You are on page 1of 17

Jiwa Manusia dan Potensi-potensi yang dimilikinya (Tinjauan Tasawuf)

By : M.Subekhi

Muqadimah

Tuhan menciptakan jiwa sebelum benda materi. Jiwa berada di dunia yang lebih halus. Sebuah dunia yang lebih dekat dengan Tuhan. Disini sejatinya tidak ada tabir antara jiwa dengan Tuhan. Manusia telah wujud selama satu millenium lebih di dunia yang halus, duduk di dekat kaki Tuhan, bermandikan cahaya Tuhan dan Tuhan bertanya kepada jiwa, "Apakah Aku Tuhan Kalian?" Suara Tuhan menjadi akar dari semua musik yang menyentuh hati, menyemangati dan membahagiakan jiwa. Jiwa mengetahui bahwa Tuhan telah menciptakan mereka. Mereka selaras dengan kehendak tuhan dan mereka bersemangat berada di dalam hadirat-Nya. Tuhan kemudian mengirim jiwa individual tersebut ke dunia material, ia pun terbenam di dalam masing-masing dari empat elemen ciptaan. Pertama, ia melewati air dan menjadi basah, lalu melewati tanah dan menjadi lumpu. Kemudian, ia melwati udara dan menjadi tanah liat. Kemudian, ia melewati api sehingga menjadi tanah liat panggang. Dengan demikian, jiwa non-materi melewati seluruh elemen dasar materi yang menghasilkan dunia materi dan cahaya menjadi tersimpan di dalam wadah tanah liat - yakni tubuh. Selanjutnya jiwa tidak hanya mengikutsertakan tubuh material, tetapi emosi, pikiran dan tenaga. Tingkat perwujudan yang beragam ini dirangkum oleh keempat elemen dasar materi tersebut. Jiwa tersebut masih bersifat sempurna, suci dan dekat dengan Tuhannya, namun kini telah tertabiri dan tersembunyi. Sayangnya, begitu kita terwujud dalam bentuk materi, kita menjadi buta terhadap rahasia di dalam diri kita tersebut. Sebagai makhluk materi, kita tidak dapat mewujudkan sifat-sifat ketuhanan tersebut, kita tertarik pada benda-benda duniawi. Namun, Tuhan juga memberi pelbagai alat untuk kembali pad atingkat kesadaran azali kita, untuk keluar dari wadah tanah liat. Alat -alat tersebut adalah akal dan kehendak yang merupakan potensi-potensi yang dimiliki oleh jiwa manusia, yang akan kami bahas dalam makalah ini.

A- Mengenal Nafs, sifat -sifat dan karakteristiknya Kalimat nafs menurut bahasa Arab berarti jiwa atau roh....1'. Dalam al-Qur'an kalimat nafs bisa berarti macam-macam 2: 1. Nafs, sebagai diri atau seseorang , seperti dalam surat 'Ali: Imaran : 61 Q.s. AdzDzariyat : 21

2. Nafs, sebagai Tuhan, seperti dalam surat Al-An'am : 12 dan 54 :

3. Nafs, sebagai person sesuatu , seperti dalam surat al-Furqan : 3 I 4. Nafs, sebagai roh, seperti dalam surat al-An'am : 93

5. Nafs sebagai jiwa, seperti dalam surat al-Syams : 7 dan s. al-Fajr : 27

6. Nafs sebagai totalitas manusia, seperti dalam surat al-Maidah : 32 dan S. alQashas : 19

7. Nafs sebagai sisi dalam diri manusia yang melahirkan tingkah laku, seperti dalam surat al-Ra'du : 11

Arti- arti nafs tersebut jika dirangkai setiap artinya akan mewujudkan pengertian nafs yang utuh. Term nafs yang sedang dibahas adalah membatasi arti totalitas manusia juga sesuatu yang didalam diri manusia yang mempengaruhi perbuatannya, atau nafs sebagai sisi dalam manusia sebagai lawan dari sisi luarnya.

1. Nafs sebagai Totalitas Manusia Kata nafs untuk menyebut totalitas manusia, artinya manusia sebagai makhluk yang hidup di dunia maupun yang hidup di akhirat. Sebagaimana yang sudah menjadi lazimnya pemahaman umum bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki dua
1

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab- Indonesia, Pustaka progressif, Yogyakarta, 1984. hal. 1446
2

Dr. Achmad Mubarok, M.A, Jiwa dalam Al-Qur'an, Paramadina, Jakarta, 2000, hal. 44

dimenasi, yaitu jiwa dan raga. tanpa jiwa- dengan fungsi-fungsinya manusia dipandang tidak sempurna, dan tanpa jasad/raga, jiwa tidak menjalankan fimgsifungsinya. Jadi hubungan keduanya adalah saling membutuhkan keberadannya. Dalam term totalitas manusia berarti manusia sebagai makhluk dunia sekaligus harus mempertanggungjawabkan perbuatannya nanti diakhirat. Dan kehidupan yang hakiki sebenarnya adalah kehidupan nanti di akhirat kelak, karena ada yang berpendapat bahwa kehidupan di dunia adalah kehidupan yang semu *)

Selanjutnya bagaimana mengenai wujud kehidupan nafs di akhirat kelak ? Menurut al-Qur'an, di alam akhirat nanti, nafs akan dipertemukan dengan badannya. ( Q.s. At-Takwir :7)

