You are on page 1of 11

I. Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negaxa penghasil batubara terbesar di dunia.

Sekalipun Cina dan lndia tetap menjadi produsen terbesar, namun produksi dan cadangan batubara

Indonesia tetap memainkan peran penting dalam industri batubara di tingkat global. Terlebih ketika Cina didorong oleh kebutuhannya akan batubara terpaksa memotong ekspor batubaranya ke pasar internasional. Menurut world Energy Council, Indonesia memiliki cadangan batubara terbukti (proven reserve coal) sebesar 4,3 miliar ton atau sekitar 0,5Yo dari total cadangan batubara terbukti yang ada. Peningkatan pertumbuhan konsumsi batubara di tingkat nasional tampaknya menjadi pendorong bagi perusahaan-perusahaan tambang batubara untuk meningka&an produksi mereka. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Bank BNI, konsumsi batubara di Indonesia mengalami pertumbuhan dari 13,2 juta ton pada tahun 1997 menjadt 45,3 juta ton pada tahun 2007. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh pertumbuhan perusahaan batubara di Indonesia yang pada tahun 2003 sudah mencapai angka 251 perusahaan. Masing-masing perusahan tersebut tersebar diberbagai titik penghasil batubara di Indonesia. Di mana terdapat sentra-sentra produksi batubara seperti Kalimantan dan Sumatera. Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil seperti di Jawa Barat, Jawa Tengatr, Papua dan Sulawesi. Hal ini terjadi karena endapan batubara yang bemilai ekonomis di Indonesia terdapat di cekungan Tersier yang terletak di bagian barat Paparan Sunda termasuk Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera. Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi. Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di atas

muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.

II. Genesa Batubara Batubara terbentuk dengan cara yang sangat komplek dan memerlukan waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk, perlu diketahui dimana batubara terbentuk, faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan bentuk lapisan batubara. Ada dua macam teori mengenai tempat terbentuknya batubara, yaitu: 1. Teori Insitu Teori ini mengatakan bahwa batubara terbentuk ditempat dimana tumbuhan pembentuk lapisan batubara itu berada. Dengan demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk seperti ini contohnya adalah yang terdapat di Muara Enim (Sumatera Selatan). 2. Teori Drift Teori ini menyebutkan bahwa batubara terbentuk di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhnya tumbuhan pembentuk lapisan batubara itu. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air dan terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh batuan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran tidak luas, tetapi dijumpai di beberapa tempat, kualitas kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut bersama

selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang terbentuk seperti ini contohnya adalah lapisan batubara di delta Mahakam purba (Kalimantan Timur).

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya batubara antara lain: 1. Posisi Geoteknik 2. Topografi 3. Iklim 4. Penurunan 5. Umur Geologi 6. Tumbuhan 7. Dekomposisi 8. Metamorfosa Organik

Proses pembatubaraan terjadi karena perubahan atau transformasi jaringan tanaman atau tumbuh tumbuhan yang menjadi gambut melalui dua tahap utama, yaitu tahap biokimia atau diagenesa dan tahap geokimia atau metamorfik. 1. Tahap biokimia atau diagenesa Tumbuh tumbuhan terutama tumbuhan rawa akan terendapkan. Selama proses pengendapan akan terjadi perubahan atau alterasi biokimia yang menghasilkan partial decay (pembusukan sebagian) menjadi humus. Perubahan ini disebabkan oleh uap air (moisture). Proses oksidasi dan perubahan biologi menyebabkan terjadinya penguraian gas karbondioksida serta unsur unsur oksigen dan hidrogen. Di dalam humus yang tertumpuk selama ratusan tahun bahkan jutaan tahun, unsur unsur karbon akan terkonsentrasi, sedangkan unsur hidrogen dan oksigen akan terlepaskan. Akibat pengaruh tekanan, waktu dan suhu subtropis (agak dingin) maka akumulasi unsur unsur karbon tersebut terkompaksi dan akhirnya terbentuk gambut (peat) yang merupakan awal mula dari pembentukan batubara.

