You are on page 1of 170

I New Class, New People Perkenalkan, namaku Yuuki.

Itulah pertama kalinya dia memperkenalkan diri, di kelas barunya itu, XII semester 1 di SMA Seodotaku. Ini adalah kesekian kalinya Yuuki berpindah sekolah, dikarenakan beasiswa yang ia terima mengharuskannya berpindah-pindah sekolah. Beberapa bulan yang lalu, dia mendapatkan kabar bahwa dia terpilih dari sekian banyak siswa yang berbakat untuk mendapatkan beasiswa di SMA Seodotaku. Seodotaku merupakan salah satu sekolah favorit yang bertaraf internasional di kota Kouide. Hal itu dikarenakan reputasinya, dan juga fasilitas yang disediakan. Sekolah itu merupakan sekolah elit, mulai dari Taman Kanak-kanak sampai SMA. Siswanya pun berasal dari kalangan menengah atas semua. Mereka dilatih untuk akhirnya dapat meneruskan bisnis orang tua atau minimal dapat mengelola bisnis secara mandiri. Yuuki mengikuti program beasiswa bertingkat yang dapat membuatnya melanjutkan sampai ke SMA dengan cara menerima berbagai beasiswa. Sehingga tidak heran jika Yuuki sudah pernah mengunjungi hampir semua sekolah di provinsi tersebut. Kedua orangtuanya sudah meninggal. Tak ada kerabat yang mau mengasuhnya. Tetapi dia masih mempunyai beberapa kerabat yang masih mempedulikannya. Merekalah yang membantunya mencari beasiswa dan membantu ekonominya. Sejak kecil, Yuuki sudah diajari untuk belajar mandiri dan tidak tergantung dari orang lain, sehingga ketika kedua orangtuanya meninggal saat umurnya 12, sebagian besar pendapatannya didapat dari kelihaiannya berdagang dan bekerja part time, karena umurnya masih kecil untuk menjadi karyawan. Memang tidak seberapa, tetapi minimal cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Yuuki tak pernah malu untuk mengakui bahwa dia hidup dari hasil jerih payahnya sendiri, selain kenyataan bahwa dia yatim piatu. Malah kadang, ada beberapa temannya yang simpati dan kagum atas usahanya tersebut. Hari ini merupakan kesekian kalinya dia menghadapi hari pertama sekolah. Dia edarkan pandangannya, mereka memang terlihat menawan. Ya, menawan, karena memang semuanya berasal dari kalangan elit. Satu kelas berisi sekitar 15-20 siswa. Ruangannya cukup luas. Kelas yang Yuuki tempati sudah ada 10 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan, sehingga jika ditambah dengan Yuuki total menjadi 17 orang. Cukup longgar dan hampir mirip dengan kelas-kelas BimBel. Ruangan kelasnya juga lain dari sekolah-sekolah lain. Terdapat sebuah dispenser dan 2 AC ruangan. Sebuah white board, dan blackboard. Selain itu terdapat sebuah LCD proyektor dan seperangkat komputer lengkap dengan audio visualnya. Waoww ... Lebih dari cukup untuk fasilitas sebuah kelas. J 1

Hai Yuuki. Namaku Meilisa. Senang berkenalan denganmu.., sapa gadis cantik disebelah kanannya. Rambutnya tergerai panjang, dan kulitnya putih mulus, sepertinya telah dirawat dengan perawatan no.1 yang ada. Yuuki menjabat tangannya,Senang berkenalan denganmu juga. Mohon bantuannya ya. Seketika itu juga, Yuuki merasakan seperti ada seseorang yang sedang mengawasinya. Yuuki menoleh cepat untuk mencari siapa gerangan, tetapi mereka semua bersikap biasa-biasa saja. Sepertinya hanya perasaanku saja, ucapnya dalam hati. Pelajaran pertama pagi itu, cukup membuatnya kesusahan. Mereka tengah mempelajari materi yang seharusnya baru akan dipelajari di kelas 2! Gilaaa... aku harus berusaha keras nih, kalo tidak beasiswaku bisa dicabut, pikirnya dalam hati. Akhirnya bel pertama istirahat berbunyi juga. Hufftt.. lega rasanya.. Bagaimana tadi?,tanya Meilisa begitu Pak Guru keluar kelas. Jujur kujawab, tadi merupakan pelajaran yang sulit bagiku, sambil mengerutkan kening dan memanyunkan bibirnya. Itu merupakan kebiasaan Yuuki ketika sedang jengkel. Dan menurut sebagian orang, hal itu malah membuat wajah Yuuki menjadi tambah lucu. Hahahahaha...., tanpa disangka-sangka Meilisa langsung tertawa. Eh? Kenapa? Aku sangat bodoh ya?, kening Yuuki semakin berkerut, dan hal itu malah membuatnya menjadi semakin lucu. Semua orang memperhatikan mereka berdua. Sambil menutup dan memegang perutnya Meilisa berkata,Tidak..tidak Yuuki.. Aduh maafkan aku. Tidak, aku tidak menertawakanmu kok. Aku hanya tertawa karena wajahmu itu lo.. Lucu sekali... Hahahaha... Meilisa sudah. Jaga tertawamu, mau kena teguran pa?, ucap seseorang sambil menepuk pundak Meilisa. Uups. Maaf, sambil menutup mulutnya dan berusaha menenangkan diri. Tenang Yuuki, pelajaran tadi memang sulit kok. Kami saja harus mengikuti berbagai bimbingan kalau mau sukses. Guru itu memang seperti itu. Wah benarkah?, huufftt syukurlah... Eh..tapi.. mereka bilang bimbingan tambahan?? Bagaimana aku memperolehnya!!, jeritnya dalam hati. Untuk hidup seharihari saja dia harus berusaha keras. Sudah ayo, makan dulu. Pasti pikiranmu lelah kan. Oya, kenalkan aku Edward, ketua kelas disini. Guys, ayo perkenalkan diri kalian!, ucapnya pada semua orang. Hai, namaku Sylvia, ucap seorang gadis berambut ikal yang manis. Johan Kay Ronald Luicide

Mereka semua memperkenalkan diri. Benar-benar seperti keluarga bangsawan saja mereka itu. Terlihat anggun, rupa menawan dan juga tutur kata yang halus. Lalu tiba giliran yang terakhir. Saito, ucapnya. Tatapan itu. Rasanya pernah Yuuki lihat sebelumnya. Oya, itulah tatapan yang sejak tadi dirasakannya waktu pertama kali dia memasuki kelasnya. Yuuki, sambil menjabat tangannya hangat. Sejak saat itu Yuuki berniat untuk lebih mengenal sosok tersebut. Sosok yang sepertinya paling menawan di kelas itu. *** Kantin sekolah ini ternyata sangat luas dan bisa dibilang mewah. Berbagai pernakpernik menghiasi sekelilingnya dan jika diperhatikan lebih seksama, tempat ini lebih tepat disebut sebagai restoran ketimbang kantin sekolah. Semua meja dan kursi terselimuti kain putih. Ada sekitar 300 kursi sepertinya. Dan meja untuk tempat sajian terdiri dari dua antrian, selain itu ada meja khusus yang letaknya berada di atas lantai 2. Yuuki semakin menambah syukurnya saja karena telah diterima di Sekolah Seodotaku. Meilisa mengajak Yuuki untuk mengambil makanan. Lagi-lagi Yuuki terkejut, tak hanya ruangannya yang lebih pantas disebut sebagian restoran, ternyata juga makanannyapun sekelas restoran. Ia tercengang, pantas saja, ini kan sekolah bertaraf internasional. Senyumnya. Tetapi kemudian ada hal yang membuatnya gelisah, ini semua gratis kan ya? Tanyanya dalam hati. Bagaimana kalau nanti ternyata bayar? Ayo Yuuki ambil, ucap Mei mengagetkannya. Oh..iya..Iya... Yuuki hanya mengambil sedikit saja. Dia takut bahwa nanti ternyata dia harus membayar atas makanannya itu. Kenapa kau ambil sedikit sekali??. Tiba-tiba saja Saito muncul dibelakangnya, diambilnya beberapa potong daging dan menaruhnya di piring Yuuki. Eh.. Apa yang kau lakukan?, ucap Yuuki terheran, peduli amat ni orang ya? Cewe kurus kaya kamu, makannya tu harus banyak, ucapnya. Apa!! Kurus kau bilang!, ucapku padanya. Aku dibilang kurus?? Iya Yuuki, kau itu kurus tau. Makan yang banyak, Meilisa malah mendukung Saito dengan menambahkan beberapa daging dipiringku. T.T Aku dibilang kurus oleh cowok! Belum pernah ada cowok yang bilang hal itu didepan orang banyak seperti ini. Akhirnya akupun menurut, sambil bertampang sedih, karena ucapan Saito tadi. Eeehh.. Dia malah tersenyum senang lagi. Awas ya!, sambil berucap tanpa suara kepada Saito dan pergi menuju meja yang kosong. 3

Kami berdua memilih meja yang kosong. Lalu Meilisa memanggil seseorang. Aku pesan orange jus dan susu coklat. Kau mau minum apa Yuuki?, tanyanya mengagetkanku. Pesan katanya? Jadi yang bayar itu minumannya? Waduh.. Eh.. Apa ya.., bingung karena ku takut malah minumannya yang harganya mahal. Air putih saja, ucapku. Air putih? Tambah susu coklat ya.. Kau itu kurus tau. Okeh air putih + susu coklat. Eh.. ga usah Mei.. Ssstt.. Nurut, sambil mengacungkan telunjuknya didepan wajahku. Waduh.. Berapa harganya ya.. Moga saja ga mahal.. besok-besok puasa aja lah. Ngirit.. Ngirit.. Tiba-tiba saja Edward dan Saito menghampiri meja kami. Kursi ini kosong kan, tanya Edward. Iya.. Duduk saja, ucap Meilisa. Aku hanya manyun saja, sambil mulai menikmati makananku. Makan yang banyak cewek kurus. Xixixixi.., ucap Saito. Aku hanya melotot kepadanya. Sudah.. Sudah.. Makan yang tenang. Kalian ga mau kena razia kan, ucap Edward. Meilisa langsung terdiam tapi Saito hanya menanggapinya sambil lalu. Razia apa sih? Tadi kau juga mengatakan kena teguran pada Mei, tanyaku penasaran. Sekolah ini menerapkan aturan yang ketat tentang kedisiplinan dan etika siswa siswinya. Kami diajari tentang tata krama dan sopan santun layaknya seorang bangsawan. Seperti jangan tertawa keras-keras. Dilarang bercanda ketika makan. Dan masih banyak lagi. Jika ketahuan oleh petugas TaKa (Tata Krama), maka siswa tersebut akan langsung kena point. Kau lihat orang-orang yang di pojok sana, yang mengenakan jas dan berkaca mata, mereka itulah petugas TaKa, ucapnya sambil melirikkan mata ke sudut ruangan. Kulihat orang-orang tersebut, mereka terlihat rapih sekali. Kalau sekilas, mereka mirip seperti robot. Tiba-tiba saja Saito berdiri. Eh.. Kau mau kemana Saito?, tanya Mei. Aku sudah kenyang, jawabnya pendek. Mukanya terlihat datar dan terkesan dingin malah. Mei dan Edward hanya mengangguk. Ada apa dengannya? Apa ada yang salah denganku? Lalu Saito pergi meninggalkan kami ber tiga. Ada apa dengannya? Dia malah belum menyentuh samasekali makannya, tanyaku pada yang lain. 4

Saito sangat tidak menyukai petugas TaKa. Kalau mau tahu alasannya, lebih baik kau tanya sendiri pada orangnya, jelas Edward. He..em.. Tanya sendiri pada Saito, tambah Mei. Engga ah.. Males aku, jawabku acuh. Haha... Tenang saja Yuuki, Edward memang seperti itu orangnya. Kita malah bersyukur, karena dia sudah mau bergaul denganmu, yang notabene orang baru di sekolah. Biasanya dia akan mengacuhkan siswa baru mpe 1 bulan lho!.., ucap Mei. Iya. Biasanya seperti itu. Tapi entah kenapa, sekarang dia mau cair denganmu. Syukurlah... Syukur si Syukur. Tapi cairnya kelewatan itu mah, ucapku sambil cemberut lagi. Edward dan Meilisa hanya tersenyum. Selesai makan, kami langsung pergi ke kelas. Ternyata makanan tadi semuanya gratis lho!! :D Aku senang sekali.. Hehehe.. Jadi selama di sini aku tak kan kelaparan nih. Syukur.. *** Kulihat Saito sudah ada didalam kelas. Kelihatannya dia sedang membaca sebuah buku. Tempat duduknya berada di paling belakang kelas. Sehingga ku tak melihat gelagatnya ketika berada di dalam kelas. Guru yang akan mengajar sudah memasuki kelas. Namanya Miss Ann. Dia mengajar bahasa Inggris. Kalo yang satu ini, kuharap bisa mengikuti pelajarannya.. hehehe.. Sudah kuduga, pelajarannya bisa kuikuti dengan baik. Sehingga selama pelajaran, hatiku ringan sekali. Sesekali aku ditunjuk untuk membacakan teks di buku, dan kulakukan hal tersebut dengan senang. Ketika membaca, semua siswa langsung mengalihkan pandangannya kepadaku. Sepertinya mereka terkesima.. J Setelah selesai. Good job Miss..., Miss Ann tidak menyelesaikan perkataanya, rupanya dia baru menyadari bahwa aku siswa baru disini. Yuuki, jawabku. Yeah.. Miss Yuuki. Your English is very good. Are you new student in here?, tanyanya. Yes. Im new student in here., jawabku. Lalu Miss Ann melanjutkan pelajarannya. Bahasa Inggrismu hebat lo. Aku aja masih kurang fasih, ucap Mei takjub. Biasa aja Mei, dulu di sekolahku yang lama memang muridnya diharuskan fasih dalam pengucapan. Sehingga dalam seminggu ada satu hari dimana pembicaraannya di wajibkan memakai bahasa inggris. Kalo salah, langsung kena teguran lagi, jelasku. Hah. Ketat amat ya, Mei kaget dengan peraturan yang ada. 5

