You are on page 1of 21

MAKALAH FARMASI SOSIAL

DIARE

Penyusun Resti Mahlifati A. Pramita Purbandari Yohan Budhi A. Tatang Akmaludin Ayu Mayangsari Andardian W. G1F009012 G1F009014 G1F009018 G1F009020 G1F009023 G1F009024

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2012

DIARE

A. Definisi Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinis dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis (Wong, 2009). Faktor yang dapat menyebabkan diare seperti faktor lingkungan, faktor perilaku masyarakat, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang diare serta malnutrisi. Contoh dari faktor lingkungan berupa sanitasi yang buruk serta sarana air bersih yang kurang. Faktor perilaku masyarakat seperti tidak mencuci tangan sesudah buang air besar serta tidak membuang tinja dengan benar. Tidak memberi ASI pada bayi secara penuh pada 4-6 bulan pertama kehidupan meningkatkan resiko terkena diare, hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang diare (Adisasmito, 2007).

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntahmuntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu dapat pula mengalami sakit dan kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu, nyeri otot atau kejang dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi (Amiruddin, 2007). Ditinjau dari berbagai sudut, diare dikelompokkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan lamanya diare Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronis, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari disertai kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare (Suraatmaja, 2007).
2. Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi dibawah ini

a. Diare sekretorik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus dan menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006). b. Diare osmotik Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik antara lain MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disakaridase dan malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).

c. Diare karena malabsorpsi asam empedu dan lemak

Diare tipe ini terjadi karena gangguan pembentukan misel empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).
d. Diare karena defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di

enterosit Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATPase di enterosit dan absorpsi Na+dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).
e. Diare karena abnormalitas motilitas dan waktu transit usus

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain diabetes melitus, paska vagotomi dan hipertiroid (Simadibrata, 2006).
f. Diare karena gangguan permeabilitas usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disertai adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006). g. Diare inflamasi Proses inflamasi di usus halus dan kolon dapat menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010). h. Diare infeksi

Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006). B. Epidemiologi Epidemiologi diare diartikan sebagai suatu studi mengenai kejadian diare, penyebarannya dan faktor-faktor yang menentukan terjadinya diare pada kelompok penduduk. Penyebaran Diare Menurut Orang Diare lebih banyak menyerang golongan anak balita pada daerah endemis, sedangkan pada waktu terjadinya kejadian luar biasa (KLB) dapat menyerang semua golongan dan umur. Kejadian diare di Indonesia diperkirakan 40-50 per 100 penduduk per tahun, dimana 70%-80% dari padanya terjadi pada golongan umur balita. Insiden tertinggi terdapat pada usia dibawah 2 tahun (Suharyono, 2003).

Penyebaran Diare Menurut Ternpat Penyebaran diare di suatu ternpat dengan tempat lainnya berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian diare itu diataranya keadaan geografis, kebiasaan penduduk, kepadatan penduduk dan pelayanan kesehatan. (Depkes RI, 1990). Secara teoritis diketahui bahwa penularan diare dipengaruhi oleh sanitasi dan higienitas perorangan, namun adanya perbedaan insiden di suatu tempat juga dipengaruhi oleh spesifikasi tempat tersebut. Misalnya tempat pemukiman kumuh dengan jumlah penduduk yang padat akan lebih mudah terjadi penularan secara cepat bila dibandingkan dengan pemukiman lain yang tidak padat (Suharyono, 2003).

Penyebaran Diare Menurut Waktu Penyebaran diare dapat berada dalam frekwensi dan waktu tertentu. Variasi kajadian diare menurut waktu berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya. WHO pemah mengadakan penelitian dimana diketahui bahwa insiden diare dipengaruhi oleh iklim (WHO, 1999). Sedangkan menurut Winardi Bambang (1982) diperkirakan sekitar 10 % dari kunjungan ke Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Puskesmas, berdasarkan laporan dari seluruh Indonesia adalah penderita diare serta terlihat pula adanya variasi musim hujan (September Januari). Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan

1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003). C. Etiologi Diare dapat disebabkan karena adanya peradangan pada usus. Peradangan usus sendiri dapat disebabkan oleh empat faktor, yaitu faktor infeksi, malabsorpsi, makanan dan psikologis. 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi : 1). Infeksi bakteri, contoh bakteri Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Champylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya 2). Infeksi virus, contoh Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan sebagainya 3). Infeksi parasit, contoh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

Strongyloides, protozoa seperti E.histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, dan jamur C.albicans
b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan

seperti

OMA,

tonsilofaringitis,

bronkopneumonia,

ensefalitis

dan

sebagainya, terutama terdapat pada bayi dan anak di bawah umur 2 tahun 2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi KH : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa)

b. Malabsorbsi lemak c. Malabsorbsi protein 3. Faktor makanan, contoh makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis, contoh rasa takut dan cemas (Christopher dkk, 2009).