Kebanyakan tafsir, misalnya tafsir al-Maraghi menafsirkan kalimat zuwwijat dengan arti "dipertemukan dengan badannya" Penafsiran ini menunjukkan pada ayat lain yang mengisyaratkan bahwa di akhirat nanti manusia juga memiliki anggota badan. Seperti yang diisyaratkan oleh surat Yasin : 65 dimana semua anggota badan manusia, tangan, mata, kaki dan lainnya akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah diperbuatnya di alam dunianya. Jika nafs di akhirat nanti akan dipertemukan dengan badannya, pertanyaan yang timbul apakah badan yang lama, yang telah hancur menjadi tanah atau badan yang sama sekali baru yang akan dirancang untuk hidup dialam rohani? Dintinjau dari kekuasaan Tuhan, maka dengan sifat qudrat Allah

mempertemukan nafs dengan bdannya bukanlah masalah. Karena seperti yang


*)

Seperti pandangannya Syekh Siii Jenar tentang kematian dan kehidupan. Dia menganggap bahwa " dunia ini adalah kematian" manusia yang hidup di dunia ini adalah mayyit. Mati. Kehidupan sekarang ini bukan kehidupan sejati. Siti Jenar nampaknya memahami ayat" Innaka mayyitun wainnahum Mayyituun (Q.s. 23:15 &37). Yang ditonjolkan oleh dia adalah sifat mati atau sebagai mayyit. Artinya orang yang hidup di dunia ini dalam posisi terkena kematian. Hidup sejati, menurut Siti Jenar, tak tersentuh kematian. Jadi orang hidup sekarang hanyalah untuk menyiapkan diri memasuki kehidupan yang sebenarnya. (Lih. A. Chojim : Syekh Siti Jenar, Makna Kematian , Serambi, Jakarta, 2004, hal. 22 dan Sri Muryanto, Aj'aran Manunggaling Kawula Gusti, Kreasi Wacana , Yogyakarta, 2004, hal. 22) Kemudian Syekh siti Jenar menawarkan cara menjemput kematian dengan tujuh langkah untuk mengeluarkan nyawa dari raganya. mulai dari kaki-lutut-pusar-jantung-kerongkongan-muka- dan di titik "ajna" dengan Wirid Hidayat Jati (lih. A.Chojim, Ibid, hal. 246-247)

dipaparkan dalam surat Yasin : 79. Allah berkuasa membangkitkan jasad-jasad yang mati sebagaimana Allah berkuasa menghidupkan kali pertama. Selanjutnya hal ini kembali kepada keimanan dan keyakinan .*)

2. Nafs sebagai Sisi Dalam Manusia Dalam surat al-Ra'du : 10 mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sisi dalam dan sisi luar. Jika sisi luar manusia dapat dilihat pada perbuatan lahiriyahnya, maka sisi dalam sebagai penggeraknya adalah nafs. Dan mengisyaratkan bahwa nafs merupakan wadah bagi suatu potensi, dan sesuatu itu sangat besar peranannya bagi perbuatan manusia. Apa yang tersembunyi dalam nafs - dan dari sana lahir perbuatan-perbuatan manusia secara lahiriyah. Karena itu dalam term ini nafs berfungsi sebagai "wadah" yang didalamnya terdapat aneka fasilitas. la meupakan ruang dalam/rohani manusia yang sangat luas yang menampung aneka fasilitas. Ibarat ruang besar memiliki kamar-kamar yang banyak . yang setiap kamar mempunyai fungsi dan tugasnya masing-masing untuk mengeluarkan isinya. Dengan memunculkan yang tersembunyi dalam, maka manusia dikenal. Dan bagi Allah baik yang dimunculkan maupun yang tersembunyi di dalam tetap diketahui. Selanjutnya masing-masing jiwa itu memiliki potensi yang seyogyanya harus dioptimalkan potensi yang ada sehingga ia dapat menjalankan tugasnya sebagaimana yang dikehendaki sang pembuatjiwa.

C. Jiwa-jiwa yang dimiliki manusia dan Potensi-potensinya (tinjauan suflstik) Menurut tradisi sufi, manusia memiliki tujuh jiwa. Masing-masing mewakili tingkat evolusi dan potensi yang berbeda. Dengan tujuh jiwa ini manusia berbeda dengan makhluk lainnya (tumbuhan dan hewan) walaupun sebagian jiwa yang dimiliki oleh manusia dimiliki juga oleh tumbuhan dan hewan. Ketujuh jiwa tersebut adalah *) :

*) Menurut Siti Jenar, nyawa ketika keluar dari jasad manusia akan menuju ke tempat persemayamannya sementara (di Baitul Makmur) hingga datangnya hari Qiyamat. Ketika kiyamat sudah tiba nyawa akan kembali diturunkan untuk dipertemukan dengan jasadnya (lih. A.Chojim. Ibid. hal. 247)

Robert Frager, Ph.D. Hati Dili dan Jiwa, Psikologi Sufi untuk Transformasi, Get. II Serambi, Jakarta, 2003, hal. 145-189

*)