Memang, semua sekolah yang pernah aku singgahi, memang memiliki peraturan ataupun keistimewaan sendiri-sendiri. Ada sekolah yang terkenal dengan pelajaran bahasanya yang paling banyak, di pelajaran ada 5-8 bahasa yang bisa dipelajari. Sekolah dengan cara belajarnya yang unik, yaitu belajar di alam terbuka. Dan masih banyak lagi. Dari SMP-SMA, ku sudah pindah sebanyak 5 kali! Lalu tiba giliran Saito untuk membaca. Dalam hati ku tersenyum geli. Hehe..rasakan.. Ditunjuk juga akhirnya tu anak. Lalu Saito mulai membaca. ..... Gilaaa..!! Bacaannya sempurna. Bagus dan semua kata diucapkan dengan benar. Hampir saja kubuka mulut ini karena begitu terkesima. Tetapi kenapa semua orang biasa-biasa saja? Nah. Saito No. 1 dalam pelajaran ini, senyum Mei kepadaku. Dia sering keluar negri, atau pernah hidup di sana sih. Kok bacaanny bagus banget, tanyaku. Tauk.. Tanya sendiri aja, ucap Mei sambil lalu. Ketika ku melihat Saito, ternyata dia sedang melihatku juga! Sambil tersenyum pula. Terkesan meremehkan. Sialan ya, ucapku dalam hati. Di sedang menunjukkan keahilannya itu, istilahnya PAMER!! *** Akhirnya hari pertama di sekolah baru ini bisa kulewati dengan baik, ya walopun ada satu makhluk yang mulai rese. Siapa lagi kalo bukan Saito. Tetapi ku bisa dekat dengan Meilisa dan juga mengenal Edward sang ketua kelas, yang ternyata cukup bijaksana juga. Ketika berjalan melewati gerbang sekolah. Ku takjub bukan main. Deretan mobil yang high class memenuhi sepanjang jalan keluar dari gerbang sekolah. Tadi pagi memang tidak terlihat, karena ku masuk agak siang. Tetapi sekarang, pemandangan yang terlihat seperti showroom mobil saja. Semua mobil bermerek dan kinclong-kinclong lagi. Agak minder juga. Ku berjalan sendirian menuju gerbang keluar, berharap tak ada siswa lain yang melihatku. Ketika berjalan, kudengar seseorang sedang marah-marah. Mau apa kau kemari ha!!, ucap Saito Memangnya tidak boleh??, kata seoarang wanita cantik yang sedang berdiri menghadap Saito. Dia terlihat seperti wanita dewasa. Kakaknya mungkin, atau malah ibunya ya. Eh..jangan salah sangka, ibu-ibu yang berstatus sosial tinggi sangat menjaga 6

perawatan kulit mereka, sehingga jangan kaget jika, yang kau kira kakaknya ternyata malah ibunya. Bukankah sudah aku bilang tak usah ikut menjemputku! Leon! Kenapa kau izinkan dia ikut!!, bentak Saito. Kenapa Saito sebegitu marah sih, seharusnya dia malah senang kalo ada yang menjemputnya seperti itu, entah kakak atau ibunya. Maaf Tuan Muda. Nyonya Muda memaksa ikut saya, ucap sopirnya itu sambil menundukkan kepala pertanda menyesal. Sudahlah. Ayo kita pulang Saito. Hari sudah semakin sore,ucap wanita itu. Saito akhirnya menurut walopun dengan membanting pintu mobil keras-keras. Aku yang melihat dengan sembunyi-sembunyi, tersenyum geli melihatnya. Anak mamih.. Xixixi..., ucapku dalam hati. Akhirnya kulanjutkan jalanku setelah ku lihat mobil Saito mulai pergi meninggalkan sekolah. Jalan menuju gerbang sekolah ini sangat jauh. Sekolah ini memang dibuat menjorok kedalam, dikarenakan mereka mengantisipasi terjadinya penumpukan mobil penjemputan seperti ini. Jadinya, ku harus jalan sejauh 100 meter untuk bisa menemui angkutan umum yang ada. Tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti disampingku. Yuuki, ucap Mei. Eh.. Mei, sapaku. Tidak dijemput ya?, tanyanya. Tidak... aku naik angkutan umum Oohh.. Kuantar pulang yuh. Biar aku tahu rumahmu, ajak Mei sambil membuka pintu mobilnya. Ah tidak Mei. Terimakasih, tolakku. Ah..Sudah ayo sini.. Atau mau aku paksa??, ujarnya sambil menarik tanganku. Jalannya jauh loh. Nanti cape, panas lagi. Aku berusaha menepis, tapi Mei malah semakin kuat menarikku. Akhirnya aku menyerah juga. Baiklah, ucapku menyerah. Hahahaha.. Tampangmu itu lo. Ngegemesinnnn..., ucapnya sambil mencubit pipiku di dalam mobil. Auw.. Mei... Mei.., pasrah deh. Hahahaha.., dia malah tertawa semakin keras. Beruntung aku, bisa memiliki teman seperti Meilisa. J ***

Didalam perjalanan kami banyak mengobrol tentang banyak hal, sekolah teman dan lain-lain. Tetapi ketika Mei bertanya tentang keluargaku, ku mencoba untuk mengelaknya, selalu dan selalu. Menurutku, untuk sekolah ini, mereka tak perlu tau kalo aku ini yatim piatu. Aku tak suka di kasihani, apalagi jika mereka mengasihani karena aku yatim piatu. Tidak. Aku tak suka itu. Cukup kusimpan rahasia ini saja. Ayolah Yuuki, aku kan juga ingin tahu keluargamu seperti apa, tanya Mei. Ku hanya tersenyum. Biasanya kalo seseorang bertanya hal itu dan aku hanya diam saja, mereka langsung bertanya apakah aku masih mempunyai orang tua. Tapi Mei berbeda, dia memang periang tetapi kurang peka. Ya...ku diam saja dan hanya memandang ke luar jendela. Saat ditanya tentang nomor hp pun, aku hanya menjawab bahwa hapeku ketinggalan di rumah, dan aku lupa nomornya. Mei pun memaklumi. Maaf Mei, aku terpaksa berbohong. Sebenernya aku tidak mempunya hp. Aku merasa tidak membutuhkan benda itu, karena hanya akan mebuang uangku sia-sia. Untuk beli pulsa lah, untuk beli aksesoris lah. Lebih baik tak punya saja. Sisa perjalanan dihabiskan dengan ocehan Mei tentang kegiatannya hari minggu nanti. Katanya dia akan berakhir pekan ke Bali. Waduh, libur sehari saja pergi ke Bali. Busyett.. maklum, ayah Mei merupakan pengusaha yang sukses, berdasarkan cerita Mei. Setiap minggu mereka sekeluarga selalu piknik ketempat-tempat diluar jawa. Katanya kalo di dalam Jawa, sudah bosen sih. Aku hanya tersenyum. Lalu dia bertanya, hari minggu ini aku mau kemana? Biasa, bersih-bersih rumah, jawabku. Wah. Bersih-bersih rumah sendiri? Pembantumu dikasih libur yah. Ups. Pembantu.. hehehe.. Seperti itulah, jawabku. Mei mengira semua siswa yang bersekolah di SMA XX, pasti mempunyai pembantu banyak dan rumahnya pasti bagus dan besar. Baik sekali ayahmu. Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Akhirnya sampai juga di depan gang. Aku meminta Mei untuk berhenti didepan gang yang terlihat takkan cukup untuk sebuah mobil lewat. Aku turun disini saja Mei. Rumahku didalam sana, ujarku menunjuk ke gang tadi. Rumahmu di dalam sana ya.. Kelihatannya sempit sekali Yuuki, tanyanya agak ragu. Iya.. Memang sempit. Mau mampir, tawarku. Ah.. Tidak.. Tidak.. Sudah sore, aku takut ayahku mencari-cari, katanya cepatcepat.

Ku hanya tersenyum. Sudah kuduga dalam hati. Tempat ini memang sempit dan kotor. Meilisa pasti tidak mau menginjaknya. Terima kasih ya tumpangannya Mei, ucapku. Iya.. Iya.. Sampai ketemu besok ya Yuuki, jawabnya dari dalam mobil. Bye

II My Little Life Yuuki, sudah pulang, sapa tetanggaku. Iya nek. Sudah pulang. Nenek sedang apa?, kulihat dia sedang membungkuk di semak-semak. Nenek sedang mencari Si Putih Owh.. Si Putih. Moga cepat ketemu ya Nek, sapaku dan masuk kerumah. Itu kucing sebenernya ada apa engga sih. Ku buka pintu rumah. Hufft.. Capenyoooo, teriakku keras-keras. Kunyalakan tv dan melihat berita yang sedang tayang. Untuk tv, aku bela-belain harus punya, karena memang dari tv, ku bisa tau dunia luar dan kejadian yang sedang terjadi. Rumahku berukuran 12x12meter. Kusewa dengan biaya Rp 200.000 perbulan. Hanya ada ruang tamu, 1 kamar, 1 kamar mandi dan dapur dibelakang. Terdapat sepetak halaman kecil di samping rumah. Kutanami berbagai macam sayuran, dan bunga-bunga. Beberapa hari sekali, bunga-bunga itu kupetik dan kujual ke toko bunga yang ada di dekat rumah. Memang tidak seberapa, tetapi lumayan untuk penambahan penghasilan. Jika sore seperti ini, biasanya ku istirahat sejenak, dan membersihkan rumah. Malam harinya aku keluar untuk melakukan kerja part time ku di sebuah restoran, sebagai seorang pelayan, kadang sebagai tenaga cuci piring. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00, aku segera mandi dan bersiap-siap. Sepeda kukeluarkan, dan ku mulai pergi menuju ke pusat kota, tempat kerjaku, sebuah restoran yang terletak di sebuah pusat kota, waktu tempuh dari rumah sekitar 15 menit dengan sepeda. Aku langsung menuju kebelakang dan memarkirkan sepedaku. Bersiap-siap dan mengganti bajuku dengan costum kerja. Hari ini aku bertugas sebagai pelayan. Yuuki, tolong bawakan ini ke meja no 13 Baik Aku bawa makanan ke meja no 13, tak lupa senyum yang harus dipasang oleh setiap pelayan. Kulakukan tugasku dengan maksimal hari itu, sampai.. Selamat Datang. Ada yang bisa kami bantu, sapa resepsionis. Ya, tolong meja untuk 2 orang. 2 orang kan Saito, pesan Edward. He..em.. Siapa lagi sih, jawabnya ketus.

10

Eits.. Sabar bro. Tenanglah. Nanti kita pesan sepuasnya. Lagi pula ini restoran yang tak terlalu terkenal Oh My God!! Edward dan Saito!! Ngapain mereka ,kesini?? Aduhh.. mau ditaruh mana nih muka.., ucap Yuuki dalam hati gelisah. Tiba-tiba.. Pelayan!, teriak Edward. Mampus, jeritku dalam hati. I.. Iya tuan.. Mau pesan apa?, sambil kututupi muka ini dengan buku menu. Kau pesan apa Saito? Terserah lah Baiklah.. Kami pesan Steak balado 2, dan orange jus 2, pesan Edward. Baik.. pesanan akan segera datang, aku langsung menyingkir, masih sambil menutupi wajahku. Huufft.. setelah kutempel pesanan meja 12, aku langsung menyingkir ke dapur. Semoga saja mereka tak menyuruhku untuk mengantarnya.. Yuuki! Antar pesanan ke meja no 12,suruh Roy. Alamak! Waduh... gimana nih.. Sudah ah, pasrah. Mereka tahu ya terserah lah..., ucapku tanpa tenaga di dalam hati. Dengan sedikit gemetar, ku dorong meja pesanan menuju ketempat mereka berdua. Semoga saja mereka sedang tidak memperhatikan. Amin. Sesampainya di meja no 12, langsung kutaruh pesanan dengan wajah yang tertunduk berharap mereka tak pernah memperhatikanku. Begitu selesai kutaruh, ku berbalik untuk menyingkir dari mereka berdua. Tapi... Eh tunggu!, ucap Saito. Waduh... Iya ada apa Tuan, tetapi sambil tetap memunggungi mereka. Air putihnya tolong satu ya, pesan Saito. Oh, baik Tuan, ucapku lega. Dengan sedikit berlari, ku tempel pesanan air putih tadi, dan izin untuk kebelakang, berharap kali ini bukan aku lagi yang mengantarnya. Syukurlah, kali ini Dewi yang mengantar pesanan Saito tersebut. *** Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, tapi mereka berdua belum juga beranjak dari meja. Memang restoran ini buka dari jam 5 sore sampai jam 3 pagi. Tapi, apa mereka mau begadang di restoran ini terus? Dasar anak cowok, besok mereka kan juga sekolah.

11

Tepat jam 12 malam, aku izin untuk pergantian shift malam, kerjaku hanya dari jam 6 sampai jam 12 malam. Kubersihkan diri dan berganti pakaian, cepat-cepat meninggalkan restoran dan berharap tidak berpapasan dengan kedua anak tersebut. Kutuntun sepedaku untuk melepaskan penat semalaman. Malam hari udara terasa dingin, dan jalanan sepi sekali. Agak seram juga sih, berjalan sendirian di tengah kota begini. Makanya ketika melewati sekerumunan anak-anak muda yang sedang dugem, biasanya ku kayuh sepeda lebih cepat dari biasanya. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang melewatiku, dan beberapa jauh dari ku, mobil tersebut berhenti. Lalu mundur perlahan ke arahku. Sang penumpang turun dan menghampiriku. Yuuki?, tanyanya. Eh? Siapa malam-malam begini?, tanyaku dalam hati. Setelah kulihat seksama. Mampus lagi deh! Saito! Jangan-jangan yang di kursi pengemudi, Edward dong!! Sedang apa Kau malam-malam di tengah kota seperti ini?, tanyanya penasaran. Ada sebersit rasa khawatir dalam perkataannya itu. Eh.. tidak sedang apa-apa kok. Hanya jalan-jalan malam saja, elakku. Dalam hati ku berkata, Tentu saja ada alasannya bodoh! Masa cewek jalan-jalan sendirian malam hari sih. Tak kuduga, Saito malah tersenyum. Oh..jalan-jalan malam ya.. Ga salah? Kau tak bohong padaku kan, tanyanya lagi. Oh.. ternyata memang benar Yuuki ya. Penglihatanmu tajam sekali Saito, Edward mendekati kami berdua, mematikan mobilnya. Eh... Jadi yang mengenaliku malam-malam begini adalah Saito? Matanya tajam sekali ya.., tanyaku dalam hati. Sambil sesekali ku memperhatikan matanya ketika dia sedang berbicara dengan Edward. Ayo sudah malam, kita pulang saja Ed Tidak jadi ke XX?, tanya Edward dengan senyum yang penuh arti. Bukannya yang mau ke XX itu kamu Ed??, jawab Saito. Eh.. Emang iya ya.. Hahaha..., canda Edward. Okeh..okeh.. Jadi apa engga nih..?. Saito menggeleng,Kita antar Yuuki pulang saja, sambil berpaling kearahku. Eh? Mengantarku pulang? Hey, sejak kapan Saito memegangi sepedaku? Ed, kau bawa pulang sepeda ini ke rumah Yuuki, biar nanti Yuuki naik mobil bersamaku, ucap Saito. Pernyataannya sangat mengejutkan kami berdua, mulutku menganga tak percaya atas apa yang barusan kudengar. Sedangkan Edward mendekati Saito dan berusaha memegang dahi Saito. Mmm.. Demam tidak. Tadi minum-minum juga tidak. Ada apa denganmu hah?, tanya Edward keheranan.

12

Hey.. Yuuki kan perempuan...kurus lagi... Auch, kucubit lengannya karena mengataiku kurus lagi. Hey.. Memang kenyataan kok, lalu dia memegang tanganku supaya tidak dapat berulah lagi. Ed, kau bawa sepeda Yuuki mengikuti kami, lagipula kalau ada cowok yang mengendarai sepeda malam-malam begini pasti tidak akan menarik perhatian kan, jelasnya pada Edward yang kelihatannya mulai kesal pada Saito. Kenapa tidak kau saja yang naik sepeda, sementara aku yang naik mobil dengan Yuuki?, alasan tersebut membuatku tersadar juga. Iya..ya kenapa tidak Saito yang naik sepeda dan Edward yang naik mobil? Errggghh.. Edward..,nadanya mulai meninggi pertanda tidak sabar. Okey.. okey... Nah gitu dong.. Ayo Yu.... Hey, kenapa Yuuki kau paksa bonceng sepeda? Tadi kan aku belum selesai.. :P.. Aku dan Yuuki naik sepeda, kau mengikuti kami naik mobil Apa?!, jeritku dalam hati. Mereka berdua apa-apaan sih? Sudah makin malam, masih saja bertengkar seperti anak kecil. Cukup!, teriakku. Sambil merebut sepeda dari Saito dan berjalan menjauhi mereka. Hey! Tunggu dulu!!, Saito berlari menghampiriku lalu merebut stang sepeda dan menaiki sepedaku. Ayo cepat naik. Sudah malam, saran Saito. Aku hanya terdiam, bingung atas sikapnya dan heran atas kelakuannya. Ini anak maunya apa sih? Sudah ayo cepat, Saito menarik tanganku supaya menaiki sepeda. Arrgghh, pasrah, akupun naik sepeda membonceng Saito. Sementara Edward terdengar sudah menyalakan mobilnya. Mungkin dia merasa kesal atas sikap Saito. Ahhh.. sudah lah, aku capek, pingin cepat sampai rumah. Anggap saja, aku memang lagi beruntung. Ku duduk manis dibelakang Saito, tanganku erat memegang sadel sepeda, dan mata kututup rapat-rapat mencoba untuk istirahat sejenak. Rumahmu dimana?, tanya Saito mengagetkanku. Jalan saja terus, nanti kalau ada lampu lalulintas, belok kiri, terangku. He em.., jawab Saito. Selama beberapa menit, kami berdua terdiam. Sepedaku berjalan stabil dibawah kendali Saito. Angin semilir malam itu membuatku sedikit mengantuk, sehingga berkalikali aku menguap ngantuk. Hoahhmmm Eh.. Jangan tidur dulu. Nanti malah jatuh loh, ucap Saito mengingatkan. Iya.. Iya.. Ku ngga tidur kok, jawabku ketus. Eh Yuuki, kau pulang malam-malam begini, memangnya tidak takut dimarahi orangtuamu?, tanya Saito tiba-tiba.

