You are on page 1of 9

Ahyuni, Efektifitas RTRW sebagai Pedoman Pembangunan Jurnal Skala Vol.2, No.

4, April 2012, hlm 40-48

EFEKTIFITAS RTRW SEBAGAI PEDOMAN PEMBANGUNAN Ahyuni Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang Abstract Long-term Regional Spatial Plan as expressed in RTRW is a form of general plan functions as land use control and policy guidance in regional development along with regional development plans expressed in RPJP and RPJM . Characteristics of spatial plan is focus on physical development, long range, comprehensive, general, and clearly relate physical plan proposals to the basic policies of the plan. To be effective as a policy guidance and program alignment for region integrated plans, spatial plan must meets qualities on such characteristics. Evaluation of RTRW from West Sumatera cases at all level (province, regency and urban) shows that there is the weakness of those plan to be effective as a development guidance because of some lack in its substances. Key word: karakteristik rencana umum (characteristic of general plan), efektifitas rencana umum (effectiveness of general plan), RTRW LATAR BELAKANG Di Indonesia terdapat dua sistem perencanaan dalam mengarahkan pembangunan yaitu sistem perencanan pembangunan (development planning) dan sistem perencanaan keruangan (spatial planning). Sistem perencanan pembangunan diatur melalui UndangUndang No 25 tahun 2004 yang membagi perencanaan atas rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) yang berjangka waktu 20 tahun, rencana jangka menengah (RPJM) 5 tahunan dan selanjutnya diterjemahkan lagi kedalam Rencana Strategis instansi pemerintah dan berbagai bentuk rencana tahunan. Sistem perencanaan keruangan diatur dalam Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang membagi perencanaan atas rencana umum yang berjangka waktu 20 tahun dan berbagai bentuk rencana rinci yang berjangka waktu 20 tahun atau kurang. Dalam implementasi pembangunan kedua rencana tersebut semestinya memiliki program yang terpadu dan saling mengacu sehingga pembangunan dapat berlangsung terarah melalui pendekatan keruangan (koordinasi horizontal) dan pendekatan sektoral (koordinasi vertikal). Akan tetapi dalam praktek pelaksanaan pembangunan terdapat indikasi bahwa kedua rencana tersebut kurang saling mendukung atau mengacu. Dilihat dari sisi kelembagaan, instansi yang menyusun kedua rencana tersebut berbeda dan

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

demikian juga kompetensi keahlian tim penyusun. Hal ini menyebabkan perbedaan antara muatan substansi rencana berpeluang besar untuk berbeda dalam arah kebijakan atau program. Disisi lain, secara substansi terdapat penekanan yang berbeda, rencana tata ruang menekankan pengendalian pemanfaatan lahan agar dapat mendukung kelestarian lingkungan dan menghindari ancaman kerawanan bencana disamping mengarahkan berbagai pengembangan infrastruktur dan sarana yang terpadu, sementara rencana pembangunan lebih menekankan penyusunan program investasi ekonomi dan pelayanan sosial. Berikut ini kedua sistem perencanaan tersebut masingmasingnya akan diuraikan. a. Rencana Pembangunan Tujuan akhir rencana pembangunan yaitu teralokasinya anggaran pembangunan oleh sektor-sektor yang menjalankan program pembangunan dengan terkoordinasi untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Rencana pembangunan terbagi atas proses perencanaan dan proses penganggaran (budgeting). Oleh karena itu rencana pembangunan dilandasi juga oleh UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Menurut UU Keuangan Negera tersebut, proses penganggaran terdiri atas dua tahap yaitu tahap perencanaan

dan tahap proses alokasi anggaran. Rencana pembangunan dilaksanakan oleh Badan Perencanaan (Bappenas ditingkat pusat dan Bappeda didaerah), sementara tahap kedua ditingkat pusat oleh Kementrian Keuangan. b. Rencana Umum Tata Ruang Rencana tata ruang dibagi atas rencana umum (berupa Rencana Tata Ruang Wilayah dalam skala nasional, provinsi dan kabupaten/kota) dan rencana rinci (berupa rencana detil dan rencana tata ruang kawasan). Rencana tata ruang menjadi pedoman untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, antar wilayah dan antar pemangku kepentingan. Pada tingkat yang lebih rinci menjadi pedoman bagi pemerintah untuk menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam rangka mengendalikan pemanfaatan ruang serta menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Dalam UU Penataan Ruang (pasal 3) disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam

41

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Dari uraian tujuan tersebut terlihat bahwa penekanan dari perencanaan tata ruang adalah sebagai salah satu acuan dalam pengelolaan sumber daya yang mampu menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan. Dalam rencana tata ruang terdapat penekanan maksud yang jelas untuk pengendalian pemanfaatan lahan agar tidak merusak lingkungan selain fungsinya untuk mengarahkan keterpaduan investasi pembangunan.

Dalam rencana tata ruang terdapat rencana struktur ruang yang mengarahkan pengembangan sistem jaringan infrastruktur; rencana pola ruang yang mengarahkan pemanfaatan ruang; rencana kawasan prioritas pembangunan; dan program pembangunan yang menjadi acuan bagi instansi yang memiliki program berdimensi keruangan yang dibagi atas periode 5 tahunan. Keterkaitan antara rencana pembangunan (RTRW,RPJM, dan Renstra) dengan RTRW sebagai pedoman kebijakan pembangunan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan 1.

Bagan1: Keterkaitan Rencana Pembangunan dan RTRW

Sumber : Bappenas 2010

42

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

KARAKTERISTIK RENCANA UMUM TATA RUANG RTRW merupakan bentuk rencana umum tata ruang. Definisi dan penjelasan Kent (1990) tetang rencana umum (general plan) meskipun membahas tentang kota tetapi dapat dipakai sebagai acuan sebagai pengertian rencana umum wilayah nasional, provinsi atau kabupaten, definisi tersebut : Rencana umum tata ruang adalah rencana resmi pemerintah.... yang terdiri dari kebijakan utama menyangkut wujud masa depan yang diinginkan dari pengembangan fisik; publikasi rencana tata ruang wilayah sebagai satu kesatuan yang dapat menjelaskan hubungan antara pengembangan fisik dan berbagai tujuan sosial dan ekonomi. (the general plan is the official statement ..... which set forth its major policies concerning desirable future physical development; the published general-plan document must include single, unified general physical design for the community, and it must attempt to clarify the relationship between physical-development policies and social and economic goals). Witzling (1979) mendefinisikan rencana fisik sebagai penentuan sebaran kondisi dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Rencana fisik tidak hanya berkaitan dengan penempatan atau rancangan elemen fisik saja (sebaran objek seperti

bangunan, jalan dan sebaran fungsi seperti jaringan utilitas dan sarana sosial saja) tapi berkaitan dengan sebaran tujuan dan kegiatan (programing dan regulasi). Pengertian perencanaan fisik dengan demikian lebih luas menyangkut upaya pencapaian tujuan lingkungan. Elemen fisik dari rencana umum tersebut yaitu: peruntukan lahan, transportasi, fasilitas, utilitas, dan kawasan khusus yang diprioritaskan atau memerlukan penanganan khusus (dalam rencana kota ditambahkan elemen rancang kota). Dari definisi tersebut penekanan dari rencana umum adalah, pertama merupakan kebijakan umum dalam rangka mencapai masa depan yang diinginkan dari pengembangan fisik, kedua, menghasilkan satu kesatuan rencana fisik wilayah, dan ketiga menjelaskan keterkaitan kebijakan fisik dengan kebijakan sosial dan ekonomi. Kebijakan merupakan unsur penting dari rencana umum. Rencana umum lebih merupakan dokumen kebijakan daripada dokumen teknis1. Lebih rinci Kent menguraikan karakteristik dari rencana umum yaitu:
1