Jiwa Mineral
Jiwa ini dimiliki juga oleh tumbuhan dan hewan

Tern pat

Sistem Tubuh

Perilaku Terlalu kaku

Sisi Positif Dukungan batiniyah Kesehatan tubuh, penyembuhan, pemberian gisi

Tulang belakang System kerangka hati System pencernaan

Nabati

Hewani

Pribadi
Jiwa ini haya dimiliki oleh manusia

Insani rahasia

Maha rahasia

Kemalasan, aktifitas berlebihan, kekurangan gizi jantung System peredaran Amarah, Motivasi darah ketakutan, naluri kesenangan otak System syaraf Egois, ego lemah Kecerdasan, ego yang sehat Hati spiritual sentimentalis Belas kasih, kretivitas Lubb (hati Penolakan dunia Kebebasan penuh, spiritual -hati kearifan lebih dalam) Hati spiritual Tidak ada Kesatuan dengan (lubuk hatiTuhan terdalam)

1) Jiwa Mineral (an-Nafs maddani) Dunia mineral sangatlah dekat dengan Tuhan. Dia tidak pernah memberontak kepada kehendak Tuhan. la merupakan wadah percikan ilahi yang suci di dalam diri manusia.ia berfungsi sebagai dasar/fondasi yang kuat untuk mendukung kita di dalam kehidupan.ibarat suatu bangunan ia adalah kerangkanya yang senantiasa harus ada.

2) Jiwa tutnbuhan (an-nafs nabati) Jiwa tumbuhan berfungsi untuk membantu manusia menjaga kesehatan dan kekuatan tubuh, jika tidak seimbang dia menjadi sumber kemalasan dan sikap hiperaktif. Jiwa tumnbuhan mengatur pertumbuhan dan asimilasi dari bahan-bahan makanan. Jika kita kekurangan vitamin ataupun mineral, maka kita perlahan akan menjadi lemah dan mungkin jatuh sakit. Jiwa nabati segera mengetahui kekurangan tersebut, dan efeknya ia memberitahu kepada kita. Di waktu kita berada di dalam rahim, kita sepenuhnya berfungsi sebagai jiwa tumbuhan. Kita dihubungkan pada rahim pada rahim ibu kita dengan tali pusar, yang berfungsi sebagai penyalur makanan. Namun jiwa tumbuhan masih ada hinnga

jasad kita mati/rusak .

3) Jiwa hewani (an-nafs al-hayawuni) Jiwa hewani bertujuan untuk memberikan kepada manusia hasrat dan dorongan untuk melaksanakan pelayanan-pelayanan yang bermanfaat di dalam dunia ini. Ketika tidak seimbang jiwa hewani akan mendorong manusia bersikap buruk dengan amarah, ketamakan dan nafsu birahi

4) Jiwa Pribadi (an-nafs nafsani) Jiwa pribadi merupakan tempat ego. Manusia memiliki ego negative dan ego pdsitif. Mulai tingkat jiwa ini dan tingkat selanjutnya, hanya dimiliki oleh manusia tidak dimiliki oleh tunibuhan, kalau jiwa jiwa sebelumnya dimiliki juga oleh binatang. Jiwa pribadi bertujuan untuk membina manusia, menyediakan kecerdasan untuk memahami diri kita dan dunia di sekeliling kita. Jika tidak seimbang akan menyesatkan manusia melalui keangkuhan dan egoisme.

5) Jiwa insani (an-nafs - al insani) Jiwa insani terletak di dalam qalb. la adalah Jiwa insani berguna untuk memberikan belas kasihan dan kecerdasan yang mendalam, tempat keimanan serta kreatifitas dari hati. Jika tidak seimbang, maka ia akan membuat manusia bodoh dengan ras belas kasihan tidak pada tempatnya.

6) Jiwa Rahasia (an-nafs-al sirri) Jiwa rahasia adalah bagian dari diri manusia untuk mengingat Allah. Jiwa rahasia terletak di dalam hati batiniah. Jiwa rahasia dapat memunculkan kearifan batiniyah sejati
*)

. Namun jika tidak seimbang, mak aia dapat membuat mahusia

menolak dunia dan melakukan pemisahan antara halhal spiritual dan material dan menjadi penghambat dari kesatuan yang utuh dengan Allah dan dia berda di dalam kegelapan selamanya.

*)

Jiwa rahasia memunculkan kesadaran batiniyah untuk selalu mencari, mencintai dan mengenal Allah.

7) Jiwa maha rahasia (an-nafs sirr al-asrar) Jlwa rahasia merupakan sesuatu yang benar-benar trensendent, ia adalah jiwa azali (ruh) yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia - ia adalah inti kita. Ketika manusia meninggal dunia, keempat jiwa pertama akan mengikuti tubuh jasmaniyah manusia dan keempat jiwa selanjutnya akan meninggalkan tubuh dan mereka tidak binasa dan akan kembali kepada Tuhannya*) Dari pembagian ketujuh nafs tersebut, memerlukan keseimbangan, menurut model sufi, perkembangan spiriutual bukanlah semata berkenaan dengan meningkatkan jiwa yang lebih tinggi dan mengabaikan atau melemahkan yang lebih rendah. Tiap jiwa memiliki potensi yang berharga. Keselarasan komponen dan potensi -potensi ketujuh jiwa itu dimetamorfosikan bagai "Kereta Kuda"
*)

Semua komponen-komponen dalatn kereta kuda harus sehat


*)

dan kuat. tidak ada yang merasa berkuasa

agar berfungsi dan dapat menggerakkan

*) 'Jika manusia memihak pada mater, maka sulit bagi jiwa insani dan jiwa rahasia untuk pergi saai kematian. Pengalaman ini digambarkan bagaikan menarik duri melalui saraf-saraf. Orang semacam ini terpaut pada kesenangan dan kehidupan tubuh, hasrat, ego untuk tubuh. Tetapi jika manusia memihak jiwa insani dan jiwa rahasia, dikatakan bahwa ia keluar dari tubuh seperti selernbar rambut yang^ditarik dari mentega Manusia semacam itu tidak terikat pada kehidupan dunia.