13

Ku jawab dengan santainya,Takkan ada yang akan memarahiku kok. Buat apa takut. Eh? Orangtuamu dimana? Sibuk ya?, tanya Saito keheranan. Sambil memandang langit kujawab, Mereka berdua sudah nyaman di atas sana, untuk apa susah payah memarahiku?. Tiba-tiba sepeda terasa oleng. Akupun menepuk punggung Saito, Hei!! Yang benar dong!, omelku. Saito hanya terdiam. Maafkan aku, tak seharusnya aku mengungkit-ungkit hal itu, nada bicaranya terdengar sedih dan menyesal. Sudahlah, lagipula mereka sudah lama pergi kok. Kalo aku terus bersedih, hidupku takkan pernah maju, ucapku. Memang ada sebersit rasa sedih, tapi rasa itu langsung kutepis jauh-jauh. Tidak! Aku tak boleh bersedih lagi! Lalu sekarang kau tinggal dengan siapa?, tanyanya. Sendirian, jelasku. Lebih enak hidup sendiri dan makan dari hasil jerih payahku sendiri. Kehidupan esok, kita yang menentukan. Jika esok aku ingin makan enak, maka sekarang aku harus berusaha dan bekerja keras. Hidup memang patut untuk diperjuangkan kok. hehehe.., treangku panjang lebar. Entah apa yang dipikirkan Saito, selama sisa perjalanan dia hanya terdiam. Nah, berhenti didepan gang itu, tunjukku pada Saito. Sepeda berhenti akupun turun. Eh, tunggu dulu, mana Edward, mobilnya tak keliatan. Mana Edward?, tanyaku pada Saito. Entahlah. Mungkin dia beli sesuatu dulu, terangnya sambil mencari-cari. Nanti juga dia telepon. Oh.., kuambil sepeda dari tangan Saito. Oya Yuuki Eh.. Tadi yang di restoran itu kamu kan, tanyanya sambil memandang reaksiku. Kututupi mulutku, mencegah supaya tidak mejerit kaget, Hmph. Ekspresiku kaget dan bercampur gelisah. Saito malah tersenyum. Sudah kuduga itu kamu. Tenang saja, takkan kuberi tahu siapa-siapa kok. Ed juga tidak tau, kata Saito berusaha menenangkanku. Bagaimana kau tau, tanyaku heran. Suaramu yang kukenal, sambil mengedipkan sebelah matanya. Eh? Suaraku, tanyaku dalam hati. Tiba-tiba pandanganku langsung kabur oleh silau sorot lampu mobil yang mendekati kami. Rumahmu dimana Yuuki?, tanya Edward dari dalam mobil.

14

Kutunjukkan gang sempit didepan kami, yang tentu saja takkan cukup oleh sebuah mobil. Di dalam sana, masuk gang kecil itu, terangku. Oh.. Kapan-kapan kami main ya!, ucap Edward mengagetkanku. Mereka mau main kerumah? Hah! Tapi kan rumahku..., belum selesai kubicara. Sambil menggelengkan kepala pertanda tidak setuju denganku, Eits..eits.. harus boleh dong. Kami kan sudah mengantarmu pulang. Iya kan Saito!. Yup! Karena kita sudah mengantarmu pulang, maka kami harus diperbolehkan main kerumahmu kapan-kapan, sambil tersenyum jail mereka berdua mempermainkanku ternyata! Hei! Yang minta diantar pulang sih siapa!!, kuberteriak pada Saito yang berjalan menuju ke pintu mobil mengatasi sikap jail mereka. Huss.. Sudah malam, jangan teriak-teriak. Nanti disangka gila loh, ujar Edward membuatku tambah keki. Cepat masuk Yuuki, kami menunggumu masuk gang, baru kami pergi, ucap Saito menyuruhku. Tanpa disuruh dua kali pun, aku langsung menuntun sepedaku meninggalkan mereka berdua. Arrggghhhh.... Dasar cowok jahil!!! Awas ya besok di sekolah! Janjiku dalam hati. Tak lama kemudian kudengar suara mobil menjauhi rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 malam. Kubersihkan diri, dan langsung tidur terlelap.

15

III Petugas TaKa dan Saito Keesokan paginya, tepat pukul 05.00, ku terbangun karena mimpi buruk. Mimpi itu lagi, tentang kecelakaan aneh yang menimpa orangtuaku. Hoahhmm.. Jadi bangun gasik deh, masih mengantuk. Kuseret kakiku menuruni kasur, pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Rumah kebersihkan, dan tak lupa tanaman ku siram. Kulihat bunga sudah mekar sempurna. Akhirnya kupetik beberapa tangkai dan kusetor ke pengepul bunga. Udara pagi ini sungguh sangat sejuk, sepertinya tadi pagi hujan gerimis, karena kulihat jalanan basah. Kukayuh sepeda dengan semangat, semangat baru menyambut hari yang baru. J Sepulang dari pengepul, aku mampir ke tempat penjual dorayaki. Aku beli beberapa untuk sarapan pagi ku. Mmm.. Udara pagi ini sungguh segar ya Bu, kataku pada penjual dorayaki. Bu Seoul namanya. Sudah menjadi penjual dorayaki selama kurang lebih 2 tahun. Iya neng. Alhamdulillah tadi pagi hujan. Jadi debu-debu kotornya sudah tersapu ujan, katanya dengan senyum khasnya. He em.., ku makan dorayaki di samping Bu Seoul. Enak masih hangat lagi. Selesai makan, aku pamit pulang. Sudah jam 06.00, waktunya bersiap-siap ke sekolah nih. Aku berganti pakaian dengan seragam yang baru, kemarin aku masih memakai seragam sekolah yang lama. Seragam baru, diberikan sekolah sewaktu aku pulang. Mematut sebentar didepan cermin. Sip lah!, senyum merekah di bibirku. Semangat baru, dengan seragam baru. Lho! Hahaha.. Ku kunci rumah, lalu ku mulai kayuh sepeda keluar halaman rumah. Kalau kemarin berangkat, aku jalan kaki. Sekarang harus dengan sepeda, mengingat gang menuju ke sekolah berjarak kurang lebih 150 meter, kalo jalan bisa berabad-abad nih. Disepanjang jalan, kulihat lalu lalang kendaraan sepeda motor dan mobil. Jam segini memang masih belum terlalu padat, sehingga aman bagiku yang pengendara sepeda ini. Kuparkir sepedaku di tempat parkir khusus sepeda motor, dan ada beberapa sepeda yang terparkir juga. Aneh.. Kenapa rasa ini langsung mendadak lega, mengetahui bahwa ternyata bukan hanya aku yang mengendarai sepeda di sekolah ini. Tanpa terasa aku tersenyum. J Eh.. Ngapain pagi-pagi sudah senyum-senyum sendiri?, celetuk seseorang tak jauh di sampingku. Ketika kutengok, ternyata Saito! Mimpi apa sih semalem, pagi-pagi sudah ketemu makhluk ini! Ratapku dalam hati. 16

Biarin! Weee, kataku tak mau kalah. Hahahaha.., tanpa sengaja Saito tertawa keras sekali. Hey! Malah tertawa sih!, mukaku tambah cemberut dan bibir tambah manyun deh. Eh, Saito malah tertawa semakin keras. Wakakakakaka... Aduh.. perutku sakit.. hahahaha.. aduh, Saito berusaha menghentikan tawanya, tapi sepertinya sulit sekali. Dia tertawa sampai keluar air matanya. Ih sebel!! Kutinggal aja lah, ujarku dalam hati. Eits.. Tunggu dulu Yuuki!, teriak Saito sambil berlari mengejarku. Lalu dia berjalan disampingku. Tiba-tiba terdengar keributan didepan gedung A. Saito, ada apa itu,tanyaku. Bukannya menjawab, Saito malah langsung berlari mendekati keributan. Hei!!, ku menyusul sambil berlari. Duh.. Pagi-pagi sudah lari-lari lagi. Bisa tambah kurus nih, ucapku dalam hati. Semakin mendekat, aku semakin medengar teriakan-teriakan kemarahan. Dan ternyata ada bebrapa petugas TaKa disana! Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Hei! Lepaskan temanku! Dasar petugas robot es!!, teriak seseorang sambil menarik-narik temannya yang tengah ditangkap petugas TaKa. Minggir kalian! Siswa ini telah melanggar peraturan tentang kerapihan, dan telah menolak untuk dijatuhi hukuman point!, seru salah seorang petugas. Tiba-tiba saja Saito melepaskan genggaman petugas dari siswa tersebut secara paksa. Lepaskan dia!!, bentak Saito. Petugas tersebut jelas kalah fisik jika dibandingkan dengan Saito. Hei!! Kau mau dihukum point juga ya!!, bentak petugas tersebut kepada Saito. Suasanan semakin panas, karena yang datang untuk melihat kejadian semakin bertmabah banyak. Omong kosong dengan semua hukuman itu!!, ucap Saito semakin membuat marah petugas tersebut, yang ternyata bernama Pak Lexus. Kau!! Berani-berani nya menghina Kami ya!!, bentak Lexus semakin marah. Kemari kau! Kau juga harus dihukum!. Lexus memanggil beberapa temannya dan berusaha membawa Saito dan siswa yang bermasalah tadi. Tetapi Saito mengelak paksaan mereka. Akhirnya beberapa orang langsung turun tangan menghadapi Saito. Beberapa dari mereka malah berusaha memukul Saito dengan pentungan. Awas Saito!!, tanpa kusadari aku berteriak memperingatkan.

17

Saito langsung mengelak, dan menangkis dengan menggunakan lengannya. Tapi ternyata kayu itu sangat keras, sehingga Saito kesakitan ketika menangkisnya. Dia meringis kesakitan, dan hal itu merupakan kesempatan para petugas untuk menangkapnya. Saito meringis kesakitan, dan langsung di berengus oleh beberapa petugas sekaligus. Ku tak tega melihatnya seperti itu. Tanpa berpikir dua kali, ku langsung berlari mencari Edward di dalam kelas. Edward! Saito sedang di keroyok petugas TaKa! Didepan gedung A!. Edward langsung berlari keluar mendahuluiku, tetapi raut mukanya tak terlihat cemas ataupun khawatir. Setelah kuperhatikan dengan seksama, penghuni kelas yang lain seperti tidak terlalu kaget dengan berita yang aku bawa, mereka kembali ke aktivitas mereka masingmasing. Ada apa sebenarnya dengan kelas ini. Mereka seolah-olah mengangap bahwa berita itu sudah biasa terjadi. Oya, sepertinya tidak hanya kelas ini. Tadi kerumunan yang mengelilingi keributan tadi juga berangsur-angsur menghilang, walaupun keributan belum mereda. Apa yang sebenarnya terjadi pada sekolah ini? Lebih tepatnya, dengan orang-orangnya? Ketika ku kembali ke tempat Saito, keadaannya sungguh sangat buruk. Hidungnya berdarah, dan kelihatannya tangan kirinya terluka, bajunya berlumuran darah dan nafasnya terengah-engah. Edward sedang bernegosiasi dengan petugas TaKa. Terimakasih atas hukuman yang telah diberikan Tuan, mungkin semua hukuman ini sudah lebih cukup untuk Saito. Jika masih kurang, anda mungkin bisa menambahkannya pada kartu point milik Saito, jelas Edward mengagetkanku. Terima kasih dia bilang? Saito sudah dihajar babak belur seperti itu dia bilang terima kasih? Apa-apaan ini! Semua orang sudah hilang logikanya ya! Ya! Ajari temanmu itu sopan santun! Jika kami melihatnya untuk yang kesekian kali melakukan hal itu lagi, maka kami akan memberinya point tertinggi yang pernah kami keluarkan, dan juga hukuman terberat yang pernah kami lakukan!, tukas Lexus memperingatkan. Saito kelihatannya tak jera juga, dia sepertinya akan melawan lagi jika Edward tidak menahannya tetap ditempat. Saito berontak dibawah dekapan Edward. Tetapi kondisi Saito yang sudah berlumuran darah, membuatnya tak bisa berkutik, dan hanya berusaha melepaskan diri dari Edward. Para petugas TaKa sudah bergegas pergi meninggalkan kami bertiga. Lepaskan aku Ed!, berontak Saito. Dia masih terlihat marah, dan luka di sekujur tubuhnya semakin membuatnya tambah kacau. Aku ngeri melihat keadaan Saito yang sedang marah seperti itu. Matanya merah menahan amarah, dengan beberapa luka yang mengeluarkan darah.

18

Edward langsung melepas Saito. Jangan lupa obati lukamu, ucapnya tanpa ekspresi. Aku hanya terdiam seorang diri. Menahan jarak seaman mungkin dari mereka berdua. Ketika Saito menyadari kehadiranku, dia langsung memalingkan mukanya dariku dan berjalan pergi menjauhi gedung sekolah. Aku berusaha mengejarnya, tapi Edward mencegahku. Jangan, ujarnya sambil menggeleng. Biarkan Saito sendirian. Dia sedang tidak mau diganggu, terangnya. Dia mengatakannya seolah-olah hal ini biasa terjadi pada Saito dan cara ini lah yang aman untuknya. Tapi dia terluka parah Ed, jelasku padanya. Dia butuh diobati, kata-kataku nyaris terisak. Aku mengelap beberapa butir air yang jatuh kepipiku. Tenang saja Yuuki. Nanti Saito juga akan kembali seperti biasanya kok, terangnya menenangkanku sambil tersenyum. Ayo sekarang kita kembali ke kelas, ajaknya. Aku hanya bisa menurut. Masih sambil terisak, aku berjalan sambil menyembunyikan wajahku, dan Edward merangkul pundakku untuk menenangkan. Mungkin untuk kau ketahui saja Yuuki. Saito memang orangnya seperti itu, bisa dikatakan bahwa emosinya tidak stabil. Teman sekelas lebih mengenal Saito sosok yang introvert. Makanya ketika kami, aku dan Mei, melihat dia bisa mengobrol denganmu, itu merupakan suatu yang luar biasa. Aku, Mei dan Saito merupakan teman dekat sejak Smp, dan rumah kami berdekatan. Sifat Saito memang seperti itu sejak kecil, sehingga kami tau apa yang harus kami lakukan terhadapnya, terang Edward padaku. Aku hanya mengangguk mengerti. Isak tangisku perlahan menghilang. Sesampainya dikelas, teman-teman sudah duduk ditempatnya masing-masing. Bel sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu, tetapi Guru belum ada yang datang. Aku menuju ke bangkuku dan duduk perlahan, masih menyembunyikan wajahku dengan menundukkan kepala. Tiba-tiba Mei datang sambil menyodorkan selembar tisu. Ini Yuuki, ucapnya terlihat prihatin. Aku sudah dengar dari cerita temanteman. Tenang saja. Dia akan baik-baik saja kok, Mei berusaha menenangkanku seperti yang Ed lakukan. Minum ini. Akan membuatmu rileks, Edward menyodorkan segelas air putih. Dengan sedikit gemetar, aku meraihnya dan meminum habis. Ahh.. Sungguh terasa segar, seperti sudah lama aku tidak merasakan air minum. Terimakasih, kukembalikan gelasnya sambil berusaha untuk kembali tersenyum. Nah.. Gitu dong tersenyum Yuuki.. Hehehe, ucap Mei membuatku kembali tersenyum. Aku merasa sedikit aneh dengan perilaku Mei kemarin, atau apakah itu hanya perasaanku saja ya. Sikap Mei yang berusaha menjauh dari ku itu, ataukah memang itu hanya perasaanku saja. I hope so. 19

Beberapa menit kemudian seorang Bu Guru masuk. Dia guru kesenian, sehingga kami diajak keluar ruangan, menuju kelas kesenian. Kami semua keluar kelas, Mei tetap bersikap hangat seperti pertama kali kami bertemu. Kulihat bangku milik Saito yang kosong, tanpa penghuninya , bangku itu terasa dingin terlihat. Cepat-cepat kupalingkan wajah dan beranjak keluar ruangan. *** Dert... Dert... Dert...