Kebijakan adalah pedoman umum untuk mengambil keputusan yang meskipun bisa dimodifikasi tetapi mengandung suatu komitmen (policies is a generalized guide to conduct which, although subject to modification dose imply commitment; Kent,1990 hal. 20)

43

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

(a) fokus pada perencanaan fisik yang meliputi elemen fisik pembentuk ruang dan keterkaitannya dalam pengembangan wilayah; (b) berjangka panjang yang berarti rencana umum bervisi kedepan dengan mengidentifikasi kebutuhan masa depan sejauh bisa dibuat pertimbangan yang kuat. Dalam rencana jangka panjang dibuat kajian terhadap semua faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan yang bisa diarahkan dan dikendalikan dimasa depan ; (c) komprehensif berarti rencana fisik merencanakan semua elemen fisik yang penting, mempertimbangkan semua kecenderungan perkembangan yang berpengaruh terhadap pencapaian masa depan termasuk dalam konteks wilayah lebih luas, dan secara jelas mengkaitkan rencana fisik dengan tujuan dan kebijakan ekonomi dan sosial sebagai dasar rencana dan juga sebagai pengaruh dari perkembangan fisik yang direncanakan. (d) bersifat umum berarti rencana umum menekankan rumusan isu utama atau ide besar yang bersifat skematis. Akan tetapi bersifat umum bukan berarti kebijakan dan rencana yang disusun tidak mempunyai unsur spesifik. Rumusan terlalu umum menyebabkan point yang ingin

disampaikan menjadi abstrak dan kabur sementara kalau terlalu spesifik akan menalihkan perhatian terhadap isu dan kebutuhan masa depan dalam jangka panjang. Harus dibedakan antara rencana umum yang berisi panduan kebijakan dengan rencana rinci yang bersifat teknis sebagai implementasi dari rencana umum ; dan (e) rencana umum dengan jelas mengkaitkan rencana fisik yang disusun berdasarkan kebijakan fisik, ekonomi dan sosial sebagai dasar pertimbangan rencana fisik maupun sebagai konsekuensi dari perwujudan rencana. Kent menekankan point 5 karena kecenderungan untuk melihat rencana umum tata ruang hanya sebagai pengaturan penggunaan lahan (land use planning) yang menyebabkan rencana tata ruang hanya berfungsi terbatas sebagai pengendalian eksternalitas pemanfaatan lahan. EFEKTIFITAS RTRW SEBAGAI PEDOMAN PEMBANGUNAN RTRW menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang berfungsi sebagai pedoman untuk: (a) penyusunan rencana pembangunan jangka panjang, (b) penyusunan rencana pembangunan jangka menegah, (c) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, (d)

44

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah, serta keserasian antar sektor, (d) penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, (e) penataan ruang kawasan strategis, dan (f) penataan ruang wilayah pada hirarki dibawahnya. Terlihat bahwa RTRW bukan hanya berfungsi sebagai pengaturan pemanfaatan lahan tetapi juga sebagai pedoman koordinasi pembangunan antar sektor dalam rangka mewujudkan keterpaduan pengembangan wilayah. Dengan demikian efektifitas RTRW sebagai salah satu pedoman pembangunan dapat diukur dari fungsinya sebagai alat pengendalian pemanfaatan lahan dan alat koordinasi kebijakan pembangunan antar sektor fisik, ekonomi dan sosial. Efektifitas rencana tata ruang sebagai acuan implementasi pembangunan dapat dilihat dari segi prosedural dan substansial. Segi prosedural berkaitan dengan proses yang mengikat rencana dengan implementasi dalam bentuk penganggaran dan segi substansial berkaitan dengan muatan materi rencana tata ruang yang bisa dipedomani oleh instansi yang memiliki aspek rencana dalam tata ruang sebagai pemandu penyusunan rencana dan program. Rencana pembangunan dalam berbagai hirarkinya (RPJP, RPJM,