Menurut sufi kuno menyamakan jiwa -jiwa tersebut dengan sebuah kereta kuda Jiwa mineral adalah rangka atau as. Jiwa tumbuhan adalah badan dan keretanya, iiwa hewan adalah kudanya. Dan iiwa pribadi adalah pengendaranya. Jiwa insani dipadu dengan iiwa rahasia dan iiwa maharahasia, adalah si pemilik yang duduk di dalam kereta kuda tersebut Seluruh jiwa tersebut haruslah sehat dan bekerjasama agar kereta dapat berfungsi dengan baik. Kerangka dan badan haruslah kokoh. Roda-roda dan as haruslah kuat. Jika badan kereta kuda rusak maka perjalanan tidak dapat dilanjutkan. Kuda-kuda, satu hitam mdan satu putih, haruslah sehat. Kuda hitam mewakili amarah dan rasa takut, kuda putih mewakili hasrat. Karena, tanpa kekuatan motivasi dari mereka, kereta kuda tidak akan pergi kemanapun. Sang Pergendara haruslah cukup kuat dan cukup terlatih untuk mengarahkan kuda-kuda tersebut dan .ita kuda tersebut dengan benar. Mungkin yang paling utama adalah sanga pengendara harus , mengikuti petunjuk sang pemilik Sang pemilik haruslah kuat dan sehat, serta mampu melakukan komunikasi sehingga sang pengendara dapat me, puusan ying tepat. Bagi sebagian orang, tabung komunikasi antara pengendara dan pemilik tersumbat akibat pemaKaian ytang jarang. Sang pengendara. sang pengendara bahkan lupa ada sang pemilik yang berada di dalam kuda tersebut, dan ia telah mengambil alih kekuasaan. (Lih. Robert Frager, Op.Cit. hal. 175-177)
*)

*)

Jika kereta kuda berkuasa, maka tidak akan ada perjalanan. Tidak ada yang bergerak, sebab tidak ada motivasi untuk pergi kemanapun. Jika kuda-kuda tersebut berkuasa, maka mereka akan membawa kereta kuda tersebut ke ladang rumput dan kuda itu akan berhenti selamanya di tempat itu. Jika Sang pengendara tidak memiliki kemampuan untuk menunjukkan tujuan yang benar, tak peduli seberapa baik ia dapat mengendarainya melewati liku-liku jalan dan rintangan-rintangan. Kecerdasan pribadi adalah alat yang baik, namun terbatas dan berpusat pada dirinya sendiri. Maka kita memerlukan jiwa insani,

kereta kuda itu hingga sampai pada tujuan akhirnya. Selanjutnya jiwa-jiwa tersebut memunculkan tingkatan-tingkatan nafs. Jika ditinjau dari segi tasawuf nafs yang suci dapat menyatu dengan Tuhan karena nafs berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya B. Tingkatan -tingkatan Nafs (tinjauan sufistik) Banyak penulis - kaum sufi membagi nafs dalam tujuh tingkat perkembangan nafs yang merupakan adopsi dari al-Qur'an. Setiap tingkatan menuju tingkatan berikutnya merupakan hubungan hierarki. Semakin keatas tingkatannya semakin baik sifat dan potensinya. Sesuai dengan kondisi dan keadaan nafsnya, manusia dapat digolongkan kedalam tingkatan yang terendah sampai ke puncak tingkatan tertinggi tersebut. Ketujuh tingkatan itu dijelaskan oleh Syekh Safer Dal 3, pimpinan kelompok Halveti-Jerrahi Kelompok darwis India) dan al-Ghazali 4 serta Al-Hakim at-Turmudzi berikut:
5

yang merupakan saduran dari pendapat para sufi Islam sebagai

No Tingkatan NAfs 1 2 3 4 Nafs Tirani Nafs penuh penyesalan Nafs ilhami Nafs tentram

Nama Tuhan Lailaha illa Allah*) Allah*) Hu*) Haqq (kebenaran)*)

jiwa rahasia dan maha rahasia untuk mengarahkan kereta itu k arah tujuannya. (ibid, hal 177)
3

Robert Frager, Ph.D. Hati Diri dan Jiwa, Psikologi Sufi untuk Transformasi, Cet. II Serambi, Jakarta, 2003 , hal. 85-121 AI-Ghazali, Majmu ar-Rasail al-Ghazali, ft Misykat al-Anwar, Bairut. Libanon.t.t. hal. 281-284