Saito
Halo.., ucap Edward. Hai Ed. Maaf tadi merepotkanmu, terang Saito diseberang sana. Dari seberang ruang Yuuki memanggil. Edward! Ayoo! Kutinggal lho, candanya sambil tersenyum. Walo masih tersisa bekas air mata, tetapi rona mukanya sudah kembali berseri. Sebentar... Tinggal aja ya ga papa! Tapi nanti awas ya!, ancam Edward sambil tersenyum. Wee.., Yuuki berlari menjauh sambil menjulurkan lidahnya. Dasar... Maaf Saito. Oh.. masalah tadi. Memangnya itu pertama kalinya kau merepotkanku ya, terang Edward. Memang Ed dan Saito merupakan teman akrab, selain itu juga sebagai ketua kelas, sudah menjadi kewajibannya untuk membantu anak buahnya yang kesulitan. Termasuk Saito. Hehehe.. Maaf.. sebagai ucapan maaf, kapan-kapan aku traktir deh Ku pegang janji itu, ucap Edward mantap. Mmm.. Ed, bagaimana keadaan Yuuki?, tanya Saito lambat-lambat. Sambil berjalan Edward tetap berbicara dengan Saito. Akhirnya kau tanya hal itu juga. Yuuki sudah tenang sekarang. Kejadian tadi cukup membuatnya shock. Jika aku jadi kau, takkan kubiarkan Yuuki melihat hal tadi. Ini adahal minggu pertamanya disekolah, dan kau sudah membawanya untuk terlibat dalam masalah. Sungguh tindakan yang bodoh, Edward memberi nasehat. Kalau memang benar hasil dari penyelidikanmu itu bahwa Yuuki merupakan penerima beasiswa, satu kesalahan saja yang ia lakukan, hal itu dapat berakibat dicabutnya beasiswa dari Yuuki. Kau mengerti itu Saito!. Semalam mereka telah menganalisis dan mencari bahwa Yuuki benar-benar yatim piatu, dan dia berada di sekolah ini karena mendapatkan kesempatan beasiswa yang sangat langka. Iya.. Aku mengerti. Aku sangat menyesal Ed, ucap Saito lirih. Ada sebersit rasa khawatir yang muncul. Lebih baik kau bicara sendiri saja pada Yuuki. Dia sangat mengkhawatirkanmu. Edward memberikan saran. Dia sudah melihat keakraban Saito dan Yuuki. Ini merupakan 20

kesempatan untuk membuat Saito sedikit berubah. Mungkin memang melalui Yuuki lah, Saito dapat merubah sifat introvertnya itu. Iya, secepatnya aku akan menemuinya. Eh, sekarang kau sedang dimana? Bagaimana lukamu?, tanya Edward. Sudah ku obati, tanganku sedikit memar. Mungkin beberapa hari ini butuh diperban Sepertinya para TaKaers takkan melepaskanmu begitu saja, sudah seringkali kau berulah didepan mereka. Tetapi walaupun kau itu kebal terhadap point, bukan berarti mereka tidak akan memberimu hukuman fisik kan. Ayah Saito merupakan donatur terbesar sekolah ini, sehingga Saito takkan dikeluarkan, walaupun dia berulah seperti apapun. Iya aku tahu. Tapi jangan pernah berharap aku akan jera Ed. Kau tahu sifatku, dan jika kau tak ingin ikut campur, lebih baik biarkan saja aku, Saito menerangkan bahwa dia akan tetap membenci petugas TaKa dan takkan pernah takut jika harus berhadapan dengan mereka. Iya..iya... Aku tahu itu. But, take care your shelf. Okey. Key. Sudah ya Ed. Sampai nanti Bye. Edward. Kau lama sekali sih. Ayo sini, Yuuki sudah mencari tempat duduk, ajak Meilisa. Mereka sedang mengantri makan siang. Yuuki terlihat sangat lapar, sepertinya itu karena kejadian tadi pagi. Syukurlah kalo dia kelaparan, yang penting harus makan banyak tu anak, senyum Ed melihat polah tingkah Yuuki. Eh, bagaimana Saito, tanya Mei sambil mengambil beberapa sosis. Dia baik-baik saja. Hanya tangannya yang perlu diperban. Daripada minggu lalu, hidungnya yang patah, dan darah tak mau berhenti keluar. Mendingan ini. Iya sih, tapi tetap saja harus jaga badan dong. Bisa-bisa, di akhir tahun, tu anak tinggal nama aja Huss. Ga usah ngomong yang engga-engga lah.. Mereka berdua menuju meja Yuuki, lahap juga makannya. Semenjak Yuuki mengetahui bahwa makanan di sini gratis, dia tak pernah menyia siakan kesempatan makan gratis. Kalian lama amat sih?, cemberut Yuuki. Meilisa hanya tersenyum geli melihat wajah Yuuki. Dia merasa sudah dekat dengan Yuuki. Semenjak mengetahui bahwa Yuuki hidup serba terbatas dengan rumah yang kecil. Sekarang Meilisa semakin menyukai Yuuki. Selain wajahnya yang manis, sifat Yuuki juga sangat mengaksyikkan.

21

Maaf.. Maaf.. Tadi Meilisa ambil sayurnya lama sih, jadi harus menunggu se abad dulu deh, kekeh Edward. Sebuah cubitanpun meluncur di perut Edward. Aucchh Bukannya yang bikin lama itu kamu Ed..., sambil cemberut Mei membela dirinya. Hehehe.. Sudah lah, ayo makan

22

IV A Present Okey, pelajaran hari ini cukup sekian. Selamat Siang anak-anak Siaaaang buu Jam sudah menunjukkan pukul 14.00. Wah tak terasa pelajaran hari ini selesai juga, ucapku dalam hati. Oya, bagaimana keadaan Saito ya.. kemarin dia tidak masuk, di sekitar sekolah juga tidak kelihatan, semoga saja tangannya tidak apa-apa Hayo! Melamun terus dari tadi!, tiba-tiba saja Mei mengagetkanku. Mei! Kaget tau!, ucapku. Wah.. Berarti memang benar lagi melamun ya.. hayooo, ejek Mei. Mei, Saito kok tidak masuk sih? Memang lukanya separah itu ya?, tanyaku penasaran. Memang sih, kemarin kulihat tangannya sepertinya parah. Oh.. tenang saja. Dia tak apa-apa kok. Hanya saja mungkin butuh waktu untuk menghilang sejenak dari sekolah. Mei mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Ini untukmu, sambil menyerahkan sebuah kotak kecil dibungkus kertas kado. Wah.. Apa itu Mei. Memangnya untuk apa? Hari ini bukan ulangtahunku kok, kuterima pemberian Meilisa sambil mencoba mengingat-ingat hari apa ini. Bukan hari yang istimewa kok, ucapku dalam hati. Tapi apa ya? Boleh kubuka Mei Buka saja. Memangnya untuk memberikan sesuatu perlu hari yang penting ya?, ucap Mei sambil tersenyum misterius. Edward mendekati kami berdua. Wah apa itu. Siapa yang ulangtahun nih Ini lagi satu orang. Emang butuh hari ulang tahun tuk ngasih hadiah ya??, jawab Mei ketus. Hahaha, aku hanya tertawa saja, dan mencoba membuka kado itu. Begitu kubuka, bukan main kagetnya aku. Sebuah handphone dengan tipe touchscreen, mirip seperti kepunyaan Mei! Aku menganga takjub. Berkali-kali kulemparkan pandangan bergantian, Mei dan handphone tersebut. Mei.. I..Ini... handphone.. A..Aku tak bisa menerimanya Mei,, i..Ini terlalu mahal untukku, kukembalikan hadiah tersebut. Itu bukan hadiah biasa, aku tak bisa menerimanya. Terlalu mahal! Eits, sergah Mei menolak hadiah tersebut. Bagi Meilisa, Yuuki pantas menerima hadiah tersebut! Masa sudah kubelikan, mau kamu kembalikan sih, muka Mei dibuat cemberut. Ta.. Tapi Mei. Ini terlalu bagus, aku tak percaya atas yang Mei lakukan untukku. Yah.. mau bagaimana lagi, ketika mereka tau aku mau beli handphone, mereka langsung menawariku hp itu, yasudah, kuterima. Lagipula Yuuki, harga nya ga mahal-mahal amat kok, terangnya. Eh, maksudku harganya memang murah kok, soalnya, sudah lama

23

mereka menawarkan hape itu pada keluargaku, sementara semua orang sudah punya. Yasudah, aku saja yang ambil akhirnya... Kupeluk erat Mei, sambil terisak dipelukannya. Terimakasih Mei Waduh.. Dikasih hadiah malah nangis nih anak.. Hehe.. Sama-sama.. kalo begini kan, aku jadi bisa menghubungimu, lalu ngobrol sepuasnya deh. Itu sudah aku kasih lengkap sama simnya Tiba-tiba Edward yang menyaksikan semua kejadian tersebut sedari tadi, mulai lebay. Waduh Mei.. Aku ikut terharu.. hiks..hikss... hehe, memang ini ketua kelas selalu saja meledek Meilisa. Apa-apan sih Ed!, seru Mei sambil mencubit Ed. Auch. Sakiiitttt, sambil tersenyum juga. Kalian berdua memang teman yang baik. Terima kasih banyak. Keajaiban apa lagi ini Tuhan.. ucapku dalam hati. Sini aku masukin nomorku, ucap Edward sambil mengambil hp ku. Nomorku sudah ada disitu loh.. hehehe, Mei mengatakannya padaku. Siapa yang minta weee..., ledek Edward. Ed!! Awas ya.., teriak Mei. Wah mereka mulai lagi deh. Kalo sudah begini, jangan ikut-ikutan lah. Hehehe.. Kelas sudah kosong, hanya tinggal kami bertiga. Tiba-tiba pintu digeser, pertanda ada orang yang masuk. Wah ternyata memang benar, kalian masih disini rupanya Kami semua menoleh, dan ternyata Saito yang datang. Hei Saito, sapa Ed. Saitooo!, ucap Mei histeris. Hai, ucap Saito sambil melambaikan tangan kanannya. Tangan kirinya terlihat diperban, sepertinya memang cukup parah sehingga harus diperban. Hai Yuuki, dia mendekatiku yang masih termenung karena kedatangannya. Tanpa terasa airmataku menetes perlahan. Ups, sambil kuusap air mataku. Duh kok malah nangis sih. Saito terkejut atas reaksiku, dia langsung mendekatiku, berjongkok didepanku, Ada apa Yuuki?, tanyanya cemas. Wajahnya terlihat cemas sekali. Hiks.. Tidak..tidak apa-apa.. Aku hanya.. aku hanya.., ku tak sanggup melanjutkan kata-kata. Langsung kubenamkan wajahku ke telapak tangan. Sialan, kenapa aku bisa menangis seperti ini sih. Saito baik-baik saja, buktinya dia bisa ada di sini sekarang. Lalu apa yang aku tangisi.. berhenti.. Berhentilah! Semuanya terdiam atas reaksiku tersebut. Kudengar sebuah kursi digeser, tepat didepanku. Mei mengulurkan tisu didepanku. Dan ternyata Saito duduk didepanku.

24

Ed, tolong air putih, suara Saito terasa dekat di kepalaku. Kurasakan tanganya membelai lembut rambutku. Maaf membuatmu cemas Yuuki, kau lihat sekarang kan, aku tidak apa-apa. Yah walopun tangan kiriku harus diperban, tapi nanti juga sembuh kok, terang Saito berusaha menenangkanku. Dia menyodorkan segelas air putih. Minumlah. Ku minum habis, lalu kutarik nafas dalam-dalam. Air mataku sudah bersih, lalu kucoba tersenyum, Hehe.. maafkan aku, masih sambil sesenggukan. Kulihat wajah Saito, dia masih terlihat cemas, tapi memang sudah sehat, hanya tangan kirinya yang terluka. Kau lihat kan, aku tak apa-apa, ucapnya sambil menyunggingkan senyum. He em.. Maaf, hari ini terlalu banyak kejutan, sehingga emosiku kurang begitu stabil, terangku. Kuusap sekali lagi, lalu kugenggam tisu itu. Eh.. banyak kejutan? Wah.. sepertinya aku ketinggalan banyak nih.., sesal Saito. Nadanya dibuat sepertinya dia telah menyesal. Siapa suruh berkelahi.. Huuh dasar anak cowok! Yuuki barusan dapat sebuah handphone dari Meilisa, Edward menjelaskan pada Saito. Wah.. asyik nih. Coba sini, mana hp nya, ku masukkan nomorku ya, Saito meminta izin. Lalu kuserahkan hpku padanya. Dert.. Dert.. Dert.. Hp Saito bergetar. Okey, nomormu sudah masuk. Yuuki, Ayo kita pulang. Sudah sore sih, ajak Meilisa. He em, aku berkemas dan membereskan bungkus kado yang berserakan. Hemm..kenapa rasa ini masih sesak ya. Perlu pelepasan nih. Aku menuju jendela terdekat, lalu, Aarrrgghhh!!!!, teriakku. Yang lainnya langsung terkejut. Ada apa! Ada apa!!, tanya mereka . Hehehe.. Maaf, aku hanya tersenyum lebar. Tidak ada apa-apa kok. ayo Mei kita pulaaang, ajakku sambil menggandeng tangannya. Mei hanya termangu, masih terkaget atas apa yang barusan terjadi. Kau tidak apa-apa Yuuki?, tanyanya cemas. Saito malah langsung mendekat dan menempelkan tangannya dikeningku, persis apa yang dilakukan Edward dulu padanya. Kau tidak demam kan?. Ku tepis tangannya, Aku ti-dak a-pa a-pa. Jelas, jawabku menegaskan. Kalau bisa dibilang, tadi hanya sebagai pelepas ketegangan saja. Gimana ya,,mm. Jadi lebih plong aja gitu. Sering kulakukan kalo aku sedikit merasa tertekan atau apapun itu, yang jelas bikin hati ga tenang, jelasku pada mereka. Ooh.., seru mereka. Ayo pulang, ajak Mei tak sabar. Ayoo.. Ayoo, entah kenapa, hati ini terasa lebih ringan dari sebelumnya. J 25

Jumat pagi. Ahhh. Hari yang cerah, sapaku pada dunia. Burung sedang berkicau di pohon rambutanku. Dan kupu-kupu tengah mencari madu di kebun bungaku. Sengaja aku tidak memetiknya untuk dikumpulkan ke pengepul. Kali ini aku biarkan semuanya mekar sempurna. Ternyata aku mempunyai bunga-bunga yang cantik ya.. hehehe. Dert.. Dert.. hap ku bergetar. Dari Mei:

Yuuki, maaf ya. Hari ini aku tidak bisa menjemputmu. Hari ini aku tidak berangkat ke sekolah. Ada acara keluarga di rumah.
Kubalas:

J Tidak apa-apa, biasanya juga aku berangkat sendiri kan.


