You are on page 1of 29

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.1. PENDARAHAN ANTEPARTUM A. Definisi Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 22 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada pendarahan kehamilan sebelum 22 minggu. Pada umumnya pasien mengalami pendarahan pada triwulan ketiga, atau setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan sebelum, sewaktu dan sesudah bersalin adalah kelainan yang tetap berbahaya dan mengancam jiwa ibu.1 B. Klasifikasi Klasifikasi klinis pendarahan antepartum dibagi menjadi sebagai berikut : Plasenta previa Solusio plasenta Pendarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin juga karena plasenta letak rendah atau vasa previa.1 C. Gambaran Klinik Penderita seringkali mengalami pendarahan pada triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Pendarahan antepartum tanpa rasa nyeri merupakan tanda khas plasenta previa. Apalagi bila disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul atau kelainan letak janin, karena tanda pertamanya adalah pendarahan. Pada umumnya, penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan karena disanngkanya sebagai tanda permulaan persalinan biasa baru setelah pendarahan banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan.1

Berbeda dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak ditandai segera dengan pendarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya ditandai dengan rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat dan berlangsung secara terus menerus, rasa nyeri yang terus menerus ini sering kali diabaikan, atau disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah penderita pingsan karena pendarahan retroplasenter yang banyak atau setelah tampak pendarahan pervaginam mereka datang untuk meminta pertolongan, pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan.1 III.2. FISIOLOGI PLASENTA Plasenta adalah organ yang dibentuk selama kehamilan untuk memberikan nutrisi, membuang hasil metabolism dan menghasilkan hormone untuk mempertahankan kehamilan. Umumnya plasenta telah lengkap pada kehamilan kurang lebih 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh cavum uteri. Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.2

gambar 1. plasenta dan bagian-bagiannya, serta posisi plasenta yang normal

III.3. PLASENTA PREVIA A. Definisi Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada plasenta previa, telah terjadi implantasi yang tidak normal yaitu letaknya yang rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum. Implantasi yang normal ialah pada dinding depan dan dinding belakang uterus agak ke atas kearah fundus uteri (bagian atas uterus).2 Sejalan dengan bertambah besarnya uterus dan meluasnya segmen bawah uteri ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah uteri seolah plasenta itu bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Hal ini sangat berpengaruh pada derajat atau klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan pemeriksaan USG (ultrasonografi) maupun digital. Oleh 9

karena itu, pemeriksaan USG perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal atau intranatal.2,3 B. Klasifikasi Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.3 1. Plasenta previa totalis atau komplit yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum 2. Plasenta previa parsialis yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum 3. Plasenta previa marginalis yaitu plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. 4. Plasenta letak rendah yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah uteri sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak kurang lebih 2cm dari ostium uteri internum. Jarak lebih dari 2 cm masih dianggap normal.3 Pada plasenta letak rendah plasentanya belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta kira-kira 3-4 cm diatas pinggir pembukaan hingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.1,2

Gambar 2. Plasenta previa

10

Karena Klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomic melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Misal, plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm.1,2 C. Etiologi Salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta previa, namun hal ini tidak selalu benar karena belum jelas bahwa plasenta previa ditemukan pada sebagian besar penderita dengan paritas tinggi. menurut kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berusia kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara yang berusia kurang dari 25 tahun. Usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai sebagai faktor resiko terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok, dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhanplasenta melebar ke segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. D. Faktor Predisposisi3 o o o Multiparitas dan umur lanjut (lebih atau sama dengan 35 tahun) Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik dan inflamatorik Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, kuret, dll)

11

o o o o

Chorion leave persisten Korpus luteum berreaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi Konsepsi dan nidasi terlambat Plasenta besar pada hamil ganda dan eritroblastosis atau hidrops fetalis

E. Patofisiologi Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah uterus, tampak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu, bagian desidua basalisyang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah uterus, maka plasenta yang berimplantasi akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar(effacement ) dan membuka (dilatation) ada bagian tampak plasenta yang terlepas.Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus dariplasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasentaprevia betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibatpembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta padamana perdarahan akan berlangsung lebih lama dan lebih banyak. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri ( painless). 4 Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah 12

yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktumendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebihbanyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjagajaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah biasa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggutetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempatperdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalirke luar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebihluas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarangterjadi koagulopati pada plasenta previa.Hal yang perlu diperhatikan adalah segmen bawah rahim yang tipis dan mudah diinvasi olehpermukaan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebihsering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli, dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akretadan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh dan mudah robek oleh sebabkurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan padaplasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna ( retentio plasenta ), atau setelah uri lepas karena segmen bawah uteri tidak dapat berkontraksi dengan baik.1,4 F. Gejala Klinis Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan

13

serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.1 Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai.1 G. Diagnosis1,4,5 a. Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit. b. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai. c. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)

14

d. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah. penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri. e. Penentuan letak plasenta secara langsung. untuk menegakkan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa ialah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. akan tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. pemeriksaan hanya di lakukan dalam keadaan siap operasi pemeriksaan dalam di meja operasi. f. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif. Dilakukan dengan PDMO(dilakukan pemeriksaan dalam di atas meja operasi) yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks. Pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001) perabaan fornises. perabaan hanya bermakna apabila janin pada presentasi kepala. sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul, perlahan-lahan seluruh fornices diraba dengan jari. perabaannya terasa lunak apabila jari dan kepala janin teraba plasenta dan teraba padat atau keras apabila antara jari dan kepala janin tidak teraba plasenta. Bekuan darah dapat di kelirukan sebagai plasenta. plasenta yang tipis mungkin tidak terasa lunak. pemeriksaan ini harus mendahului pemeriksaan melalui kanalis servikalis. untuk mendapat kesan pertama ada tidaknya plasenta previa. pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan jari telunjuk dimasukan ke dalam kanalis servikalis, dengan tujuan kalau-kalau meraba kotiledon plasenta. Apabila kotiledon 15

plasenta teraba, segera jari telunjuk dikeluarkan dari kanalis servikalis. Jangan sekali-kali berusaha menyelurusi pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari insersionya yang dapat menimbulkan pendarahan banyak. H. Komplikasi a. b. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti Asfiksi berat.( Mansjoer, 2002) I. Penatalaksanaan A.Terapi Ekspektif 1) Tujuan supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis Syarat-syarat terapi ekspektif8 :

Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti. Belum ada tanda-tanda in partu. Keadaan umum ibu cukup baik. Janin masih hidup.

2) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis. 3) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta. 4) Berikan tokolitik bila ada kontraksi :

MgS04 9 IV dosis awal tunggal dilanjutkan 4 gram setiap 6 jam. Nifedipin 3 x 20 mg perhari. 16

Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.

5) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok dari hasil amniosentesis. 6) Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih berada disekitar ostium uteri internum. Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dipulang untuk rawat jalan. B.Terapi Aktif ( tindakan segera ). Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang moturitus janin. Lakukan PDMO jika : a. b. c. d. Infus 1 transfusi telah terpasang. Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 gram ) dan inpartu. Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor, seperti Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas

anesefali. panggul ( 2/5 atau 3/5 pada palpasi luar ). C. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa seksio sesarea . 1. 2. Prinsip utama adalah menyelamatkan ibu, walaupun janin meninggal atau Tujuan seksio sesarea : persalinan dengan segera sehingga uterus segera

tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan kemungkinan terjadi robekan pada serviks, jika janin dilahirkan pervagina.

17

3.

Siapkan darah pengganti untuk stabiliasi dan pemulihan kondisi ibu.

(Saifuddin, 2001 : 536) D. Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.3,4,8,9 1.Analgesia. Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. a.Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg. b.Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin. c.Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik. 2.Tanda-tanda Vital. Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa. 3.Terapi cairan dan Diet. Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua. 4.Vesika Urinarius dan Usus. Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama 18

setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.. 5.Ambulasi. Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan. 6.Perawatan Luka. Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi. 7.Laboratorium. Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. 8.Perawatan Payudara. Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri. 9.Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit. Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu 19

seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.3,4 III.4. SOLUSIO PLASENTA1,3,6 A. Definisi Terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang implantasinya normal, sebelum janin dilahirkan, pada masa kehamilan atau persalinan, disertai perdarahan pervaginam, pada usia kehamilan 20 minggu atau berat janin diatas 500 gram. Istilah solusio plasenta juga dikenal dengan istilah abruptio plasenta atau separasi prematur dari plasenta. Plasenta dapat lepas seluruhnya yang disebut solusio plasenta totalis atau terlepas sebagian yang disebut solusio plasenta parsialis atau terlepas hanya pada sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptur sinus marginalis.