Lih. Abi Abdullah Muhammad bi All Al-Hakim al-Turmudzi, Sayan a/-Farq bain al Ashadr wa alQalb wa alFuad waalLubb, Maktabah al-kulliyah al-Azhar, Kairo, tt, hal. 80-83 Kalimat La llaha lla Allah, separuh bagian pertamanya adalah pengingkaran dan separuh bagian lainnya adalah penegasan. Berarti masih adanya unsure tuhan selain Tuhan yang suci
*) *)

Allah artinya hanya Allahlah yang layak disembah Hu sebutan untuk Tuhan tanpa sifat, sebuah cara yang lebih intim dalam menyapa Tuhan

.
*) *)

Haqq bermakne kebenaran dan Tuhan adalah kebenaran yang tidak berubah-ubah. Seluruh kebenaran yang lain dapat berubah- dan menjadi tidak valid ketika segala sesuatu selain Tuhan telah berubah. Ketentraman nafs ketika berasal dari pencarian terhadap Tuhan, bukannya terhadap hal-hal duniawi yang terbatas dan berubah-ubah. Dan disitu merupakan awal pengetahuan nafs tentang kebenaran

5 6 7

Nafs radhiyyah Nafs mardhiyyah Nafs sufiyyah

Hayy (maha hidup)*) Qayyum ( maha kekal)*) Qahhar ( maha memaksa)*)

1) Nafsu Tirani Nqfs tirani merupakan nafs yang sifatnya selalu menyuruh kepada pada berbuat kejahatan. Nafsu tirani berusaha untuk mendominasi dan mengendalikan pikiran serta tindakan manusia. Sebagian orang yang didominasi oleh nafs tirani ini mungkin saja melakukan amalan-amalan keagamaan, namun hanya berupa pameran belaka yang dirancang untuk mendapatkan penghargaan orang lain ("riya dalam ibadah") Pada situasi ini, umumnya aspek luar nafs lebih dipentingkan dari aspek dalamnya. la bertindak berbeda ketika sedang berhadapan dengan orang lain dan ketika sedang dalam keadaan sendiri. Sifat ini dapat dihilangkan dengan jalan ketulusan. Ketika Allah memerintah untuk berbuat baik, orang yang bernqfs tirani ini ada sesuatu yang mendorong untuk berbuat sebaliknya, mengingkarinya. Pada kondisi ini, orang tersebut diperintah oleh akal kecerdasan. Cirinya adalah Kecerdasan yang tidak disertai dengan keimanan dan aqidah yang kokoh. Tidak ada cinta terhadap Tuhan, tidak ada pengendalian batiniah bahkan perasaan dosa, yang menjadi tujuannya adalah tercapainya
*)

kepentingan

penumpukkan harta, kekuasaaan dan kepuasan egoisme

Karena orang-orang

Hayy bermakna hidup .segala sesuatu yang wujud merupakan bagian dari sifat Tuhan ini, Tuhan adalah sumber tehidupan dan sumber keberadaan segala sesuatu. Mereka yang merasakan Tuhan sebagai Hayy di dalam diri setiap orang dan di dalam segala sesuatu telah mencapai tingkat nafs Radhiyyah ini
*) Qayyum adalah kekal. Keberadaaan Tuhan tidaklah bergantung kepada segala seuatu yang lain-Nya. Segaka seuatu di alam semesta ini, selain Tuhan, bergantung pada seuatu atau seseorang diluar dirinya untuk mampu bertahan, Hanya Tuhanlah yang kekal dan tidak membutuhkan seuatu apapun . ketika alam semesta dijalani sebagai bukan seuatu diluar Tuhan, maka seorang telah mencapai tingkatan nafs mardhiyyah

*)

Qahhar bermakna Maha Kuat atau Maha memaksa,. Merujuk kepada kekuatan Tuhan yang tak dapat dihentan ataupun ditolak, yang seutuhnay melenyapkan segala hambatan. Untuk mencapai tinkatan ini, seluruh perasaan akan "Aku" yang terpisah haruslah dileburkan dengan Tuhan *) Kebanyakan yang berada ditingkat ini adalah budak-budak kesenangan pribadi mereka.

*)

semacam ini tidak terdapat didalam jiwanya moral batiniyyah. Nafs secara terus menerus terobsesi dengan ...pendapat yang baik dari orang lain, tanpa peduli apakah Tuhan mungkin saja tidak meridhoinya. Hasilnya adalah meningkatkan rasa kepemilikan dan kebanggaan terhadap diri sendiri, keangkuhan, merasa penting dan sikap memandang rendah.. ia menghindarai apa yang pun yang tidak disukai orang lain, walaupun Tuhan menyenangi hal-hal tersebut. Nafs juga secara terus menerus mengingat jasa kebaikan-kebaikannya walau sekecil apapun, merenungkannya dengan puas dan kagum.. ia menganggap penting hal-hal kecil yang ia lakukan untuk orang lain, Namun sebesar apapun bantuan yang diberikan orang lain untuknya, ia tidak menganggapnya penting dan melupakannya dengan cepat. Orang-orang bernafs tirani ini menjadi budak-budak kepuasan pribadi walaupun disaat yang sama ia menjadi hamba Allah. Kita mungkin saja tidak akan pernah sepenuhnya menihilkan pengaruh nafs tirani di dalam diri kita, mereka akan selalu ada, bahkan pada tingkat-tingkat nafs yang terbaik sekalipun. Yang terbaik yang mampu kita lakukan adalah mengendalikan mereka dan membuat mereka tertidur.*) Secara dramatis, Rumi mengingatkan kita untuk tidak meremehkan nafs tirani kita. Kita bisa saja merasa bahwa kita telah mampu menguasai amarah, kesombongan, dan lainnya. Namun situasi tak terduga dapat membangunkan mereka kembali. Jalan keluar satu-satunya hanyalah membiarkan mereka tertidur dan dalam saat yang sama kita melakukan transformasi nafs. Mentransformasikan diri artinya mengubah ego negatif ke dalam ego positif dalam satu waktu; contohnya kekikiran menjadi kedermawanan, kemunafikan menjadi keikhlasan, keserakahan menjadi ke-qana'ahan. Jalan untuk mentranformasikan diri adalah melalui praktik melepaskan diri dari dunia dan mengingat kepada Allah, yang akan memancarkan cahaya hati dan membuat kita peka terhadap kerja nafs Karakteristik dan pengendali nafs tirani6
*)

