You are on page 1of 21

1

9 x


2 x
, .

:
* EuU4 +OE4`
=/uROO- 4~
O/E_+:4C EO)E+) O4O
O) g4LE^- EO)E+
El+4^O OO^
-O4` O4O> _ 4~
ge4^4C E^- 4`
NO4`u> W EO)+4Ec
p) 47.E- +.- =}g`
4)OO- ^g
: ( 202 )


3



Pada hari kemarin jutaan kaum muslimin yang
datang dari penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah
untuk berwukuf, sebagai rukun pelaksanaan ibadah Haji.
Gemuruh gema suara talbiyah menggema membahana
memenuhi jagad raya dari para jemaah haji yang suci
memenuhi panggilan ilahi Yang Maha Tinggi


Kami datang memenuhi panggilan-Mu, kami
datang memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah kami datang
memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagimu,
sesungguhnya segala pujian, karunia dan kekuasaan
semua kepunyaan-Mu.
Berwukuf di Arafah merupakan inagurasi jemaah
haji, inilah saat yang paling mendebarkan dalam seluruh
perjalanan mereka yang suci. Tidak jarang, di sela sela
suara talbiyah terdengar isakan tangis anak manusia yang
menyadari segala dosanya.
Semuanya mengaku lemah, dengan kebersamaan
langkah dan Doa, semua berpakaian serba putih tak
sedikitpun berbeda. Semua gelar kebanggaan yang sering
4

digunakan untuk merendahkan orang, sekarang
ditinggalkan. Segala pakaian, perhiasaan, dan kekayaan
yang sering dipamerkan untuk melukai kaum fuqara,
sekarang dilepaskan. Seluruh pangkat kebesaran yang
sering ditonjolkan untuk menakut nakuti orang, kini
dilemparkan. Semua sama di hadapan Allah, semua
lemah di depan penguasa alam semesta.
Sementara kaum muslimin yang tidak
melaksanakan ibadah haji. Pada hari ini mereka serentak
mengumandakan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil,
sebagai manifestasi dari rasa syukur dan taqwa kepada
Allah. Yang mana kelezatannya merasuk menembus hati
nurani semua ummat tauhid yang mampu berkomunikasi
dengan Kholiq-Nya Yang Maha Pengasih. Alangkah
bahagianya bila kita dalam suka dan duka dapat
merasakan kehadiran-Nya pada setiap urat nadi
kehidupan. Tak ada judi yang kita mainkan dikala
senggang. Tak ada iri dikala tetangga mendapatkan
kenikmatan, tak ada permusuhan dikala terasa ada
perbedaan. Tak ada kecurigaan dikala nampak ada
kejanggalan. Semuanya mengabdi, berjuang untuk
mendapatkan keridhaan.
3 x
Setiap datang Idul Adha, terlintas kembali
kenangan sejarah Nabi Ibrahim dan keluarganya
memperjuangkan kalimat tauhid. Dengan rasa syukur dan
5

taqwa kepada Allah, kita sebagai umat Muhammad
diperintahkan agar meneladani dan mengikuti jejak amal
ibadah serta agama Ibrahim sesuai dengan firman Allah
dalam surat An-Nahl 123 :
.4L^1EOu
El^O) p ;7)lE>-
--g` =1g-4O)
LOgLEO W 4`4 4p~E
=}g` 4-)O;^-
^g@
Kemudian kami wahyukan kepadamu
(Muhammad) : :Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan

Sejarah Ibrahim sebenarnya menyiratkan Mutiara-
mutiara pemikiran, potret pergumulan batin yang
universal. Ia dalam pengembaraannya memulai dari
keyakinan yang kuat, bukan keraguan yang kuat.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-anam ayat 75
:
CgEOE4 -O@O+^
=1g-4O) =O7U4`
g4OEOO-
^O-4
6

4pO74Og4 =}g`
4-g4g~O^- ^_)
Dan demikian kami perlihatkan kepada Ibrahim
tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di langit dan
Bumi dan (kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang
yang yakin,
Banyak para cendikiawan yang berpendapat,
bahwa Ibrahim adalah sosok seorang rasionalis, sehingga
perjalanannya dalam mencari tuhan-pun dengan
mengembangkan metode rasional ilmiah, benarkah
pendapat tersebut ?
Di sini Khatib mengupas sekilas perbedaan dua
jawara ilmuan yang hidup pada masanya, yaitu Descartes
dan Khalilullah Ibrahim.
Descartes adalah seorang filosof yang dipredikati
sebagai bapak filsafat, lewat buah pikirannya, para filosof
dari dulu hingga kini berguru. Ilmuan ini mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri, sebelumnya ia
meninggalkan pesan dalam bentuk tulisan yang sempat
menggegerkan para pengikutnya, kalimat tersebut
berbunyi :
Yang saya ketahui secara pasti bahwa sesungguhnya
saya tidak tahu. Kenapa ?
Ada pepatah yang mengatakan : Bila padi semakin
berisi ia bertambah merunduk. Bila otak semakin berisi,
7

