You are on page 1of 13

HORMON EPINEFRIN(ADRENALIN)

LOKASI SINTESIS Hormon epinefrin disintesis pada kelenjar adrenal bagian medulla oleh sel-sel kromafin. SEL TARGET Sel target epinefrin adalah sel saraf dari semua reseptor simpatis di seluruh tubuh. PROSES SINTESIS Epinefrin disintesis dari norepinefrin dalam sebuah jalur sintesis yang terbagi atas keseluruhan katekolamin, termasuk L-dopa, dopamine, norepinefrin, and epinefrin. Epinefrin disintesis melalui metilasi terhadap amina pangkal primer pada norepinefrin oleh feniltanolamin N-metiltransferase (PNMT) dalam sitosol neuron adrenergik dan sel-sel medulla adrenal (sel kromafin). PNMT hanya terdapat pada sitosol sel-sel medula adrenal.. PNMT menggunakan S-adenosilmetionin (SAMe) sebagai ko-faktor yang menyumbangkan gugus metil pada norepinefrin, membentuk epinefrin. Karena norepinefrin diaktifkan oleh PNMT dalam sitosol, pertama norepinefrin harus diubah di luar granula sel kromafin. Hal ini bisa terjadi via katekholamin-H+ penukar VMAT1. VMAT1 juga bertanggung jawab mentransport epinefrin yang baru disintesis dari sitosol kembali ke dalam granula sel kromafin untuk persiapan pelepasan. Jalur biosintetik utama : fenilalanintirosindopadopaminnorepinefrin epinefrin. Tirosin dioksidasi menjadi dopa, dan mengalami dekarboksilasi menjadi dopamin, yang dioksidasi menjadi norepinefrin. Norepinefrin dimetilasi menjadi epinefrin. Hasil akhir biosintesis epinefrin dan norepinefrin atau disebut katekolamin dapat berupa dopamin pada jaringan-jaringan tertentu (misalnya paru, usus, hati) di sana zat tersebut bereaksi sebagai hormon lokal (Bagnara dan Turner, 1988). Norepinefrin terbentuk melalui hidroksilasi dan dekarboksilasi tirosin, dan epinefrin melalui metilasi norepinefrin. Feniletanolamin-N-metiltransferase (PNMT), enzim yang mengkatalisis pembentukan epinefrin/epinefrin dari norepinefrin, ditemukan dalam jumlah cukup banyak hanya di otak dan medulla adrenal. PNMT medulla adrenal diinduksi oleh glukokortikoid, dan walaupun diperlukan jumlah relatif besar, konsentrasi glukokortikoid dalam darah yang mengalir dari korteks ke medula cukup tinggi. Setelah hipofisektomi, konsentrasi glukokortikoid darah ini turun dan sintesis epinefrin menurun. Epinefrin yang ditemukan dalam jaringan di luar medulla adrenal dan otak sebagian besar diserap dari darah dan bukan disintesis in situ. Yang menarik, epinefrin kadar rendah kembali muncul dalam darah beberapa waktu setelah adrenalektomi bilateral, dan kadar ini diatur seperti yang disekresi oleh medula adrenal (Ganong, 1995). FUNGSI / EFEK FISIOLOGIS Hormon epinefrin berfungsi memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Tidak hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau intensitas cahaya yang tinggi. Reaksi yang sering dirasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan/shok. Fungsi hormon ini mengatur metabolisme glukosa terutama disaat stres. Hormon epinefrin timbul sebagai stimulasi otak, menjadi waswas dan siaga. Dan secara tidak langsung akan membuat indra kita menjadi lebih sensitif untuk bereaksi. Stres dapat meningkatkan produksi kelenjar atau hormon epinefrin. Sebenarnya, jika tidak berlebihan, hormon bisa