Selain adanya peradangan usus, penggunaan beberapa obat juga dapat menyebabkan terjadinya diare. Riwayat penggunaan obat sangat penting dalam mengidentifikasi obat-obat yang menimbulkan diare. Beberapa obat termasuk antibiotik, dapat menyebabkan diare atau juga dapat menyebabkan pseudomembranous colitis, namun untuk kasus ini jarang terjadi. Obat-obat pencahar yang disalahgunakan untuk menurunkan berat badan, juga dapat menimbulkan diare. Berikut ini tabel yang menunjukkan obat-obat yang biasa menginduksi terjadinya diare.

(Spruill dan Wade, 2005) Diare dapat ditularkan melalui tinja maupun muntah yang mengandung kuman penyebab diare yang kemudian mencemari lingkungan misalnya tanah, sungai, air sumur. Orang sehat yang menggunakan air sumur atau air sungai yang sudah tercemar tersebut, kemungkinan besar akan menderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan (Christopher dkk, 2009). D. Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah akibat adanya gangguan osmotik, sekresi dan motilitas usus. Gangguan osmotik Gangguan osmotik yaitu terdapat makanan dan zat yang tidak dapat diserap sehingga meningkatkan tekanan osmotik di dalam rongga usus. Kemudian air dan elektrolit masuk ke dalam rongga usus dan merangsang usus untuk mengeluarkannya. Gangguan sekresi Gangguan sekresi yaitu akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Gangguan motilitas usus Gangguan motilitas usus yaitu pada keadaan peristaltik usus menurun mengakibatkan bakteri timbul berlebihan di dalam rongga usus (Christopher dkk, 2009).

E. Langkah Diagnostik 1. Anamnesis Langkah anamnesis yaitu dengan menanyakan kepada pasien mengenai diare yang dideritanya, seperti berapa lama diare berlangsung, berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja, ada tidaknya lender dan darah dalam tinja, adanya muntah, lemah, tingkat kesadaran, rasa haus, suhu badan, dan jumlah cairan yang masuk selama diare. Apabila penderita adalah anak-anak, perlu ditanyakan apakah anak minum ASI atau susu formula dan apakah anak makan makanan yang tidak biasa. Perlu juga ditanyakan apakah ada yang menderita diare di sekitarnya dan dari mana sumber air minum (Christopher dkk, 2009). 2. Pemeriksaan Fisis Pada pemeriksaaan fisis harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen. Tanda tambahan seperti ubun-ubun besar dan mata cekung atau tidak, ada air mata atau tidak, mukosa bibir, mulut dan lidah kering atau tidak. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria sebagai berikut : a. Tanpa dehidrasi (Kehilangan cairan <5% berat badan) Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan; Keadaan umum baik dan sadar; Tanda vital dalam batas normal; Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir basah; Turgor abdomen baik, bising usus normal; Akral hangat dan Pasien dapat dirawat di rumah kecuali bila terdapat komplikasi seperti tidak mau minum, muntah terus-menerus, diare frekuen.

b. Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5 10% berat badan) Apabila ditemukan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan; Keadaan umum gelisah atau cengeng; Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering; Turgor kurang; Akral hangat; dan Pasien harus rawat inap. c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan >10% berat badan) Apabila ditemukan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan; Keadaan umum lemah, letargi atau koma; Ubun-ubun besar sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering; Turgor buruk; Akral dingin; dan Pasien harus rawat inap (Christopher dkk, 2009). 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tinja antara lain a. Makroskopis : bau, warna, lender, darah dan konsistensi b. Mikroskopis :eritrosit, leukosit, parasit. c. Kimia : pH dan elektrolit (Na,K, HCO3).

