah itu dikeringkan. Alat gelas yang digunakan dalam percobaan harus dalam keadaan bersih dan kering agar kuantitatif, bebas dari zat-zat pengotor yang dapat mengganggu percobaan sehingga hasilnya tidak akurat. Titrasi pertama yaitu stadarisasi disini menggunakan larutan kalium iodat sebagai larutan standar atau larutan baku primer karena sudah diketahui konsentrasinya dan sifatsifatnya sesuai dengan syarat larutan baku primer yaitu tidak higrokopis( stabil terhadap udara) dan kemurniannya yang baik. Larutan kalium iodat dipipet dan dimasukan kedalam labu titrasi, setelah itu ditambahkan padatan kalium iodida. Padatan kalium iodida ini sangat bersifat higrokopis oleh karena itu setelah penimbangan padatan kalium iodida harus ditutup dengan plastik karena berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara dapat menyebabkan banyak kesalahan untuk analisis selanjutnya. Fungsi penambahan padatan kalium iodida ini untuk memperbesar kelarutan iodium yang sukar larut dalam air dan kalium iodida ini untuk

mereduksi analit sehingga bisa dijadikan standarisasi. Kemudian ditambahkan larutan asam sulfat karena titrasi ini dilakukan di suasana asam (pH < 8,0), bila pada pH > 8,0 maka akan bereaksi dengan hidroksida, dengan reaksi : I2 + 2OH3IOI- + IO- + H2O 2I- + IO3(Day & Underwood,2001). Larutan kalium iodat asam mulai dititrasi dengan larutan baku sekunder natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat perlu distandarisasikan karena sifatnya belum stabil dalam waktu yang lama dan larutan ini bersifat reduktor didalam air dengan adanya CO2 terjadi reaksi: S2O3 + H+ HSO3- + S (endapan koloid yang dapat membuat larutan keruh) (Svehla, 1990). Penguraian ini dapat juga ditimbulkan oleh mikroba Thiobacillus thioparus bila larutan dibiarkan lama, selain itu kestabilan larutan natrium tiosulfat dipengaruhi oleh pH rendah dan lamanya terkena sinar matahari oleh karena itu pada penyimpanan natrium tiosulfat ditempat dengan pH 7-10 karena pada pH yang berkisar sekitar itu aktivitas bakteri minimal. Sehingga pada saat pembuatannya, natrium tiosulfat ditambahkan dengan natrium karbonat untuk menjadikan pH larutan berkisar antara 7-10. Titrasi iodometri dilakukan pada suasana asam. Pereaksi yang digunakan untuk membuat suasana larutan menjadi asam adalah asam sulfat 2N yang dibuat dari pengenceran asam sulfat pekat. Pengenceran harus dilakukan dalam ruang asam, karena asam sulfat bersifat eksotermis. Penambahan sedikit demi sedikit asam sulfat pekat ke dalam air akan menyebabkan pelepasan kalor dan gas sulfide yang berbahaya bila terhirup manusia, maka pengenceran asam sulfat dilakukan dalam ruang asam. Penambahan asam sulfat dalam pelarut air dilakukan melalui dinding gelas kimia dan sedikit demi sedikit. Karena bila ditambahkan langsung pada pelarut tanpa melalui dinding dikhawatirkan akan terjadi percikan karena sifat eksotermis tadi. Asam sulfat yang ditambahkan air bukan sebaliknya. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan kedalam asam sulfat pekat, akan mendidih dan bereaksi dengan keras. Asam sulfat adalah zat penhidrasi yang sangat baik, afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah kuat sedemikian hingga atom hydrogen dan oksigen dari suatu senyawa dapat terpisah. Proses titrasi harus cepat dilakukan karena kalium iodida dalam larutan masih bisa menguap yang dapat mengakibatkan warna titik akhir akan hilang sebelum waktunya. Warna awal yaitu cokelat menuju jingga yang setelah dititrasi menjadi warna kuning. Pada kondisi ini

ditambahkan indikator kanji. Indikator kanji ini digunakan karena sensitivitas warna biru-tua yang mempermudah pengamatan perubahan pada titik akhit titrasi selain itu kompleks antara iodium dan amilum memiliki kelarutan yang amat kecil dalam air apalagi dalam larutan asam iodida mudah untuk dioksidasikan menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksid, sehingga iod bebas ini mudah diidentifikasi dengan larutan indikator sebagai uji kepekaan terhadap iod dari pewarnaan biru-tua yang dihasilkan oleh indikator kanji. Indikator kanji ditambahkan pada saat akan menjelang titik akhir agar amilum tidak mengikat atau membungkus Iodida yang dapat menyebabkan sulit untuk lepas kembali sehingga warna biru sulit untuk lenyap atau hilang sehingga dapat menganggu pengamatan perubahan warna pada titik akhir yaitu larutan yang tak berwarna. Perubahan warna itu terjadi dari warna biru karena masih ada iodium, dimana larutan sampel kalium iodat dipipet dan dimasukan kedalam labu titrasi kemudian diencerkan dengan air suling jangan terlalu banyak kemudian ditambahkan padatan kalium iodida agar iodium larut dalam air dan tambahkan juga asam sulfat agar media bersifat asam sehingga iodida dapat dioksidasikan menjadi iod-iod bebas yang mudah untuk diidentifikasi nantinya kemudian mulai dititrasi cepat-cepat dengan larutan natrium tiosulfat sebagai peniter, titrasi cepat-cepat agar kalium iodida tidak habis menguap, pada titik akhir berubah menjadi warna kuning kemudian ditambahkan indikator kanji sehingga kanji dengan adanya iodida, ioidum dapat bereaksi membentuk kompleks berwarna biru tua disebabkan iodium diadsorpsi oleh larutan kanji kemudian dititrasi lagi sehingga warna dari biru menjadi tak berwarna menandakan iodium hasil reaksi habis semua dititrasi oleh larutan natrium tiosulfat. Larutan I2 dalam larutan KI encer bewarna coklat muda. Bila 1 tetes larutan I 2 0,1 N dimasukkan kedalam 100 ml aquades akan memberikan warna kuninng muda, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu larutan yang tidak berwarna I2 dapat berfungsi sebagai indicator. Namun demikian, warna terjadi dalam larutan terszebut akan lebih sensitive dengan menggunakan larutan kanji sebagai katalisatornya, karena kanji dengan I2 dalam larutan KI bereaksi menjadi suatu kompleks Iodium yang berwarna biru. Amilum dengan iodium dapat membentuk kompleks biru. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Betuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk kedalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut.

