You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang sangat urgen dalam suatu organisasi, karena kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, semangat dan kekuatan moral yang mampu mempengaruhi anggota untuk merubah sikap, tingkah laku kelompok atau organisasi menjadi searah dengan kemauan dan aspirasi pemimpin terhadap anak buahnya (Kartono, 1998: 9). Bahkan menurut Courtois, organisasi tanpa pemimpin seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi sesat, panik, kacau, dan anarkis (Sutarto, 2006: 1). Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan perilaku organisasinya (Nawawi, 2003: 113). Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Malayu, 2000: 167). Motivasi merupakan sebab, alasan dasar, pikiran dasar, gambaran dorongan seseorang untuk berbuat atau ide pokok yang berpengaruh besar sekali terhadap segenap tingkah laku manusia (Kartono, 1994:17). Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif sehingga berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Motivasi tidak hanya berwujud kebutuhan ekonomis yang bersifat materil saja (berbentuk uang) akan tetapi motivasi bawahan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor akan keberhasilan pelaksanaan bawahan dalam bekerja, pengakuan akan keberhasilan dalam bekerja, tanggung jawab, dan pengembangan bawahan. Seorang pemimpin perlu mempertimbangkan upaya untuk memotivasi bawahannya agar bekerja dengan baik. Apabila motivasi bekerja bawahan rendah maka kinerja bawahan akan menyusut seakan-akan kemampuan yang mereka miliki rendah. Motivasi dan pembangkitan motivasi merupakan sebuah fungsi manajemen yang penting untuk dilakukan. Motivasi juga menggambarkan

1|Ke pe mi mpi na n

hubungan antara harapan dan tujuan dengan hal yang dilakukan untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan motivasi yang bersifat positif dan negatif yang dapat digunakan seorang pemimpin agar bawahan mau bekerja giat dan optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan paparan tersebut, nampak dengan tegas bahwa kepemimpinan merupakan masalah sentral dalam kepengurusan organisasi, maju mundurnya organisasi, dinamis statisnya organisasi, tumbuh kembangnya organisasi, mati hidupnya organisasi, senang tidaknya seseorang bekerja dalam suatu organisasi, serta tercapai tidaknya tujuan organisasi, sebagian ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, dinilai perlu untuk mengkaji masalah kepemimpinan ini secara mendalam.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat disampaikan beberapa permasalahan yang akan dijadikan sebagai panduan dalam penulisan ini. a. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan? b. Keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin? c. Pendekatan apa saja yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin?

1.3 Tujuan Penulisan Sejalan dengan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut. a. Mendeskripsikan definisi kepemimpinan. b. Mendeskripsikan keterampilan kepemimpinan. c. Mendeskripsikan pendekatan kepemimpinan (pendekatan teori sifat pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, pendekatan kontingensi, serta perubahan sosial dan gaya kepemimpinan).

2|Ke pe mi mpi na n

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kepemimpinan Istilah kepemimpinan berasal dari bahasa Inggris yaitu Leadership yang dapat diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia yang dikarenakan memiliki kepentingan yang sama. Hubungan tersebut ditandai oleh tingkah laku yang dituju dan terbimbing dari pemimpin dan yang dipimpin. Beberapa ahli memberikan pendapat mereka tentang pengertian kepemimpinan. Beberapa definisi kepemimpinan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menurut Dubrin, A. J. (2001:3), kepemimipinan merupakan kemampuan untuk menanamkan keyakinan dan memperoleh dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Menurut Jacobs dan Jacques (1990:281), kepemimipinan adalah sebuah proses memberi arti ( pengarahan berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. 3. Menurut Kottler (1988:5), kepemimpinan adalah proses menggerakkan seseorang atau sekelompok orang kepada tujuan-tujuan yang umumnya ditempuh dengan cara-cara yang tidak memaksa. Sehingga secara garis besar, kepemimpinan dapat terjadi apabila dalam situasi tersebut terdapat seseorang yang lebih menonjol, dimana seseorang tersebut mampu mempengaruhi prilaku orang lain baik secara perseorangan atau kelompok sehingga orang-orang dapat mengikuti apa yang diinginkan pemimpin dengan penuh kesadaran dalam mencapai tujuan bersama. Terkait dengan pendidikan, terdapat pula kepemimpinan pendidikan yang didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi, mengkoordinasi, dan menggerakan perilaku orang lain serta melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih positif dalam mengupayakan keberhasilan pendidikan.