d. Bila perlu dilakukan biakan dan uji resistensi (Christopher dkk, 2009). F. Evaluasi Hasil Terapi 1. Terapi Umum Hasil terapi utamanya diarahkan pada gejala dan tanda-tanda yang muncul serta hasil pemeriksaan laboratorium. Gejala-gejala tersebut biasanya dapat membaik dalam jangka waktu 24 sampai 72 jam. Memantau perubahan frekuensi buang air besar, tanda-tanda vital serta peningkatan nafsu makan setiap harinya sangat penting. Selain itu juga, para klinisi perlu untuk memantau berat badan, osmolalitas serum, elektrolit, total sel darah dan kultur bakteri bila perlu (Spruill dan Wade, 2005). 2. Terapi Diare Akut Kebanyakan pasien yang mengalami diare akut juga mengalami stress ringan sampai sedang. Apabila tidak disertai dengan dehidrasi sedang sampai berat, demam tinggi, dan adanya darah atau lender dalam tinja, diare akut ini biasanya sembuh dengan sendirinya dalam 3 sampai 7 hari. Biasanya pasien yang menderita diare akut ringan sampai berat hanya diterapi rawat jalan dengan pemberian obat-obatan rehidrasi oral, obat-obat yang mengobati gejala serta diet. Namun, pasien geriatrik dengan penyakit kronis dan bayi perlu dirawat inap untuk terapi rehidrasi secara parenteral, dengan demikian dapat memudahkan pemantauan perkembangan terapi (Spruill dan Wade, 2005). 3. Terapi Diare Berat Dalam kondisi darurat, pemulihan status cairan tubuh pasien merupakan hal yang paling penting. Pasien yang mengalami dehidrasi, demam, hematochezia atau hipotensi perlu rawat inap dan diberikan cairan dan elektrolit secara intravena. Pemberian antiobiotik empiris juga perlu diberikan sementara menunggu hasil kultur bakteri. Dengan manajemen terapi yang tepat, biasanya pasien akan sembuh dalam beberapa hari (Spruill and Wade, 2005).

G. Pencegahan Diare Tujuan pencegahan diare adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah - Memberikan ASI - Memperbaiki makanan pendamping ASI - Menggunakan air bersih yang cukup - Mencuci Tangan - Menggunakan Jamban - Membuang tinja bayi yang benar - Memberikan imunisasi campak a) Pemberian ASI Asi adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. Asi saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini (Anonim, 2012). Asi steril berbeda dengan sumber susu lain : susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian Asi saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh (Anonim, 2012). Bayi bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian Asi harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). Asi mempunyai khasiat

preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Asi turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir pemberian Asi secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian Asi yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyabab diare. Pada bayi yang tidak diberi Asi secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30x lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Anonim, 2012). b) Makanan Pendamping Asi Pemberian makanan pendamping Asi adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping Asi dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping Asi yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping Asi diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping Asi yang lebih baik yaitu - Perkenalkan makanan lunak ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian Asi. Tambahkan berbagai macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari) setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik dan teruskan pemberian Asi bila mungkin. - Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buahbuahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanan. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih.

- Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak (Anonim, 2012) c) Menggunakan air bersih yang cukup Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal-oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan oleh keluarga - Ambil air dari sumber air yang bersih
-

Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta

gunakan gayung khusus untuk mengambil air


-

Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-

anak - Gunakan air yang direbus


-

Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup

(Anonim, 2012) d) Mencuci tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Anonim, 2012).

e) Menggunakan Jamban Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat, dan keluarga harus buang air besar di jamban. Yang harus diperhatikan oleh keluarga - Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga. - Bersihkan jamban secara teratur
-

Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air

besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki (Anonim, 2012) f) Membuang tinja bayi yang benar Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya, hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar. Yang harus diperhatikan oleh keluarga - Kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang ke jamban - Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya
-