B. Etiologi Etiologi solusio plasenta belum diketahui. Keadaan berikut merupakan faktor predisposisi/pemicu timbulnya solusio plasenta, yaitu:

Hipertensi esensialis atau hipertensi Tali pusat pendek Trauma eksternal Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior Usia lanjut Multiparitas Defisiensi asam folat Versi luar yang kasar atau sulit1,3,9

20

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan menyebabkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali atau tidak mengakibatkan gawat janin. C. Klasifikasi9 a. Ringan : perdarahan kurang dari 100 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%. Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitamhitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin masih muda teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan plasenta previa yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. b. Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 150 mg% Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai duapertiganya luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti pada solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan

21

gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam nampak sedikit , seluruh perdarahannya mungkin mencapai 1000ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagianbagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tandatanda persalinan telah ada, dan persalinan itu akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat. c. Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3 bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan. Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadinya sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya, malah perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Tanda dan gejala solusio plasenta berat

sakit perut terus menerus nyeri tekan pada uterus uterus tegang terus menerus perdarahan pervaginam syok

22

bunyi jantung janin tidak terdengar lagi air ketuban mungkin telah berwarna kemerah-merahan karena bercampur darah

D. Patogenesis1,9 a. Ringan : perdarahan kurang dari 100 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%. Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitamhitaman dan sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus menerus agak tegang. Walaupun demikian bagian-bagian janin masih muda teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang berlangsung terus. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plasenta ringan ialah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan plasenta previa yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. b. Sedang : perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pra renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120 150 mg% Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai duapertiganya luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti pada solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul

23

dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam nampak sedikit , seluruh perdarahannya mungkin mencapai 1000ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam syok, demikian pula janinnya kalau masih hidup dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik. Tanda-tanda persalinan telah ada, dan persalinan itu akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun kebanyakan terjadi pada solusio plasenta berat. c. Berat : uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, biasanya janin telah mati, pelepasan plasenta dapat terjadi pada lebih dari 2/3 bagian permukaan atau keseluruhan bagian permukaan. Plasenta telah terlepas lebih dari dua pertiga permukaannya. Terjadinya sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh kedalam syok, dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya, malah perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal. Tanda dan gejala solusio plasenta berat

sakit perut terus menerus nyeri tekan pada uterus uterus tegang terus menerus perdarahan pervaginam syok

24

bunyi jantung janin tidak terdengar lagi air ketuban mungkin telah berwarna kemerah-merahan karena bercampur darah

E. Diagnosis8,9 Anamnesis Perdarahan timbul akibat adanya trauma pada abdomen atau timbul spontan akibat adanya penyulit pada kehamilan yang merupakan predisposisi solusio plasenta. Faktor predisposisi solusio plasenta antara lain : usia ibu semakin tua, multi paritas, preeklampsia, hipertensi kronik, ketuban pecah pada kehamilan preterm, merokok, trombofilia, pengguna kokain, riwayat solusio plasenta sebelumnya, dan mioma uteri. Darah yang keluar tidak sesuai dengan beratnya penyakit, berwarna kehitaman, disertai rasa nyeri pada daerah perut akibat kontraksi uterus atau rangsang peritoneum. Sering terjadi pasien tidak lagi merasakan adanya gerakan janin. Pemeriksaan Status Generalis Periksa keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Hati-hati adanya tanda pra renjatan (pra syok) yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar pervaginam.

Pemeriksaan Status Obstetri

25

Periksa Luar : uterus terasa tegang atau nyeri tekan, bagian-bagian janin sulit diraba, bunyi jantung janin sering tidak terdengar atau terdapat gawat janin, apakah ada kelainan letak atau pertumbuhan janin terhambat. Inspekulo : apakah perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan vagina. Nilai warna darah, jumlahnya, apakah encer atau disertai bekuan darah. Apakah tampak pembukaan serviks, selaput ketuban, bagian janin atau plasenta. Periksa Dalam : perabaan fornises hanya dilakukan pada janin presentasi kepala, usia gestasi di atas 28 minggu dan curiga plasenta praevia. Nilai keadaan serviks, apakah persalinan dapat terjadi kurang dari 6 jam, berapa pembukaan, apa presentasi janin, dan adakah kelainan di daerah serviks dan vagina. Pelvimetri Klinis : dilakukan pada kasus yang akan dilahirkan per vaginam dengan usia gestasi 36 minggu atau TBJ 2500 gram. F. Komplikasi Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

kelainan pembekuan darah oliguria gawat janin kematian perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3 dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang

26

tidak kuat itu disebabkan ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus couvelaire. G. pemeriksaan penujang USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta. Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu. Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma. H. Penatalaksanaan Terapi Medik 1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram. a. Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus normal. Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama > 6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi dan infus oksitosin.

