You are on page 1of 14

LAPORAN ELEKTROMAGNETIKA

iLate Antena

Oleh : 1. M. Ridwan Arif (35703) 2. Yezid Rokhmatullah (35404) 3. M. Baghir Fikri (35358) 4. Azmi Husein ( 5. Achmed Lazuardi (

Program Studi Teknik Fisika Jurusan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN
1.1 1.2 Latar Belakang Tujuan dan Manfaat

1.3

Dasar Teori

2.2.1. Gelombang Elektromagnetik 2.2.2. Propagasi Gelombang Radio 2.2.3. Antena 2.2.4. Karakteristik Antena 5/8 a. Gain b. Bandwidth

c. Impedansi

d. SWR

e. Reaktansi Properti Antena a. Groundplane b. Loading Coil c. Transmission Line

d. Panjang Antenna 1. 2. Penentuan Lamda () Penentuan Panjang Antenna

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Perancangan Omnidirectional Antena
Pada tahap perancangan ini, perlu dijabarkan satu persatu komponen penyusun antena yang akan dibuat, diantaranya yaitu:

a. Groundplane Digunakan untuk mengatasi polarisasi yang non-uniform pada antena vertikal dan mencegah agar gelombang tidak menjalar ke ground/bumi yang mengakibatkan loss akibat refleksi dari ground.

Groundplane

b. Loading Coil Terdiri atas lilitan kawat yang berfungsi untuk mengubah listrik menjadi elektromagnetik atau sebaliknya. Loading coil merupakan bagian yang penting bagi antena.

Loading coil c. Transmission Line Transmission line yang dimaksud adalah kabel sebagai transmitor pada antena. Kabel yang dipilih adalah kabel jenis coaxial, karena kabel jenis ini memiliki loss yang cukup rendah. Hal inii dikarenakan kabel ini memanfaatkan teori sangkar faraday, sehingga tidak ada kebocoran gelombang. Perhitungan karakteristik impedansi untuk coaxial line :

b Z log 138 a
Dengan : Z = Karakteristik impedansi b = Diameter dalam dari konduktor luar a= Diameter luar dari konduktor dalam

Ada beberapa parameter untuk mendapatkan kabel yang baik pada antena, diantaranya. 1. Reaktansinya mendekati nol 2. Impedansinya 50 3. Lossesnya minimal supaya radiasinya optimal 4. Terbuat dari bahan yang awet Setelah syarat di atas terpenuhi, kabel harus dimatchkan pada frekuensi yang kita inginkan.

Kabel coaxial

d. Panjang Antenna Penentuan Lamda () Lamda merupakan nilai panjang gelombang elektromagnet dari frekuensi yang diinginkan. Lamda dihitung menggunakan rumus :

3x 8 10 f
= panjang gelombang (meter) f = frekuensi (hertz)

Penentuan Panjang Antenna Panjang antenna dipengaruhi oleh : Frekuensi kerja Jenis antenna (Misalkan 5/8 , atau ) Velocity factor (Vf) dari bahan logam yang digunakan untuk membuat antenna. Velocity factor adalah koefisien yang menggambarkan kecepatan suatu bahan logam dalam merambatkan gelombang elektromagnet. Panjang antenna untuk antenna 5/8 adalah = 5/8 x x Vf

2.2 Pelaksanaan 2.2.1.Tuning kabel antenna a. Alat dan bahan 1. 2. 3. 4. kabel koaksial konektor 2 buah untuk kabel MFJ Tang

b. Langkah-langkah 1. kabel dipotong sepanjang 9 meter karena syarat dalam perlombaan yaitu panjang kabel minimal 7 meter 2. Connector dipasangkan pada salah satu ujung kabel koaksial, dan ujung yang lain dibiarkan terbuka. 3. 4. Ujung kabel berkonektor, ditancapkan ke MFJ, dan dilihat nilai Xs. Set MFJ pada Xs=0, sehingga di dapat nilai frekuensi yang match.

5.

Jika frekuensi yang didapat tidak sesuai (bukan144,28 MHz), maka dilakukan dippiing atau pemotongan kabel sedikit demi sedikit hingga frekuensinya mencapai 144,28.

6.

Setelah match, ujung yang terbuka dipasang konektor.

