You are on page 1of 12

A.

Menghitung PPN yang Harus disetor dalam Suatu Masa Pajak termasuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Pasal 16C) dan PPN atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan (Pasal 16D) Serta Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terhutang Pajak

1. Menghitung PPN yang Harus disetor dalam Suatu Masa Pajak termasuk PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (Pasal 16C)

a. Pengertian PPN Atas Kegiatan Membangun Sendiri Seperti diketahui bahwa atas kegiatan membangun sendiri adalah terutang PPN. Definisi PPN membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain (NOMOR 39/PMK.03/2010) . Yang sering menjadi pertanyaan adalah batasan apa saja yang menjadi obyek PPN membangun sendiri. Sesuai dengan ketentuan tersebut adalah bangunan yang berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria: 1) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; 2) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; 3) luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (sebelum 1 April 2010 adalah 200 m2); dan 4) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.

Saat pajak terutang adalah pada saat kegiatan membangun sendiri mulai dilakukan dan tempat pajak terutang adalah di tempat bangunan didirikan. Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan oleh kontraktor bukan merupakan kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut PPN.

Bagi PKP laporan dilakukan dengan jalan mengisi kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN-1111, Nomor III dengan dilampiri SSP lembar ke-3. Sedangkan bagi Non PKP, laporan dilakukan dengan cara mengirimkan lembar ke-3 SSP kepada KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan yang sedang didirikan.

Berdasar Pasal 4 Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER27/PJ./2010, cara mengisi kolom NPWP pada SSP dilakukan sebagai berikut. a. dalam hal tempat bangunan didirikan di wilayah Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP pada SSP diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut; b. dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP pada SSP diisi dengan cara sebagai berikut. 1) angka 01 (nol satu) pada dua digit pertama, untuk badan usaha; 2) angka 04 (nol empat) pada dua digit pertama, untuk orang pribadi; 3) angka 0 (nol) pada tujuh digit berikutnya; 4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebtu didirikan pada tiga digit berikutnya; 5) angka 0 (nol) pada tiga digit berikutnya.

c. dalam hal orang pribadi atau badan usaha yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, kolom NPWP pada SSP diisi dengan cara sebagai berikut. 1) angka 01 (nol satu) pada dua digit pertama, untuk badan usaha; 2) angka 04 (nol empat) pada dua digit pertama, untuk orang pribadi; 3) angka 0 (nol) pada tujuh digit berikutnya; 4) angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebtu didirikan pada tiga digit berikutnya; 5) angka 0 (nol) pada tiga digit berikutnya.

b. Tarif PPN Kegiatan Membangun Sendiri 1) Tarifnya adalah sebesar 10 % dari DPP (dasar pengenaan pajak); 2) Besar DPP nya adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Dengan demikian tarif efektif PPN Kegiatan Membangun Sendiri adalah sebesar 10% x 40 % sama dengan 4% dari biaya pembangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

c. Saat Pembayaran PPN Kegiatan Membangun Sendiri Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud nomor 1 wajib disetor ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran kepada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

d. Contoh Kasus. Tn. Ilham membangun rumah seluas 400 m2 selesai dalam 3 bulan. Biaya pembangunan selama 3 bulan tersebut adalah, April 2010 : Rp 150.000.000,00 Mei : Rp 200.000.000,00 Juni : Rp 175.000.000,00. Maka PPN yang harus dibayar atas serangkaian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Atas biaya yang dikeluarkan adalah selama bulan April 2010

Rp 150.000.000 x 4% = Rp 6.000.000,00. Harus dibayar

paling lambat tgl 15 Mei 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir bulan Mei 2010. 2) Atas adalah biaya yang dikeluarkan selama bulan Mei 2010

Rp 200.000.000 x 4% = Rp8.000.000,00. Harus dibayar

paling lambat tgl 15 Juni 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir bulan Juni 2010. 3) Atas adalah biaya yang d ikeluarkan selama bulan Juni 2010

Rp 175.000.000 x 4% = Rp 7.000.000,00. Harus dibayar

paling lambat tgl 15 Juli 2010 dan dilaporkan paling lambat akhir bulan Juli 2010.

2. Menghitung PPN atas Penyerahan Aktiva yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan (Pasal 16D) a. Pengertian Dalam Pasal 16D UU PPN 1984 diatur sebagai berikut Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk

diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa apabila ada suatu perusahaan atau pengusaha menyerahkan aktiva perusahaan yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dapat dikenakan PPN sepanjang memenuhi tiga persyaratan (harus terpenuhi seluruhnya), yaitu: 1. Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah Pengusaha Kena Pajak; 2. Pada waktu aktiva tersebut dibeli, Pengusaha Kena Pajak membayar PPN; 3. Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut baik dapat dikreditkan maupun tidak dapat dikreditkan, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b, dan huruf c.

b. Contoh kasus : 1. PT Merbabu sebuah perusahaan teh yang sudah dikukuhkan

sebagai PKP, pada tanggal 24 Juni 2011 menjual dua unit jip yang dibeli pada tanggal 7 Mei 2004 yang digunakan memasarkan produk berupa teh. untuk

Pada waktu itu Pajak Masukan dikreditkan berdasarkan Pasal Setelah perubahan ketiga

atas pembelian jip ini tidak dapat

9 ayat (8) huruf c UU PPN 1984.