Rencana Strategis dan rencana kerja tahunan) memiliki posisi yang lebih kuat dan efektif dalam implementasi karena tahap rencana diikuti dengan tahap penganggaran. Sementara rencana tata ruang dalam tingkat umum dan rinci meskipun juga mengarahkan program pembangunan yang dikuatkan dalam produk hukum dalam bentuk peraturan pemerintah ditingkat nasional dan peraturan daerah ditingkat daerah akan tetapi muatan yang diatur dalam peraturan tetapi tidak mempunyai prosedur yang mengikat sampai kepada penganggaran pembangunan seperti halnya sistem perencanaan pembangunan. Untuk menilai substansi RTRW sebagai dasar penyusunan kebijakan, rencana, dan program pemanfaatan ruang pada instansi yang relevan dan tidak hanya sebagai instrumen untuk pengendalian pemanfaatan ruang saja maka berdasarkan pemahaman terhadap karakteristik rencana umum seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, beberapa kriteria yang perlu diperhatikan sebagai berikut: a. Terdapat wujud rencana yang diinginkan dimasa depan dari setiap elemen rencana fisik secara lengkap, jelas dan fokus (bersifat komprehensif dan umum tetapi dengan kerincian yang memadai sehingga dapat mengarahkan keterkaitan dengan rencana lain dan sebagai pedoman penyusunan

45

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

rencana selanjutnya). Dalam rencana terutama dalam peruntukan lahan dan kawasan prioritas perlu digambarkan kondisi yang diinginkan dimasa depan secara terukur dalam hal lokasi, karakter, dan luasan. Demikian juga elemen rencana lain (transportasi, fasilitas, utilitas). RTRW yang biasanya hanya menampilkan peta peruntukan lahan berikut informasi luasan meskipun berguna dari sisi pengendalian pemanfaatan ruang tetapi kurang memadai untuk menjadi acuan penyusunan rencana oleh instansi yang memanfaatkan ruang karena tidak merumuskan rencana perubahan pemanfaatan lahan dari kondisi eksisting ke rencana masa depan yang diinginkan dengan jelas. b. Terdapat rumusan kebijakan dan program fisik sebagai penjabaran rencana fisik yang disusun yang bisa menjadi pedoman penyusunan dan sinkronisasi rencana ditingkat instansi pemerintah yang terkait. Kebijakan fisik sebagai konsekuensi langsung dari perubahan fisik yang direncanakan dapat terumuskan dengan baik kalau rencana perubahan fisik dirumuskan dengan jelas. c. Terdapat rumusan yang mengkaitkan rencana pengembangan fisik dengan kebijakan dan program sosial serta

ekonomi sebagai dasar penyusunan maupun sebagai konsekuensi rencana. Rencana tata ruang yang bersifat komprehensif berfungsi sebagai alat pemandu koordinasi rencana antar semua instansi yang memanfaatkan suatu satuan ruang. BEBERAPA TEMUAN DARI KASUS RTRW PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA Dari kasus pembahasan RTRW provinsi, kabupaten, dan kota yang diikuti penulis sebagai anggota BKPRD Provinsi Sumatera Barat ditemui beberapa hal terkait dengan karakteristik RTRW sebagai rencana umum jangka panjang sebagai berikut: (a) Orientasi dari penyusunan RTRW umumnya masih lebih bersifat pengendalian pemanfaatan lahan. Fokus yang besar diberikan dalam delineasi peruntukan kawasan lindung dalam bentuk peta lokasi dan luasan. (b) Penekanan kepada penentuan rencana peruntukan lahan dalam RTRW banyak ditemui hanya terbatas pada uraian aspek lokasi dan luasan tetapi kurang menginformasikan karakteristik kawasan. Dalam kasus delineasi kawasan lindung, karakteristik vegetasi, fisiografi, dan ekologi sosial sekitar kawasan hutan seringkali tidak dielaborasi lebih lanjut sehingga bisa

