You are on page 1of 10

PT. HM SAMPOERNA Tbk.

A. Sekilas tentang PT. Sampoerna Sejarah dan keberhasilan PT HM Sampoerna Tbk. ("Sampoerna") tidak terpisahkan dari sejarah keluarga Sampoerna sebagai pendirinya. Pada tahun 1913, Liem Seeng Tee, seorang imigran asal Cina, mulai membuat dan menjual rokok kretek linting tangan di rumahnya di Surabaya, Indonesia. Perusahaan kecilnya tersebut merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkan rokok kretek maupun rokok putih. Popularitas rokok kretek tumbuh dengan pesat. Pada awal 1930-an, Liem Seeng Tee mengganti nama keluarga sekaligus nama perusahaannya menjadi Sampoerna, yang berarti kesempurnaan. Setelah usahanya berkembang cukup mapan, Liem Seeng Tee memindahkan tempat tinggal keluarga dan pabriknya ke sebuah kompleks bangunan yang terbengkalai di Surabaya yang kemudian direnovasi olehnya. Keberhasilan Sampoerna menarik perhatian Philip Morris International Inc. (PMI), salah satu perusahaan rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada bulan Mei 2005, PT Philip Morris Indonesia, afiliasi dari PMI, mengakuisisi kepemilikan mayoritas atas Sampoerna. Jajaran Direksi dan manajemen baru yang terdiri dari gabungan profesional Sampoerna dan PMI meneruskan kepemimpinan Perseroan dengan menciptakan sinergi operasional dengan PMI, sekaligus tetap menjaga tradisi dan warisan budaya Indonesia yang telah dimilikinya sejak hampir seabad lalu. PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (Sampoerna) merupakan salah satu produsen rokok terkemuka di Indonesia. Kami memproduksi sejumlah merek rokok kretek yang dikenal luas, seperti Sampoerna Kretek, A Mild, serta Raja Kretek yang legendaris Dji Sam Soe. Kami adalah afiliasi dari PT Philip Morris Indonesia dan bagian dari Philip Morris International, produsen rokok terkemuka di dunia. Misinya adalah menawarkan pengalaman merokok terbaik kepada perokok dewasa di Indonesia. Hal ini kami lakukan dengan senantiasa mencari tahu keinginan konsumen, dan
Sistem Pengendalian Manajemen 1

memberikan produk yang dapat memenuhi harapan mereka. Kami bangga atas reputasi yang kami raih dalam hal kualitas, inovasi dan keunggulan. B. Kebijakan Putera Sampoerna Menjual saham HMS 18 Maret 2005 Putera Sampoerna menjual 98% atau mayoritas saham HMS senilai Rp 48 Triliun ke PMI. Jumlah saham perusahaan yang dilego sebanyak 1.753.200.000 lembar. Tindakan melepas seluruh saham itu tentu sangat mengejutan. Sebab, saat itu HMS sedang berkembang dan pemiliknya tidak dalam kesulitan keuangan. Bahkan kinerja HMS (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp 15 triliun dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Analisis SWOT Analisis Kekuatan (Strenght) Keteragan Kelemahan (Weakness) Posisi merek yang mantap Tim manajemen yang kuat Penentuan harga yg efektif Dukungan pemasaran yang terarah (iklan) Program distribusi wilayah yang terfokus Pemahaman Sampoerna yang mendalam tentang bisnis rokok kretek di Indonesia Mempunyai Corporate Social Responsibility (CSR) yang tinggi Memiliki Culture yang baik Biaya operasional naik yaitu minyak tanah sebagai bahan bakar untuk alat pengering naik Peluang (Opportunities) Ekonomi Indonesia sedang tumbuh Lapangan kerja baru telah banyak tercipta bisa menaikkan daya beli konsumen Indonesia Negara konsumsi rokok terbesar ke-5 di dunia Ancaman (Threats) makin ketat seperti UU melarang iklan rokok dan
Sistem Pengendalian Manajemen 2

merokok di tempat umum Adanya tariff tambahan Kota-kota besar menuju bebas rokok (Sydney, Uni Eropa, Amerika, Jakarta, Hongkong) Tidak bisa mengharapkan pasar ekspor karena adanya kebijakan pemerintah di luar negeri untuk membatasi pasar rokok Semakin banyaknya edukasi tentang bahaya merokok "kanker" Melemahnya daya beli masyarakat akibat naiknya harga BBM