Menurut Rumi (tokoh Sufi) gambaran nafsu tirani bagaikan "seekor naga yang buas yang membeku", tubuhnya kedinginan oleh salju, ketika matahari secara perlahan menghangatkan tubuhnya , iapun mulai terbangun dan menbunuh setiap orang yang dijumpainya. Maka kendalinya adalah biarkan naga dalam dirimu tertidur.Jika dibangunkan ia akan melahapmu (lih. Hasrat Inayat Khan, The Heart Of Sufisme, (terj, Andi Haryadi. Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 187)
6

Al-Hakim at-Turmudzi, Op.Cit. hal.80 dan Robert Frager, Op.Cit. hal. 88-89

Sifat orang yang ber nafs tirani Penawarnya Hubb al-dunya Suka dipuji Riya dalam beribadah Tidak Ikhlas Menganggap dirinya penting Iri hari Rasionalis*) Munafik Tergesa-gesa Menarik rohani turun ke alam materi yang lebih rendah Ikhlas Iklhas

Qona'ah Ikhlas Sabar

Orang yang sudah didominasi oleh nafsu tirani, secara umum bekerja diluar kesadaran (ia tidak tahu jati dirinya sebagi hamba). la sepertinya berbicara dengan suara hatinya dan mengungkapkan hasrat yang terdalam, sehingga kita jarang melawannya.

2) Nafs Penuh Penyesalan Diatas nafs tirani adalah nafs penuh penyesalan. Pada tingkat ini orang yang memiliki nafs penyesalan ,mulai memahami dampak negatif pendekatan egois kita terhadap dunia, walaupun kita tidak memiliki kemampuan untuk merubahnya. Amalan buruk kita saat ini mulai terasa menjijikkan bgi kita. Kita memasuki lingkaran berbuat dosa, menyesali perbuatan tersebut, kemudian kembali berbuat dosa. Gambaran orang yang mempunyai nafs penyesalan ini diilustrasikan oleh Jalaludiin Ar-Rumi bagaikan orang yang masuk ke dalam kamar yang gelap, pada titik tertentu ia berubah menyalakan (menyesal), karena ia melihat isi ruang kamar tersebut dipenuhi oleh kotoran keladai, kambing dan segala sesuatu yang buruk. Setelah mengamati situasi tersebut ia berusaha membersihkan kotoran tersebut dan mengusir binatang-binatang itu dari kamar, yang didukung dengan berdzikir kepada Allah dan perasaan berdosa yang mendalam.7
Kebenaran hanya diukur dengan Kebenaran rasionya, tanpa diimbangi dengan keimanan akhirnya ia menjadi kering batinnya 7 Jalaludin ar-Rumi, Yang mengenal dirinya Yang mengenal Allah, (terj, Sukardi) Rmeja Rosda karya,
*)

Karakter orang yang memiliki nafs ini dan pengendaliannya Sifat orang yang bernafs Penawarnya

penuh penyesalan Ujub munafiq ketakutan beragama hubb aldunya Ikhlas Ikhlas Taubat Hubb al -akhirah wa

hubbullah

Para penguasa ditingkat ini masih berupa kepandaian duniawi. Perdana mentrinya adalah egoisme . namun sifat-sifatnya lebih lembut dari nafs tirani. Manusia yang diliputi nafs penuh penyesalan dalam beribadah tampak seakan-akan ta'at, suci saeh dan lurus. Namun dicemari oleh keangkuhan, egoisme. dengki, ambisi, ketidaktulusan - dan hal-hal yang merusaknya,

3) Nafs Ilhami Pada tingkat ketiga ini, orang mulai merasakan kesenangan sejati di dalam shalat, berdo'a dan beribadah lainnya. la mulai mengalami sendiri kebenaran spiritual yang selama ini hanya ia dengar atau ia baca. la mulai merasakan cinta hakiki kepada Allah dan kepada ciptannya. Tingkat ini juga merupakan awal dari praktik tasawwuf yang sejati. Karena pada tingkat sebelumnya ini, yang terbaik yang diproleh adalah pemahaman palsu dan pemujaan ritual semu. Ketika seseorang memulai mendengar suara nurani mereka. la mulai terilhami untuk mengetahui petunjuk kebenaran , maka nafs terilhami dan mendapat cahaya kebenaran, ia marnpu membedakan antara yang benar dan salah. (Lih. Q.s. Asy-Syams : 7)