Send. Tak lama kemudian, Mei membalas sms ku:

Tenang saja, nanti Saito akan menjemputmu kok.


Eh.. Saito! Waduh langsung kubalas sms ny:

Tidak usah Mei! Aku berangkat sendiri saja. Sungguh.


Mei:

Tidak! Pokkny Saito akan menjemputmu, lagipula dia juga tidak keberatan kok. Okeh! Pokoknya tunggu saja Saito. Nanti juga Saito akan meneleponmu.
Waduh... Malah dijemput Saito lagi. Aku langsung bergegas ke kamar mandi. Jam masih menunjukkan pukul 06.15. masih cukup waktu. Biasanya Mei menjemput pukul 06.30. Tepat pukul 06.30, terdengar suara motor berhenti di depan rumah. Kubuka pintu. Saito masih duduk di atas motornya. Dia mengenakan jaket hitam dan memakai helm hitam metalic. OMG, kenapa dia begitu menawan sih, dengan setelan seperti itu! Oya, ternyata Edward dan Saito merupakan idola di sekolah lo! Banyak sekali fans-fans mereka di sekolah, walopun mereka baru kelas 1. Kakak kelas juga banyak yang naksir mereka. Selain keturunan orang kaya, mereka juga cukup tampan. Jadi ... Lengkap lah. Untung cuma sejenak aku terpana. Langsung ku sapa anak itu Selamat pagi Saito!, sapaku pagi itu. Saito melepaskan helmnya, dan menyibakkan rambutnya. Pagi Yuuki, jawabnya, sambil tersenyum padaku. Bagaimana tidurmu, nyenyak?, tanyanya. He em, jawabku. Hampir setiap hari, antara Saito ataupun Edward, selalu mengantar dan menjemputku dari tempat kerja. Hal tiu atas inisiatif mereka sendiri. Sudah berkali-kali akau tolak tawaran mereka itu. Tapi alasan mereka selalu saja sama. Bahwa aku ini perempuan, dan tidak baik, perempuan berjalan ataupun keluar rumah 26

malam-malam tanpa ada yang menemani. Kau sendiri?, tadi malam merupakan giliran Saito yang menjemputku. Dia hanya mengedikkan pundaknya, Hm. Biasa insomnia lagi sepertinya. Aku terjaga terus sepanjang malam. Udaranya juga sangat panas, akunya. Insomnia memang penyakit tetap Saito, hampir beberapa kali dalam seminggu dia tak bisa tidur nyenyak. Katanya hal itu sudah terjadi sepanjang SMA ini. Yasudah, kau tak usah lagi menjemputku ya, aku cukup prihatin juga dengan insomnianya itu. Sepanjang malam, biasanya Saito tidak bisa tidur, dan siang harinya dia selalu terlihat mengantuk jika di kelas. Sudahlah, aku bisa mengatasinya kok, matanya juga terlihat agak sayu. Eh, sekarang kan hari Jumat ya... Mmm.. nanti malam biar Edward yang jemput, hari ini kan gilirannya. Lalu Sabtu dan Minggu aku libur kerja. Sehingga kalian tak usah begadang lagi. Okey!, ku ajukan rencana tersebut. Tetapi Saito menggeleng tak setuju, Tidak ... nanti malam Edward sudah punya janji dengan keluarga Meilisa. Aku akan tetap menjemputmu. Titik! Ayo cepat naik, kita tak mau terjebak kemacetan kan. Dia tetap saja bersikeras akan tetap menjemputku. Huuft. Saito memang keras kepala orangnya. Sekali di aberkata iya, maka takkan ada yang bisa merubahnya menjadi tidak. Baiklah, akupun naik ke motor. Saito menyerahkan helm padaku. Ini pertama kalinya aku naik motornya Saito. Biasanya Saito selalu menjemput dengan mobil (malam hari), tapi aku belum pernah dijemput sekolah oleh Saito. Ini pertama kalinya. Kenapa pake Motor?, tanyaku penasaran. Oh ... tidak suka ya. Okey, kalo begitu besok kujemput pake mobil. Eh ... Bukan begitu. Biasanya kan kau pake mobil, kenapa sekarang pake motor? Aku sih biasa aja mau mobil kek, motor kek, jalan kaki juga boleh. Cuma iseng nanya aja kok, jelasku. Ku takut Saito tersinggung dengan pertanyaanku. Kulihat dia terdiam sejenak. Kusenggol pundaknya, Saito... Dengan senyum jenakanya dia menjawab, Biar aku bisa menunggu didepan rumahmu Hah ... alasan macam apa itu? Waduh, mukaku kok jadi panas begini sih. Eits, jangan GR dulu. Kutunggu didepan rumah, biar aku bisa liad keadaanmu ketika bangun tidur. Eh.. malah sudah rapih begini, nadanya terdengar kecewa. Langsung aku cubit dia! Auchh. Enak saja ya! Mau ngintip orang ya!, balas ku dengan nada marah. Hahahaha ... , Saito tertawa terbahak Eh malah tertawa lagi!, kali ini kupukul pundaknya. Aduh.. Aduh.. Ampun.. Ampun.. Ampun Nyai ... Hahahaha, masih meledek juga ya!

27

Saito!!, dengan setengah berteriak, kupukul pundaknya lagi. Ayo cepat berangkat! Nanti terlambat!!, perintahku marah. Huh, pagi-pagi sudah bikin orang jengkel!! Siap Bos!!, katanya sambil memberi hormat. Dug.. Satu pukulan lagi! Saito hanya tertawa lagi. Aduhh... Ni orang ya.. ucapku dalam hati, kesal juga menghadapi tingkah polah Saito. Belum lagi nanti, kalo di sekolah. Hufftt. Saito menghidupkan motornya, Pegangan ya, ucapnya. Iya Eh.. Sini tanganmu, tiba-tiba saja dia menarik tanganku dan meletakkannya di pinggangnya. Maksudku tu pegangan padaku. Aku sedikit menolak, tapi Saito tetap memaksa. Sudah diam. Aku tak mau kau celaka, jawabnya keras. Yasudah, pasrah deh. Tanganku kubiarkan melingkar di pinggangnya. Risih sih. Ini pertama kalinya, aku berada sedekat ini dengan Saito. Parfumnya tercium dengan jelas. Sabun mandinya juga sangat harum. Waduh ... Hati-hati Yuuki ... Hati-hati ..., ungkapku dalam hati. *** Baru kali ini, aku datang kesekolah bersama-sama dengan Saito. Sehingga banyak sekali siswa yang terpaku terdiam begitu melihat kami berdua lewat. Lalu disusul dengan bisikan-bisikan, yang pastinya sedang membicarakan kami berdua. Aku hanya bisa tertunduk malu. Tapi Saito malah biasa-biasa saja, lajunya tidak melambat ataupun tambah cepat. Sepanjang tempat parkir sampai keruang kelas, bisikan-bisikan itu tak kunjung berhenti. Malah semakin santer saja. Malahan, teman-teman sekelas juga menambahnambahi lagi! Selamat ya! Ternyata ada pasangan baru lo!!, seru mereka. Hey.. apa-apaan sih! Ga da apa-apa tau. Tadi kebetulan ketemu Saito di jalan, ujarku berbohong. Saito hanya tersenyum saja kepada mereka. Anak cowok lalu meledeki Saito, sementara aku di kerubung oleh anak cewek. Beneran Yuuki?. Wah, sejak kapan nih?. Selamat ya!! Mereka mencercaku dengan berbagai pertanyaan.

28

Tidak ada apa-apa sungguh.. Kami hanya berteman biasa kok.. Sungguh, aku mencoba meyakinkan mereka. Tetapi mereka tetap saja tidak percaya. Saito! Tolong jelaskan kepada mereka kalau kita hanya bertemana kan..., pintaku pada Saito. Yang di tanya malah semakin membuat candaan lagi. Menurut kalian, hubungan kami seperti apa?, tanyanya pada seluruh kelas. Tentu saja serempak mereka menjawab, Pacaraaannn dong!!!. Saito malah tersenyum puas, Dengar kan Yuuki, mereka menganggap kita cocok lo. Kelihatannya Saito sangat puas dengan apa yang terjadi. Mukaku semakin merah. Lama kelamaan aku semakin jengkel atas ulah mereka dan Saito. Ketika ejekan semaikn menjadi-jadi, aku keluar dari kelas, padahal bel baru saja berbunyi. Yuuki!, Saito mengejarku keluar kelas. Dia memegang tanganku menyuruhku berhenti. Lepaskan!, jawabku marah. Okey ... Okey ... Maaf bila semua ini membuatmu marah, jelas Saito menyesal. Maaf, sepertinya ada sebersit rasa kecewa dalam ucapannya. Baik, aku maafkan. Tapi jangan ulangi lagi kejadian tadi. Aku tidak suka, jawabku ketus. Kau tidak suka kalau kita dibilang pacaran?, tanya Saito tiba-tiba. Eh.. Pokoknya aku tidak suka kejadian seperti tadi!, ucapku bingung atas pernyataan Saito. Berarti kau tidak suka pacaran denganku kan!, ucap Saito tegas. Saito sepertinya meminta perhatianku sepenuhnya. Di menatap mataku dalam-dalam dan meminta jawaban atas pertanyaannya tadi. Ta.. Tapi kita kan... mm... bukan pacaran Saito, kataku bingung harus menjawab apa. Okey baiklah. Sepertinya kau tidak suka dekat-dekat denganku, tiba-tiba saja Saito berkata demikian. Lalu dia berjalan kembali ke kelas tanpa menghiraukanku lagi. Oya Yuuki, maaf nanti aku tidak bisa mengantarmu pulang, katanya membelakangiku. Tiba-tiba saja aku ada urusan dengan Kay, katanya dengan ekspresi datar. Deg. Aku hanya termenung sendiri, tak mampu berkata-kata. Hanya terdiam. Ada rasa sesal di dalam hati yang semakin membesar, seiring langkah kaki Saito yang semakin menjauhi. Kenapa? Apa yang salah? Sesak, sesak sekali. Dan sakit. Mataku terasa panas, dan tanpa sadar, air mataku meleleh. Berkali-kali kuusap, tapi tak kunjung berhenti juga. Malah semakin deras saja. Ada yang salah dengan semua ini. ***

29

Sepanjang hari Saito tak pernah menyapaku, menatapku pun tidak. Hari ini Mei dan Edward tidak masuk. Edward menemani Meilisa di acara keluarganya. Tadi Edward meneleponku dan mengatakannya. Aku hanya meng-iyakan. Edward merasa heran dengan perubahan suaraku, dia lalu bertanya, apa yang tlah terjadi. Tidak ada apa-apa kok. Mungkin hanya masuk angin. Tadi malam, cucian di restoran sangat banyak sehingga aku terkena air terus, jawabku mencoba mengelak atas apa yang telah terjadi. Padaku dan Saito. Edward menerima penjelasanku tanpa curiga sedikitpun. Lalu dia memintaku dan Saito untuk datang ke rumah Meilisa untuk menghadiri acara tersebut. Kutolak ajakannya tersebut dengan berbagai alasan. Ada kerjaan tambahan lah dll. Edward pun memaklumi jawabanku tadi. Sepanjang waktu istirahat, Saito tidak kelihatan dimana-mana. Di kantin maupun dikelas, tidak ada. Kujalani istirahat hari itu dengan tak bertenaga. Tadi tidak sempat sarapan, dan sekarang pun aku tidak punya nafsu makan. Masih terpikirkan kejadian tadi pagi. Semakin lama kupikirkan, semakin rasa sesal ini menjadijadi. Tanpa Saito di sekitarku, sepertinya ada sesuatu yang kurang. Apalagi hari ini Meilisa dan Edward tidak masuk. Semakin sepi saja. Dan aku semakin menyadari , bahwa aku memang berbeda dari mereka. Beda jauh. Huft. Hawanya panas sekali rasanya. Padahal sudah ada 2 AC yang menyala, tetapi kenapa kelas ini panas sekali ya?, berkali-kali kuusap keringat yang menetes. Kepalaku juga terasa pusing, ucapku dalam hati. Tiba-tiba saja penglihatanku putih semua, dan semuanya menjadi gelap. Gubrak. Aku terjatuh pingsan. *** Hmm.. Bau alkohol, ucapku dalam hati. Dimana ini Kubuka mata perlahan, dan yang kulihat pertama kali adalah wajah Saito yang terlihat cemas. Kau sudah bangun Yuuki, katanya. Terlihat sekali bahwa dia mencemaskanku. Ku coba bangun untuk duduk, dan Saito membantuku berdiri. Mm.. Dimana ini?, tanyaku setengah bergumam. Kau ada di Ruang Kesehatan Kepalaku terasa berat sekali, Apa yang terjadi, tanyaku linglung. Tiba-tiba saja kau jatuh pingsan di dalam kelas tadi. Apa kau tidak apa-apa? Katakan padaku, apa yang kau butuhkan Yuuki, semua perkataannya mengandung rasa cemas. Tak ada wajah datar Saito seperti yang dia tunjukkan tadi pagi. Wajah marahnya juga tak terlihat lagi, yang ada hanya rasa khawatir karena melihatku. 30

Tiba-tiba aku merasa mual. Lalu aku muntah di samping tempat tidur. Huek... Ohok.. ohok! Yuuki!, Saito semakin khawatir. Tunggu sebentar, aku panggilkan perawat dulu!, serunya sambil berlari keluar Ruang. Saito.., ucapku lirih. Ehmm.. Ternyata maagh ku kambuh, gara-gara aku tidak sarapan dan tidak makan apa-apa dari tadi pagi. Ughhh.. Perih sekali perutku. Aku hanya bisa berguling-guling di tempat tidur sambil menahan sakit perut ku. Lalu perawat datang dengan diikuti oleh Saito di belakangnya. Perawat tersebut menyuruh Saito tunggu sebentar. Saito semakin gelisah. Dia berjalan mondar mandir didalam ruangan. Perawat lalu memeriksaku dengan teliti. Aku berkata padanya bahwa aku menderita maagh akut. Dia langsung paham dan berkata padaku bahwa aku harus dirawat dirumah sakit. Hah! Tidak suster. Jangan bawa aku ke rumah sakit, aku tidak mau!, tolakku. Saito lalu menerobos masuk, Yuuki harus dibawa kerumah sakit sus?, tanyanya meminta penjelasan. Iya, hal itu lebih baik, karena sakitnya sudah parah, terang suster. Baiklah, Yuuki akan kerumah sakit, Saito menelepon seseorang yang intinya untuk dibawakan mobil ke sekolah. Tidak Saito!! Aku tidak mau!, tolakku dengan berteriak sambil menahan sakit. Air mataku keluar. Ughh, semakin sakit. Jangan membantah! Kau akan ke rumah sakit!, perintahnya tegas. Baiklah suster, akan saya bawa Yuuki ke rumah sakit. Untuk sekarang apa yang harus dilakukan?, tanyanya. Sepertinya dia tidak tega melihatku kesakitan. Saito.. Please, aku tidak mau kerumah sakit, pintaku memohon. Saito hanya menggeleng. Tidak. Kau harus dibawa kerumah sakit. Tenang saja Yuuki, semuanya akan beres. Aku yang akan mengurus semuanya, yakinnya padaku. Bukan masalah biaya Saito.. Tapi.. Ughh.. Perut ini semakin perih.. Dert... Dert... Hp Saito bergetar. Dia mengangkatnya dan hanya mengangguk meng-iyakan. Ayo, Saito lalu mengangkatku. Sepertinya badanku ringan sekali baginya, Saito tak mengeluarkan tenaga yang berarti. Kulingkarkan tanganku di lehernya, dan kupejamkan mataku menahan perih. Sakit sekali ya?, tanyanya khawatir. Aku hanya mengangguk meng-iyakan, tak sanggup untuk berkata-kata. Sabar ya, ucap Saito menyemangatiku. Saito bergegas, tak sampai 5 menit, aku sudah ada di mobilnya menuju ke rumah sakit. 31

