You are on page 1of 13

XX Male Syndrome

R.Hakbar Rafsanjani
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

PENDAHULUAN Sindrom pria XX adalah varian umum dari sindrom Klinefelter, laki-laki xx dicirikan oleh kombinasi genitalia eksterna laki-laki, diferensiasi testis dari gonad, dan 46 kariotipe XX. sekitar 75% dari pasien memiliki materi kromosom Y translokasi ke ujung kromosom x Sindrom XX male terjadi ketika individu yang terkena dampak lahir sebagai laki-laki normal, namun mempunyai kromosom perempuan. Dua jenis sindrom XX male dapat terjadi: mereka yang terdeteksi gen SRY dan mereka yang tidak terdeteksi SRY (sex determining region Y). SRY adalah faktor genetik utama untuk menentukan bahwa embrio yang berkembang akan menjadi laki-laki. Pada sindrom XX male, penderita mempunyai kromosom wanita tetapi ciri-ciri fisik laki-laki. Sebagian besar penderita dengan sindrom XX male memiliki gen SRY ( yang secara normal melekat di kromosom Y ) yang melekat pada salah satu kromosom X mereka. Sisanya dari individu-individu dengan sindrom XX male tidak memiliki SRY. Oleh karena itu, gen lain pada kromosom lain yang berperan dalam menentukan fitur fisik mereka.1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Telepon : 08569943774, Email : the.rafsanjany@yahoo.com NIM : 10.2009.116, Kelompok : A3

ANAMNESIS Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis pada pasien dewasa jika keadaanmemungkinkan. Sekiranya keadaan tidak memungkinkan, anamnesis dilakukan secaraallo anamnesis.

Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi:

Identitas Pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkahwinan, status pendidikan, alamat,pekerjaan, agama, suku bangsa.

Keluhan utama Seorang laki-laki 17 tahun yang menampakkan perilaku genit, layaknya seorang gadis. Riwayat penyakit sekarang Sudah pernah memeriksa ke dokter lain sebelumnya Sudah pernah mendapat terapi atau pengobatan lain sebelumnya

Riwayat penyakit dahulu Pernah tidak mengalami penyakit lain sebelum ini atau pernah mengalami trauma (pada testis), kalau pernah dirawat dimana, apakah ada komplikasi yang timbul sesudahnya.

Riwayat perkawinan Sudah menikah ? Jika sudah, apakah sebelumnya pernah melakukan pemeriksaan Adakah masalah dalam hubungan suami istri

Riwayat keluarga dan riwayat kehamlian ibu Ada tidak keluarga yang menderita keluhan yang sama ataupun penyakit genetik lain. Riwayat kehamilan ibu: umur berapa saat di kandungkan, ada tidak obat-obatan atau hormon dari luar yang dikonsumsi ibunya.
2

PEMERIKSAAN FISIK Pengukuran Tinggi Badan Adalah penting untuk melakukan pengukuran tinggi badan pada pasien XX Male yang umumnya mempunyai ketinggian yang lebih pendek dari pada laki-laki normal. Namun faktor genetik yaitu ketinggian dari ibu dan ayah juga harus dipertimbangkan. Pengukuran tinggi badan dewasa dan anak yang sudah bisa berdiri dilakukan dengan menggunakan microtoise pada posisi tubuh yang benar. Setelah bacaan diambil dan dicatat, tinggi badan relative dengan ketinggian ayah dan ibu dihitung untuk kemudian dilakukan perbandingan dengan bacaan yang di dapatkan. Target height / mid parental height : Laki laki ={TB ayah + (TB Ibu + 13 )} x Perempuan ={TB Ibu + (TB ayah 13 )} x

Prakiraan tinggi dewasa (potensi tinggi genetik : Rentang nilai tinggi badan akhir seseorang dampak dari kedua orang tua biologis) dapat dihitung dari midparental height dengan rumus : Potensi tinggi genetik = mid parental height 8,5 cm

Pemeriksaan Genitalia Eksterna Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/uretra antara lain : mikropenis, hipospodia, kordae, stenosis pada meatus uretra eksternus, fimosis, fistel uretro-kutan, dan ulkus tumor penis. Perhatikan pertumbuhan rambut genital disekitarnya. Pada pasien sindroma XX Male, yang sering ditemukan adalah mikro testis.