Putera menjual HMS karena industri rokok diprediksi mulai terbenam. Menurut catatan Adrian Rusmana, kepala peneliti BNI Securities, dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan pendapatan perusahaan rokok di Bursa Efek Jakarta (BEJ) berada di bawah level 10%. Akan tetapi, untunglah, saham perusahaan rokok masih diminati investor asing. Hal itu karena likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar. "Kalau kapitalisasi pasar dan likuiditasnya berkurang, saya kira saham perusahaan rokok tidak akan populer lagi," kata Adrian. Namun, semua kondisi tadi membuat bisnis rokok sejatinya sudah tak bisa lari ke mana-mana lagi, alias sudah mentok. "Ini industri yang mulai terbenam. Maka, tak mengherankan jika sejumlah pemilik perusahaan rokok memilih mengembangkan usahanya di luar bisnis rokok." Mengapa Putera rela menjual HMS? Hal yang paling kasat mata karena tawaran cash-nya cukup menggiurkan alias harga premium. Bila dilihat dari mitos angka 9 yang sangat dipercaya oleh keluarga Sampoerna, bisa jadi keluarga Sampoerna juga percaya pada mitos "kekayaan tidak akan bertahan hingga tiga turunan". Karena saat HMS dijual, HMS sedang di bawah kepemimpinan Michael Sampoerna (generasi ke-4, cicit Liem Seeng Tee). Bila dipikir secara logis, pada generasi ke dua, harta masih dibagi hanya untuk "beberapa" anak dan keluarganya, turun ke generasi ke tiga, harta dibagi ke "berbagai" anak, keluarga dan turunannya. Turun ke generasi ke empat, harta mulai dibagi ke berbagai anak, turunan, dan turunannya. Semakin banyak anggota

Sistem Pengendalian Manajemen

keluarga dan keturunan, semakin besar potensi terjadi pertikaian dan perebutan harta keluarga yang terjadi. C. Tujuan Philip Morris Indonesia (PMI) PMI memperluas bisnisnya pada rokok kretek. Strategi ini sebagai upaya memperkuat pangsa pasar di Indonesia yang 92 persen adalah konsumen rokok kretek. Dengan akuisisi, PMI dan HMS akan menguasai paling sedikit 25 pangsa pasar rokok di Indonesia. Secara volume dan pangsa pasar kedua perusahaan ini menjadi terbesar kedua di Indonesia. Sementara khusus untuk rokok putih PMI sudah menguasai 50 persen pangsa pasar yang ada. Fokus yang akan dilakukan PMI yaitu menggarap pasar Indonesia. Namun tidak tertutup kemungkinan mengembangkan produk-produk yang ada untuk menembus pasar luar negeri seperti Cina, Vietnam dan Malaysia, karena ketiga negara tersebut hampir mempunyai kesamaan pangsa pasar sehingga nantinya Indonesia menjadi basis rokok kretek. Akuisisi Akuisisi adalah alat bagi perusahaan untuk meningkatkan jangkauan global dan daya saingnya. Melalui akuisisi, PMI dapat memiliki competitive advantage melalui: Meningkatkan kekuatan pasar. Di mana dengan mengakuisisi HMS yang merupakan pemain besar di Indonesia yang sehat dan tangguh maka akan memberikan nilai dan membuat PMI dapat semakin menguasai pasar rokok global. Menghindari biaya dari pengembangan produk baru. Dengan akuisisi, PMI langsung memiliki manajemen, pabrik, jalur distribusi, pemasok dan sumber daya manusia yang memiliki kompeten. Meningkatkan kecepatan memasuki pasar dan melewati entry barriers. Karena sudah memiliki akses menuju pasar, segala perijinan dan regulasi, serta brand equity. Tinggal meneruskan yang sudah ada. Ada dua fase pada akuisisi yaitu pra akuisisi dan post akuisisi. Pra akuisisi berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yaitu bagaimana perusahaan menentukan pilihan, menilai dan bernegosiasi dalam membuat perjanjian-perjanjian dengan mitra usahanya. Pada taraf ini, menyusun strategi dan penilaian menyeluruh terhadap calon mitra usaha amat penting (finansial, kultural, fiskal, sekuriti, politik, ekonomi, tingkat pendidikan dasar dan lain-lain).