2.1.1 Membuat antenna a. Alat dan bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Chasing loading coil kawat tembaga batang alumunium untuk badan antena pengait alumunium (klem) batang alumunium sebanyak 8 buah untuk ground plane tripod / penyangga antenna kabel koaksial yang telah di tunning. MFJ Anritsu

10. solder 11. timah secukupnya 12. obeng 13. tang potong

b. Tuning antenna 1. 2. 3. 4. Merangkai bagian-bagian pada antena dengan benar Kabel coaxial dipasang dari loading menjuntai ke bawah. Ujung kabel coaxial dihubungkan dengan Anritsu Apabila nilai karakteristiknya belum dipenuhi kita atur dengan memvariasikan panjang antenna
5. 6. Cari SWR terendah pada pengukura tersebut. Apabila belum menemukan SWR terendah (1.0) dapat dilakukan pemanjangan atau pemendekkan antena dengan menyesuaikan ground planenya, penyilangan letak ground plane yang juga mempengaruhi SWR dari Antenna. 7. Setelah menemuka SWR 1.0 barulah kita sesuaikan frekuensinya dengan memanjang atau memendekkan badan antenna. 8. Memanjangkan apabiila frekuensi yang terukur lebih tinggi daripada frekuensi yang diinginkan dan sebaliknya.

9.

Perhatikn juga ground plane, dalam ground plane pemendekkan grounplane atas ka meneyebabkan frekuensi kerja naik.

10. Agar mendapat nilai karakteristik yang lebih maksimal, letak ground plane divariasikan seperti mengatur panjang groundplane, jarak antar groundplane antara yang atas dengan yang bawah
11. Dapat kita ketahui besar Gain terukur (dalam dBi), faktor rho, efisiensi antenna, dan properties-properties yang lain. 12. Setelah terjadi Impedaansi mendekati 50 , Reaktansi sekecil mungkin, SWR 1.0, frekuensi kerja bagus, power kuat, beri tanda dengan menggunakan boardmaker pada badan antenna, hal ini bertujuan apabila antenna dibongkar kita dapat lagi menyusunnya dengan properties seperti sedia kala dengan memasang kembali antenna pada ukuran-ukuran yang ditunjukkan pada boardmaker.

2.2. Perhitungan dan Analisa 2.2.1. Perhitungan Dalam menentukan panjang antenna yang akan kami buat, kami melakukan perhitungan berikut : f = 144,28 MHz = 144,28 x 106 Hz

c 3.108 m / s 300 m 2,079m 6 f 144,28.10 Hz 144,3 5 5 (2,079m) 1,2995m 8 8

2.2.2. Analisa Dengan menggunakan MFJ dan Anritsu, kami mencoba mengatur atau mengetune antenna untuk mendapatkan hasil yang optimal. Hasil akhir yang kami peroleh ialah sebagai berikut : 1. Frekuensi kerja 2. SWR 3. Gain / Return loss 4. Reaktansi (Xs) 5. Impedansi (Rs) 6. Efisiensi 7. Faktor : 144,28 Mhz :1,0 : dB : ohm : ohm :% :

2.3 Pembahasan Antena???? Fsm??? Membuat Antena???

Antenna omni directional adalah jenis antenna yang mudah dibuat dengan material penghantar elektrik, kawat atau sejenisnya dengan ukuran 1/8, 1/4, 5/8, 7/8 lamda dari panjang gelombang. . Antenna ini merupakan salah satu jenis antenna vertical yang biasanya diletakkan pada kendaraan-kendaraan sebagai salah satu alat untuk komunikasi jarak jauh. Ada beberapa karakter penting antena yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis antena untuk suatu aplikasi (termasuk untuk digunakan pada sebuah teleskop radio), yaitu pola radiasi, directivity, gain, dan polarisasi. Karakter-karakter ini umumnya sama pada sebuah antena, baik ketika antena tersebut menjadi peradiasi atau menjadi penerima, untuk suatu frekuensi, polarisasi, dan bidang irisan tertentu. Karakteristik antena ini dapat di ukur melakukan beberapa alat ukur, seperti misalnya yang kami gunakan adalah Anritsu dan MFJ. Anritsu merupakan alat untuk mengukur karakteristik-karakteristik pada antena yang tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar.?????