Pemeriksaan skrotum dan isinya Periksa skrotum dan isinya (testis). Perhatikan apakah ada kelainan pada ukuran misalnya testis yang kecil ataupun pembesaran pada skrotum atau perasaan nyeri pada saat diraba. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pemeriksaan transiluminasi (penerawangan) pada isi skrotum.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Analisis Sitogenetika dan Fluoresence In Situ Hybridization (FISH) Berdasarkan penelitian-penelitian biologi molekuler yang berkembang pesat di negara-negara maju telah ditunjukkan bahwa hampir semua patofisiologi penyakit berbasis pada perubahan struktur asam nukleat (DNA) yang diwariskan maupun akibat tekanan lingkunganseperti infeksi virus. Bila perubahan terjadi pada bagian yang cukup luas dari gen-gen (>4Mb)maka ini dapat teridentifikasi pada tingkat kromosomal dengan menggunakan mikroskop cahaya.Bila perubahan itu sangat kecil bahkan hanya 1 bp (base pair) maka hanya dapat diidentifikasisecara molekuler. Sitogenetika adalah pemeriksaan bahan genetik pada tingkat sel (kromosom),yang dapat diperiksa dengan mikroskop cahaya. Pemeriksaan sitogenetika berperan untuk mendeteksi adanya kelainan bahan genetik yang diturunkan (herediter) maupun yang terjadisecara spontan (de novo) dan kelainan kromosom yang didapat (acquired) akibat adanya prosesdi dalam tubuh, seperti pada keganasan.

Sitogenetika molekuler atau yang biasa disebut dengan Fluoresence In Situ Hybridization (FISH) adalah suatu visualisasi dari lokus atau gen atau sekuens DNA pada kromosom tertentu dengan menggunakan teknik biokimia yang dinamis dari hibridisasi in situ. Sebetulnya tehnik ini sudah dimulai sejak tahun 1960-an dengan hibridisasi DNA probe bermuatan radioaktif. Kemudian berkembang menjadi hibridisasi in situ non isotop yang lebih murah dan aman. FISH adalah suatu bentuk hibridisasi insitu pada kromosom, dimana probe asam nukleat dilabel dengan inkorporasi bahan fluorophore yaitu grup bahan kimia yang berpendar ketika dipapar dengan iradiasi ultraviolet. Hibridisasi dengan probe warna pada DNA ini dapat dilakukan secara simultan untuk beberapa macam probe (lokus). Deteksi warna dilakukan dengan mikroskop fluoresen yang menggunakan filter khusus dan ditayangkan serta direkam pada perangkat lunak komputer.2

DIAGNOSIS KERJA : XX Male Syndrome Sindrom XX male terjadi ketika individu yang terkena dampak lahir sebagai laki-laki normal, namun mempunyai kromosom perempuan. Dua jenis sindrom XX male dapat terjadi: mereka yang terdeteksi gen SRY dan mereka yang tidak terdeteksi SRY (sex determining region Y). SRY adalah faktor genetik utama untuk menentukan bahwa embrio yang berkembang akan menjadi laki-laki. Pada sindrom XX male, penderita mempunyai kromosom wanita tetapi ciri-ciri fisik laki-laki. Sebagian besar penderita dengan sindrom XX male memiliki gen SRY (yang secara normal melekat dikromosom Y) yang melekat pada salah satu kromosom X mereka. Sisanya dari individu-individu dengan sindrom XX male tidak memiliki SRY . Oleh karena itu gen lain pada kromosom lain yang berperan dalam menentukan fitur fisik mereka.

Pria dengan sindrom XX male dan SRY positif terlihat seperti laki-laki. Mereka memiliki fitur fisik laki-laki termasuk tubuh, alat kelamin, dan testis. Semua laki-laki sindrom XX male adalah infertile (tidak dapat memiliki anak kandung) karena mereka tidak memiliki gen lain pada kromosom Y yang terlibat produksi sperma. Pria dengan sindrom XX male biasanya lebih pendek daripada rata-rata laki-laki, karena mereka tidak memiliki gen tertentu pada kromosom Y yang terlibat dalam ketinggian. Individu-individu dengan 46XX hadir dengan kondisi yang mirip dengan Klinefelter, seperti testis kecil dan panjang kaki yang abnormal.3
5