Sistem Pengendalian Manajemen

Post akuisisi terdiri dari dua tahap yang berurutan yaitu transition management dan strategic consolidation dalam rangka mengintegrasikan dua perusahaan yang melakukan akuisisi. Tahap transisi merupakan hal yang kritikal karena berkaitan dengan konteks organisasional dan emosional. Sedangkan tahap konsolidasi berkaitan dengan penciptaan trust pada kedua pihak supaya integrasi dapat berjalan dengan baik. Perlu dicermati bahwa akuisisi hanya dapat dibenarkan apabila nilai dari dua perusahaan yang bergabung atau pengakuisisian itu dinilai dapat menimbulkan sinergi (1 + 1 > 2). Sinergi antara PMI dan HMS menjadikan konsolidasi industri rokok dan menjadikan perusahaan rokok tersebut sebagai kekuatan yang diperhitungkan. Meskipun terjadi pengalihan kepemilikan dari investor domestik pada investor asing namun karena perusahaan rokok tersebut telah dikelola dengan baik maka proses peralihan tidak menimbulkan gejolak. Baik investor domestik maupun investor asing memiliki visi dan misi yang sama untuk tetap menjadikan Sampoerna sebagai pemimpin pasar khususnya jenis rokok putih. D. Alasan PMI Mengakuisisi HMS PR Manager HMS Yudi Richard Hakim, mengatakan, PMI membeli saham HMS dengan tujuan untuk menduniakan rokok kretek, karenanya tidak akan menghentikan produksi rokok kretek, bahkan akan memperbesar produksi rokok kretek. PMI juga tidak akan memindahkan pabriknya ke luar negeri, juga kantor pusatnya tetap di Indonesia. Tidak akan dialihkan ke luar negeri. Sebagai pemegang saham baru, PMI tertarik membeli saham HMS karena mengetahui manajemen HMS sangat solid. Manajemen akan dipertahankan, selain itu, PMI berani membeli dengan harga mahal, karena memiliki tenaga kerja yang besar. Alasan lainnya, karena HMS telah memiliki brand equity, finansial sehat dalam arti tidak sedang terlilit hutang, memiliki budaya perusahaan yang baik, karyawannya kompeten, sistem informasinya terintegrasi dengan baik, dan lain sebagainya. Menurut Darmadi, sulitnya mengorbitkan merek baru karena karakter pasar di Indonesia semakin tersegmentasi. Oleh karena itu para pemasar makin sulit karena promosi tak seefektif dulu lagi. Ujung-ujungnya, mengorbitkan produk baru jadi lebih sulit dibanding dulu. Hal serupa dikemukakan konsultan dan praktisi pemasaran Jahja B. Sunaryo dari Direxion Consulting, yang melihat perusahaan global memilih akuisisi merek lokal yang

Sistem Pengendalian Manajemen

bagus demi memperpendek time to market. Dengan demikian, waktu yang dihabiskan untuk brand building lebih pendek sehingga lebih efisien. Dari sisi keuangan pun strategi akuisisi layak dipilih. Di awal kelihatannya lebih mahal, tapi secara keseluruhan lebih murah dan efektif. PMI bisa beli satu merek bagus, dan uang sisanya lebih baik untuk menggenjot promosi agar kinerja mereknya lebih bagus lagi. Selain itu, membeli merek yang sudah jadi juga dinilai sebagai langkah tepat untuk mempertahankan profitabilitas. Ini sangat penting bagi perusahaan publik, sebab mereka dituntut terus mempertahankan tingkat profitabilitas di mata para pemegang saham. E. Perubahan Sampoerna setelah di akuisisi PMI Transformasi Nilai Organisasi Jika suatu organisasi bisnis berniat kuat melakukan perubahan menuju efisiensi dan efektifitas serta membangun kemampuan fleksibilitas yang tinggi, maka organisasi tersebut secara mendasar perlu menyesuaikan nilai-nilai organisasi yang lama dengan nilai-nilai organisasi yang baru yang cocok dengan kebutuhannya untuk berubah menjadi fleksibel, inovatif dan efisien. Organisasi seperti HMS merupakan contoh sebuah perusahaan lokal yang membangun organisasinya menjadi setara dengan kelas global. Perjalanan panjang transformasi kultur dan penanaman nilai-nilai baru organisasi mereka telah mulai diletakkan landasannya pada tahun 1994 dan kini kita semua bisa menyaksikan betapa solid dan kuatnya pertumbuhan bisnis maupun praktek organisasinya. Terutama pasca akuisisi HMS oleh perusahaan multinasional PMI, di mana HMS kemudian meraih omzet sebesar Rp 29,55 triliun, laba bersih Rp 3,53 triliun pada tahun 2006 dan mulai menggeser dominasi Gudang Garam dalam merebut pangsa pasar industri rokok domestik.