3|Ke pe mi mpi na n

2.2 Keterampilan Kepemimpinan Di dalam memimpin suatu organisasi, tentunya diperlukan juga keahlian atau ketrampilan dari seorang pemimpin untuk mengkoordinasikan bawahannya. Dengan adanya skill atau ketrampilan yang dimiliki oleh seorang pemimpin, diharapkan tujuan dari organisasi dapat berjalan dan tercapainya tujuan yang diharapkan. Menurut Davis (1981:127), ketrampilan kepemimpinan dapat diidentifikasi menjadi tiga kelompok yang meliputi : 1. Technical Skills Dalam ketrampilan ini, pemimpin diharapkan mampu mengawasi dan menilai pekerjaan sesuai dengan keahlian yang ditekuninya. Contohnya: pemimpin pendidikan perlu menguasai cara-cara menyusun renstra, seorang guru yang menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran perlu mengetahui cara membuat silabus, memahami PBM, menguasai teknik penilaian ( assesment ), dan sebagainya. 2. Human Skills Pada ketrampilan ini, pemimpin harus mampu menjalin hubungan kerjasama dengan orang lain dan dapat membangun relasi baik dalam situasi formal maupun informal. Untuk membangun relasi yang baik harus dikembangkan sikap resfek dan saling menghargai satu sama lain. Contohnya : Dalam proses pembelajaran di dalam kelas, seorang guru tentunya menjalin interaksi dengan siswa dalam memberikan materi pembelajaran. Dengan adanya interaksi tersebut, tujuan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan akan tercapai. Dalam berorganisasi tingkat mahasiswa, seorang pemimpin tentunya memerlukan kinerja dari bawahannya dalam meningkatkan dan mewujudkan tujuan dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Maka dari itu, perlu adanya hubungan relasi dan koordinasi yang baik antara pemimpin dengan bawahannya. 3. Conceptual Skills Pada ketrampilan ini, seorang pemimpin harus mampu memberikan solusi yang tepat terhadap suatu persoalan yang dihadapi di dalam organisasi

4|Ke pe mi mpi na n

tersebut. Solusi yang diberikan pemimpin berasal dari pemikirannya yang cerdas. Contohnya : misalkan seorang bawahan mengalami kesulitan atau permasalahan dalam menjalankan suatu tugas dalam sebuah organisasi, disinilah tugas dari seorang pemimpin untuk dapat memecahkan solusi tersebut dengan pemikiran-pemikiran yang dimilikinya secara matang serta rasional. Selain itu, Tim Dosen MKDK (2006) menjelaskan bahwa pemimpin perlu memiliki ketrampilan kepemimpinan yang meliputi : 1. Ketrampilan dalam memimpin 2. Ketrampilan dalam hubungan insan 3. Ketrampilan dalam proses kelompok 4. Ketrampilan dalam administrasi personil 5. Ketrampilan dalam menilai

2.3 Pendekatan Kepemimpinan A. Pendekatan Teori Sifat Pemimpin Dasar pemikiran dari teori ini adalah keberhasilan seorang ditentukan oleh sifat-sifat atau watak, kualitas pribadi yang dimiliki seorang pemimpin. Pemimpin yang memiliki ciri kepemimpinan adalah seseorang yang memiliki kualitas diri yang baik tercermin dari sifat-sifat atau watak. Biasanya sifat/watak yang diharapkan anggota dari pemimpinnya adalah cerdas, bijak, semngat, tanggung jawab, dan dapat dipercaya. Dalam pendekatan kepemimpinan, terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin. Davis mengikhtisarkan 4 sifat utama yang dapat mempengaruhi keberhasilan pemimpin yaitu (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, (3) motivasi dan dorongan berprestasi, (4) sikap-sikap hubungan manusiawi. Hicks dan Gullet menunjukkan adanya 8 sifat kepemimpinan yang harus dimliki pemimpin: 1. Bersikap adil 2. Memberikan sugesti (Suggesting) 3. Mendukung tercapainya tujuan (Supplying Objectives) 4. Katalisator (Catalysing)

5|Ke pe mi mpi na n

5. Menciptakan rasa aman ( Providing Security) 6. Sebagai wakil organisasi (Representing) 7. Sumber inspirasi (Inspiring) 8. Bersikap menghargai (Praising) Sedangkan Ordway Tead memberikan pendapatnya mengenai peranan pemimpin akan berhasil apabila memiliki 10 sifat kepemimpinan yang meliputi : 1. Energi jasmaniah dan mental. 2. Kesadaran akan tujuan dan arah 3. Antusiame 4. Keramahan dan kecintaan 5. Integritas 6. Penguasaan Teknik 7. Ketegasan 8. Ketegasan dalam mengambil keputusan 9. Kecerdasan 10. Kepercayaan

B. Pendekatan Perilaku Pemimpin Pendekatan ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, bukan dari sifat-sifat pemimpin karena sifat seorang kadang menipu penglihatan sehingga sulit diidentifikasi secara pasti. Frielder (Mintorogo, 1996) menyatakan bahwa menjadi seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh kepribadiannya. Seseorang menjadi pemimpin karena yang bersanggkutan berada pada tempat dan situasi yang tepat atau karena berbagai faktor seperti umur, pendidikan, pengalaman, serta latar belakang keluarga dan kekayaan. Perilaku seorang pemimpin akan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka. Mintorogo (1996) menjelaskan bahwa perilaku kepemimpinan merupakan tindakan-tindakan spesifik seorang pemimpin dalam mengarahkan dan mengkoordinasikan kerja anggota kelompoknya. Perilaku kepemimpinan dapat dipelajari, sebagaimana yang dikatakan oleh Hoy dan Miskel (1982).