Aku hanya meringkuk didalam pelukan Saito. Sakit ini belum berkurang sedikitpun. Beberapa menit kemudian aku sudah berada di dalam ruang UGD, dan tertidur akibat pengaruh bius. *** Saat ku tersadar, kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Hah! Aku mencoba bangun, tapi ternyata malah membuat perutku kesakitan. Sudah bangun Yuuki. Diamlah di tempat tidur, jangan macam-macam dulu, Saito memperingatkan. Tetapi aku bersikeras untuk bangun, Tidak. Aku mau pulang. Sekarang sudah jam 8 Saito! Bisa-bisa aku dimarahi karena terlambat masuk kerja!, terangku. Ekspresi Saito kemudian susah untuk dijelaskan, antara marah dan kecewa. Kerja katamu!, Saito terdengar marah sekali. Kau baru terbangun karena sakit, dan sekarang kau bilang mau kerja! Apa yang kau pikirkan Yuuki!, kemarahannya semakin menjadi-jadi. Tapi Saito, peraturan di restoran itu ketat sekali. Aku harus minta izin terlebih dahulu, ucapku lirih. Mencoba menjelaskan. Untuk bangun saja, kau masih kesakitan, Saito merendahkan emosinya. Istirahatlah yang cukup. Masalah izin, biar aku yang urus, katanya kemudian. Ketika kuperhatikan Saito terlihat berantakan. Dia masih mengenakan seragam sekolah, dan rambutnya pun berantakan. Kau belum pulang Saito?, tanyaku padanya. Saito duduk disampingku, dia terlihat lelah sekali. Ahh.. Aku tak sempat memikirkan untuk pulang Yuuki. Melihatmu kesakitan saja, membuatku ngilu rasanya, terangnya. Dia menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah, terlihat sangat lelah. Aku tak tega melihatnya, Saito.. Pulanglah, pintaku padanya. Disini aku pasti terjamin. Dan aku pasti akan sembuh, terangku. Saito hanya menggeleng, Tidak. Aku akan menemanimu sampai nanti malam. Baru aku pulang. Tapi kau sudah lelah Saito, kemarin malam kau tidak tidur sama sekali. Aku takut kau juga sakit, aku tak tega bila melihatnya selelah itu. Kelelahan itu tergambar jelas diwajahnya. Kalau begitu aku akan tidur disini. Beres kan, jawabnya. Sepertinya sudah tidak ada yang bisa merubahnya lagi. Saito, masih kucoba untuk membujuknya pulang. Saito tetap menggeleng, Sudahlah, lebih baik kau tidur lagi, terang Saito. Dia membenarkan letak selimutku yang berantakan dan kembali ke tempat duduk semula. 32

Ada satu hal yang membuatku benci di rumah sakit, yaitu aura kematian yang selalu ada, sehingga membuatku takut untuk ditinggal sendirian. Sangat takut, sehingga untuk membuatku tenang, aku harus merasakan kehadiran seseorang yang kupercaya untuk selalu ada di sampingku. Sehingga tanpa sadar, aku genggam tangan Saito dan mencoba untuk terlelap tidur. Jangan pergi, kataku lirih dengan mata terpejam. Saito mengeratkan genggamanku, Iya, katanya lirih. Akupun tertidur lagi, dan kali ini tanpa dibayangi rasa was-was. Terjun ke dalam alam mimpi yang membuatku semakin tertidur. *** Samar-samar terdengar suara orang yang berbincang-bincang. Bagaimana keadaannya, seorang wanita bertanya. Sudah lebih baik. Kata dokter mungkin besok dia sudah boleh pulang, Saito menjawab pertanyaan tersebut. Syukurlah. Lalu kurasakan seseorang membelai rambutku, dan membenarkan letak selimutku. Saito, kau pulanglah. Sekarang giliran aku dan Mei yang menjaganya, bujuk Edward. Tidak, aku akan pulang besok. Yuuki memintaku untuk tidak pergi, jawab Saito. Tapi itu kan tadi, sebelum ada kami. Sekarang kau bisa tinggalkan dia bersama kami Sepertinya Saito menolak, karena Edward masih terus membujuk Saito. Ayolah Saito. Lihat dirimu. Kau berantakan sekali. Pulang dan mandilah. Jika kau masih ingin ke sini, datanglah, terang Edward. Ku buka mataku, kulihat jam menunjukkan pukul 10 malam. Ada Edward dan Mei diasmpingku, Saito berada di samping Edward. Pulanglah Saito, ucapku lirih. Sudah ada Mei dan Edward yang akan menemaniku. Mereka semua menoleh. Mei mendekatiku, Kau sudah bangun Yuuki. Bagaimana rasanya?, tanyanya. Mmm, sudah lebih baik, jawabku pada Mei. Saito, pulanglah. Aku mohon, pintaku padanya. Saito terdiam sejenak, melihatku dalam-dalam. Baiklah, tapi nanti aku akan kembali lagi. Aku hanya mengangguk. Lalu Saito keluar kamar ditemani oleh Edward. Kuantar dia dulu, terang Ed. Iya. 33

Pintu ditutup, dan suasana kembali hening. Mei duduk disampingku sambil menggenggam erat tanganku. Apa sebenarnya yang terjadi Yuuki?, tanyanya meminta penjelasan. Maagh ku kambuh, tadi pagi. Karena aku lupa untuk sarapan Eh.. Kenapa kau tidak makan di kantin Aku hanya menggeleng. Tak mungkin kuceritakan masalahku dengan Saito tadi pagi. Mengingatnya saja aku tidak mau. Kemudian Edward kembali kekamar, setelah mengantar Saito. Kau lapar Yuuki, tanyanya. Aku mengangguk, perut ini terasa kosong, dan aku takut perih itu akan datang lagi. Iya. Aku ingin makan sesuatu Ed. Ternyata dia tidak makan sejak pagi Ed, makanya maaghnya kambuh. Saito bagaimana sih. Kok tidak menyuruhmu makan di kantin sih, ujar Meilisa jengkel. Mei sudah seperti sahabat baikku. Dia sangat perhatian dan juga pengertian. Walaupun perbedaan status kami sangatlah berbeda jauh, tetapi hal itu bukanlah masalah baginya. Kami bawakan sesuatu untukmu. Tadinya akan kami berikan ketika kau dan Saito datang ke acara Mei. Eh ternyata malah ada acara lain kerumah sakit, Ed masih saja bercanda. Dia seperti kakak lelaki bagiku. Selain bijaksana, dia juga selalu tahu apa yang harus dilakukan. Ini kami bawakan bermacam-macam roti. Dijamin rasanya nomor 1 deh! Aku angkat kasurnya ya, supaya posisinya duduk, ujar Mei. Aku makan beberapa roti, rasanya memang enak. Cukup untuk membuat perutku tidak protes lagi. Oy, ini hp mu. Tadi sepertinya ada yang telepon. Tapi tidak kuangkat, ujar Mei sembari menyerahkan Hp kepadaku. Kulihat di catatan masuk, ternyata bibi yang menelepon. Tadi sekitar jam 5 sore. Kubuka ada sms yang masuk, dari bibi juga.

Yuuki, kenapa tidak diangkat teleponnya sayang. Bibi mau ngasih tau, kalo sepupumu Neris, mau menikah 2 minggu lagi. Jadi bibi harap, kamu bisa datang kesini ya. Masalah transport biar bibi yang atur. Oya, kalo sudah terima sms ini. Telepon bibi saja ya, lebih enak ngobrol daripada sms an.
Ku cari kontak bibi, lalu ku telepon dia. Tuut.. tuut.. tuuut.. cklek.. Halo... Halo Bi, maaf telepon malam-malam. Yuuki baru bangun tidur. Oh.. yasudah. Sudah baca sms bibi kan. Bisa kan ya. Masalah transport tidak usah khawatir, biar bibi yang urus semuanya. Mm.. tapi Yuuki masih sekolah bi. Bagaimana surat izinnya? 34

Biar bibi yang kirim. Bibi sudah tanya kok, katnya bisa kirim lewat fax. Oo.. yasudah. Mungkin bisa bi. Okeh, kalo begitu kamu tinggal siapin saja ya, nanti minggu depan, hari sabtu, bibi telepon lagi ya. Iya bi. Kalo begitu sudah ya Yuuki. Selamat malam. Selamat malam bi. Cklek.. tuut..tuut.. Siapa?, tanya Mei. Bibiku, yang ada di Ujung Pulau Oh.. Kau mau pergi? Iya, minggu depan sepupuku mau menikah, aku diharuskan datang, kucomot sebuah roti lagi. Enak juga.. hehehe.. Terima kasih untuk rotinya ya, sambil tersenyum manja. Kalau bisa dibilang, umurku lebih muda jauh daripada mereka bertiga. Edward yang paling tua, lalu Saito dan Mei. Perbedaan umurku dengan Mei ternyata terpaut 1 tahun. Sehingga aku sudah dianggap seperti adik oleh mereka. Dan mereka juga menyayangiku layaknya seorang adik. Sebenarnya kau ini suka atau lapar sih, Edward berlagak kesal, karena ternyata semua roti dihabiskan oleh ku. Hehehe..., aku hanya tersenyum polos. Sepertinya tenagaku sudah mulai pulih. Pelajaran untuk hari ini!, kataku pada mereka. Jangan lupa bawa obat maagh Edward tak bisa menahan tawanya, sedangkan Mei hanya tersenyum sambil mencubit pipiku. Ihhhhh.... kamu tambah nggemesin yaaaa. Aduh.. Aduh.. Dasar. Membuat cemas orang saja ni anak hehe.. Maaf, ucapku menyesal. Tiba-tiba saja Saito sudah ada di dalam ruang, Tidak,.. semua itu bukan salah Yuuki Ed. Saito sudah berganti pakaian, dan rambutnya terlihat basah sehabis keramas. Bau harum sabun masih tercium. Eh.. Apa katanya? Apa maksudmu Saito, Edward semakin penasaran. Dia mendekati Saito meminta penjelasan. Semua itu bukan salah Yuuki, tapi salahku. Lalu Saito pun bercerita tentang kejadian tadi pagi. Dan kenapa aku tidak makan di kantin, dikarenakan perasaannya akibat kejadian itu. Ekspresi Mei dan Edward sungguh tak bisa dikenali. Antara kecewa, marah, kaget..apapun itu. Tiba-tiba saja Mei menampar Saito. Plak. Mei!, teriakku. 35

Sepertinya tamparan itu cukup keras, kulihat bibir Saito mengeluarkan darah. Jangan bersikap seperti anak-anak Saito!, ucapnya tegas. Maaf, ucap Saito lirih. Dia menyadari betul kesalahannya. Mei, Saito tidak salah apa-apa dalam hal sakitku ini. Seharusnya jika mau makan, aku pasti ke kantin. Lagipula, badanku sudah tidak enak dari pagi Mei, belaku. Aku tak tega melihat Saito tak berdaya seperti itu. Lagi pula dia sudah berjasa besar untuk ku, sehingga sekarang aku sudah berada di rumah sakit. Sudahlah Yuuki, Mei benar. Sifatku masih kekanak-kanakan, Saito malah membela Mei. Tak seharusnya aku mengajukan pertanyaan semacam itu padamu, ucapnya menyesal. Aku permisi sebentar. Lalu Saito pergi keluar. Saito!, Ed keluar mengejar Saito. Mei, tolong jangan marahi Saito. Dia sudah baik sekali padaku.. Semalam dia tidak tidur, dan tadi pagi dia menjemputku. Yang mengantarku ke rumah sakit juga Saito, Mei, belaku. Huufftt, Mei hanya menggelengkan kepala. Tidak, tetap saja Saito salah padamu, seharusnya dia tidak mengajukan pertanyaan itu, Mei termenung sejenak. kau benar-benar tidak ada rasa dengan Saito, Yuuki?, tanyanya tiba-tiba. Kupukul pundaknya, Mei! Auchh... Hehehe.. Cuma bercanda kok... Aduh,, Jangan cemberut dong, Mei melihatku cemberut, dan mulai merayuku. Senyum dong Yuuki manis Wee, aku hanya menjulurkan lidah. Mei mengelus rambutku, Sudahlah. Sekarang sudah hampir jam 11 malam Mm.. aku sudah tak mengantuk lagi Mei. Tapi akan kucoba untuk tidur, kataku. Sambil berbaring, kulihat Mei meredupkan lampu kamar. Tidurlah, katanya. Kucoba untuk terlelap, sambil membayangkan hal-hal yang indah. Beberapa lama kemudian, kudengar pintu kamar terbuka. Disusul suara Edward dan Saito yang tengah mengobrol. Sshh.., Mei mengingatkan. Lalu terdengar pintu kembali terbuka dan kurasakan keheningan dan kehampaan udara. Mereka semua keluar kamar. Kubuka mata, dan kucoba untuk menyesuaikan cahaya. Sendiri lagi, ucapku dalam hati. Kucoba untuk menenangkan perasaan ku. Aku benci sendirian di rumah sakit. Aku benci kegelapan disini. Aku benci udara disini! Kucoba untuk tetap merasa tenang. Dan ku coba untuk terlelap lagi. ***

36

Saito, aku ingin berbicara denganmu. Apa yang sebenarnya kau rasa terhadap Yuuki?, tanya Mei, berusaha memojokkan Saito. Saito hanya terdiam, termenung berusaha memikirkan jawabannya. Dia sudah kenal betul sifat Meilisa yang satu ini. Dia takkan main-main dengan pertanyaannya. Sudahlah Mei. Aku sudah interogasi Saito, sela Edward. Sepertinya Saito memang menyayangi Yuuki ..., belum selesai Ed berkata. Diam Ed, aku sedang bertanya pada Saito, sela Mei galak. Edward langsung bungkam, dengan gerakan mengunci mulutnya di mundur beberapa langkah. Quiet Iya Mei. Aku menyayanginya, jawab Saito akhirnya. Aku dan Ed juga menyayanginya, sela Mei ketus, tak puas dengan jawaban yang diberikan Saito. Tolong lebih diperjelas lagi, rasa apa yang kau punya terhadap Yuuki, tanya Mei tegas. Apakah seperti rasa sayang mu terhadap Lisa? Atau rasa cintamu terhadap Mieri? Atau jangan-jangan seperti rasa sukamu terhadap Nina?, Mei semakin memojokkan Saito dengan berbagai pertanyaan. Lisa, Mieri dan Nina merupakan mantan pacar Saito diwaktu smp dulu. Mei sangat paham atas sifat Saito yang playboy. Semenjak sd, Saito memang menarik perhatian banyak cewek. Mereka mati-matian memuja Saito, mengikuti Saito kemanapun dia pergi. Selain wajahnya yang cukup rupawan, orang tua Saito juga orang yang kaya. Ayahnya masuk kedalam rangking 20 orang terkaya se Asia. Jadi sudah sepantasnya Mei khawatir terhadap Yuuki. Dia takut, Saito akan menyakiti Yuuki, seperti yang ia lakukan dulu pada Lisa, Mieri dan Nina. Saito hanya bisa tertunduk diam. Apa yang dikataka Mei tentang semua mantannya memang benar, tetapi perasaannya kali ini terhadap Yuuki sangatlah berbeda. Beri aku beberapa waktu untuk membuktikan, bahwa aku takkan mempermainkan Yuuki, pinta Saito. Mei hanya menggeleng, Tidak Saito. Aku tak ingin Yuuki menjadi obyek permainannmu saja. Takkan pernah ... Kau dengar! Never!!. Amarah Mei terlihat semakin memuncak. Mei ... Baiklah, akhirnya Saito memutuskan. Walaupun kau tak mengizinkanku. Tapi tetap akan kubuktikan, bahwa aku takkan mempermainkan Yuuki!, janji Saito. Kau...!!!, hampir saja Mei menampar Saito untuk yang kedua kalinya, jika Edward tidak berusaha menghentikan Mei. Cukup Mei. Kau sudah cukup lelah hari ini. Lebih baik ku antar kau pulang dan istirahatlah, ucap Edward. Lalu yang akan menemani Yuuki siapa?. Aku tak rela jika Saito yang menemaninya.