berakibat positif, lebih terpacu untuk bekerja atau membuat lebih fokus. Tetapi, jika hormon diproduksi berlebihan akibat stres yang berkepanjangan, akan terjadi kondisi kelelahan bahkan menimbulkan depresi. Penyakit fisik juga mudah berdatangan, akibat dari darah yang terpompa lebih cepat, sehingga menganggu fungsi metabolisme dan proses oksidasi di dalam tubuh. Epinefrin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek. Hormon epinefrin menyebar di seluruh tubuh, dan menimbulkan tanggapan yang sangat luas: laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat, kadar gula darah dan laju metabolisme meningkat, bronkus membesar sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru-paru lebih mudah, pupil mata membesar, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri. Keadaan stres akan merangsang pengeluaran hormon epinefrin secara berlebihan sehingga menyebabkan jantung berdebar keras dan cepat. Hormon epinefrin diproduksi dalam jumlah banyak pada saat sedang marah. Indikasi stres adalah sulit tidur, cepat lelah, mudah terusik, kepala pusing, dan sebagainya. Penderita stres umumnya juga kehilangan nafsu makan. Hormon epinefrin mempengaruhi otak akan membuat indra perasa merasa kebal terhadap sakit, kemampuan berpikir dan ingatan meningkat, paru-paru menyerap oksigen lebih banyak, glukogen diubah menjadi glukosa yang bersama-sama dengan oksigen merupakan sumber energi. Detak jantung dan tekanan darah juga meningkat sehingga metabolisme meningkat. Hormon ini berfungsi untuk mencegah efek penuaan dini seperti melindungi dari Alzheimer, penyakit jantung, kanker payudara dan ovarium juga osteoporosis. Semakin tinggi tingkat DHEA (dehidroepiandrosteron) dalam tubuh, maka makin padat tulang. Molekul-molekul epinefrin memiliki fungsi khusus dalam pembuluh vena dan arteri yang memastikan bahwa organ-organ penting menerima lebih banyak aliran darah di saat bahaya, dan karena itu, molekul-molekul ini melebarkan pembuluh darah menuju jantung, otak, dan otot. Sel-sel yang mengelilingi pembuluh merespon epinefrin dan mengalirkan lebih banyak darah yang dibutuhkan jantung. Dengan cara ini, darah tambahan yang dibutuhkan oleh otak, otot, dan jantung dapat dipasok. Secara garis besar, aksi yang ditimbulkan oleh epinefrin antara lain : menambah kadar gula darah (hiperglikemik), merangsang adenohipofisis untuk pelepasan ACTH, meningkatkan konsumsi oksigen dan laju metabolisme basal, menaikkan frekuensi (efek kronotropik positif) dan amplitudo kontraksi jantung, dilatasi pembuluh darah di otot rangka dan hati, keresahan, kecemasan, perasaan lelah, mengurangi kadar eosinofil, meningkatkan kecepatan tingkat metabolik yang independen terhadap hati. MEKANISME PENGATURAN SEKRESI Epinefrin disekresikan di bawah pengendalian sistem persarafan simpatis. Dapat meningkat dalan keadaan dimana individu tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Pengeluaran yang bertambah akan meningkatkan tekanan darah untuk melawan shok yang disebabkan oleh situasi darurat. Sekresi hormon ini terjadi dengan meningkatan kerja sistem pernafasan yang mengakibatkan paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak hingga meningkatkan juga peredaran darah di seluruh bagian tubuh mulai dari otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan tersebut disebutkan beberapa riset bisa naik mencapai 300% melebihi batas