6|Ke pe mi mpi na n

Ini menjadikan dasar pemikiran bahwa individu yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan secara memadai akan mampu memimpin secara lebih efektif. Perilaku kepemimpinan dapat diidentifikasi dari dua aspek yaitu dari fungsi kepemimpinan yang dijalankan dan dari gaya yang ditunjukkan pemimpin. 1. Fungsi Kepemimpinan Kepemimpinan akan terjadi secara efektif apabila pemimpin dapat menjalankan dua fungsi utama yaitu fungsi pemecahan masalah (yang berkaitan dengan tugas) dan fungsi sosial (yang berkaitan dengan pembinaan kelompok). Fungsi tugas memudahkan dan

mengkoordinasikan usaha kelompok dan memilih, mendefinisikan, dan memecahkan masalah bersama. Fungsi social membantu kelompok berjalan lebih lancar, menengahi perbedaan pendapat, meredam konflik, dan dapat memancarkan persaan hangat dan empatik kepada anggota. 2. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah norma atau dapat juga diartikan sebagai pola perilaku dalam memperagakan kepemimpinannya. Terdapat dua jenis gaya kepemimpinan, yaitu gaya dengan orientasi tugas dan gaya dengan orientasi pada anggota. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas ingin pekerjaan selesai dengan memuaskan, tepat waktu, dan sempurna sehingga ia betul-betul mengendalikan pegawai agar konsisten dan serius dalam pekerjaannya, bahakan kadang-kadang pemimpin tidak mau tahu dengan urusan pribadi karyawannya. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada anggota melaksanakan kepemimpinannya dengan berupaya memberikan

dorongan semangat, membimbing, dan mengarahkan secara empatik dan memberikan kepercayaan kepada anggota untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan karyanya sendiri. a. Gaya Dasar Kepemimpinan Terdapat beberapa gaya kepemimpinan yang sering muncul dikalangan pemimpin.

7|Ke pe mi mpi na n

1. Otoriter, adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada kekuasaan dan kepatuhan anggota secara mutlak. Pemimpin menjadi penguasa absolute yang selalu mendikte anggotanya untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Ia tidak senang didebat, tidak suka meminta pendapat anggota, yang ia sukai adalah anggota melaksanakan tugas-tugas berdasarkan perintahnya secara patuh tanpa banyak protes. 2. Pseudo Demokratis, adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada penciptaan situasi yang member kesan demokratis, padahal pemimpin sangat pandai menggiring pikiran/ide anggota untuk mengikuti kehendaknya. Seringkali pemimpin mengadakan rapat dan diskusi untuk meminta pendapat anggota, padahal ia sudah memiliki pendapat sendiri yang akan dipakai dalam kebijakannya. 3. Laissez Faire, adalah gaya kepemimpinan yang tidak menunjukkan kemampuan memimpin karena ia membiarkan organisasi dan anggota melaksanakan kegiatannya masing-masing tanpa dalam satu arah kebijakan yang jelas dari pemimpin. 4. Demokratis, adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada hubungan interpersonal yang baik. Ia mengharapakan para anggota organisasi berkembang sesuai potensi masing-masing. Untuk itu pemimpin berupaya membimbing, mengarahkan dengan

mempartisipasikan dalam kegiatan dan mengakui karya mereka secara proporsional.

b. Teori X dan Teori Y Teori X dan teori Y dari McGregor adalah suatu kumpulan anggapan tentang sifat-sifat manusia yang dikategorikan menjadi dua, yaitu manusia tipe X dan manusia tipe Y. Kepemimpinan yang didasarkan pada teori ini adalah gaya kepemimpinan yang dipengaruhi oleh anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia. Manusia X dianggap sebagai manusia yang memiliki pembawaan yang kurang baik karena ia malas bekerja dan tidak ada motivasi untuk

8|Ke pe mi mpi na n

berprestasi. Sedapat mungkir ia hindari pekerjaan dan hindari tanggung jawab dalam pekerjaan. Walaupun begitu mereka sangat menginginkan kesejahteraan dan jaminan hidup. Agar manusia X ini mau melakukan kerja maka harus dipaksa, diarahkan, dan bahkan diancam kalau tidak melakukan akan dikenai sanksi yang tegas. Gaya kepemimpinan yang cocok diterapkan untuk manusia X adalah gaya otoriter. Manusia Y sebaliknya, ia adalah manusia yang memiliki tanggung jawab dan tidak ingin membuat citra diri negative dengan tidak terealisasikannya tugas tanggung jawab. Kerja adalah bentuk aktualisasi diri sehingga ia akan berupaya melaksanakannya dengan professional. Gaya kepemimpinan yang cocok diterapkan pada manusia Y adalah gaya demokratis.

c. Sistem Manajemen Rensis Likert Rensis Likert dalam penelitiannya menemukan bahwa pemimpin yang berorientasi pada anggota mempunyai semangat kerja dan produktifitas lebih baik daripada yang berorientasi pada pekerjaan. Berdasarkan dua kategori gaya dasar tersebut, disusun model empat tingkatan efektifitas manajemen. 1. Sistem 1, pemimpin membuat keputusan sendiri tentang pekerjaan dan memerintah anggota untuk melaksanakannya berdasarkan standard dan metode yang telah ditetapkan. 2. Sistem 2, Pemimpin membuat keputusan sendiri dan

memerintahkannya pada anggota tetapi sudah mulai member kebebasan kepada anggota untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah. Dalam batas tertentu, anggota diberikan fleksibelitas dalam melaksanakan tugas-tugas. 3. Sistem 3, pemimpin membuat keputusan dan perintah setelah dilakukannya diskusi. Pelaksanaan tugas dapat dilakukan berdasarkan cara anggota sendiri. Penghargaan diberikan untuk memotivasi kerja anggota.