Bila tidak ada jamban pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di

dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun


-

Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan

sabun (Anonim, 2012)

g) Pemberian Imunisasi Campak Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare, oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Anonim, 2012). H. Pengobatan 1. Terapi Non Farmakologi Terapi rehidrasi, pemeliharaan air dan kadar elektrolit ialah terapi yang utama dari awal hingga akhir pengobatan diare. Pemeliharaan air dan eletrolit ditujukan untuk memelihara volume cairan dan jumlah ion tubuh sehingga tetap dalam kondisi normal. Pemberian terapi rehidrasi dapat melalui rute enteral dan parenteral. Rute enteral dipilih bila pasien tak mengalami mual, muntah dan dehidrasi parah (Dipiro dkk, 2008). Diare yang tak diatasi dapat mengakibatkan mortalitas. Pada diare terjadi kehilangan cairan dalam jumlah besar sehingga perlu diberikan ORS (oral rehydration solutions). Pada anak dan infan yang kehilangan cairan 5-7% dari berat total tubuh dapat diberikan ORS 40-50 ml/kgBB diberikan pada 4-6 jam pertama. ORS sesuai standar WHO berisi 20 gr/l glukosa, 90mEq/l Na, 20 mEq/l K, 80 mEq/l Cl dan 10 mEq/l sitrat. ORS diberikan dengan mencampur 1 sachet dengan 1 liter air matang (Dipiro dkk, 2008). 2. Terapi Farmakologi - Opioid dan Turunannya Berkhasiat untuk menunda transit di intraluminal, meningkatkan kapasitas usus dan memperlama absorpsi. Enkephalins bekerja dengan menstimulasi proses absorpsi sehingga mempengaruhi pergerakan cairan melalui mukosa. Efek samping yang mungkin timbul ialah addiksi jika digunakan dalam jangka waktu lama. Loperamide bekerja secara perifer dengan menghambat kalmodulin dan

mengontrol sekresi Cl. Loperamid digunakan pada diare akut maupun kronis (Dipiro dkk, 2008). - Adsorbent Digunakan baik untuk diare maupun konstipasi. Merupakan agen penyerap yang bersifat non selektif dan dapat mengadsorpsi baik senyawa toksik, air maupun nutrisi di saluran cerna (Dipiro dkk, 2008). - Antisecretory Agents Termasuk golongan ini contohnya bismuth subsalisilat. Obat ini memiliki efek anti inflamasi, anti sekretori dan anti bakteri. Indikasinya untuk mengatasi gangguan pencernaan, mengurangi kram perut dan mengontrol diare (Dipiro dkk, 2008). - Agen Lain Sediaan Lactobacillus (Lactinex) berisi bakteri asam laktat sebagai sumber flora normal usus. Pemberian flora normal usus diharapkan dapat meningkatkan kinerja usus dan menekan pertumbuhan bakteri patogen yang menyebabkan diare. Sediaan ini harus dikonsumsi bersama makanan, jus atau air (Dipiro dkk, 2008). Sediaan yang mengandung laktase berguna untuk pasien yang mengalami diare karena intoleransi laktosa. Pada pasien yang mengalami defisiensi enzim jenis ini, laktase yang dikonsumsi dapat menyebabkan diare osmotik (Dipiro dkk, 2008).

DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Amiruddin, R dkk. 2007.Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare (Skripsi). Universitas Hasanudin Makasar. http:/ ridwanamiruddin. wordpress.com / 2007/10/17/current-issue-kematian-anak-karenapenyakit- diare/. diakses 3 Oktober 2012. Anonim. 2012. Tatalaksana Penderita Diare. http://dinkes-sulsel.go.id/ new/ images/ pdf/pedoman/pedoman%20tatalaksana%20diare.pdf. Diakses tanggal 30 September 2012. Christopher dan Israr, Yayan Akhyar (ed). 2009. Diare Akut. Faculty of Medicine University of Riau, Pekanbaru. http: //yayanakhyar. files.wordpress. com/2009/08/ diare-akut_files_of_ drsmed.pdf 2012 Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2005. Pedoman Pemberantasan diakses 1 Oktober

Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen Ppm Dan Pl. Dipiro, J.T., Talbert, R.L. dkk. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York. Juffrie, M., Zubir Dan Wibowo, T. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Anak 0-35 Bulan (Batita) Di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. Issn 1411-6197 : 319-332; 2006. Simadibrata M, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Spruil, William J. and Wade, William E. 2005. Diarrhea, Constipation, and Irritable Bowel Syndrome in: Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Seventh Edition. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Suharyono. 2003. Diare Akut : Klinik dan Laboratorium. Renika Cipta. Jakarta. Suraatmaja S., 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. CV. Sagung Seto pp. Jakarta. WHO. 1999.Fifty Years World Health Organization, In South East

Asia Highlight. New Delhi : SEARO. Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

You might also like