sifatnya semakin tawadhu. Ibaratnya seseorang yang
belajar ilmu bela diri, bila yang diketahuinya baru
beberapa jurus, ia nampak seperti pendekar, namun
apabila sudah menekuninya berjurus-berjurus, ia nampak
seperti orang yang kelaparan. Nampaknya tiada berdaya,
namun apabila ada mangsa segera sigap untuk
menerkamnya.
Ilmu ibarat hutan belantara, semakin dalam
seseorang memasukinya, semakin banyak misteri yang
ditemukannya, yang notabene semakin banyak yang ingin
diketahuinya. Sama dengan ilmu, semakin dalam kita
menyelam, bertambah banyak hal-hal yang masih samar-
samar atau malah gelap, Pekat dan hitam.
Descartes adalah manusia yang menyelami dunia,
semakin dalam ia menyelam, semakin banyak misteri
yang nampak. Semakin banyak pertanyaan yang akhirnya
menimbulkan berbagai persoalan. Satu penemuan telah
dihasilkan ternyata timbul seribu permasalahan baru yang
menuntut penelitian dan jawaban. Begitu seterusnya
hingga akhirnya ia putus asa. Bunuh diri adalah jalan
terbaik baginya.
Descartes bukannya tawadhu karena banyak
ilmunya, tapi kali ini ia benar-benar bertekuk lutut,
nalarnya sudah tak berfungsi, logikanya tak jalan lagi,
karena yang dipikirkan kali ini adalah Dzat yang Maha
Tinggi.
8

Hal yang sama pernah dialami oleh Ibrahim, jauh
sebelum diangkat menjadi Rasul, beliau adalah
pengembara yang ulung dalam dunia pemikiran. Tiada
teori yang terlewat tanpa merenung, berpikir untuk
mencari Tuhan.
Ketika dipandanginya sebutir Bintang di tengah
malam, ia berkata : Inilah Tuhanku ? Lantas ketika
tenggelam ia berkata : aku tak suka pada yang
tenggelam. Barangkali di sinilah Nabi Ibrahim mendapat
ketidak tepatan hipotesisnya. Lantas is melanjutkan
dengan mengamati sepotong rembulan, lantas
menyimpulkan hal yang sama, tetapi rembulan itupun
lenyap, ia gagal lagi. Demikian pula saat melihat
matahari, itu lebih besar pikirnya, itu mesti Tuhannya,
tapi lagi-lagi tenggelam. Kembali Ia marah-marah dan
frustasi, namun ketika seluruh instrument berpikirnya tak
lagi jalan, ia bersandar sambil berdoa entah kepada siapa
!
Ia sadar bahwa alam realitas, yang empiris dan
rasional dengan alam ghaib, supra natural, keduanya
komponen produk suci Tuhan, memisah dan memilah
antara kedua komponen hanya menghasilkan pemahaman
yang pincang. Itulah salah satu contoh kerasionalitasan
Ibrahim sehingga ia digelari sebagai Bapak rasionalis.
Padahal kalau kita cermati sikap Ibrahim
bermuara dalam dua wahana yang berbeda. Apalagi kalau
kita kupas sejarah Qurban yang sama sekali tidak logis
9

dan rasional yang digambarkan oleh Allah secara jelas
dalam surat As-Shaffat 102-107
Ibrahim merupakan sosok manusia yang
menyerahkan dengan penuh tawakkal kepada Allah.
Sehingga perintah apapun ia lakukan, walaupun harus
bertentangan dengan pikiran dan perasaannya. Ketika
Ismail lahir dari seorang wanita tua Siti Hajar, setelah
berpuluh-puluh tahun dalam penantian. Namun ketika
lahir, Allah menyuruh membuang Siti Hajar dan anaknya
Ismail di sebuah lembah yang gersang. Tatkala Ibrahim
meninggalkan mereka dengan gharibah air, Siti Hajar
bertanya : Kepada siapa engkau titipkan kami di lembah
yang tiada mungkin ada kehidupan. Ibrahim tidak
menjawab. Lantas Siti Hajar bertanya lagi Kepada siapa
engkau titipkan kami disini? Ibarhim menjawab :
Kepada Allah, Siti Hajar pun mengikutinya dengan
penuh keimanan kalau begitu aku rela karena Allah.
Di sinilah Ibrahim sekeluarga memberi
keteladanan kepada kita tauhidul ibadah, sebagaimana
doanya yang tertera dalam Al-Quran Surat Al-Anam
162-163:
~ Ep) O)E=
OOOe4 EO4O^4E`4
)E4`4 *. p4O
4-gE^- ^gg
ElC)O= +O W
ElgEO)4 Og`q
10