2. Tahap geokimia atau metamorfic

Akibat pengaruh tekanan, temperatur dan waktu terhadap gambut maka akan terjadi transformasi brown coal (batubara muda) menjadi batubara sub-bituminous dan terakhir menjadi antrasit. Contoh salah satu tahap geokimia yang terjadi pada proses ini adalah pembentukan dari kayu (cellulose) menjadi lignit, yaitu : (cellulose) C6H10O5 C30H34O11 (lignit atau browncoal) Kedua proses dalam pembatubaraan tersebut memakan waktu ratusan ribu atau jutaan tahun. Diperkirakan waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan bahan yang cukup dalam pembentukan deposit bituminous setebal 30 cm adalah sekitar 150 tahun dan untuk antrasit sekitar 200 tahun. Oleh karena itu banyak terjadi perubahan sifat selama proses pembatubaraan berlangsung dan juga terjadi tahapan tingkatan batubara.

III. Kualitas Batubara di Kalimantan Secara geologi, batubara di Kalimantan umumya terjadi pada masa Neogen yaitu zaman Tersier Eosen dan Miosen. Pada zatnala eosen batubara mulai terbentuk kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan kualitas batubara yang dihasilkan lebih tinggi dibanding padazaman miosen. Kalimantan merupakan daerah yang cukup banyak endapan batubara yang

terbentuk pada zamaan eosen dibanding Sumatera. Namun, tidak hilang kemungkinan ada endapan batubara eosen juga di Sumatera. Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur). Pada sumberdaya batubara Miosen biasanya tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (seperti PT. Adaro) atau lokasi geografisnya menguntungkan. Namun batubara Miosen dibeberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT. KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Selatan). (Kalimantan Timur), Cekungan Barito

TABEL I KUALITAS, SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA DI KALIMANTAN Kualitas Provinsi Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kelas Kriteria Sumberdaya Cadangan (Juta Ton) (Juta Ton) 0,00 0,00 0,00 4,05 0,00 44,54 536,33 1.287,01 44,36 0,14 0,00 941,62 1.064,82 65,24

(Kaligr, adb) 420,72 Kalori Tinggi 6100-7100 Kalori Sangat >7100 106,80 Tinggi Rendah Kalori Kalori Sedang Kalori Tinggi Kalori Tinggi Rendah Kalori Kalori Sedang Kalori Tinggi Kalori Tinggi Rendah Kalori Kalori Sedang Kalori Tinggi Kalori Tinggi <5100 5100-6100 6100-7100 483,92 354,80 449,47 324,64 971,86 7.620,95 478,95 29,62 305,52 15.682,72 4.918,92 169,82

Sangat >7100 <5100 5100-6100 6100-7100

Kalimantan Selatan

Sangat >7100 <5100 5100-6100 6100-7100

Kalimantan Timur

Sangat >7100

Seperti pada data kualitas batubara diatas menunjukkan bahwa sebagian besar batubara lebih cenderung terletak di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Sementara di Kalimantan Tengah memiliki cadangan batubara yang nilai kalorinya sangat tinggi. Berikut di bawah ini contoh kualitas batubara di kalimantan Timur (PT. KALTIM PRIMA COAL).

TABEL 2 KUALITAS BATUBARA PT. KALTIM PRIMA COAL

IV. Kualitas Batubara di Sumatera Batubara di Sumatera tidak jauh berbeda dengan batubara di Kalimantan, yaitu umumnya terjadi pada masa Neogen yaitu zaman Tersier Eosen dan Miosen. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Sumatera. Di Sumatera lebih

dominan endapan batubara Miosen yang terbentuk kira-kira 20 juta tahun yang lalu. Endapan

ini biasanya tebal, berkadar abu dan sulfi,r rendah. Batubara Miosen biasanya tergolong subbituminus atau lignit sehingga kurang ekonomis kecuali kondisi geografisnya yang

menguntungkan. Namun pada batubara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas yang tinggi seperti pada beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, lahat, Cekungan Sumatera bagian selatan. Adapun endapan Batubara Eosen di Sumatera, yaitu Ombilin (Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau). Memiliki nilai kalori lebih tinggi namun tebalnya lebih tipis akibat perbedaan lingkungan geotektonik.