Bahaya nafs yang terilhami Walaupun keburukan-keburukan nafs tirani dan nafs penuh penyesalan sudah berlalu. Namun orang yang memiliki nafs ilhami belumlah berada ditempat yang aman.
Bandung, 2002, haM 18

Egoisme masih sangat utuh dan dapat medapat membawa ia ke jalan yang salah, dan kemunafikan masih merupakan hal yang sangat berbahaya pada tingkat ini Tingkat ini dapat menjadi tingkat pertumbuhan nafs yang sangat berbahaya. Untuk pertama kalinya ia mampu merasakan pengalaman dan pengetahuan spiritual yang sejati. Namun jika pengalaman dan pengetahuan ini disaring oleh ego,maka ia akan melambung dengan dahsyatnya. Seperti halnya ibarat para seniman, penulis pemusik dan ilmuwan yang kreatif. Orang-orang ini mungkin saja merasakan terobosan dan menemukan inspirasi yang kreatif. Bahayanya mereka mungkin saja mengira bahwa mereka sendirilah sumber dari inspirasi tersebut

Karakter dan pengendalinya Sifat Orang yang mempunyai nafs Ilhami Kedemawanan Qana'ah Tawakkal Taubat Penawarnya Jauhkan sifat munafik dalam beribadah 8 Sifat egonya masih kuat dari

4) Nafs Tenteram (nafs Muthmainnah) Pada tingkat ini, ia sudah mencapai ketentraman. Ketentraman yang dimaksud jauh berbeda dari keadaan yang biasa kita alami9 .Ketentraman disini adalah pencapaian sepiritual yang sejati yang merasa puas dengan masa sekarang, dengan segala yang ada, dengan yang segala Allah berikan kepada kita. Ketentraman dan kepuasan ini berakar pada cinta kepada Allah . Nafs yang tentram diterangi oleh cahaya hati sedemikiian rupa, sehinga ia mengusir seluruh sifat-sifat buruk dan menjadi disifati oleh sifat-sifat mulia dan
Said Hawa, Tazkiyatun Nafsi, Intirasi Ihya Ulumuddin, (terj. Abdul Amin, Lc) Pena, Jakarta, 2006, hal. 221 Mungkin kita tentram karena uang banyak, segala kebutuhan tercukupi dan hal yang berusuan dengan kebutuhan duniawi
9 8

sepenuhnya memusatkan perhatiannya pada hati dan menemaninya dalam perjalanan menuju wilayah kesucian, sementara dibersihkan dari dosa-dosa dan tekun dalam pengabdiannya Karakteristik dan penawarnya Seorang yang mempunyai nafs tentram Keyakinan kuat terhadap Allah Kenikmatan spiritual Rasa syukur Kepuasan hati pemujaan Penawarnya Mengurangi perasaan terpisah dengan Tuhan

Pada tingkatan keempat ini, orang yang memilki nafs tentram ini belum aman dari pengrusakan besar ego negative, ego negative masih mempengaruhi kita, walaupun hanya sementara dan pengaruhnya mulai melemah karena ego tidak dapat dilihat lagi sebagai pemusatan jiwa. Para penguasa nafs ini adalah kearifan dan perdana menterinya adalah cinta

5). Nafs Radliyyah Pada tingkatan nafs Radliyyah, oang yang memiliki nafs ini tidak hanya puas terhadap taqdir Allah . Iajuga mera puas terhadap segala kesulitan dan ujian kehidupan, yang juga berasal dari Allah*). Kondisi orang yang memiliki nafs Ridla ini sangatlah berbeda dengan cara biasa yang biasa kita lakukan di dalam kehidupandi dunia ini. Ketika raa syukur dan cinta kepada Allah demikian besarnya, raa sakit tidak dirasakan bahkan yang pahit pun terasa manis, segala keburukan menjadi kebaikan yang indah. Maka kondisi ini sudah mencapai stasiun nafs ridha. Ciri- ciri lain orang yang memiliki nafs ridha adalah kejaiban, kebebasan*), ketulusan, perenungan dan ingat kepada Allah. NAmun orang yang memiliki nafs ridha ini belum lepas dari dualisme antara
Orang daam rtingkatan nafs ridha berkeyakinan bahwa kebaikan ataupun keburukan yang ditimpakan kepadanaya berasal darai Allah. Karena mereka yakin bahwa kehendak dari Allah adalah yang terbaik untukny,asal Allah ridha dengan dirinya dia merasa puas
*) *)

kebebasan muncul karena tidak lagi tergoda oleh sesuatu apapundi dunia ini selain Allah

"Aku " dan "Dia" yang mempengaruhi jiwanya. Karakter dan penawarnya Karakter syukur Ikhlas Cinta Allah Maih ada ego namun kecil Penawarnya