9|Ke pe mi mpi na n

4. Sistem

4,

pemimpin

telah

melibatkan

anggota

dalam

kepemimpinannya. Anggota dipasrtisipasikan secara penuh dan diberikan kepercayaan untuk bersama-samamengembangkan organisasi. Penghargaan terhadap anggota tidak semata-mata dalam bentuk fisik tapi juga aktualisasi diri.

d. Kisi-kisi Manajerial Blake and Mouton Gaya kepemimpinan dapat berorientasi pada anggota organisasi dan pada produksi serta kombinasi antara kedua ekstrim. Blake dan Mouton mengembangkannya dalam kisi-kisi manajerial yaitu suatu diagram yang mengukur perhatian relative seorang pemimpin terhadap manusia dan produksi.

e. Studi Ohio State Penelitian yang dua dilakukan kelompok yaitu oleh Ohio State University

mengidentifikasi efektifitas

perilaku struktur

yang

mempengaruhi yang

kepemimpinan

kepemrakarsaan

berorientasi pada tugas dan pertimbangan yang berorientasi pada manusia. Kepemrakarsaan menuntut pemimpin melakukan pengaturan organisasi mulai dari penetapan arah sampai dengan berbagai prosedur kerja. Sedangkan pertimbangan menggambarkan hubungan yang hangat antara pemimpin dan anggota organisasi. Gaya kepemimpinan yang efektif adalah tingkat pertimbangan yang tinggi. Pemimpin yang memberikan tingkat pertimbangan yang tinggi menimbulkan kepuasan pada karyawan sedangkan struktur pemrakarsaan dan tingkat pertimbangan rendah menyebabkan banyak karyawan yang mengeluh dan mengingkan adanya rotasi.

f. The 3D Theory oleh W.J Reddin W.J. Reddin membagi gaya kepemimpinan dengan tiga orientasi yaitu task oriented, relationship oriented, dan effectiveness oriented. Kemudian pembagian ini dikenal sebagai Teori 3 Dimensi atau The 3-

10 | K e p e m i m p i n a n

D Theory. Tiga jenis orientasi tersebut menghasilkan delapan gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut. 1. The Deserter, tidak terlihat adanya perhatian dan pelaksanaan terhadap tiga orientasi kepemimpinan. 2. The Bureaucrat, pemimpin yang hanya mempunyai sifat efektif saja dengan orientasi tugas yang rendah. 3. The Missionary, pemimpin yang hanya menunjukkan orientasi kepada hubungan saja sedangkan orientasi tugas dan keefektifan organisasi rendah. 4. The Development, pemimpin yang menekankan efektivitas organisasi dengan orientasi hubungan yang tinggi dan orientasi tugas yang rendah. 5. The Autocrat, pemimpin yang hanya menekankan pada tugas, sangat kurang memperhatikan karyawan dan efektivitas organisasi. 6. The Benevolent Autocrat, pemimpin yang menekankan pada efektivitas organisasi dengan orientasi tugas cukup tinggi sedangkan orientasi hubungan yang rendah. 7. The Compromiser, pemimpin yang kurang memperhatika

efektivitas pekerjaan tetapi mempunyai orientasi tugas dan hubungan yang memadai. 8. The Executive, pemimpin yang melaksanakan ketiga orientasi kepemimpinan.

C. Pendekatan Kontingensi Studi kepemimpinan yang disebut pendekatan kontingensi merupakan suatu studi kepemimpinan yang hakikatnya berusaha memenuhi jawaban atas pertanyaan what makes the leader effective. Bahwa yang membuat kepemimpinan itu efektif bukan hanya karena keberadaan pemimpinnya itu sendiri tetapi ada variable lain yang turut menentukan. Menurut Blanchard (1995) terdapat beberapa factor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan, yaitu (1) kepribadian, pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, (2) harapan dan perilaku atasan, (3) tuntutan tugas yang

11 | K e p e m i m p i n a n

diberikan, (4) harapan dan perilaku rekan, (5) karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan, (6) kultur dan kebijaksanaan organisasi. Para pemimpin tidak dapat meiliki seluruh sifat baik yang dipersyaratkan pendekatan sifat dan juga tidak dapat berharap satu gaya dapat efektif untuk semua situasi. Situasi dan kondisi yang dihadapi pemimpin mengharuskan pemimpin menerapkan perilaku yang berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lain. Pola perilaku berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisinya. Hersey, Blanchard, dan Fielder adalah penganut teori pendekatan kontingensi dengan mengembangkan kepemimpinan model situasional. 1. Model Kepemimpinan Situasional Hersey dan Blanchard Menurut model ini, kepemimpinan yang paling efektif adalah sesuai dengan kematangan anggota organisasi. Kematangan diartikan sebagai kesiapan anggota organisasi dalam menerima tanggung jawab dan tugas serta memiliki motivasi untuk berprestasi. Aplikasi model ini adalah pada hubungan pemimpin dengan anggota dimana pemimpin menyesuaikan dengan perkembangan dan kematangan anggota dengan mengikuti fase daur hidup. Berdasarkan fase daur kehidupan, seorang pemimpin perlu mengubah gaya kepemimpinan sesuai dengan perkembangan setiap tahap kematangan hidup anggota. a. Tipe Direktif (Telling), pemimpin menjadi seorang pengambil keputusan dan memberikan komando kepada anggota untuk melaksanakan tugas. Komunikasi hanya bersifat satu arah yaitu dari pemimpin yang memberikan perintah kepada anggota yang menerima perintah. b. Tipe Konsultatif (Selling), pemimpin sudah mulai membuka komunikasi dua arah. Walaupun demikian, keputusan masih tetap berada pada tanggung jawab pemimpin. c. Tipe Partisipatif, pemimpin mulai melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan. Pemimpin percaya bahwa anggota organisasi sudah memiliki kematangan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. Pemimpin membangun komunikasi dua arah yang berlandaskan resfek dan kepercayaan.