UU PPN 1984 dengan UU Nomor 42 Tahun 2009, Pasal 9 ayat (8) huruf c diubah, Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan atas perolehan kendaraan bermotor dibatasi hanya sedan dan

station wagon. Oleh karenanya apabila jip tersebut dijual oleh PT Merbabu pada tanggal 24 Juni 2011, memenuhi syarat dikenai PPN berdasarkan Pasal 16D UU PPN 1984. 2. PT Tekstilindo pada tanggal 12 Januari 2004 membeli sebuah mobil box dan telah membayar PPN kepada dealer. Ternyata PT Tekstilindo baru dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 23 Agustus 2004, sehingga berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf a, Pajak Masukan atas pembelian mobil box tidak dapat dikreditkan. Ketika pada tanggal 1 September 2010 mobil box dijual dapat dikenai PPN berdasarkan Pasal 16D karena Pajak Masukan atas pembelian mobil tidak dapat dikreditkan bukan berdasarkan Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. 3. PT Rejasa sebuah perusahaan asuransi, pada tanggal 6 Mei 2012 menyerahkan dua unit mobil minibus yang dibeli pada tanggal 22 April 2001. Kendaraan bermotor ini sebelumnya digunakan untuk antar jemput karyawan. Jasa asuransi bukan jasa kena pajak, sehingga perusahaan yang bergerak di bidang jasa asuransi bukan PKP, berarti syarat pertama bahwa yang menyerahkan harus PKP tidak dipenuhi. Syarat kedua dan ketiga tidak perlu dicek karena kegiatan mengkreditkan Pajak Masukan hanya dilakukan oleh PKP. Dengan demikian atas penjualan kendaraan bermotor sebagai barang modal ini tidak dikenai PPN.

3. Menghitung PPN Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terhutang Pajak Pada Pasal 8 PMK Nomor 78/PMK.03/2010, dinyatakan bahwa Tata cara penghitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini. Selanjutnya di dalam Lampiran PMK ini diatur bahwa, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan juga melakukan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak dapat terjadi dalam kondisi antara lain :

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak), 2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha, 3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, 4. Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana diuraikan di atas, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut : a) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya : 1. Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi minyak jagung;

2. Pajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor. b) Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya : 1. Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk perkebunan jagung, karena jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; 2. Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai; 3. Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk membangun rumah sangat sederhana, karena atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. c) Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan

pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini. Misalnya : 1. Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung; 2. Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.

b. Pedoman Penghitungan Pajak Masukan Pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang dimaksudkan dalam PMK ini diformulasikan dengan persamaan matematis sebagai berikut : P = PM X Z dengan ketentuan : P PM : : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Z : Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya

c. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Pengusaha Kena Pajak yang telah mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan seperti tersebut diatas harus menghitung kembali besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dilakukan dengan menggunakan pedoman penghitungan sebagai berikut:

a) Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun : P= PM X Z' T dimana : P' PM : : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

Masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan ketentuan; untuk Barang Kena Pajak berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun, sedang untuk Barang Kena Pajak selain tanah dan bangunan dan Jasa Kena Pajak adalah 4 (empat) tahun

Z'

Persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku

b) Untuk Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun atau kurang : P= PM x Z'

dimana : P' PM : : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Z' : Persentase yang sebanding dengan jumlah

Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.

d. Pembatasan Penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

Pedoman penghitungan

pengkreditan Pajak

Masukan berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan ini tidak berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman penghitungan

pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan sesuai Pasal 9 ayat (7) Undang-undang PPN adalah Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun buku tidak melebihi Rp.1.800.000.000. (PMK Nomor 74/PMK.03/2010).

Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan untuk menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan sesuai Pasal 9 ayat (7a) Undang-undang PPN adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu (PMK Nomor 79/PMK.03/2010). e. Ilustrasi Kasus PT. Sawit Unggul Mas (SUM) sebuah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha terpadu meliputi perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit (CPO). Pada bulan Maret 2011 perusahaan menjual 2 (dua) unit genset lama merk Henda kapasitas 1000kVA yang sudah tidak digunakan, dengan harga total Rp.1.600.000.000. Atas penjualan genset tersebut Perusahaan telah memungut PPN dan menerbitkan faktur pajak. Pada bulan yang sama, Perusahaan juga membeli 3 (tiga) unit truck baru dengan harga Rp.300.000.000 per unit dan telah menerima faktur pajak (nilai PPN sebesar Rp.160.000.000. Masa manfaat truck sebenarnya 5 (lima) tahun, tetapi untuk tujuan penghitungan sesuai PMK ini ditentukan paling lama 4 (empat) tahun. Truck tersebut akan digunakan untuk kegiatan perkebunan dan produksi CPO. Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2011 adalah Rp 140.000.000.000 yang berasal dari penjualan CPO sebesar Rp

120.000.000.000 dan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) sebesar Rp 20.000.000.000.

f. Pertanyaan : Berapakah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT. GSM pada saat penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada akhir tahun buku?

Jawaban : P = PM T = 160.000.000 4 = Penjelasan : P' : Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku = Rp.33.898.306 Z' : Persentase Penyerahan yang sebanding yang dengan jumlah Pajak 33.898.306 X 120.000.000.000 141.600.000.000 X Z'

Terutang

(Rp.80.000.000.000) terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku (Rp.120.000.000.000 + Rp.20.000.000.000 Rp.141.600.000.000) + Rp.1.600.000.000 =

You might also like