Gambar anritsu

Berbeda dengan anritsu, nilai hasil pengukuran pada MFJ sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar. MFJ lebih cocok digunakan untuk melakukan tunning cable.

APA???????/

Pada proses pembuatan antena, sesuai dengan langkah kerja, hal yang pertama kami lakukan adalah mentuning kabel. Kabel ini mempunyai impedansi spesifik, yang biasa digunakan untuk radio yaitu memiliki impedansi 50 ohm. Dengan menggunakan MFJ, dapat dilihat kabel itu bekerja pada frekuensi berapa. Jika frekuensi yang terukur tidak sesuai dengan keinginan, 144,28 MHz, dapat dilakukan dipping. Proses dipping atau memotong-motong kabel ini terus dilakukan hingga pada MFJ terbaca frekuensinya aalah 144,28. Pemotongan kabel dilakukan secara perlahan dan sedikit demi sedikit. Selain untuk mendapatkan frekuensi kerja yang pas, proses dipping juga bertujuan mencapai Reaktansi (Xs) 0 dan Impedansi (Rs) <10. Hasil akhir dari pemoongan kabel, kami mendapatkan nilai Xs = 0 dan Rs = ???? dengan panjang kabel ????? meter.

Gambar kabel Untuk loading coil, kami tidak perlu membuatnya dari awal, tapi menggunakan loading yang sudah dipersiapkan.

Gambar loading

Jika ditinjau dari fungsi dasarnya, antena merupakan suatu perangkat elektronik yang dapat merubah aliran elektron menjadi pancaran foton, atau sebaliknya. Perbandingan jumlah foton yang dipancarkan dan elektron yang dipantulkan (tidak berubah menjadi pancaran foton) disebut Standing Wave Ratio (SWR). Standing Wave Ratio ini besarnya tergantung dari besarnya arus balik, makin besar arus balik maka SWR menjadi makin besar pula. Adanya standing wave pada feeder line ini tidak dikehendaki karena hal ini memberikan indikasi adanya mismatch. Arus balik ini akan masuk ke final dan ditransformasikan menjadi panas, dimana panas ini bila cukup tinggi akan dapat merusak final amplifer pemancar. Untuk mengukur besarnya SWR suatu transmission line yang menghubungkan transceiver dan antena digunakan SWR METER atau ANTENNA ANALYZER. Pada pengukuran SWR kami

menggunakan Anritsu karena tidak membutuhkan pemancar tambahan, pembacaan data yang lebih mudah, lebih praktis dan juga dapat digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang lain seperti impedansi, reaktansi, return loss dan faktor. Antenna kami memiliki SWR 1,0. Jadi, perbandingan antara gelombang yang dipancarkan antenna kami dan yang dipantulkan adalah 1:1,0. Hal ini menunjukkan bahwa arus balik yang dibawa lebih besar dari yang dipancarkan. Namun, untuk sebuah antenna, memiliki SWR 1,0 sudah bisa dikatakan bagus untuk antenna mobile. Berdasarkan sifat antena yang frekuensi kerjanya berbanding terbalik engan panjang antena, maka perlu analisis untuk mendapatkan panjang efektif antena.. Panjang antena yang kita butuhkan yaitu 5/8 atau 1,29 m, dengan nilai sebesar 2,079 meter yang diperoleh dari perhitungan
c dengan c = 3x108 m/s pada f

frekuensi 144,28 MHz. Dari hasil perhitungan ini, kami men-set batang alumunium sepanjang 1,29 meter sebagai antenna. Antena 5/8 artinya = 1/2 +1/8 ), yang di kalangan homebrewers memang menduduki ranking ke dua sesudah antena 1/4 dalam popularitasnya, baik sebagai antena di base, mobile atau untuk dibawa working portable. Kelebihan antena 5/8 adalah memiliki sudut pancar (radiation angle) yang lebih rendah, dengan gain sekitar 3 dB (= penguatan 2x) ketimbang antena 1/4 . Ini berarti untuk komunikasi jarak dekat (misalnya dari base station ke repeater lokal di atas gedung tinggi atau bukit