4^4 NE
4-gjO+^- ^g@
katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku,
ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah ,
Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya ; dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).
3 x
Untaian mutiara yang patut kita gali dari Ibrahim
sekeluarga adalah peristiwa pengorbanan putra
kesayangannya Ismail. Hal ini terekam jelas dalam surat
Ash-Shaffat 102 :
* EuU4 +OE4`
=/uROO- 4~
O/E_+:4C EO)E+) O4O
O) g4LE^- EO)E+
El+4^O OO^
-O4` O4O> _
Maka takkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata : Hai
anakku sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku
menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu !
11

Bayangkan Ismail sebagai putra semata wayang,
ketika tumbuh dengan suburnya dan membuat senang dan
bahagia ayah bundanya, di luar dugaan, Ibrahim
menerima perintah dari Allah agar ia mengorbankan
anaknya demi Tuhan pemilik kebenaran yang mutlak.
Betapa hancur luluhnya perasaan Ibrahim sebagai
seorang ayah yang selama ini mengemong, membimbing,
mendidik dan membesarkann putra tunggalnya, tiba-tiba
harus disembelih dan dihabisi nyawanya oleh tangannya
sendiri.
Dimintanya Ismail berfikir, supaya tindakan
Ismail lebih dapat dipertanggung jawabkan. Dimintanya
Ismail memutuskan sendiri, agar apapun yang diputuskan
benar-benar muncul dari lubuk hatinya sendiri. Bukanlah
cara seperti ini merupakan salah satu butir pendidikan
yang patut kita teladani.
Dan bagaimana jawaban Ismail terhadap
pertanyaan ayahnya itu ? Tidak ada yang lebih
mengharukan dari pada mendengar keputusan dan
jawaban Ismail terhadap pertanyaan Ibrahim, ia
menjawab :
4~ ge4^4C
E^- 4` NO4`u> W
EO)+4Ec p) 47.E-
+.- =}g` 4)OO-
^g
12

Wahai ayahku ! kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepada Ayah, InsyaAllah ayahanda akan
mendapati ananda tergolong orang-orang yang sabar.
Dari kisah sejarah yang terjamin orisinalitas dan
otentisitasnya mengajarkan kepada kita pengorbanan total
kepada kekuasaan Allah. Pasrah kepada ketentuan Allah
walaupun pikiran dan perasaan mendorong kearah
penyimpangan.
Seorang pejabat mendapat kesempatan untuk
memperkaya diri dengan wewenangnya, maka ia ingat
bahwa jabatan bukanlah kebanggaan tetapi ia merupakan
amanat yang harus dipertanggung jawabkan. Ia urungkan
niat korupsi, meskipun pikiran dan perasaanya mengajak
ke sana.
Seorang pedagang ilegal mendapat kesempatan
untuk menyelundupkan barang, namun ia sadar betapa
kerugian Negara yang akan ditimbulkan.
3 x
Dari rangkaian sejarah tadi, kita harus menapak
tilasi kembali pada pentokohan Nabi Ibrahim, putranya
Ismail dan ibunya Siti hajar. Mereka adalah tokoh yang
mewakili strata umur dan jenis kelamin untuk kita
aktualisasikan.
13

Bila kita seorang ayah atau diposisikan sebagai
ayah, katakanlah mereka para pemimpin atau generasi
yang dipanuti, sebut saja kaum tua, kita dibawa untuk
mengidentifikasikan kualitas keimanan Nabi Ibrahim,
ketika harus melaksanakan perintah Allah untuk
mengorbankan anaknya.
Sungguh pengorbanan yang luar biasa, yang
hanya dapat dilakukan oleh seorang yang kualitas
keimanannya melebihi dari apa-apa yang ia cintai.
Semangat kejuangan adalah prasyarat yang semestinya
dimiliki para pemimpin. Apalagi di tengah kehidupan
yang sudah sangat kapitalis-hidonistis, semangat
pengorbanan dan kejuangan sudah menjadi barang
langka, yang ada justru semangat mumpungisme,
menumpuk harta, mengejar status dan takut mati. Allah
telah menggambarkan hal itu dalam Al-Quran, Surat Ali
Imran 14 ;
=}))CNe +EELUg OUNO
g4OE_O=- ;g`
g7.=Og)4-
4-gL4:^-4
)OOgCE4^-4
jE4OCL^- ;g`
UE--~.- gO_g^-4
^OEC^-4
gO4`O=O^-
Eu^-4
14