46

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

mengidentifikasikan potensi dan masalah pemanfaatan bagi instansi yang berwenang dalam pengendalian dan penyusunan kebijakan dan program kawasan. Pada rencana kawasan strategis, kajian karakteristik kawasan meskipun yang dibutuhkan hanya berupa pemetaan secara umum tetapi seringkali tidak diuraikan dengan cukup lengkap sehingga tidak tergambar konsekuensi fisik, sosial dan ekonomi dari pengembangan kawasan. (c) Tujuan dan sasaran penataan ruang banyak ditemui tidak dikaitkan dengan kebijakan kependudukan, kebijakan sosial, dan pengembangan ekonomi. Hal ini menyebabkan RTRW sulit untuk disinkronkan dengan RPJP dan RPJM sebagai satu kepaduan kebijakan dan indikasi program pengembangan wilayah. (d) RTRW sebagai rencana umum mestinya mengkaji dan merumuskan rencana dari semua elemen fisik utama. Dalam banyak dokumen RTRW ditemui bahwa rencana peruntukan seperti budidaya pertanian, pertambangan, pariwisata dan lain sebagainya tidak merinci lahan eksisting yang dipertahankan dan lahan pengembangan (ekstensifikasi) dan begitu juga tidak terdapat rumusan kebijakan yang jelas sebagai dasar rencana maupun konsekuensi dari

rencana. Hal ini menyebabkan sulitnya untuk merumuskan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan program terkait dengan aspek ekonomi dan sosial dari pengembangan kawasan. Khusus untuk pertanian lahan basah, sangat penting untuk mendelineasi mana lahan sawah irigasi yang perlu tetap dipertahankan dalam jangka panjang dan mana lahan ekstensifikasi berikut rumusan kebijakan dan program fisik, sosial dan ekonomi sebagai konsekuensi rencana tata ruang. Hal ini perlu dirumuskan dengan jelas sebagai pedoman sinkronisasi dan koordinasi pembangunan karena terkait dengan isu dan kebijakan strategis nasional dan daerah tentang ketahanan pangan. KESIMPULAN Efektifitas RTRW sebagai rencana umum yang berfungsi sebagai pedoman koordinasi pembangunan antar sektor maupun antara RTRW dan RPJP dan RPJM dalam rangka mewujudkan keterpaduan pengembangan wilayah dan bukan hanya sebagai alat pengaturan pemanfaatan ruang masih terbatas karena: penekanan RTRW sebagai rencana pemanfaatan ruang (land use planning); kurang dikaji dan diinformasikannya karakter dari kawasan yang ditetapkan sehingga

47

Jurnal Skala, Vol. 2, No. 4, April 2012

akibatnya sulit diidentifikasi kebijakan dan indikasi program yang terkait baik dari aspek fisik maupun kependudukan, sosial dan ekonomi. Sinkronisasi antar kebijakan tata ruang dan kebijakan pembangunan sulit dilakukan karena adanya hambatan objektif seperti telah dibahas sebelumnya dan bukan hanya

disebabkan sulitnya koordinasi antar sektor. Oleh karena itu dimasa depan revisi RTRW perlu dilakukan dengan memperhatikan ke-komprehensif-an elemen fisik yang direncanakan, kedalaman rencana, dan pengkaitan yang jelas antar kebijakan fisik, kependudukan, sosial dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA Kent, T.J. 1990. General Plan. Planners Press. Washington. American Planning Association. Witzling, Larry. 1979. Physical Planning (dalam Catanese dan Snyder: Introduction to Urban Planning). New York. Mc. Graw-Hill Book. ______ (2010). Institution Building for the Integration of National-Regional Development And Spatial Planning. National Planning Board (Bappenas). Undang-Undang RI No 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan Undang-Undang RI No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU RI No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Peraturan Menteri dalam Negeri RI No 59 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

48

You might also like