37

Untuk kali ini kumohon percayalah padaku Mei. Akan kutemani Yuuki. Akan kujaga dia. Kumohon, Saito terlihat sangat lelah. Dia sudah tak bisa memikirkan, jalan apalagi yang harus dilakukakan untuk menyakinkan Mei lagi. Iya. Serahkan saja pada Saito. Eit ... Mei, kau lupa ya, Saito lah yang mengantar Yuuki sampai kerumah sakit. Dan dialah yang menjaga nya sampai kita datang kesini, bela Edward, meyakinkan Mei. Tapi.. Husss.. Sudah lah.. Kalau kau masih tidak percaya, nanti sesudah mengantarmu, aku akan langsung kembali kesini. Bagaimana?, Mei hanya terdiam. Baiklah ... Untuk kali ini, aku aka berusaha mempercayaimu lagi Saito. Jangan kau sia-siakan kepercayaanku ini, kata Mei. Terimakasih Mei, aku akan menjaganya, janji Saito. Mei terlihat menghela nafas dalam-dalam. Ayo kita pulang Ed Ayo Saito hanya memandang dari jauh, ketika Mei dan Edward pergi meninggalkannya sendirian. Entah kenapa, hawa udara di rumah sakit ini semakin dingin saja. Saito kemudian bergegas masuk kedalam kamar rawat Yuuki. Terlihat Yuuki sedang tertidur pulas, wajahnya sangat polos, tak tersisa sedikitpun bekas rasa sakit yang tadi dia alami. Saito duduk disamping tempat Yuuki. Menjaganya, mengawasinya. Sampai diapun ikut terlelap. *** Gelap. Dingin. Dimana ini?, ucapku. Lama-kelamaan cahaya mulai menerangi sekitarku. Dimana ini? Tiba-tiba, terlihat sekelompok manusia yang memakai jubah hitam mendekatiku dari arah depan. Mereka sepertinya tidak berjalan, tetapi keberadaan mereka semakin mendekat. Siapa mereka??, ada sedikit rasa takut dalam suaraku. Lalu, dari arah kanan, terlihat sebuah telaga yang sangat sunyi, dan ada beebrapa orang berjubah biru bening, yang melayang diatas nya, mereka memanggilku, Yuuki... Kemarilahh ... Cepat .... Suara mereka terdengar samar. Aku bingung, apakah harus kuturuti kata-katanya. Tapi siapa mereka. Lalu mereka yang berjubah hitam semakin dekat denganku. Ketika aku bingung untuk memilih, tiba-tiba saja mereka sudah dekat. Kulihat mata mereka yang merah, dan pakainan dibalik jubah yang merah. Mereka menyeringai menakutkan. Dan aku hanya bisa berteriak ketakutan. Tiba-tiba saja aku terbangun dari mimpi burukku, Hah.. Hah.. Hah.., kuusap keringat yang menetes, dan kuatur nafasku. 38

Saito terbangun karena merasakanku, Kenapa Yuuki? Kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit?, tanyanya cemas. Aku hanya menggeleng. Ku terbangun dan terduduk di tempat tidur. Keringat dingin masih menjalari keningku, dan kurasakan hawa dingin sangat menusuk kulitku, Tidak.. Tidak apa-apa. Aku hanya bermimpi buruk, jelasku. Rupanya Saito lah yang menjagaku sedari tadi. Dia tertidur disamping ku, dan aku telah membangunkannya. Maaf membangunkanmu Saito, sesalku. Kutahu kalau dia baru bisa tertidur malam ini. Mimpi buruk? He-em ... Kau tidur saja Saito. Sepertinya kau sangat kelelahan, saranku. Nafasku sudah teratur. Ternyata sekarang sudah pukul 3 pagi, kataku dalam hati. Saito menggeliat. Hoahhmm. Sepertinya tidurku sudah cukup, ucapnya. Kau mau minum Yuuki?, Saito beranjak mengambil minuman. Iya, kuterima gelas darinya. Dan kuhabiskan minumnya. Ahh.. Segar sekali. Terima kasih Keadaan menjadi hening. Ku termenung memikirkan kejadian 24 yang lampau. Teringat kan Saito yang menjemputku, ejekan teman-teman, lalu pernyataan Saito yang mengagetkan. Yuuki, ucap Saito tiba-tiba. Eh Dia terlihat ragu-ragu, lalu menggeleng cepat-cepat dan menatapku dalam-dalam. Sejenak, nafas ini terasa berhenti karena melihat tatapan matanya, tapi kucoba untuk tetap kelihatan rileks. Aku tak tahu, apakah ini waktu yang tepat atau tidak. Tetapi aku hanya ingin mengatakan, bahwa yang kuucapkan padamu kemarin adalah keinginanku yang sesungguhnya. Mungkin awalnya kau menganggap hal itu merupakan candaan belaka. Mungkin memang terkesan kalau aku meremehkan hal tersebut. Tetapi ... jujur ... baru kali ini aku merasakan rasa seperti ini. Rasa tak mau kehilangan. Rasa untuk ingin dimengerti. Rasa untuk memiliki sepenuhnya. Mungkin terdengar egois, tetapi aku ingin dunia tahu bahwa inilah aku Tenggorokanku seperti tercekat. Aku tak bisa berkata apa-apa, hanya mencoba mencerna apa yang barusan Saito katakan. Sejak pertama melihatmu, kukatakan dalam hati bahwa, aku harus mengenalmu. Aku tak ingin kehilanganmu sebelum aku mengenalmu seutuhnya. Perasaan yang dulu tak pernah muncul, seakan-akan kembali hadir. Rasa yang dulu hilang, sekarang muncul lagi, seiring dengan kedatanganmu. Tatapannya semakin dalam, Saito mendekat dan hanya tersisa jarak 1 meter diantara kami. Kita mungkin baru bertemu beberapa hari, satu minggu mungkin, senyumnya terlihat tak percaya. Tetapi kenapa sepertinya aku sudah mengenalmu lama? Itu yang 39

ingin aku cari tahu. Kau begitu dekat. Kau begitu dapat kujangkau. Tetapi seiring rasa nyaman itu, ada satu kegelisahan yang semakin besar. Aku takut kehilanganmu. Semakin jauh kutepis prasangka itu, semakin kuat rasa ketakutan ini membesar. Saito memejamkan matanya. Keningnya berkerut. Enatah apa yang sedang dirasakannkany, tetapi terlihat begitu menyakitkan. Dan akhirnya, akulah yang menyebabkan semuanya. Tiba-tiba saja kau pingsan, dan sakit yang kau rasakan tadi seperti melepaskan semua otot persendianku. Mendengar rintihanmu saja aku tak sanggup. Aku tak tega melihatmu terluka seperti itu. Jika bisa, biarkan aku saja yang mengalami semua rasa sakitmu, ucap Saito. Raut mukanya terlihat jelas seperti sedang menahan sakit. Kuulurkan tangan untuk menggenggam lengannya, mencoba untuk mengurangi rasa sakitnya. Maaf. Hanya itu yang bisa kuucapkan. Saito tersadar. Kenapa kau harus minta maaf? Seharusnya aku yang minta maaf Yuuki. Karena pertanyaanku yang bodoh itu! Shiit!! umpatnya tiba-tiba. Kau merelakan waktu istirahatmu, hanya karena masalah kita waktu itu. Dan hal itu merupakan pemicu asam lambungmu naik kan! Benar kan Yuuki. Saito terlihat sangat marah. Kemarahan yang dipendamnya, kemarahan atas semua kelakuan bodohnya. Aku tak tahu harus bersikap apa. Rasa sesak yang tiba-tiba muncul, membuatku terdiam. Tiba-tiba saja, Saito memukul dinding kamar dengan cukup keras. Bug! Saito!, aku berusaha mencegahnya untuk mengulangi hal itu. Tetapi ternyata aku belum cukup kuat untuk berdiri, sehingga hampir saja terjatuh. Saito langsung menangkapku. Dan tiba-tiba memelukku erat, seolah tidak mau kehilangan. Maaf ... Maafkan aku Yuuki, ucapnya menyesal. *** Aku tak suka melihat orang-orang disekelilingku terluka akibat ulahku. Akan kuusahakan segala macam cara untuk menjauhkan mereka dariku, supaya mereka takkan terluka. Tetapi apa yang harus aku lakukan jika tenyata yang membuat mereka sedih adalah keberadaanku? Ketika kematian kedua orangtuaku, aku selalu dipersalahkan atas kematian mereka. Sehingga tak pelak, aku dikucilkan dari semua sanak saudara. Entah apa yang terajadi. Mereka membenci kehadiranku, seolah-olah kedua orangtuaku meninggal karena kehadiranku di tengah-tengah mereka. Dan sekarang, seolah-olah Saito seperti tak mau kehilanganku. Dia terus mendekapku erat. Dan terus saja mengulangi kata maaf. Ku coba untuk melepaskan, Semua bukan salahmu Saito. Kumohon, jangan salahkan dirimu terus, mataku semakin memanas. Bebrapa butir air mata menuruni pipiku. Kenapa aku harus menangis. Kenapa? Tiba-tiba saja kenangan akan kedua orang 40

tuaku kembali memabanjiri pikiranku. Dan seolah-olah kenangan itu terulang kembali, air mataku tak henti-hentinya mengalir. Yuuki, tanya Saito cemas. Kenapa? Maafkan aku, sesalnya. Dia merasa bahwa semua ini karena ulahnya. Aku hanya bisa memeluk erat Saito. Empat tahun, selama 4 tahun kutahan semua kesedihan ini. Aku tak tahu, kenapa harus sekarang. Kenapa harus didepan Saito. Ketika mereka meninggal dunia, aku sama sekali tidak menangis. Merasa sedihpun tidak,tetapi kenapa aku merasa takut kehilangan Saito? *** Pukul 07.00 Edward dan Meilisa datang menjenguk. Keadaanku sudah sehat seperti sediakala, perutku tak terasa sakit lagi. Suster itu sepertinya terlalu melebihlebihkan sakitku, buktinya, hanya butuh satu hari untuk dirawat dirumah sakit. Bagaimana keadaanmu Yuuki?, Mei membawakan semangkuk bubur yang masih hangat. Mmm ... Baunya sedap sekali Mei, sambil kupejamkan mataku dan membaui udara. Alah ... Yuuki ini kalau soal makanan memang tiada duanya deh. Aku nyerah, ujar Edward sambil meletakkan sebotol jus buah di mejaku. Hehehe ... Aku ingin pulang ..., rajukku. Apakah sudah ada dokter yang kesini? Dimana Saito, Mei celingukan mencari Saito. Mmm ... Entahlah, tadi ketika aku bangun dia sudah tidak ada, aku hanya menggeleng. Tiba-tiba saja mukaku memerah memikirkan apa yang terjadi tadi pagi. Ahhh!! Aku menggeleng kuat-kuat mengusir kenangan itu. Eh ... Kenapa Yuuki?, tanya Mei keheranan melihat sikapku. Eh ... Tidak ... Tidak ada apa-apa kok Cklek ... Kau ada dimana Saito? ... Mmm ... Iya ... Iya ... Oya, sekalian tolong tanyakan apakah Yuuki sudah boleh pulang sekarang ... Iya, Yuuki merengek meminta pulang saja ... Okey ... Baiklah, Edward mengakhiri hubungannya denga Saito. Dimana dia?, tanya Mei. Tadi dia sedang menerima telepon, dan ada urusan sebentar katanya. Aku hanya mendengarkan, sambil memasukkan beberapa sendok bubur kedalam mulutku. Terima telepon? Kenapa lama sekali?, tanyaku dalam hati. Mm ... Sekarang hari Sabtu, dan hari ini serta besok aku libur. Sekolah juga libur. Apa yang harus aku la

41

kukan dirumah ya? Bersih-bersih rumah? Lagi?! Boseeennnya ... cari kerja tambahan lagi? Mmm ... mungkin bisa ... tapi nanti keteteran ... Mmm kemana ya ... Oya Yuuki, nanti sore, keluargaku berencana mau ke pulau Osu. Disana kami memiliki sebuah Vila yang lumayan besar. Mungkin kita bisa pergi berempat?? Aku, Ed ward, Kau dan Saito... Bagaimana?, tiba-tiba saja Mei mengagetkanku dengan idenya tersebut. Ke pulau?? Bereempat lagi?? Ide bagus ... Kita belum pernah pergi ber empat kan. Sekali-kali jalan-jalan kan asyik. Refreshing sejenak. Bagaimana Yuuki?, tanya Edward. Haah? Ke ... Ke pulau? Tapi ... Mmmm ... aku masih memikirkan beberapa alasan yang mungkin bisa ku ajukan untuk menolaknya. Lalu Saito muncul, dingin sekali dia? Hei Saito, Mei punya rencana untuk mengajak kita berlibur di pulau Osu, bagaimaman pendapatmu? Yuuki ... Bagaimana?, tanya Edward sekali lagi. Mereka semua memandangku, seakan-akan menantiku mengeluarkan sesuatu yang akan membuat mereka terkejut. Mmmm ... Sepertinya aku tidak bisa, Aku takut bibiku akan datang kerumah, dan aku tidak ada ..., aahhh, akhirnya ada alasan juga. Sejak kejadian tadi pagi, aku agak malu jika harus bersama-sama Saito lagi. Tidaaakkk... Tiba-tiba Saito berkata, Aku akan ikut jika Yuuki juga ikut Hah!! Apa katanya? Waduh ..., ucapku dalam hati. Yuuki, please ... ikut ya, kau kan bisa telepon bibimu supaya jangan datang besok ... Ya ... please .., ucap Mei sambil memohon. Mmm ... aduh ... bagaimana ya ..., kulihat wajah mei yang terus memohon. Aduh ... jadi tidak tega nih, Baiklah, aku akan ikut, ucapku kemudian. Yes!, jerit Mei sambil memlukku. Kulihat Saito hanya terdiam tanpa ekspresi. Oya Saito, apa kata dokter?, tanya Edward teringat. Dia sudah boleh pulang Okey ... kami akan mengantarmu pulang Yuuki. Ini aku bawakan baju ganti, ucap Mei. Yuuki akan pulang denganku, ucap Saito tiba-tiba, tanpa ekspresi, seolah-olah seperti percakapan biasa. Semua pandangan beralih padanya. Heran ... Apa yang sebenarnya terjadi? A ... Aku mau ganti baju dulu, pintaku permisi. Lalu aku turun dari tempat tidur, dan pergi menuju kamar mandi, menghindari pertanyaan. ***