Pada pasien XX male yang SRY negatif, kebanyakannya menderita hipospadia dan kriptokismus (undescenden testis). Kadang-kadang memiliki beberapa organ wanita seperti rahim dan saluran tuba. Mereka juga dapat menderita ginekomastia, atau perkembangan payudara selama pubertas dan pubertas juga bisa tertunda. Mereka tidak subur dan lebih pendek dari rata-rata. Sebagian kecil penderita sindrom XX male dengan SRY negatif merupakan hermafrodit sejati (true hermaphrodite) . Ini berarti mereka mempunyai jaringan testis dan ovarium pada gonad mereka. Mereka biasanya dilahirkan dengan alat kelamin ambigus, dimana alat kelamin bayi memiliki kedua karakteristik laki-laki dan perempuan. Sindrom XX laki-laki dan hermafrodit sejati dapat terjadi dalam keluarga yang sama, menunjukkan adanya kelainan genetik yang terjadi pada kedua-duanya.

DIAGNOSIS BANDING Klinefelter Syndrome Sindroma Klinefelter, juga dikenal sebagai kondisi XXY, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan laki-laki yang memiliki kromosom X tambahan di sebagian besar sel mereka. Sindroma Klinefelter dikenal setelah Dr Henry Klinefelter pertama kali menggambarkan sekelompok gejala yang ditemukan pada beberapa pria dengan kromosom X tambahan. Meskipun semua laki-laki dengan sindrom Klinefelter memiliki kromosom X tambahan, tidak setiap laki-laki XXY memiliki semua gejala-gejala.

Bayi laku-laki XXY kebanyakannya memiliki otot yang lemah dan kekuatan otot yang berkurang. Mereka mungkin mulai duduk, merangkak, dan berjalan agak terlambat dari bayi laki-laki normal. Setelah mencapai usia sekitar 4 tahun, laki-laki XXY cenderung menjadi lebih tinggi dan memiliki kontrol dan koordinasi otot yang kurang dibandingkan anak lain seusia mereka.

Setelah laki-laki XXY memasuki pubertas, mereka sering tidak memproduksi testosteron sebanyak anak-anak lain. Hal ini dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih tinggi dengan sedikit massa otot, rambut wajah dan tubuh yang kurang, dan pinggul yang lebih luas. Sebagai remaja, laki-laki XXY mungkin memiliki payudara yang lebih besar, tulang lemah, dan tingkat energi yang lebih rendah dari pada laki-laki normal lainnya. Laki-laki XXY juga cenderung memiliki testis yang lebih kecil. Laki-laki XXY dapat memiliki kehidupan seksual yang normal, tetapi mereka biasanya memproduksi sperma yang sedikit bahkan tidak ada. Sekitar 95-99 persen laki-laki XXY tidak subur (infertile) karena tubuh mereka tidak memperoduksi jumlah sperma yang cukup.4

Homoseksual Kepribadian gay yang dimiliki sebagian laki-laki mungkin dipicu susunan gen tertentu pada ibunya.Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Human Genetics edisi Februari tersebut membangkitkan kembali pendapat yang masih diperdebatkan sejak lama mengenai ada atau tidaknya gen pengatur sifat gay.Para peneliti menduga adanya pengaruh gen sebagai pemicu sifat gay setelah mempelajari fenomena yang disebut penonaktifan kromosom X. Aktifitas tersebut dipelajari pada 97 orang wanita yang memiliki anak gay dan 103 wanita yang tidak memiliki anak gay. Kromosom adalah molekul yang mengandung instruksi genetik organisme. Manusia diketahui memiliki 23 kromosom. Kromosom X dan Y adalah kromosom seks manusia. Seorang wanita memiliki sepasang kromosom X, sedangkan pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Meskipun wanita memiliki dua kromosom X, hanya satu yang aktif berfungsi. Kromosom satunya lagi tidak aktif karena mengalami proses metilasi. "Kromosom tersebut dibungkus dalam sejenis bola dan tidak digunakan kecuali pada beberapa gen," kata pimpinan penelitian Sven Bocklandt dari UniversitasCalifornia, Los Angeles. Jika salah satu kromosom X tersebut tidak di nonaktifkan, jumlah material genetik menjadi berlebihan. Hal tersebut tidak baik karena dapat menyebabkan melimpahnya protein yang berbahaya bagi tubuh. Sindrom down adalah salah satu kelainan serupa yang disebabkan kelebihan penggandaan kromosom 21. Meskipun demikian, ketika para peneliti mempelajari sel-sel dari 42 orang wanita yang memiliki dua orang atau lebih anak gay, mereka menemukan ada seperempat wanita dalam kelompok ini yang memperlihatkan sifat berbeda. Bocklandt yakin hal tersebut menunjukkan bahwa kromosom X pada wanita ikut mempengaruhi sifat gay pada anaknya. "Saya kira terdapat satu atau lebih gen di kromosom X wanitawanita ini yang berpengaruh pada orientasi seksual anak-anaknya, dilihat dari pengaruhnya pada sel yang kami amati, "kata Bocklandt.