TABEL 3 KUALITAS, SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA DI SUMATERA

V. Batubara di sumatera Selatan Batubara di Sumatera lebih cenderung berada di daerah Sumatera Selatan dibanding daerah lain di Sumatera. Sumber batubara di sumatera selatan cukup besar sekitar 22,24 miliar ton (48% dari total sumber daya batubara di Indonesia) tersebar di 8 kabupaten yaitu kab. Musi Banyuasin, Banyuasin, Lahat, Musi Rawas, OKU, OKU Timur, OKI, Tanjung Enim dan kota Prabumulih. Kualitas batubara Sumsel umumnya rendah, jenis lignit hingga sub bituminus (5000-6500 kkaUkg).

TABEL 4 KUALITAS BATUBARA SUMATERA SELATAN

LOKASI PARAMETER MUARA Proksimat (% adb) Moisture Ash Volatile Matter Fix Matter Caloric ENIM 12,57 - 41,04 3,88 - 8,79 33,65 - 42,48 28,24 - 41,49 Value 4140 - 7100 4,40 - 29,80 2,72 - 7,06 LAHAT MUB MURA A 25,01 17,90 5,15 5,0

35,43 - 41,09 35,93 35,40 33,60 - 51,66 33,91 35,52 4694 - 7185 4870 5090

(kal/gr) Ultimate (% adb) Total Sulfur Carbon Hydrogen Nitrogen Oxygen 0,15 - 0,57 40,36 - 68,66 3,39 - 5,70 0,50 - 1,10 8,45 - 21,79 0,18 - 9,61 0,69 0,20

49,67 - 64,11 50,69 Belum terhitung 3,92 - 8,83 0,63 - 1,10 9,84 - 19,31 6,93 1,06 Belum terhitung Belum terhitung

35,21 Belum terhitung

VI. Kesimpulan Perbedaan Batubara Kalimantan Dan Sumatera Sumberdaya Batubara Indonesia sebesar 64,40 miliar ton (Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Republik Indonesia, 2004). Berdasarkan peringkat kualitas (Gambar 1). Bila ditinjau berdasarkan lokasi. Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi yang memiliki sumberdaya yang terbesar dan disusul Sumatera Salatan. Batubara Kalimantan timur umumnya termasuk katagori peringkat sedang sampai tinggi, hanya sebagian kecil yang termasuk peringkat rendah. Sebaliknya batubara Sumatera Selatan Selatan umumnya termasuk peringkat rendah sampai sedang dan hanya sebagian kecil yang termasuk tinggi Batubara di kalimantan rata-rata berasal dari tumbuhan pada masa eosen dan miosen sehingga kualitas dari batubara di kalimantanrata-rata tinggi (4600-7000) dan umurnya lebih tua.

Kemungkinan batubara yang terbentuk oleh tumbuhan massa miosen terbentuk pada lingkungan pantai, aluvial dan deltaic. Sedangkan batubara dari tumbuhan eosen terbentuk pada daerah non-marine.

Sedangkan Batubara yang berada di sumatra rata-rata terbentuk oleh tumbuhan massa miosen dengan pengedendapan daratan-laut dangkal, kecuali batubara yang terdapat di Ombilin Sumatra barat yang terbentuk dari tumbuhan massa eosen. Sehingga batubara di sumatera selatan memiliki kalori yang lebih rendah dan umurnya lebih muda. Rata-rata kulitas kalori batubara yang berada di (4200-5500 kcal) namun adapun daerah-daerah tertentu yang memiliki kualitas batubara yang tinggi hingga mencapai 7000 kcal yaitu daerah Tanjung enim dan Lahat-Sumatra selatan. Pada Daerah lahat dan tanjung enim ditemukan adanya batubara yang mengalami upgrading karena adanya lingkungan geotektonik yang mendekati intrtusi magma sehingga dapat ditemukan lapisan penutuf berupa tufa atau mirip leleran magma pada formasi batubara tersebut.

You might also like