normal. Akibatnya, bukan jantung saja yang dapat terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat. Aliran darah di kulit akan berkurang untuk dialihkan ke organ lain yang lebih penting sehingga orang-orang yang menghadapi stress biasanya gampang berkeringat, dimana dalam pengertian awam sering disebut keringat dingin. Sekresi ini menaikkan konsentrasi gula darah dengan menaikkan kecepatan glikogenolisis di dalam liver. Rangsangan sekresi epinefrin bisa berupa stres fisik atau emosional yang bersifat neurogenik. Faktor yang berfungsi mengatur sekresi epinefrin, antara lain : a. Faktor Saraf : Bagian medula mendapat pelayanan dari saraf otonom. Oleh karena itu sekresinya diatur oleh saraf otonom b. Faktor kimia: Susunan bahan kimia atau hormon lain dalam aliran darah mempengaruhi sekresi hormon tertentu. c. Komponen non hormonal Epinefrin segera dilepaskan di dalam tubuh saat terjadi respon terkejut atau waspada. Saat tubuh mengalami ketegangan yang parah, hipotalamus mengirimkan perintah ke kelenjar pituitari agar melepaskan ACTH (hormon adrenokortikotropis). Di sisi lain, ACTH merangsang korteks adrenal, mendorong pembuatan kortikosteroid. Kortikosteroid ini memastikan produksi glukosa dari molekul-molekul seperti protein, yang tak mengandung karbohidrat. Akibatnya, tubuh menerima tenaga tambahan dan tekanan pun berkurang. Cairan ini mengirimkan lebih banyak gula dan darah ke otak, membuat orang lebih siaga. Tekanan darah dan detak jantungnya meningkat, membuatnya lebih waspada. Ini hanyalah beberapa perubahan yang dihasilkan epinefrin pada tubuh seseorang. Saat ada bahaya, reseptor di dalam tubuh ditekan, dan otak mengirimkan perintah secepat kilat ke kelenjar adrenal. Sel-sel di bagian dalam kelenjar adrenal lalu beralih ke keadaan siaga dan melepaskan hormon epinefrin untuk menghadapi keadaan darurat. Molekulmolekul epinefrin bercampur dengan darah dan menyebar ke seluruh bagian tubuh. PATHOENDOKRINOLOGI Berbagai gejala negatif pada aktivitas atau metabolisme organ tubuh karena pengaruh epinefrin bisa disebabkan karena 2 kemungkinan : sekresi yang berlebihan atau sebaliknya kekurangan sekresi. Masalah tersebut di antaranya : a. Palpitasi Merupakan gejala abnormal pada kesadaran detak jantung, bisa terlalu lambat, terlalu cepat, tidak beraturan, atau berada dalam frekuensi normal. Gejala ini disebabkan akibat sekresi epinefrin yang berlebihan. Tapi bisa juga karena konsumsi alkohol, kafein, kokain, amfetamin, atau obat-obatan yang lain, penyakit (seperti hipertiroidisme), atau efek panik. b. Tachychardia Perningkatan kecepatan aktivitas jantung. Kelainan endokrin seperti feokromositoma dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dan tachychardia bebas dari sistem syaraf. c. Arrhythmia Keadaan abnormal pada aktivitas elektrik jantung. Jantung bisa berdetak lebih cepat atau sebaliknya malah lebih lambat. Sama seperti palpitasi, kelainan ini dipicu oleh sekresi epinefrin yang berlebihan. d. Sakit kepala

Kondisi sakit pada kepala, pada bagian leher ke atas. Umumnya disebabkan oleh ketegangan, migrain, ketegangan mata, dehidrasi, gula darah rendah dan sinusitis. Beberapa sakit kepala juga karena kondisi ancaman hidup seperti meningitis, ensephalatis, aneuisme cerebral, tekanan darah sangat tinggi, dan tumor otak. e. tremor ritme, pergerakan otot melibatkan pergerakan menuju dan dari (osilasi) salah satu bagian tubuh. Kebanyakan tremor terjadi pada tangan. Pada beberapa orang, tremor adalah gejala kelainan saraf yang lain. Umumnya disebabkan karena masalah pada bagian otak atau spinal cord yang mengontrol otot melalui tubuh atau area tertentu, seperti tangan. Penyebabnya adalah stres yang teralu banyak sehingga sekresi epinefrin menjadi tidak terkendali f. Hipertensi Merupakan suatu kondisi medis dimana tekanan darah naik secara kronis. Hipertensi adalah karakter khas dari berbagai abnormalitas kortikal adrenal. g. Edema paru-paru akut Akumulasi fluida dalam paru-paru, disebabkan kegagalan jantung melepaskan fluida dari sirkulasi paru-paru, akibat disnormalitas sekresi epinefrin. h. Alergi Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal.Alergi dikaitkan dengan peningkatan hormone epinefrin dan progesterone. Peningkatan hormon epinefrin menimbulkan manifestasi klinis perubahan suasana hati, dan kecemasan.
KELENJAR ADRENAL Disebut juga sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya di atas ginjal. Dan kadang juga disebut sebagai kelenjar anak ginjal karena menempel pada ginjal.