ETIOLOGI Pada XX Male Syndrome, 80% penyebabnya disebabkan oleh translokasi dari fragmen kromosom Y yang mengandung SRY di translokasi ke kromosom X. Gen SRY teridentifikasi sebagai sebuah gen yang diperlukan untuk perkembangan testis. EPIDEMIOLOGI Sindrom XX male terjadi pada sekitar 1 : 20.000 hingga 1 : 25.000 individu. Sebagian besar, sekitar 90%, mempunyai SRY terdeteksi dalam sel mereka. 10% sisanya adalah SRY negative. Sindrom XX male dapat terjadi dalam berbagai latar belakang etnis dan biasanya terjadi sebagai peristiwa sporadis, tidak diwarisi dari ibu dan ayah. PATOFISIOLOGI Selama dua dekade, telah dibuat teori bahwa gen penentu laki-laki telah di translokasikan dari kromosom Y ke kromosom X. Sekarang dibuktikan bahwa pada 80% laki-laki XX dengan genitalia eksterna laki-laki normal, salah satu dari kromosom X nya membawa faktor penentu testes ( Testis Determining Factor ) TDF. Gen ini telah diberi nama SRY (Sex Determining Region of The Y). Perubahan dari kromosom Y ke X terjadi saat meiosis ayah, ketika lengan pendek kromosom Y dan X berpasangan. Laki-laki XX mewarisi satu kromosom X ibu dan satu kromosom X ayah yang mengandung gen penentu laki-laki yang tertranslokasi.1

Pertukaran demikian terjadi karena kedekatan TDF pada daerah pseudoautosom dimana rekombinasi antara kromosom X dan Y secara normal terjadi pada meiosis. Kebanyakan lakilaki XX yang dikenali sebelum pubertas menderita hipospadia atau mikropenis; kelompok penderita ini biasanya kekurangan rangkaian spesifik-Y. GEJALA KLINIS XX Male syndrome mempunyai fenotip laki-laki. Mereka memiliki fisik normal dan genitalia eksterna normal. Testis kecil, gejala hipogonadisme, ginekomastia atau hipospadia (10%) dan infertilitas. TERAPI Testosteron Replacement Therapy Laki-laki dengan sindroma klinefelter dan XX Male tidak menghasilkan hormon testosteron yang cukup dan efeknya dapat berkepanjangan seumur hidup. Mulai saat onset pubertas yang biasa, penggantian testosteron dapat membantu mengobati dan mencegah sejumlah masalah. Testosteron dapat diberikan sebagai suntikan, dengan gel, atau patch pada kulit.

Terapi penggantian testosteron memungkinkan seseorang anak untuk mengalami perubahan tubuh yang biasanya terjadi pada pubertas misalnya perkembangan suara lebih dalam, tumbuh rambut pada wajah dan tubuh, meningkatnya massa otot dan juga ukuran penis. Terapi testosteron juga dapat membantu mengurangi pertumbuhan jaringan payudara, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengurangi resiko patah tulang. Namun ini tidak akan menghasilkan perubahan pembesaran testis atau meningkatkan infertilitas.5