12 | K e p e m i m p i n a n

d. Tipe Delegatif, pemimpin melakukan sharing authority kepada anggota untuk melaksanakan tugas organisasi. Pemimpin percaya bahwa anggota organisasi lainnya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat jika diberikan kepercayaan dan tanggung jawab.

2. Model Kepemimpinan Situasional Fred E. Fiedler Fiedler berpendapat bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang cocok untuk seluruh situasi. Namun juga tidak mudah mengganti gaya

kepemimpinan dari satu situasi ke sittuasi lainnya. Hal ini tergantung pada motivasi seorang pemimpin. Fiedler beranggapan bahwa, (1) gaya

kepemimpinan sangat ditentukan oleh motivasi pemimpin, (2) kelompok akan menjadi efektif apabila terjadi hubungan antara gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi kelompok yang menyenangkan.

D. Perubahan Sosial dan Gaya Kepemimpinan Perjalanan hidup manusia mengisyaratkan adanya perubahan yang terus menerus, sehingga filsafat Perubahan merupakan sesuatu yang kekal menjadi karakteristik tetap dalam kehidupan manusia dan mahluk lainnya (the onlything of permanent is change). Perubahan sosial sebagaimana sifatnya yang abadi, akan selalu terjadi dan pasti terjadi. Demikian pula halnya poda organisasi sebagai organisasi terbuka yang memiliki cirri kumpulan orang-orang yang bekerja secara sinergi untuk mencapai tujuan bersama, mengalami teori perubahan organisasi mulai dari orientasi, teknologi, struktur, dan menejemennya. Margulies (1978:4) berpendapat bahwa Perubahan sosial yang sedang terjadi dan yang akan terjadi, sangat mempengaruhi keadaan dan kehidupan organisasi. Hal itu antara lain mencakup, 1) Perubahan peran dan tujuan organisasi 2) membesar dan makin kompleksnya organisasi 3) Penggunaan teknologi yang lebih maju, 4) Adanya bentuk organisasi baru, 5) Perubahan pandangan terhadap manusia. Benis (1966) berpendapat bahwa Perubahan itu akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap iklim organisasi. Tilaar (1993:13) menunjukkan enam

13 | K e p e m i m p i n a n

komponen yang akan menentukan pengembangan perubahan, dan keberhasilan kegiatan, yaitu 1) adanya suatu visi yang jelas, 2) misi, 3) merencanakan, 4) sumber daya 5) keterampilan professional dan 6) motivasi dan insentif. Salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi pendidikan adalah system manajemen yang sentralistik diganti dengan system manajement desentralistik melalui Undang-Undang No 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menuntut perubahan berbagai komponen dalam organisasi juga gaya kepemimpinan. Artinya, dalam situasi yang tak menentu, penuh dengan perubahan dan ketidakpastian diperlukan keahlian manajerial yang baik dan sekaligus dapat mengembangkan keahliannya dalam bidang kepemimpinan. Keahlian manajerial dengan kepemimpinan merupakan dua peran yang berbeda. Seorang manajer yang baik adalah seorang yang mampu menangani kompleksitas organisasi, dia adalah ahli perencanaan startegik dan operasional yang hebat dan jujur, mampu mengorganisasikan aktivitas organisasi secara terkoordinasi, dan mampu mengevaluasi secara reliable dan valid. Sedangkan seorang pemimpin yang efektif mampu membangun motivasi staf, menentukan arah, menangani perubahan secara benar dan memjadi katalisator yang mampu mewarnai sikap dan perilaku staf. Dua peran ini dalam organisasi semestinya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, karena tanpa keahlian manajerial, seorang pemimpin akan kesulitan menetapkan langkah-langkah kerja rasional yang didasari oleh nilai-nilai teoritik pengembangan organisasi. Sebaliknya jika seorang seorang manajer tidak memiliki sifat kepemimpinan, maka lambat laun organisasi akan kehilangan pamornya karena tidak ada orang yang akan dijadikan rujukan, member inovasi, dan menentukan arah organisasi. Artinya dalam iklim organisasi yang turbulance, tidak cukup dengan langkah kerja yang teliti, rasional, sistematis dan terprogram secara baik diperlukan keahlian untuk mendorong para personil untuk bekerja penuh semangat, menjadi katalisator yang mampu berperan mewarnai sikap dan perilaku orang kearah lebih baik. Era desentralisasi adalah era perubahan yang memberikan peluang besar kepada para pemimpin mengembangkan nilai-nilai kepemiminan. Pada era ini