Di dalam tubuh terdapat dua kelenjar adrenal, masing-masing mempunyai berat 4 gram. Kelanjar ini terletak di kutub superior ginjal. Secara anatomis kelanjar adrenal dibedakan atas: Adrenal korteks yang tersusun atas: Zona glomerolusa , Zona fasikulata , Zona retikularis serta Adrenal medulla yang menghasilkan: Epinefrin dan Nor-epinefrin

Perhatikan gambar Kelenjar adrenal , kelenjar ini terdiri dari dua lapis yaitu 1. bagian medulla 2. bagian korteks

Adrenal medulla adalah kelenjar adrenal bagian dalam yang menempati 20% dari kelenjar adrenal. Prosentase hormon yang dihasilkan adalah: Epinefrin (80%) dan Nor-epinefrin (20%)

Nor-epinefrin yang ada dalam sirkulasi darah menyebabkan konstriksi seluruh pembuluh darah tubuh. Hal ini menyebabkan peningkatan aktivitas jantung, penghambatan saluran gastrointestinal, dan pelebaran pupil mata Maka Hormon-hormon yang dikeluarkan dari Medulla memiliki efek yang sama pada organ sebagai efek sistem saraf simpatik Epinefrin menimbulkan efek yang kurang lebih sama dengan nor-epinefrin. Perbedaan yang bisa dicatat adalah: Epinefrin mempunyai efek metabolik 5 10 kali lebih besar daripada nor-epinefrin. Akibatnya, perangsangan terhadap jantung juga menjadi lebih besar. Efek epinefrin dalam mengkontriksikan pembuluh darah dalam otot lebih lemah dibanding nor-epinefrin. OK

Adrenal Korteks yang tersusun atas Zona glomerolusa , Zona fasikulata , Zona retikularis terinci sebagai berikut Zona Glomerolusa

Zona ini secara eksklusif memproduksi mineralokortikoid, terutama aldosteron. Efek aldosteron adalah meningkatkan jumlah natrium dan menurunkan jumlah kalium dalam cairan ekstraseluler, selama proses pembentukan urine.

Efek berlebihnya kadar aldosteron:


Menyebabkan hipokalemia, yaitu keadaan menurunnya konsentrasi kalium dalam plasma darah sampai di bawah nilai normal. Penderita mengalami kelemahan otot yang berat.

Efek rendahnya kadar aldosteron:


Konsentrasi ion kalium dalam cairan ekstraseluler meningkat sampai jauh di atas nilai normal. Peningkatan 60 100% dari nilai normal menyebabkan keracunan jantung.

Peningkatan di atas itu, menyebabkan gagal jantung.

Zona Fasikulata

Zona ini mensintesis glukokortikoid, terutama kortisol. Peran kortisol:

1. Mengontrol metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. 2. Membantu menolak efek destruktif dari stres mental dan fisik. Kortisol yang berlebih

menyebabkan timbulnya sindrom Cushin

Sindrom Cushin yang ditandai oleh:

Meningkatkan kadar glukosa darah (hiperglikemia) Menurunnya protein Meningkatnya timbunan lemak. Glukosa tercampur dalam urine (glukosuria), mirip dengan DM sehingga disebut Diabetes Adrenal. 5. Sebagian glukosa diendapkan sebagai lemak tubuh di atas bahu dan wajah, sehingga disebut punuk kerbau (buffalo hump) dan muka bulan (moon face). 1. 2. 3. 4.