27

b. Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus pervaginam bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan partus > 6 jam, lakukan seksio sesarea. 2. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi 36 minggu atau 2500 gram. Solusio plasenta derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio sesarea. 3. Terdapat renjatan : Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi, pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari 6 jam. Anamnesis Perdarahan timbul akibat adanya trauma pada abdomen atau timbul spontan akibat adanya penyulit pada kehamilan yang merupakan predisposisi solusio plasenta. Faktor predisposisi solusio plasenta antara lain : usia ibu semakin tua, multi paritas, preeklampsia, hipertensi kronik, ketuban pecah pada kehamilan preterm, merokok, trombofilia, pengguna kokain, riwayat solusio plasenta sebelumnya, dan mioma uteri. Darah yang keluar tidak sesuai dengan beratnya penyakit, berwarna kehitaman, disertai rasa nyeri pada daerah perut akibat kontraksi uterus atau rangsang peritoneum. Sering terjadi pasien tidak lagi merasakan adanya gerakan janin. Pemeriksaan Status Generalis Periksa keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital. Hati-hati adanya tanda pra renjatan (pra syok) yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar pervaginam.

28

Pemeriksaan Status Obstetri Periksa Luar : uterus terasa tegang atau nyeri tekan, bagian-bagian janin sulit diraba, bunyi jantung janin sering tidak terdengar atau terdapat gawat janin, apakah ada kelainan letak atau pertumbuhan janin terhambat. Inspekulo : apakah perdarahan berasal dari ostium uteri atau dari kelainan serviks dan vagina. Nilai warna darah, jumlahnya, apakah encer atau disertai bekuan darah. Apakah tampak pembukaan serviks, selaput ketuban, bagian janin atau plasenta. Periksa Dalam : perabaan fornises hanya dilakukan pada janin presentasi kepala, usia gestasi di atas 28 minggu dan curiga plasenta praevia. Nilai keadaan serviks, apakah persalinan dapat terjadi kurang dari 6 jam, berapa pembukaan, apa presentasi janin, dan adakah kelainan di daerah serviks dan vagina. Pelvimetri Klinis : dilakukan pada kasus yang akan dilahirkan per vaginam dengan usia gestasi 36 minggu atau TBJ 2500 gram. Komplikasi Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

kelainan pembekuan darah oliguria gawat janin kematian perdarahan. Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan 29

perdarahan pada kala 3 dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus couvelaire.1,5,8 pemeriksaan penujang USG : menilai implantasi plasenta dan seberapa luas terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya, biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan bawaan dan derajat maturasi plasenta. Kardiotokografi : pada kehamilan di atas 28 minggu. Laboratorium : darah perifer lengkap, fungsi hemostasis, fungsi hati, atau fungsi ginjal (disesuaikan dengan beratnya penyulit atau keadaan pasien). Lakukan pemeriksaan dasar : hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu pembekuan darah, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan elektrolit plasma. Terapi Terapi Medik 1. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi < 36 minggu atau TBJ < 2500 gram. a. Ringan : terapi konservatif bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada, janin hidup dan keadaan umum ibu baik) dan dapat dilakukan pemantauan ketat keadaan janin dan ibu. Pasien tirah baring, atasi anemia, USG dan KTG serial (bila memungkinkan) dan tunggu partus normal. Terapi aktif dilakukan bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, kontraksi uterus terus berlangsung, dan dapat mengancam ibu dan atau janin). Bila perdarahan banyak, skor pelvik < 5 atau persalinan masih lama > 6 jam, lakukan seksio sesarea. Bila partus dapat terjadi < 6 jam, amniotomi dan infus oksitosin. 30

b. Sedang / Berat : resusitasi cairan, atasi anemia (transfusi darah), partus pervaginam bila < 6 jam (amniotomi dan infus oksitosin); bila perkiraan partus > 6 jam, lakukan seksio sesarea. 2. Tidak terdapat renjatan : usia gestasi 36 minggu atau 2500 gram. Solusio plasenta derajat ringan/sedang/berat bila persalinan lebih dari 6 jam, lakukan seksio sesarea. 3. Terdapat renjatan : Atasi renjatan, resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila renjatan tidak teratasi, upayakan tindakan penyelamatan yang optimal. Bila renjatan dapat diatasi, pertimbangkan untuk seksio sesarea bila janin hidup atau partus lebih lama dari 6 jam. III.5. INSERSI VELAMENTOSA9 A. Definisi Insersi velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi velamentosa sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.