14 | K e p e m i m p i n a n

sebagai tantangan dan ancaman yang datang silih berganti memerlukan ketangguhan sikap dan kecerdasan menangkap peluang dan merancang masa depan. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang yang sesuai dengan kondisi yang memiliki komitmen yang berkualitas dan selalu memperbaharuinya sesuai dengan tuntutan stakeholders. Di dalam era desentralisasi ini terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang representative, dan kepemimpinan visioner. Ketiga kepemimpinan ini memiliki titik konsentrasi yang khas sesuai dengan jenis permasalahan dan mekanisme kerja yang disodorkan.

a. Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan yang transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan kepada tugas yang diemban bawahannya. Pemimpin adalah seseorang yang mendisain pekerjaan beserta mekanismenya dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian. Peran

kepemimpinan transaksional lebih condong kepada peran sebagai manajer, karena ia sangat terlibat pada aspek-aspek procedural manajerial yang metodelogis dan fisik. Krena system kerja yang jelas merujuk pada tugasyang diemban dan imbalan yang diterima sesuai dengan derajat pengorbanan dalam pekerjaan, maka kepemimpinan transaksional sesuai diterapkan ditengah-tengah staf yang belum matang dan menekankan pada pelaksanaan tugas untuk mendapatkan intensif bukan pada aktualisasi diri. Oleh karena itu kepemimpinan transaksional dihadapkan pada orang-orang yang ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi sandang, pangan, dan papan. Kepemmpinan ini tidak mengembangkan pola hubungan laissez fair atau menentukan personil untuk menentukan sendiri pekerjaannya, karena

dikawatirkan dengan keadaan personil yang perlu pembinaan pola ini dapat menyebabkan mereka menjadi pemalas dan tidak jelasmengerjakan apa. Adapun pola hubungan yang dikembangkan dalam pola kepemimpinan transaksional adalah berdasarkan suatu system timbal balik (transaksi) yang sangat menguntungkan (mutual system of reinforcement) yaitu pemimpin memahami kebutuhan dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian cara kerja dari orang-oran tersebut.

15 | K e p e m i m p i n a n

Pemimpin transaksional ini merancang pekerjaan sedemikian rupa yang disesuaikan dengan jenis dan jenjang jabatannya dan melakukan interaksi atau hubungan mutualistik. Hoover (1991) dan Leitwood (1992) menjelaskan dengan skematik model kepemmpinan transaksional sebagaimana ditunjukkan melalui gambaran berikut: Gambar Gaya Kepemimpinan Transaksional Pemimpin mengidentifikasi apa yang mesti dikerjakan bawahannya untuk mencapai hasil yang ingin dicapai. Pemimpin mengidentifikasi apa yang dibutuhkan bawahannya.

Pemimpin memperjelas peran bawahan.

Pemimpin memperjelas bagaimana kebutuhan bawahan akan dipenuhi, sebagai imbalan atas apa yang dikerjakannya peran dalam pencapaian hasil yang di targetkan Bawahan menganggap imbalan tersebut sepadan dengan pencapaian hasil.

Bawahan merasa mampu memenuhi tuntutan atas peranannya tersebut (probabilitas, keberhasilan yang subjektif)

Bawahan termotivasi untuk meraih hasil yang diinginkan tersebut (expected effort)

Dalam teori X-Y McGregor, yaitu manusia yang berupaya menghindari pekerjaan apabila ada kesempatan untuk itu, sehingga apabila dibiarkan mereka akan merasa senang tanpa adanya pekerjaan atau tanggung jawab. Pemimpin dalam praktek operasionalnya harus senantiasa mengontrol, mengarahkan dan jika perlu memberikan ancaman, dalam upaya untuk memaksa individu menjadi produktif. Dalam melaksanakan peran kepemimpinannya, para pemimpin transaksional percaya bahwa orang cendrung lebih senang diarahkan, menjadi pekerja yang ditentukan prosedurnyadan pemecahan masalahnya daripada harus memikul sendiri tanggungjawab atas segala tindakan dan keputusan yang diambil. Oleh

16 | K e p e m i m p i n a n

karena itu, para bawahan pada iklim transaksi tidak cocok diserahi anggungjawab merancang pekerjaan secara inisiatif atau pekerjaan yang menuntut prakarsa. Kepemimpinan transional juga dipandang sebagai contingent reinforcement atau dorongan kontingen dalam bentuk reward dan punishment yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja, bahwa manakala para staf menunjukkan keberhasilan ataupun kemajuan dalam mencapai sasaran target yang diharapkan, mereka mendapatkan contingent positif berupa imbalan (reward). Namun, apabila staf menunjukkan kinerja sebaliknya, yaitu menunjukkan kegagalan atau ditemukan berbagai kesalahan, maka didorong dengan kontingen nengatif atau aversif dapat dikenakan hukuman (punishment) yang juga telah disepakati. Pemimpin bercirikan transaksi, enggan membagi pengetahuan kepada staf karena menganggap pengetahuan tersebut dapat dijadikan alat koreksi atau menjadi pengkritik moral yang kuat bagi perbaikan iklim kerja yang terlalu berorientasi tugas dan sedikit mengabaikan aspek-aspek kepribadian manusia.