Zona Retikularis

Zona ini menghasilkan hormon seks adrenal (androgen dan estrogen) yang identik dengan yang dihasilkan gonad. Namun androgen dan estrogen adrenal ini tidak cukup kuat untuk menimbulkan efek maskulinitas dan feminitas.

Beberapa kelainan terkait dengan meningkatnya androgen adrenal.

Maskulinitas pada wanita dewasa, tanda-tanda:

1. Hirsutisme yaitu mengalami pola pertumbuhan rambut tubuh pria. 2. Suara berat 3. Otot lengan dan tungkai berkembang 4. Payudara mengecil 5. Menstruasi mungkin terhenti

Pseudo hermafroditisme pada bayi perempuan yang ditandai dengan

1. Pertumbuhan genetalia eksternal pria. 2. Pubertas prekoks pada anak laki-laki pra-pubertas. 3. Sekresi androgen adrenal tidak disertai dengan pembentukan sperma atau aktivitas gonad karena testis masih berada dalam status pra-pubertas nonfungsional. Gejala pubertas prekoks, antara lain: 1. Suara menjadi berat 2. Tumbuh jenggot 3. Penis membesar Jadi Hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal itu

Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme dan membantu meningkatkan kadar gula darah Mineralo corticoids mempengaruhi metabolisme mineral. Aldosteron adalah steroid yang menargetkan tubulus distal ginjal dan merangsang serapan kembali natrium dan kalium. Androgen seperti testosteron disekresi oleh korteks adrenal. produksi androgen adrenal yang berlebihan dapat menyebabkan pubertas dini pada anak-anak muda dan pola rambut tubuh maskulin pada perempuan.

Hormon Kortisol dan Glukokortikoid ini disekresi oleh anak ginjal karena provokasi dari hormon Adrenocorticotropic hormon yang disekresi oleh hipofisis anterior artinya hormon Kortisol dan Glukokortikoid tidak akan disekresi oleh adrenal jika ACTH mengalami gangguan Hormon Adrenokortikotrop ini bekerjanya dikendalikan dan diatur oleh hormon hipotalamus corticotrophin-releasing peptide.

astrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah pada keseluruhan medula spinalis; Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini bersifat penting, terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal. Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus: (1) pleksus bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinala dan sirkular, disebut pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach, dan (2) satu pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus meissner yang terletak di dalam submukosa. Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Selain itu, terdapat serabutserabut simpatis dan parasimpatis ektrinsik yang berhubungan ke kedua pleksus mienterikus dan submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut. Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau dinding usus dan mengirimkan serabut-serabut aferen ke kedua pleksus sistem enterik, dan (1) ke ganglia prevertebra dari sistem saraf simpatis, (2) ke medula spinalis, dan (3) ke dalam saraf vagus menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal di dalam dinding usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia prevertebra maupun dari daerah basal otak. Jenis-Jenis Neurontransmiter yang Disekresi oleh Neuron-Neuron Enterik Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem saraf enterik gastrointestinal, para peneliti dari seluruh dunia telah mengidentifikasikan selusin atau lebih zat-zat neurontransmiter yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari berbagai tipe neuron enterik. Dua dari neurontransmiter yang telah kita kenal adalah (1) asetilkolin, dan (2) norepinefrin. Yang lain adalah (3) adenosin trifosfat, (4) serotonin, (5) dopamin, (6) kolisistokinin, (7) substansi P, (8) polipeptida intestinal vasoaktif, (9) somatostatin, (10) leu-enkefalin, (11) metenkefalin, dan (12) bombesin. Fungsi-fungsi khusus dari banyak neurontransmiter ini tidak terlalu dikenal untuk dibahas disini, selain pembahasan hal berikut: Asetilkolin paling sering merangsang aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu menghambat aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai traktus gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal ke