Takut Pada Perubahan Dalam konteks perusahaan publik, perpindahan kepemilikan saham bukan hal baru bagi HMS. Pergantian kepemilikan itu sebenarnya terjadi setiap saat. Pasar saham itu berjalan dari menit ke menit, pemegang sahamnya juga berganti setiap saat. Jadi, tidak ada yang istimewa
Sistem Pengendalian Manajemen 6

dari transaksi penjualan saham keluarga Sampoerna ke pihak PMI. Tapi kali ini yang dijual adalah saham pendiri, sehingga hal ini menjadi sedemikian spesial dan signifikan. Bagi sebagian besar karyawan HMS, sosok Putera Sampoerna tidak hanya sebatas pemimpin perusahaan, tapi juga sebagai orang tua yang layak dijadikan panutan. Transaksi penjualan seluruh saham keluarga Sampoerna yakni sebesar 98% kepada PMI dikhawatirkan akan merusak suasana harmonis yang selama ini telah tercipta. Hal yang dikhawatirkan manajemen HMS adalah menurunnya motivasi karyawan. Pasalnya, salah satu hal yang akan terbesit di benak orang ketika perusahaan multinasional mengakuisisi perusahaan lokal adalah efisiensi. Mereka khawatir akan ada pengurangan karyawan. (Ginting, Yos Adiguna, 2007). Dengan menggunakan tangan dihasilkan 350 batang rokok/jam, sementara mesin mampu menghasilkan 8.000 batang/menit. Jadi, satu mesin kira-kira sama dengan 1.500 orang. Hal inilah yang cukup menakutkan karyawan HMS ketika pertama kali akuisisi. Mereka takut sekian puluh ribu orang diganti dengan 5-6 mesin. Namun ketakutan karyawan ini dianulir oleh manajemen HMS. Manajemen HMS menekankan bahwa perusahaan akan selalu memberikan win-win solution. Hal ini dijelaskan oleh Putera Sampoerna kepada para petinggi HMS. Petinggi HMS langsung mengumpulkan jajarannya untuk menyampaikan informasi tersebut, kemudian bergulir ke bawah. Di sini dipakai model change agent, menyampaikan informasi mulai dari satu kelompok kecil, kemudian membesar dan terus membesar. Khusus kepada tukang linting, salah satu petinggi HMS langsung ke Surabaya menyampaikannya ke supervisor-supervisor. Mempertahankan Yang Sudah Baik Mempertahankan yang sudah baik merupakan cara tepat PMI dalam berinvestasi di Indonesia. Yakni tetap menjaga perasaan dan kebanggaan lokal, melibatkan masyarakat sekitar dalam pengembangan industrinya, dan padat karya.

Citra dan Nama Besar Sampoerna. Jika perusahaan multinasional praktis meleburkan nama atau mencantumkan nama besar mereka pada logo atau produk perusahaan yang diakuisisinya, PMI malah sebaliknya. Martin King, presiden direktur HMS menegaskan bahwa logo Sampoerna tetap dipertahankan, karena citra dan nama
Sistem Pengendalian Manajemen 7

Sampoerna sudah besar. Hal ini tidaklah mengherankan. Karena saat PMI mengakuisisi 98% saham HMS, PMI membayar Rp 48T, padahal aset HMS hanya Rp 12T. Hal ini menunjukkan bahwa PMI sebenarnya membeli Brand Equity Sampoerna yang Well Known Brand. Selain itu, nama besar Sampoerna tetap dipertahankan, karena citra rokok kretek adalah milik Sampoerna, bukan milik PMI.

Padat Karya. Citra rokok kretek identik dengan padat karya. Lazimnya, bagi perusahaan multinasional, mesin merupakan pilihan cepat, efektif dan efisien ketimbang sebuah industri padat karya. Tapi PMI tidak berpikir untuk menggantikan tangan pelinting kretek dengan mesin. Apalagi diakui PMI bahwa sistem padat karya dan pola kemitraan memberikan banyak benefit, bahkan HMS pasca-akuisisi sudah menikmati pertumbuhan penjualan hingga 44 persen pada tahun 2005. Selain itu, Martin King juga tetap mempertahankan manajemen yang sudah ada di HMS. Martin King hanya membawa 14 anggota staf, termasuk dirinya. Semua anggota staf PMI melebur, larut ke dalam pola kerja dan sistem yang sudah tercipta di Sampoerna.