terdekat) mungkin antena1/4 dengan sudut pancar yang lebih tinggi (higher radiaton angle) akan menunjukkan kinerja yang lebih baik dari segi reliability dalam menjamin komunikasi selama 24 jam, tapi untuk jarak sedang dan jauh tentunya antena 5/8 akan lebih baik. Setelah semua bagian disusun menjadi sebuah antena, dilakukanlah tunning menggunaka anritsu. Pada saat tunning antena, ternyata antena masih belum memiliki nilai SWR yang bagus pada frekuensi yang diinginkan yaitu 144,28 MHz. Untuk itu perl dilakukan sedikit rekayasa secara fisik antena denga merubah panjang antena yang sebelumnya telah di-set sesuai perhitungan, yaitu 1,29 m. Perbedaan hasil pengukuran menggunakan anritsu dan hasil perhitungan disebabbkan adanya variabel lain yang sebelumnya tidak diperhitungkan, yaitu velocity factor yang dimiliki oleh bahan pembuatan antena. Sehingga panjang antena divariasikan dengan cara mnemambah tinggi atau memendekkan antena ehingga antena bekerja pada rekuensi yang diinginkan dan pada SWR yang seminimal mungkin. Bukan berarti angka yang didapat pada hasil perhitungan tidak berguna, melainkan angka tersebut digunakan sebagai titik referensi panjang antena. Jadi tinggi antena hasil proses tunning antena denga cara memvariasikan tinggi antena tidak terlalu jauh dari tinggi antena hasil perhitungan. Untuk memaksimalkan hasil tunning antena, perlu juga dilakukan modifikasi tehadap letak groundplane dan jarak antar groundplane. Stelah diukur, letak groundplane sangat berpengaruh pada besar gain antena serta frekuensi kerja. Dari hasil perhitungan dan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa untuk menaikkah frekuensi kerja, maka yang dilakukan adalah memendekkan antena. Senbaliknya untuk menurunkan frekuensi kerja, maka antena perlu diperpanjang. Setelah mentunning, maka didapat dimensi pada antena yang kami buat.: Tinggi batang alumunium (di atas loading) = ?????? Jarak dari loading ke groundplane pertama = 23,5 cm Jarak groundplane pertama dan kedua = 29,5 cm Jarak groundplane kedua dengan tanah = 102,5 Dengan dimensi antena seperti tertera di atas didapat hasil pengukuran dengan menggunakan anritsu, antena tersebut bekerja pada frekuensi 144,28 MHz dan memiliki SWR 1. Ketika diuji menggunakan APA (ANTENNA PATTERN ANALYZER), score iLate antena adalah 717. Tetapi setelah pasisi dan arah ketiak pada groundplane atena

dirubah, maka score yang di didapat pun berubah, yaitu 721. Dengan catatan pengukuran ini dilakukan di selasar belakang JTF. Hal ini membuktikan letak da arah sangat mempengaruhi besar score. Untuk memaksimalkan score, arah hadap ketiak groundplane antena harus searah dengan posisi sensor pada APA Senada dengan pengukuran menggunakan FSM, pancaran foton yang terbesar itu terletak pada arah ketiak groundplane. Sedangkan area di bawahgroundplane, foton yang dipancarkan sangat kecil. Terlihat dari besar tegangan yang terukur pada FSM. Pada percobaan yang dilakukan dengan menembakkan sinyal ke antenna kami, kami pernah mendapat nilai terbaik diantara teman-teman yang lain dengan nilai SWR = 1.0; factor rho = 0,03; gain = 31 dB. Nilai ini kami dapat setelah dituning dengan MFJ. Antenna kami memiliki nilai efisiensi 99%. Berarti, antenna kami merubah 99% gelombang listrik menjadi gelombang elektromagnetik. Pada umumnya, antenna tidak bisa 100% merubah gelombang listrik menjadi gelombang elektromagnetik. Jadi, efisiensi 99% sudah dapat dikategorikan ke dalam antenna yang baik dan memiliki performa yang bagus. Selain menggunakan MFJ, kami juga mencoba mencari nilai SWR terkecil dan gain terbesar dengan menggunakan anritsu. Dengan berpedoman pada Anritsu kami memvariasikan antenna berulang kali sehingga mendapatkan hasil akhir yaitu Gain : 27dB dan SWR : 1.09 pada frekuensi 144,30 MHz. Berdasarkan variabel-variabel di atas dapat dilihat bahwa antenna kami memiliki daya hantar gelombang elektromagnetika yang baik ditunjukkan dengan nilai reaktansi yang kecil dan nilai impedansi yang mendekati 50 OHM.