31

III.6. PLASENTA SIRKUMVALATA4,5,9 Selama perkembangan amnion dan korion melipat kebelakang disekeliling tepitepi plasenta. Dengan demikian korion ini masih berkesinambungan dengan tepi plasenta tapi pelekatannya melipat kebelakang pada permukaan fetal. Pada permukaan foetal dekat pada pinggir plasenta terdapat cincin putih. Cincin putih ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan disebelah luarnya terdiri dari vili yang timbul ke samping, dibawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini menyebabkan perdarahan antepartum. Hal ini tidak dapat diketahui sebelum plasenta diperiksa pada akhir kehamilan.

BAB IV

32

ANALISA KASUS IV.I. ANALISA KASUS Pasien Ny. EZ usia 37 tahun dengan usia kehamilan 36-37 minggu datang dengan keluhan adanya darah yang keluar dari kemaluan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Menurut definisi yang ada pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 22 minggu. Pada umumnya pasien mengalami pendarahan pada triwulan ketiga atau setelah kehamilan 28 minggu. Berdasarkan klasifikasinya pendarahan antepartum terbagi atas plasenta previa, solusio plasenta dan pendarahan yang belum jelas sumbernya. Apalagi bila disertai tanda-tanda lainnya seperti bagian terbawah janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul atau kelainan letak janin, karena tanda pertamanya adalah pendarahan. Pada umumnya, penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan karena disanngkanya sebagai tanda permulaan persalinan biasa baru setelah pendarahan banyak, mereka datang untuk mendapatkan pertolongan. Berbeda dengan solusio plasenta, kejadiannya tidak ditandai segera dengan pendarahan pervaginam, sehingga mereka tidak segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Gejala pertamanya ditandai dengan rasa nyeri pada kandungan yang makin lama makin hebat dan berlangsung secara terus menerus, rasa nyeri yang terus menerus ini sering kali diabaikan, atau disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah penderita pingsan karena pendarahan retroplasenter yang banyak atau setelah tampak pendarahan pervaginam mereka datang untuk meminta pertolongan, pada keadaan demikian biasanya janin telah meninggal dalam kandungan Dari riwayat obstetrik pasien ini G4P2A1 kehamilan ini pada usia 37 tahun. Pasien ini pernah mengalami dua kali section sesarea dan satu kali kuret. Hal ini sesuai dengan faktor predisposisi dari plasenta previa dimana kejadian lebih sering pada multiparitas dan umur lanjut (lebih atau sama dengan 35 tahun), adanya defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan 33

atrofik dan inflamatorik, cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC, kuret), chorion leave persisten, korpus luteum bereaksi lambat dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi, konsepsi dan nidasi terlambat, plasenta besar pada hamil ganda dan eritroblastosis atau hidrops fetalis. Ditunjang dengan pemeriksaan ultrasonografi pada pasien ini ditemukan Janin letak lintang, dorso superior, plasenta korpus posterior meluas ke korpus anterior menutupi OUI. Hal ini dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dimana pada pemeriksaan ini kita dapat menentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium. Bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah, pada pasien plasenta menutupi ostium uterus internum dan dapat dikatakan sebagai plasenta previa totalis.

DAFTAR PUSTAKA 34

1. Sudono ST, Moeloek FA. Perdarahan anterpartum. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.h.362-81. 2. Sudono ST, Moeloek FA. Plasenta dan likuor amnii. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009.h66-7. 3. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Obstetri patologi.Ed. Bandung:Elstar Offset Bandung;1984.h.110-20.3. 4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et all. Obstetrical hemorrhage. Williams obstetric.Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies;2007.5. 5. National Library of Medicine National Institutes of Health. Placenta previa basic. Abnormalitiesof pregnancy. The merck manual;2005.6. 6. Hanafiah T.M. Plasenta previa. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UniversitasSumatera Utara; 20047. 7. Oppenheimer L. Diagnosis and management of placenta previa. J obstet gynaecolcan;Maret2007.h.261-73.8. 8. Saifudin A.B., Wiknjosastro G.H., Affandi B.,, waspodo D. Buku panduan praktispelayanankesehatan maternal dan neonatal. Cetakan ke-7. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo;2002.h.M18-24 9. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University Press, 2001; 456-70.

35

You might also like