b. Kepemimpinan Transformasional Di era desentralisasi ini banyak pakar dan peneliti di bidang kepemimpinan mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan yang sesuai untuk mengurangi banyak kebijakan baru adalah tipe zaman transformative. yang Hal harus ini berkaitan dengan secara

perkembangan

pengetahuan

diinformasikan

komperhensif dan intensif pada bawahan. Luthans (2002:576) menegaskan bahwa karakteristik pemimpin Abad XXI adalah: 1. Innovates (menciptakan sesuatu yang baru) 2. An Original (asli dari pemimpin) 3. Develops (mengembangkan) 4. Focuses on people (terkonsensentrasi pada manusia) 5. Inspires trust (menghidupkan rasa percaya) 6. Long range perspective (memiliki jangka panjang persefektif) 7. Asks what and why (ia menanyakan apa dan mengapa) 8. Eye on the horizon (berpandangan sama pada sesamanya) 9. Originates (memiliki keaslian) 10. Challenges the status quo (menentang kemapanan)

17 | K e p e m i m p i n a n

11. Own person (mengakui tanggungjawab ada pada pemimpin) 12. Does the right thing (mengerjakan yang bener) Karakteristik tersebut sejalan dengan kemajuan pemikiran dan teknologi yang mempengaruhi perilaku orang-orang termasuk prilaku kepemimpinan.

Kepemimpinan Transformasional hadir menjawab tantangan zaman yang penuh dengan perubahan. Zaman yang dihadapi saat ini bukan zaman dimana manusia menerima segala apa yang yang menimpanya, tetapi dapat mengkritik dan meminta yang layak dari apa yang diberikannya secara kemanusiaan. Bahkan dalam terminology motivasi Maslow, manusia di era ini adalah manusia yang memiliki keinginan mengaktualisasikan dirinya, yang berimplikasi pada bentuk pelayanan dan penghargaan terhadap manusia itu sendiri. Kepemimpinan Transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang memandang manusia dan kinerja serta pertumbuhan organisasi adalah sisi yang paling berpengaruh. Istilah transformasi adalah How the resources are transformed into one another, transformasi mengandung makna menjadikan orang yang dipimpin sebagai seorang pemimpin, menimbulkan kepemimpinan kepada yang dipimpin. Suatu proses edifikasi untuk menjadi seorang pemimpin dengan kemampuan menularkan kemampuan kepemimpinan pada orang-orang disekitarnya. Burns (1978) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu proses yang pada dasarnya Para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin adalah seseorang yang sadar akan prinsip perkembangan organisasi dan kinerja manusia, sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui

pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilainilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti halnya keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan yang jauh kedepan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini saja tapi dimasa datang. Oleh karena itu, pemimpin

18 | K e p e m i m p i n a n

transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang visioner. Pemimpin transformasional adalah agen perubahan, dan bertindak sebagai katalisator yaitu yang memberi peran mengubah system kearah yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin tranformasional karena ia berperan meningkatkan segala Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat dan semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan. Menurut Covey (1989) dan Peters (1992) seorang pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas, memiliki gambaran holistic tentang bagaimana organisasi di masa depan ketika semua tujuan dan sasarannya telah tercapai. Inilah yang menegaskan bahwa pemimpin transformasional adalah pemimpin yang mendasarkan dirinya pada cita-cita di masa depan, terlepas apakah visinya itu visioner dalam arti diakui oleh semua orang sebagai visi yang hebat dan mendasar. Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf memilikinya dan komitmen dalam pelaksanaannya. Sergiovanni (1990,21) berargumentasi bahwa makna simbolis dari tindakan seorang pemimpin transformasional adalah lebih penting dari tindakan actual. Nilai-nilai dasar yang terpenting dan dijunjung tinggi pemimpin adalah segala-galanya dan dapat dijadikan rujukan untuk dijadikan nilai-nilai dasar organisasi (basic values) yang dijunjung oleh seluruh staf. Menjadi tugas pemimpin untuk mentransportasikan nilai organisasi untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang transformasional adalah sorang yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkam perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek. Bass dan Aviolo (1994) mengusulkan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan transformasional dengan konsep 4I yang artinya: 1. I pertama adalah idealized influence (Kharisma), yang dijlaskan sebagai prilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Idealized influence mengandung

19 | K e p e m i m p i n a n

makna saling berbagi resiko, melalui pertimbangan atas kebuuhan para staf, di atas kepentingan pribadi, dan perilaku moral secara etis. 2. I yang kedua adalah Inspirational Motivation, tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan atau maknapekerjaan bagi staf. Pemimpin sasaran

menunjukkan

mendemontrasikan

komitmen

terhadp

organisasi melalui prilaku yang dapat diobservasi para staff Pemimpin adalah seorang motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme dan optimisme staff. 3. I ketiga adalah Intellectual Stimulation. Pemimpin yang

mendemontrasikan tipe kepemimpinan senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya, ia selalu mendorong pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan. Sikap dan perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang berkembang dan secara intelektual ia mampu menerjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. 4. I keempat Individualized Consideration, yang direfleksikan oleh pemimpin yang selalu mendengarkan penuh perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan kebutuhan dari para staf. 5. Kepemimpinan transformasional dapat dipandang secara makro dan mikro, kepemimpinan transformasional sebagai proses mempengaruhi antar individu, sementara secara makro merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk mengubah system social dan mereformasi kelembagaan.