Infertility Treatment Kebanyakan laki-laki XX tidak bisa mempunyai anak karena tidak ada sperma yang diproduksi dalam testis. Beberapa dari mereka mungkin memiliki produksi sperma namun sangat minimal. Salah satu pilihan yang bisa bermanfaat untuk laki-laki seperti ini adalah injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI). Dalam prosedur ini, sperma dalam testis diambil dengan menggunakan jarum biopsi dan disuntikkan langsung ke dalam sel telur. Waktu yang optimal untuk biopsi testis adalah ketika spermatogenesis sedang berlangsung menuju tahap penyelesaian dan sperma yang bergerak dapat diambil. Biasanya dilakukan pada laki-laki yang tidak bisa
10

ejakulasi atau tidak ada sperma dalam ejakulatnya. Saat ini ada yang menggunakan USG skrotum dan spektroskopi MRI untuk pasien dewasa untuk menentukan waktu yang optimal untuk biopsi testis. Alternatif lain untuk memiliki anak termasuklah adopsi dan inseminasi buatan dengan sperma donor. PENCEGAHAN Di Indonesia, salah satu cara yang terbaik adalah melakukan upaya pencegahan dengan konseling genetik. Berdasarkan informasi tentang penyakit yang diderita atau keterangan lainnya, konselor akan memberikan informasi tentang penyakit genetik tersebut beserta segala kemungkinannya sehingga diharapkan penderita mengetahui berbagai konsekuensi penyakit yang ada pada dirinya dan keluarganya. Kapan konseling genetik perlu dilakukan? Pertama, bila ada riwayat mempunyai anak cacat lahir yang disebabkan oleh kelainan genetik. Kedua, bila terjadi keguguran berulang. Ketiga, bila wanita hamil pada usia lebih dari 35 tahun. Keempat, bila ada masalah kesehatan pada anak yang diduga karena kelainan genetik. Kelima, pemeriksaan kehamilan bila salah satu atau kedua belah pihak mempunyai masalah genetik, atau mempunyai riwayat keluarga dengan kelainan genetik Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian atau risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka keluarga memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah munculnya kelainan-kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan melaksanakan tindakan-tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk di dalamnya tindakan untuk melakukan uji terkait pencegahan kelainan genetik. Tindakan-tindakan yang disarankan dapat disarankan oleh konselor dapat meliputi tes sebagai berikut:

Prenatal diagnosis

Prenatal diagnosis merupakan tindakan untuk melihat kondisi kesehatan fetus yang belum dilahirkan. Metode yang digunakan meliputi ultrasonografi, amniocentesis, maternal serum, dan chorionic virus sampling .
11

Carrier testing

Carrier testing merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan untuk melaksanakan tes tersebut adalah uji darah sederhana untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu, atau dengan mengecek DNA, apakah mengandung kelainan tertentu.

Newborn screening

Newnborn screening merupakan pemeriksaan bayi pada masa kelahiran baru. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan genetik, endokrinologi, metabolik, dan hematologi. Diharapkan dari pemeriksaan ini dapat ditentukan prognosis ke depannya, sehingga perawatan (treatment) yang berkenaan dapat diupayakan.

Predictive testing

Predictive testing merupakan tes yang digunakan untuk menguji apabila seseorang menderita kelainan genetik dengan melihat riwayat genetik keluarga sebelumnya. Tes ini dilakukan setelah kelahiran, dan biasa juga disebut sebagai presymptomatic testing.

12

DAFTAR PUSTAKA 1. XX male syndrome Summary, Xx Male Syndrome from World of Genetics. Thomson Gale, a part of the Thomson Corporation 2006. Diunduh dari

http://www.bookrags.com/research/xx-male-syndrome-wog/ 16 September 2012. 2. Grigorescu-Sido A, Heinrich U, Grigorescu-Sido P, Jauch A, Hager HD, Vogt PH, Duncea I, Bettendorf M 2005 Three new 46,XX male patients: a clinical, cytogenetic and molecular analysis. J Pediatr Endocrinol Metab 18:197203 3. Vorona E, Zitzmann M, Gromol J, et al. Clinical, endocrinological, and epigenetic features of the 46,XX male syndrome, compared with 47,XXY Klinefelter patients. J. Clin. Endocrinol. Metab.2007;92(9):3458-3465. 4. Klinefelter syndrome. U.S national library of Medicine, National Center for Biotechnology Information, 1 November 2010. Diunduh dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001420/ Pada Tanggal 16 September 2012. 5. Wilson, J.D., and J.E. Griffin. "Disorders of Sexual Differentiation." In Harrison's Online. Edited by Eugene Braunwald, et al. New York: McGraw-Hill, 2001

13

You might also like