+ I2
Amilosa (struktur -heliks)

I2

I2

I2

kompleks amilum-iod (biru tua) (Sumardjo,2009).

Kalium iodide merupakan yang higroskopis, mudah dioksidasi oksigen dari udara dengan reaksi berikut : 4H+ + 4I- + O2 2I- + 2H2O (Sumardjo, 2009). Reaksi berjalan cepat dalam suasana asam. Sehingga saat kalium iodide dimasukkan kedalam larutan kalium iodat dalam suasana asam, harus terhindar dari kontak dengan udara, karena akan mengakibatkan iodium yang terbentuk akan lebih banyak dari yang seharusnya, yaitu iodium hasil dari reaksi redoks antara kalium iodat dan kalium iodide, juga iodium dari hasil reaksi oksidasi kalium iodide oleh udara. Pada titrasi iodometri ini, standarisasi natrium tiosulfat dapat juga digunakan kalium dikromat yang berwarna jingga sebagai larutan baku primer. Pada titik akhir terjadi perubahan warna dari biru menjadi hijau. Warna hijau ini berasal dari ion Cr3+ hasil dari oksidasi dikromat. Sebelum ditambah amilum pada saat mendekati titik ekivalen, warna larutan adalah kuning kehijauan, karena masih terkandung iodium didalam larutan yang akan membentuk kompleks amilum-iod yang berwarna biru dengan penambahan amilum pada saat mendekati titik ekivalen. Pada saat dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat maka akan terjadi reaksi redoks antara iodium dan tiosulfat sehingga yang tersisa hanya larutan Cr3+ yang berwarna hijau saat titik akhir. Perbedaan antara titrasi standarisasi natrium tiosulfat oleh kalium iodat dan kalium dikromat adalah pereaksi pembuat suasana asamnya. Pada kalium iodat digunakan asam sulfat, sedangkan pada kalium dikromat digunakan asam klorida pekat. Pada reaksi redoks antara kalium dikromat dengan kalium iodide, reaksi berjalan pada suasana asam, dibutuhkan 14H+. Cr2O72- + 14H+ + 5e2Cr3+ + 7H2O (Day & Underwood, 2001).

Ion klorida tidak akan mempengaruhi reaksi redoks antara dikromat dengan iodide, karena kalium dikromat merupakan oksidator kuat, dan energy potensial reduksi iodide lebih kecil dari klorida, sehingga iodide lebih mudah mengalami oksidasi dibandingkan dengan klorida. Selain itu ion klorida juga membantu dalam penentuan titik akhir. Ion Cr3+ akan bereaksi dengan ion klorida membentuk kompleks berwarna hijau, yang akan terlihat jelas bila iodium yag terikat oleh amilum tepat bereaksi (redoks) dengan tiosulfat. Kekurangan kanji sebagai indicator adalah : 1. kanji tidak larut dalam air dingin 2. suspensinya dalam air tidak stabil 3. bila penambahan kanji dilakukan pada awal titrasi dengan I2 akan membentuk kompleks Iod-amilum.jika dalam titrasi menggunakan indicator kanji maka penambahan kanji dilakukan pada saat mendekati ttitik ekivalen. Karena hal-hal diatas maka, dalam proses titrasi iodo dan iodimetri sebaiknya menggunakan indicator larutan Natrium Amylumglikolat. Indicator ini dengan I 2 tidsk akan membentuk kompleks Iod-amilum sehingga dapt ditambahkan pada awal titrasi. IX. KESIMPULAN Sampel kalium iodat dapat diketahui konsentrasinya dengan metode titrasi iodometri dengan hasil 0,0586N dan konsentrasi sebenarnya adalah 0,0589N sehingga didapat KSR sebesar 0,51%.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J.C., F.C. Denay, S.B. Jefferey & J. Mendham.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik, diterjemahkan oleh L. Setiawan. Edisi Keempat. EGC. Jakarta. Christian, G.D. 1994.Analytical Chemistry. Fifth Edition. John Wiley & Sons. New York. Day, R.A & A.L.Underwood. 2001. Analisis kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh iis Sopyan. Erlangga.Jakarta. Perdana, D. 2010. Analisa Bilangan Iod pada Minyak Nyamplung.http://floatshaker.blogspot. com/2009/06/laporan-semi-resmi-praktek-pembuatan.html Rivai, H.1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta. Siregar, K. 2010. Titrasi Oksidasi Reduksi. http://khairunnisasiregar.wordpress.com/2010/11/ 05/titrasi-osidasi-reduksi/ Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. EGC. Jakarta. Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik kualitatif Makro dan Semimikro, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka. Jakarta.

You might also like