dalam sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari bahanbahan eksitator dan inhibitor. Asetilkolin (Ach) merupakan neurontransmiter yang dikeluarkan oleh semua serat praganglion otonom, serat pascaganglion parasimpatis, dan neuron motorik. Epinefrin hormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal
Tempat pengeluaran Asetilkolin dan Norepinefrin ASETILKOLIN Semua ujung (terminal) praganglion system saraf otonom Semua ujung pascaganglion parasimpatis Ujung pascaganglion simpatis di kelenjanr keringat dan sebagian pembuluh darah di otot rangka Ujung neuron aferen yang mempersarafi otot rangka (neuron motorik) Susunan saraf pusat NOREPINEFRIN Sebagian besar ujung pascaganglion simpatis

Medulla adrenal Susunan saraf pusat

Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter terakhir yang berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari SSP ke suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua neuron. Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat preganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor. Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi-sistem simpatis dan parasimpatis. Serat-serat saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat preganglion simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion didalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dan kemudian berakhir di ganglion kolateral simpatis yang terletak disekitar separuh jalan antara SSP dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya.

Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP. Serat-serat ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu tidak terputus sampai mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau dekat dengan organ efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan itu sendiri. Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang sama, yaitu asetilkolin (Ach), tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Seratserat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zat perantara kimiawi di bagian tubuh lainnya. v Persarafan Parasimpatis Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral. Kecuali untuk beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian pertama usus besar. Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus. Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada nagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi. Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulakan peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal. v Persarafan Simpatis Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari medula spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus, sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit.

Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik. Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi peregerakan motor usus begitu hebat sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal. Efek sistem saraf otonom pada pada berbagai organ
ORGAN Jenis reseptor simpatis Efek stimulasi simpatis Efek stimulasi parasimpatis

Saluran pencernaan

, 2 (organ-organ)

motilitas (gerakan)

motilitas

HASIL PRAKTIKUM Pengaruh epinefrin

Pengaruh asetilkolin

PEMBAHASAN Selain sistem saraf enterik, kontrol pada traktus gastrointestinal juga dipengaruhi oleh saraf ekstrinsik, yaitu sistem saraf otonom. Jalur saraf otonom terdiri dari suaru rantai dua neuron, dengan neurontransmiter terakhir yang berbeda antara saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Dalam hal ini serabut saraf simpatis memiliki hasil kerja yang berlawanan dari serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf parasimpatis berguna untuk meningkatkan aktivitas traktus gastrointestital dalam percobaan ini adalah pergerakan atau motilitas usus. Sedangkan serabut saraf simpatis bekerja dengan efek yang berlawanan yaitu menghambat aktivitas traktus gastrointestinal. Pada masing-masing serabut mengsekresikan neurontransmiter yang berbeda untuk menghasilkan efek tersebut. Asetilkolin pada saraf parasimpatis dan Epinefrin pada saraf simpatis. Dari hasil praktikum diatas dapat terlihat bahwa dengan pemberian larutan epinefrin akan menghasilkan penurunan frekuensi dan amplitudo jika dibandingkan dengan kontrolnya. Hal ini dapat terjadi karena epinefrin memberikan efek simpatis pada otot usus sehingga menghasilkan penurunan motilitas usus. Sedangkan pada pemberian larutan asetilkolin akan terlihat adanya peningkatan frekuensi dan amplitudo dari peregangan usus. Karena asetilkolin merupakan neurotransmitter yang dihasilkan pada pasca ganglion saraf parasimpatis yang berpengaruh terhadap peningkatan motilitas usus. KESIMPULAN

Pemberian larutan epinefrin akan menurunkan motilitas usus. Pemberian larutan asetilkolin akan meningkatkan motilitas usus.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, N. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta; EGC. 2002 Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta; EGC. 2001 Guyton, AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta; EGC. 2007

Despopoulos. Agamemnon. Stefan Sibernagl. Color atlas of physiology. 5th Edition. New York; Thieme Stuttgart. 2003 Ganong, WF. Review of medical physiology. 20th Edition. USA; McGraw-Hill. 2001

You might also like