g[OE^-4 CgO
744` jE_O4OE^-
4Ou^O- W +.-4
+E4gN ;ONO
4*E^- ^j
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang, itulah kesenangan hidup didunia. Dan disisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Pemimpin yang berpihak pada pengorbanan akan
keluar dari mulutnya Jangankan harta dan raga, jiwa
pun siap ku korbankan.
Bagi kita para pemimpin mendapat pelajaran yang
sangat berharga, betapa untuk melaksankan suatu proyek
besar harus melalui tahapan proses klarifikasi untuk
mendapatkan dukungan semua pihak yang mempunyai
kekuatan mengikat. Dan proses klarifikasi menjadi sangat
penting karena harus dikemas lewat dialog yang dialogis
yakni pada kondisi timbal balik dalam kesempatan
mengutarakan, menerima maupun menolak pendapat.
Seorang pemimpin jangan terjebak pada saat
melakukan dialog pada kondisi hirarkis yang akan
menjadikan dialog berubah bentuk menjadi monolog atau
dialog manipulatif dan persetujuannya pun manipulatif.
15

3 x
Bila kita seorang ibu, atau calon ibu, atau yang
diposisikan sebagai ibu, kita dibawa untuk menggali
kekuatan iman seorang ibu yaitu Siti hajar. Ibu yang
dalam semua keadaan tidak pernah kehilangan
kepercayaan akan pertolongan Allah SWT, ia tetap
menjadi seorang ibu yang lembut penuh percaya diri
untuk tetap mencintai dan setia terhadap amanah
suaminya, ia tak mudah goyah oleh keadaan sulit yang
menimpanya, tidak mudah luntur pendiriannya oleh
bujukan dan rayuan syetan. Ia melambangkan keimanan
wanita yang tulus dalam mengasuh generasi yang
dilahirkan. Dari rahim ibu yang demikian itu akan lahir
generasi sekelas Ismail.
3 x
Dan bila kita seorang anak muda, remaja, maka
kita diajak pada suasana batiniah yang beridentifikasi
kepada sosok pemuda Ismail. Ia pemuda yang sabar dan
teguh hati. Ia tak kehilangan kepercayaan terhadap
integritas dan dedikasi orang tuanya. Ismail selalu siap
membantu tugas pengabdian orang tuanya, dalam rangka
pelaksanaan kehendak Allah SWT.
Terutama dalam era kesejagatan sekarang ini,
anak muda akan banyak mendapat tawaran-tawaran yang
sifatnya hedonitis, kesenangan-senangan duniawi. Maka
16

mereka-mereka yang sabar dan teguh hati, akan mampu
mencapai cita-cita. Dan bagi kita pemuda muslim akan
mampu komit pada nilai-nilai keimanan.
Mengapa berkorban mesti dengan
penyembelihan hewan ?
Karena hal itu adalah simbolik, bahwa manusia
dari strata umur, dan jenis kelamin mempunyai sifat-sifat
hewaniah, egois, mementingkan diri sendiri, tamak,
serakah, rakus, suka merusak, menyakiti yang lemah, mau
menang sendiri, tidak mau mendengar nasehat, angkuh,
dan sombong adalah bagian dari sifat-sifat hewaniah yang
melekat pada manusia. Diharapkan lewat ibadah yang
ditandai dengan penyembelihan kambing, domba, dan
lembu, bermakna sebagai pelambang bahwa sang pelaku
sedang menyembelih sifat-sifat hewaniah yang telah
merusak kemanusiaan, dan tak patut dimiliki manusia
yang mulia dan terhormat.
Diharapkan saat kita melaksanakan ibadah haji,
ibadah qurban, atau merayakan Idul Adha, esensinya
adalah penyembelihan sifat-sifat hewaniah pada diri
kita masing-masing, mari kita hiasi diri kita dengan sifat
karimah seperti : suka menolong, sederhana, menyantuni
yang lemah, qonaah, mau menerima kritik, tawadhu,
berempati, berpihak pada kebenaran dan keadilan.
Jelasnya kita dituntut untuk mengaktualisasikan
kehanifan (bersemangat kebenaran) dan kemusliman
17

(bersemangat pasrah dan taat) kepada Allah SWT
sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Ibrahim.
4` 4p~E
N1g-4O) Cg1Og4
4 =Og^-4O^e
}4 ]~E LOgLEO
V)UOG` 4`4 4p~E
=}g` 4-g)O;^-
^g_
Ibrahim bukanlah seorang yahudi dan bukan
seorang nasrani akan tetapi ia adalah seorang yang
hanif, (bersemangat kebenaran) muslim, (bersemangat
pasrah dan taat) kepada Allah SWT. Dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang-orang yang
musyrik (Ali imran : 67).
Kita berharap agar ketokohan Ibrahim, Siti Hajar
dan Ismail dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan
kita sehari-hari, Semoga !



18

,














7 x
19




, ,
,



20


, ,



21

You might also like