c. Kepemimpinan Visioner 1. Kensepsi Kepemimpinan Visioner Kepemimpinan yang management kepemimpinan dan relavan dengan bagi visi tuntutan school based adalah yaitu masa unggul pelatih didambakan yang memiliki kualitas (visionary pendidikan leadership)

kepemimpinan yang depan yang penuh

kerja pokoknya difokuskan

pada rekayasa yang

tantangan, menjadi agen perubahan

dan menjadi penentu Arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi

20 | K e p e m i m p i n a n

yang

provesional

dan dapat

membimbing

personil

lainnya

ke

arah

profesionalisme kerja yang diharapkan. Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan dan

mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi social diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil. a. Visionary Leadership Harus Memahami Konsep Visi. Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan orgininisasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan budaya dan prilaku organisasi yang maju dan antisipasif terhadap persaingan global sebagai tantangan zaman. Visionary leadership

adalah visi kepemi mpinan yang arus dimiliki berdasarkan rambu-rambu tersebut diatas untuk mewujudkan sekolah yang bermutu. b. Visionary Leadership Harus Memahami Karakteristik dan Unsur Visi. Suatu visi memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) memperjelas arah dan tujuan, mudah di mengerti dan diartikulasikan, (2) mencerminkan citacita yang tinggi dan menetapkan standard of excellence, (3

menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen, (4) menciptakan makna bagi anggota organisasi, (5) merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi, (6) menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi, (7) konstektual dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan organisasi dengan lingkungan dan sejarah

perkembangan organisasi yang bersangkutan. c. Visionary Leadership Harus Memahami Tujuan Visi. Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu: (1) memperjelas arah umum peubahan kebijakan organisasi, (2) memotivasi kayawan untuk bertindak dengan arah yang benar, (3) membantu proses mengkoordinasikan tindakan-tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.

21 | K e p e m i m p i n a n

2.

Langkah langkah Visionary leadership Visi harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan sepadan perubahan

perubahan yang terjadi dilingkungan. Karena itu visi dalam konteks ini merupakan atribut utam seorang pemimpin. Adalah tugas dan tanggung jawab pimpinan untuk melahirkan, memelihara, mengembangkan, menerapkan, dan menyegarkan visi agar tetap memiliki kemampuan untuk memberikan respon yang tepat dan cepat terhadap berbagai permasalahan dan tuntutan yang di hadapi organisasi. Jelaslah bahwa visi itu ternyata berproses, dapat direkayasa, dan ditumbuhkembangkan. a. Penciptaan Visi Visi tercipta dari hasil kreatifitas pikir pemimpin sebagai refleksi propesionalisme dan pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi pemikiran mendalam dengan pengikut / personil lain berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa depan yang ingin diwujudkan bersama. b. Perumusan Visi Kemampuan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders, sehinga diperoleh sense of belonging and sense of ownership. c. Transformasi Visi Implementasi Visi merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif.

Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat pilar menurut Nanus (2001) yaitu meliputi : (1) Penentu Arah, (2) Agen Perubahan, (3) Juru Bicara, (4) Pelatih Dan Komunikator. d. Implementasi Visi Implementasi Visi merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan menterjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi berperan dalam menentukan masa depan organisasi apabila diimplementasikan secara komprehensif.

Kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat pilar menurut Nanus

22 | K e p e m i m p i n a n

(2001) yaitu meliputi : (1) Penentu Arah, (2) Agen Perubahan, (3) Juru Bicara, (4) Pelatih Dan Komunikator. Sifat-sifat seorang visioner, selain mampu melihat dan memanfaatkan peluang-peluang di masa depan juga memiliki prinsip kepemimpinan seperti yang dikemukakan Stephen R.Covey (1997:27-37) tentang pemimpin yang berprinsip, dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Selalu belajar ( terus menerus ) 2. Berorientasi pada pelayanan 3. Memancarkan energi positif

23 | K e p e m i m p i n a n

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Kepemimipinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan menanamkan keyakinan kepada anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Begitupula dalam dunia pendidikan dapat didefinisikan sebagai pendidikan, kepemimpinan proses mempengaruhi,

suatu

mengkoordinasi, dan menggerakan perilaku orang lain serta melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih positif dalam mengupayakan keberhasilan pendidikan atau tujuan pendidikan. Setiap pemimpin perlu memiliki berbagai ketrampilan kepemimpinan yang dapat menjadikan panutan pada setiap bawahannya yaitu, pemimpin memiliki ketrampilan dalam memimpin, pemimpin memiliki ketrampilan dalam hubungan insan, pemimpin memiliki ketrampilan dalam proses kelompok, pemimpin memiliki ketrampilan dalam administrasi personil, dan pemimpin memiliki ketrampilan dalam menilai (Tim Dosen MKDK;2006). Seorang pemimpin memiliki sifat dan sikap yang perlu menjadi panutan setiap orang (bawahannya). Adapun cara yang dilakukan untuk menggali suatu sikap dan sifat seorang pemimpin (pendekatan kepemimpinan), yaitu pendekatan teori sifat pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, pendekatan kontingensi, pendekatan perubahan sosial dan gaya kepemimpinan. dan

3.2 Saran Jiwa kepemimpinan itu perlu dipupuk dan dikembangkan pada setiap diri manusia, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Seorang pemimpin wajib memiliki sifat kepemimpinan yan ideal. Diharapkan Negara Indonesia memiliki pemimpin yang tangguh dan dapat mengayomi setiap warga maupun anggotanya, mengingat jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti.

24 | K e p e m i m p i n a n

You might also like