6) Nafs Mardhiyyah PAda tingkat ini,orang memiliki nafs mardiyyah merasakan dunia sebagai satu kesatuan yang utuh. Dia menjadi manusia yang sejati. Karena dalam tingkat ini adalah tingkat pernikahan antara batiniyyah dan roh. Orang yang memiliki nafs ini tidak lagi terpisah antara hasrat materi dia dan hasrata akan selalu bersama Allah Sehingga ia selalu memilih kondisi apapun yang Allah pilihkan untuk dirinya dan menempatkan di dalamnya. Pada tingkat ini, orang yang memiliki nafs mardyiyyah menyadari bahwa seluruh kekuatan untukbertindak dating darai Allah, dia tidak melakukansesuatu apapun dengan sendirinya. Dia tidak merasa takut terhadap segala sesuatu atau meminta seuatu apapun Dalam tingkat ini ego sudah melebur dengan roh. Dia tidak mengenal dirinya. Dan mengatakkan bahwa "milikku" adalah syirik yang tersembunyi yang ingin melenyapkan dari dirinya. Orang tingkatan nafs mardyiyyah sudah dalam tingkatan kondisi fana' fillah

7) Nafs Suci Segelintir orang yang mencapai tingkatan ini, hanya para nabi dan wali Allah, orang yang mencapai tingkatan nafsu suci telah melampaui diri secara utuh. Tidak ada lagi ego ataupundiri. Yang tinggal hanyalah kesatuan dengan Tuhan Jalaluddin ar-Rumi menggambarkan, orang yang mencapai tingkatan nafs ini, tidak ada lagi perasaanb diri yang terpisah atau identitas terpisah. Tak ada batas jelas antara diri dan Tuhan, ia telah menjadi garam yang larut dalam lautan; yang a da hanyalah Tuhan

Kesimpulan 1) Bahwa manusia dibekali oleh Allah jasad dan nafs sepanjang hidup. Tanpa jasad manusia tidak hidup dan tanpa nafs jasad tidak hidup. 2) BAhwa nafs tidaklah mati, yang rusak jasad, ia akan tetap sampai di akhirta untuk dimintai pertanggungjawaban atas segala amal perbuatannya ketika masih hidup di dunia 3) Ada tiga nafs yang dimiliki manusia . 4) Dalam kalangan sufi, nafs yang dimiliki manusia ada tujuh tingkatan beserta masing-masing Tuhannya, dan karakter-karakter yang dimilikinya serta penawar dari karakter negatifnya. Tingkatan terendah adalah tingkatan paling hina yang dimiliki oleh manusia sehingga perlu manusia memasuki tingkatan-tingkatan selanjutnya, yaitu : No Tingkatan NAfs 1 2 3 4 5 6 7 Nafs Tirani Nafs penuh penyesalan Nafs ilhami Nafs tentram Nafs radhiyyah Nafs mardhiyyah Nafs sufiyyah Nama Tuhan Lailaha illa Allah Allah Hu Haqq (kebenaran) Hayy (maha hidup) Qayyum ( maha kekal0 Qahhar ( maha memaksa)

5) Jalan keluar satu-satunya dari ego negative hanyalah membiarkan mereka tertidur dan dalam saat yang sama kita melakukan transformasi nafs (dari ego negative ke ego positif)

Daftar Pustaka Abi Abdullah Muhammad bi All Al-Hakim al-Turmudzi, Sayan a/-Farq bain al Ashadr wa alQalb wa alFuad waalLubb, Maktabah al-kulliyah al-Azhar, Kairo, tt AI-Ghazali, Majmu ar-Rasail al-Ghazali, ft Misykat al-Anwar, Bairut. Libanon.t.t. Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din, Juz IV,Dar al-Fikr, Beirut, tt Al-Ghazali, Ma'ariju al-Quds fi madarij Ma'rifah al-NAfs, MAktabah al-jundy, Kairo, 1986 Amin Syukur Prof. Dr. dan Drs. H. Masyharuddin, MA. Intelektualisme Tasawuf alGhazali, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003 ar-Rumi, Jalaludin, Yang mengenal dirinya Yang mengenal Allah, (terj, Sukardi) Remaja Rosda karya, Bandung, 2002 Chojim , Ahmad : Syekh Siti Jenar, Makna Kematian , Serambi, Jakarta, 2004 Depag RI, Al-Qur'an dan terjemahnya. Toha putra, Semarang, 1998 Frager, Robert, Ph.D. Hati Dili dan Jiwa, Psikologi Sufi untuk Transformasi, Get. II Serambi, Jakarta, 2003 Hawa, Said, Tazkiyatun Nafsi, Intirasi Ihya Ulumuddin, (terj. Abdul Amin, Lc) Pena, Jakarta, 2006 Inayat Khan, Hasrat The Heart Of Sufisme, (terj, Andi Haryadi. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002 Mubarok, Achmad , Dr. M.A, Jiwa dalam Al-Qur'an, Paramadina, Jakarta, 2000 Mulkhan , Abdul Munir, Syekh Siti Jenar : Ajaran dan Jalan Kematian, Bentang, Yogyakarta, 2001 Muryanto, Sri, Aj'aran Manunggaling Kawula Gusti, Kreasi Wacana , Yogyakarta, 2004 W. Bayazid, The Philosophi of Sufisme, Kaniqahi, Ni'matullah Publication,New York, 1992 Warson Munawwir, Ahmad, Al-Munawwir, Kamus Arab- Indonesia, Pustaka progressif, Yogyakarta, 1984.

You might also like