Pada saat perlombaan, antenna di check kelayakan keikut sertaan lomba antena, yang mewajibkan antena kontestan memiliki SWR dibawah 1,6. Ternyata setelah di check menggunakan MFJ, antnea kami, iLate, ketika diuji dengan Antenna Pattern Analyzer nilai yang kami peroleh sangat mencengangkan, yaitu 178. Nilai ini merupakan jumlah gain yang ada di antenna kami. Dalam APA ada beberapa sensor yang digunakan untuk menerima sinyal dan sinyal yang diterima sensor di APA dari antenna kami adalah sebesar 178. Nilai ini bertahan hingga akhir perlombaan dan menjadikan kami lolos pada tahap berikutnya dengan mengikuti Doubling Contest. Nilai 178ini juga merupakan nilai terbaik dari lebih kurang 40 peserta perlombaan dari berbagai penjuru daerah.

Setelah lolos ke 16 besar, tantangan barunya adalah mengikuti doubling contest. Disini kami harus berusaha lebih keras untuk mengepaskan letak antenna kami agar tidak dijadikan reflector oleh lawan. Dan selanjutnya kami lolos lagi menuju 8 besar. Sayangnya, langkah kami terhenti di 8 besar. Menuju ke babak semifinal, kami gagal. Setelah sempat seri 3-3 dengan lawan, perlombaan terakhir kami kalah 2-1 dengan antenna lawan. Tapi prestasi ini sudah cukup membanggakan dan membahagiakan untuk kami sebagai pemula. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pembuatan antenna antara lain : 1. Penyesuaian jadwal denga asisten yang sering tidak match, sehingga bisa dikatakan tunning antena tidak terlalu sering dilakukan. 2. Penentual jadwal wajib tunning dan pemberian materi anritsu dan MFJ di KPFT terkesan terkesan kacau karena informasi didapat dari mulut ke mulut dan terkesan mendadak, H-1 tunning bersama. 3. Kesulitan saat melakukan tuning antenna, karena jarak antenna antar kelompok terlalu berdekatan, sehingga sangat sulit dalam tunning gain, empedansi, reaktansi dan SWR. 4. Kurang pengalaman saat tunning kabel, melilit loading coil dan hal-hal yang berkaitan dengan pertukangan. 5. Kesulitan dalam meningkatkan impedansi dan gain meskipun kombinasi ground plane sudah diubah-ubah. 6. Perlengkapan dan bahan seperti kabel yang sudah resonans, sering tertukar dengan kelompok lain sehingga cukup menyulitkan dan menghambat pengerjaan antenna kami. 7. Kesempatan bekerja hanya pada malam hari, sehingga waktunya lebih sempit dan kondisi sudah mengantuk.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 1. Antenna omni directional yang kami buat merupakan antenna mobile yang bekerja pada rentang frekuensi 144,28 Mhz. 2. Antenna ini sudah memenuhi kriteria antenna yang baik dengan spesifikasi sebagai berikut : 3. SWR Gain / Return loss Reaktansi (Xs) Impedansi (Rs) Efisiensi Faktor :1,0 : dB : ohm : ohm :% :

Antenna kami mengikuti perlombaan Doubling Contest dengan dan dapat masuk kategori

3.2 Saran 1. Saat melakukan tunning sebaiknya antar kelompok yang mengerjakan saling bergantian, sehingga tidak saling menghambat pekerjaan. 2. Sebaiknya pekerjaan dilakukan pada pagi atau malam hari, sehingga waktunya lebih banyak dan dapat lebih maksimal. 3. Diharapkan secepatnya Jurusan Teknik Fisika dapat memfasilitasi tempat dan alat untuk membuat antenna di Jurusan. Sehingga saat pengerjaan antenna dapat dilakukan di Jurusan. 4. Kerjasama antar anggota kelompok harus ditingkatkan, karena sebenarnya manfaatnya akan kembali ke diri sendiri.

You might also like