Yang terpenting bagi PMI, adalah mengintegrasikan kelebihan sehingga mampu menghasilkan sinergi yang meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Citra dan kebanggaan akan merek dari satu cita rasa lokal tidak perlu diganggu, karena justru itulah yang kami dibeli. Kami datang untuk membeli harta karun ini. Jadi, jangan sampai kami merusaknya. Sebisa mungkin kami justru meningkatkan nilainya. Semakin meningkatkan apa yang sudah baik ini (King, 2005).

Dampak Perubahan Melepas Alfamart. Selain mengandalkan jaringan distribusi Panamas, HMS juga mengandalkan jaringan Alfamart. Dengan ribuan gerainya, HMS bisa menggunakan minimarket ini sebagai jalur distribusi dan alat promosi yang andal. Namun HMS sudah mengumumkan ke BEJ untuk melepas Alfamart. Padahal PT Sumber Alfaria Trijaya (SAT) yang mengelola jaringan minimarket Alfamart mampu memberikan kontribusi yang cukup lumayan untuk HMS. Jaringan minimarket ini membukukan pendapatan yang lumayan besar setiap tahunnya dan kontribusinya menduduki peringkat ketiga setelah pabrik rokok dan distribusi.

Sistem Pengendalian Manajemen

Dijelaskan oleh piha alfamart, bahwa alfamart tak bisa lagi mempertahankan hubungannya dengan HMS, karena setelah diakuisisi oleh PMI, banyak kebijakan terhadap Alfamart yang diubah. Contohnya, jaringan minimarket Alfamart kini tak lagi mendapat hak eksklusif dalam menerima pasokan produk-produk HMS dan kuota yang diterimanya juga menyusut. Alfamart hanya menerima pasokan produk sepersepuluh dari pasokan biasanya. Alfamart merasa dirugikan karena jumlah produk yang dikirim tak dapat memenuhi kebutuhan. Padahal selama ini pihak Alfamart sangat lunak terhadap HMS, karena ada kedekatan emosional. Sayangnya kini kondisi itu sulit diperbaiki. Putusnya hubungan Alfamart-HMS menginformasikan bahwa HMS sekarang memang benarbenar dikelola oleh tim manajemen baru. F. Laporan Keuangan sebelum dan setelah akuisisi Berikut ini adalah laba bersih dari PT. HM Sampoerna yang keduanya bersumber dari Laporan Keuangan Perusahaan yang diolah kembali: Laba bersih sebelum di akuisisi Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Laba bersih (Rp) (121.676.000.000) 1.412.659.000.000 1.013.897.000.000 955.413.000.000 1.617.084.000.000 1.406.844.000.000 1.991.852.000.000

Laba bersih setelah diakuisisi Tahun 2005 2006 2007 2008 Laba bersih (Rp) 2.383.066.000.000 3.530.490.000.000 3.624.018.000.000 3.895.280.000.000
Sistem Pengendalian Manajemen 9

2009 2010 2011

5.087.339.000.000 6.421.429.000.000 8.064.426.000.000

Setelah melakukan analisa laporan keuangan dapat diambil kesimpulan bahwa sebelum dilakukan akuisisi kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan sehat dan tidak memiliki masalah. Dan setelah dilakukan akuisisi beberapa kinerja keuangan mengalami kenaikan, dan sebagian tetap sama. Tetapi secara prosentase keseluruhan kondisi keuangan mengalami peningkatan. Secara keseluruhan Kinerja keuangan PT. HMS sebelum dilakukan akuisisi menjadi lebih baik karena adanya akuisisi oleh PMI, dapat dilihat dari tahun yang dibandingkan yaitu tahun 2008 dan 2009 perusahaan tersebut mengalami laba yang kenaikannya cukup besar. Penjualan perusahaan tersebut juga meningkat cukup baik.

Namun jika dibandingkan dengan perusahaan yang bergerak pada bidang yang sama, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. masih kalah dalam penggunaan aktivanya. PT Hanjaya Mandala Sampoerna juga kurang dalam pengoptimalan perputaran persediaannya. Kelebihan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. dari pada perusahaan lain yang sejenis yakni PT Hanjaya Mandala Sampoerna mampu lebih baik dalam hal pendanaan perusahaan bila dibandingkan dengan perusahaan lain yang bergerak di bidang yang sama.

Sumber: www.google.com www.sampoerna.com www.repositury.upi

Sistem Pengendalian Manajemen

10

You might also like