42

Ketika aku keluar, kulihat Saito baru saja mematikan teleponnya. Hei! Kemana Edward dan Meilisa? Dimana Ed dan Mei?, tanyaku heran. Mereka sudah pulang. Mei mau memberitahu ayahnya, ucap Saito. Aku hanya mengangguk saja. Kubereskan tempat tidur, kebiasaan dari kecil. Dan kuperhatikan ternyata sedari tadi, Saito memperhatikan semua gerak-gerikku. Aku hanya bisa terpaku, dan meminimalisir gerakanku. Setelah selesai membereskan, aku beranjak keluar mengikuti Saito. Sedari tadi Saito tak banyak bicara. Ada apa dengannya. Lalu aku teringat akan perkataan Edward, bahwa Saito sebenarnya seseorang yang introvert. Apakah sifatnya itu yang sekarang aku hadapi. Entahlah, Saito semakin diam saja. Entah kenapa, sifat Saito sekarang malah membuatku murung. Kita pergi sarapan dulu, ucapnya singkat. Tak tahan dengan sifatnya itu, akhirnya kulabrak dia. Apa yang sebenarnya terjadi Saito? Kenapa sekarang kau lebih banyak diam?, tanyaku meminta penjelasan. Tak ada yang terjadi. Inilah sifatku sedari dulu, bahkan dia tak memandangku barang sedikitpun. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, Jadi ini sifatmu? Tetapi kenapa ketika pertama kali bertemu, sepertinya sifatmu tidak seperti ini!, kataku sinis, nadaku mulai meninggi. Aku hanya bisa mengomel dalam hati. Diam memandang keluar jendela sebagai pelarian. Saito tak menanggapi omelanku, dia tetap saja menyetir, seolah-olah aku tak pernah berbicara kepadanya. *** Yuuki akan pulang denganku, ucap Saito tiba-tiba, tanpa ekspresi, seolah-olah seperti percakapan biasa. Semua pandangan beralih padanya. Entah apa yang sedang Saito pikirkan, dia juga terkejut atas kata-katanya sendiri. A ... Aku mau ganti baju dulu, Yuuki tiba-tiba langsung beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Saito?, tanya Mei tiba-tiba. Hm Kau sudah memikirkan perkataanku semalam kan?, jelas Mei. Iya, Saito tetap bersikap dingin. Sikapnya seolah-olah menunjukkan bahwa dia tidak mau diganggu dan takkan mau menerima pendapat orang lain. Saito, apakah semua ini berhubungan dengan Yuuki?, tanya Edward. Sepertinya dia mengenal gelagat aneh salah satu sahabatnya ini. Terserah kalian mau menilai sikapku ini seperti apa. Yang jelas, ini adalah jalan yang aku ambil, terang Saito. Aku hanya tak mau Yuuki terluka, dan dengan cara 43

menjauhinya secara perlahan, mungkin akan merubah pandangannya kepadaku, ucap Saito dalam hati. Rahasia itu terlalu membahayakan Yuuki Tapi Saito ... Sikapmu itu ..., sela Mei. Tenang saja Mei, aku akan menjauhi Yuuki. Jika itu maumu Meilisa dan Edward terkejut atas pernyataan Saito. Mereka tak menyangka Saito akan menyerah secepat ini. Saito ... Bukan maksudku untuk ..., sesal Mei, dia paham betul sifat Saito. Ketika dia memutuskan untuk tidak mengganggu seseorang, hal itu merupakan pertanda bahwa dia menyayanginya. Saito menggeleng, Tidak Mei ... Inilah keputusanku. Aku tahu ini berat bagiku, tetapi aku tak mau membuat Yuuki terluka dan kecewa. Saito terlihat sangat menderita. Baru kali ini Ed dan Mei melihat Saito yang menyerah pada keadaan. Pada masa depannya sendiri. Lalu semuanya terdiam, mereka memahami betul keputusan Saito, dan takkan meributkannnya lagi. Baiklah jika itu maumu. Kami menghargainya, terang Ed. Mungkin sebaiknya aku saja yang mengantar Yuuki pulang?, tawar Ed. Lagi-lagi Saito menggeleng, Tidak ... Terimakasih Ed ... Tetapi aku ingin bersamanya sejenak lagi, sambil tersenyum yang dipaksakan. Sepertinya sifat egoisku masih belum hilang juga, terdengar pahit, dan begitu menyiksa. Saito hanya tersenyum mendengar keinginannya itu. Mm ... Baiklah. Kalau begitu kami akan pergi sekarang. Sampai ketemu lagi Saito. Aku akan menjemput Yuuki jam 3 nanti, ucap Mei. Saito hanya mengangguk, dan kembali terdiam. Menatap udara kosong didepannya. Hati itu seakan-akan teriris. Dalam kesepian, hanya satu kata yang bisa ia ucapkan, Ibu ..., lirih. *** Kami berhenti di sebuah restoran. Inilah standar Saito yang sebenarnya, mewah dan megah. Dasar anak borjuis. Ujarku dalam hati. Sarapan saja, ditempat seperti ini. Apalagi kalo makan malam. Hemm ... Aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Selamat pagi Tuan Saito. Tempat seperti biasa?, ujar seseorang mengagetkanku. Dia kenal Saito? Wahh ... Berarti Saito sering kesini dong. Dua kursi untuk sarapan. Tempat biasa, ujar Saito cepat. Baik. Mari saya antar, ujar pelayan tersebut ramah. Kami berjalan menuju ke lantai dua. Sejauh pandanganku, dan sepenglihatanku, bisa dibilang ini merupakan restoran bintang 4. Semua pelayannya, makanannya, tempatnya, bisa dibilang setaraf bintang 4! Lalu pelayan tersebut menuntun kami ke 44

sebuah balkon. Disana tersedia sebuah meja dengan dua kursi. Pemandangannya sangat indah, terhampar luas perumahan dengan banyaknya pohon yang mengelilinginya. Udaranyapun sangat sejuk, tak tersa paanas sama sekali. Saito lalu memesan beberapa makanan. Mmm ... udaranya sejuk sekali. Lihat Saito, indah sekali pemandangannya, aku terpejam menikmati udara sejuk yang mengalir. Belum pernah kumenjumpai tempat seindah ini, apalagi hanya untuk sarapan pagi. Kulihat Saito hanya diam saja, lagi-lagi dia tidak menanggapi ocehanku. Ughh ... menyebalkan sekali. Saat ku memandang Saito, ternyata penglihatan ini memang tidak salah. Dia begitu menawan. Dengan mata terpejam, dan menangkupkan tangan di dadanya, dia terasa damai sekali. Aku tak ingin menganggunya. Terus saja kupandangi sosok tersebut diam-diam. Lalu pelayan datang, dan mengagetkanku, langsung kualihkan pandanganku, dan berpura-pura sedang melihat udara yang cerah. Langit biru itu sungguh membuatku tenang, seperti biru lautan ... Silakan Kami berdua makan dalam bisu. Makan seperti ini mana bisa kenyang sih! Mana bisa enak sih!, keluhku dalam hati. Kuberanikan untuk bertanya. Saito, ucapku lirih sambil menunduk, takut mengganggunya, dan takut untuk tidak mendengar jawabannya. Hmm, ucapnya. Eh, aku langsung mendongak. Langsung kusambar kesempatan ini, Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?, tanyaku lirih. Habiskan dulu makananmu. Makan yang banyak biar kau tidak kurus, ucapnya datar. Huh ... Aku tidak nafsu makan, ujarku ketus. Kuhentikan makanku, benar-benar tidak enak. Lalu kupalingkan mukaku ke luar balkon. Kudengar suara sendok diletakkan ke piring. Lalu Saito menyentuh mukaku, memaksaku untuk menghadap kearahnya, Kumohon, makanlah. Wajahnya melembut sekarang. Wajah itu tak pernah kulihat sebelumnya. Akhirnya aku menurut dan kuhabiskan makananku. Setelah, kupikir-pikir, ternyata selama pindah kesekolah baruku, aku lebih bersifat manja dihadapan Ed, Mei dan Saito. Entah kenapa, akupun tak tahu. Kenyataan bahwa umur mereka lebih tua dariku, dan bahwa mereka sangat memperhatikanku, ternyata telah melupakanku akan statusku yang sesungguhnya. Aku tersadar, dan langsung termenung. Jangan-jangan alasan Saito mengacuhkanku, karena sifatku inikah? Tiba-tiba saja aku langsung memahami semua sikap yang dia tunjukkan, seolaholah Saito tak suka dengan sikapku yang suka merajuk, sikap manjaku seolah-olah aku berstatus yang sama dengan mereka. Seolah-olah aku adalah anak orang kaya yang 45

pantas menjadi teman merek. Aku langsung terhenyak. Seperti itukah pandangan Saito kepadaku? Maaf, aku permisi sebentar, ucapku. Lalu aku langsung berdiri dan menuju ke toilet. Disana aku menyesali semua kebodohanku, semua kecongkakanku. Ingat Yuuki! Ingat! Kamu itu yatim piatu! Mana mungkin Saito menyukaimu! Dia hanya mengasihanimu tau! Sadar! Sadar dong!. Airmataku tak mau berhenti. Seakan-akan, takkan cukup untuk menutupi semua kebodohanku, menutupi semua kesombonganku. Aku hanya bisa menangis. Lalu tiba-tiba terdengar hujan turun. Aku kembali ke meja, dan kulihat Saito sudah selesai dengan makannya. Saito, pulang sekarang yuk. Aku teringat sesuatu di rumah, ucapku wajar. Sekilas Saito merasakan ada yang aneh dalam suaraku, tetapi dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung berjalan keluar resotoran. Aku mengikutinya dari belakang. Karena jalanan tak begitu kuperhatikan, dan jalan Saito begitu cepata, hampir saja aku membuat jatuh seseorang. Ma .. Maaf, ucapku sambil membungkuk. Kalo jalan, matanya dipake dong!, bentak orang tersebut. Lalu kurasakan tanganku dipegang seseorang. Saito kembali lagi dan memegang tanganku supaya tidak tersandung lagi. Hati-hati, ucapnya lirih. Dalam hati, aku berjanji takkan merepotkan mereka lagi sekarang. Sudah cukup kebaikan mereka. *** Sepanjang perjalanan, aku hanya terdiam. Membisu memandangi air hujan yang turun membasahi kaca mobil. Saito juga abadi dalam kebisuannya, dia memandang lurus kedepan. Sesampainya didepan gang, aku langsung membuka pintu mobil, tetapi ternyata masih dikunci. Tunggu Yuuki, ucap Saito mengagetkanku. Maafkan aku atas sikapku tadi pagi. Sebenarnya ada beberapa hal yang membuatku bersikap demikian. Aku ... Kuhentikan perkataanya, Aku sudah paham semuanya, sambil kupaksakan senyum hambarku. Aku sudah paham kok. Malahan seharusnya aku yang minta maaf, karena selama ini telah merepotkan kalian semua. Terutama kau Saito, ucapku. Saito hanya terkejut, Merepotkan? Merepotkan apa??, tanyanya. Aku hanya tersenyum, lalu kupencet tombol kunci di samping kursi mobilnya. Seharusnya aku sudah tahu dari dulu. Aku langsung membuka pintu, dan saat keluar, Sampaikan maafku pada Mei, aku tak bisa ikut. Karena ternyata hari ini bibi akan datang. Lalu kututup pintu mobil dan berlari masuk gang. Yang terakhir kali kulihat, Saito memandang terkejut kepadaku. 46

Kuterobos hujan yang semakin lebat. Begitu aku sampai didepan pintu, Saito menarik tanganku dan membawaku berhadapan langsung dengan wajahnya. Kau pasti salah paham Yuuki!!, tanyanya keras, berusaha mengalahkan bunyi hujan. Lepaskan! Aku tahu diri Saito! Lepaskan!, aku berusaha melepaskan tanganku, tetapi Saito lelaki, dan aku tak bisa menandingi kekuatannya. Apa maksudmu!! Kau pasti salah paham!, jeritnya. LEPASKAN!!, teriakku semakin keras. Air mataku mengalir deras, tetapi Saito takkan tahu, karena hujan sangat besar. Akhirnya Saito melepaskanku. Entah dia bisa menerima penjelasanku atau mungkin karena kemauanku, entahlah. Aku langsung menerobos masuk rumah, lalu kubanting pintu keras-keras. Aku menangis sejadi-jadinya. Belum pernah aku terhina seperti ini. Belum pernah. New Page Beberapa hari setelah kejadian bersama Saito, aku terus saja mengurung diri di dalam rumah. Hp aku matikan, dan aku tak menanggapi siapapun yang datang ke rumah. Aku terus merenungi nasibku ini. Terlalu cepat untuk berkhayal Yuuki. Dunia ini realistis, mana ada sih teman yang sebaik itu? Mereka pasti ada maunya! Aarrgghh.. Yuuuki bodoh! Yuuki bodoh!!, teriakku. Sialan!!! Akhirnya kuputuskan untuk menganggapnya ujian hidup. Mulai kubuka lembaran baru, dan ku simpan luka-luka itu serapat mungkin. Dan mimpi itu datang lagi. Kali ini aku berhasil mencapai telaga bening itu, tetapi disana tidak ada siapasiapa. Kulihat dari kejauhan, ternyata ada kobaran api yang begitu besar. Setelah kuamati, ternyata api itu membentuk tubuh manusia, atau manusia yang terselimuti oleh api? Entahlah. Kudekati sosok tersebut, tetapi walaupun jaraknya masih jauh, apinya sudah terasa sangat panas. Lalu tiba-tiba sosok itu berlari menghampiriku, dan aku langsung berteriak histeris. Arrrggghh!!!! Kuterbangun dengan badan bersimbah keringat, terengah-engah ku ingat-ingat kembali mimpi barusan. Tetapi sekeras apapun kucoba untuk mengingat, ingatan itu semakin lenyap. Seperti usaha kita untuk mengenggam pasir, semakin kuat maka akan semakin hilang. Jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi, masih gelap diluar sana. Kuberanjak menuju kamar mandi, dan kubersihkan badanku.. Ternyata rambutku sudah cukup panjang ya, ucapku dalam hati. Kupandangi wajahku dicermin. Cantik ... Hehehe, pujiku dalam hati. Aku berniat untuk berangkat lebih awal, karena udara pagi sangat kurindukan akhir-akhir ini. Semakin pagi, semakin baik, ucapku.

47

Kukayuh sepedaku dengan semangat baru, kupilih sebuah rute baru menuju sekolah, dan kuparkir di belakang sekolah.Kutarik nafas panjang. Haaahhhh. Siap Yuuki?!, tanyaku dalam hati. Aku tersenyum semangat. *** Begitu aku masuk ke kelas, bel masuk langsung berbunyi. Dan benar, akhirnya yang kutunggu-tunggu tetap harus kuhadapi juga. Meilisa dan Edward, sedangkan Saito masih sediam yang dulu. Berbagai pertanyaan mereka ajukan, mengapa aku tidak datang, apa yang sebenarnya terjadi, dan banyak lagi pertanyaan. Aku hanya tersenyum dan akhirnya semua pertanyaan mereka terpotong oleh kehadiran seorang guru. Yuuki, panggilnya. Hah. Iya bu, tanyku heran. Kau dipanggil CEO sekarang juga, diruangannya Kepala sekolah? Ada apa gerangan? Iya bu, aku langsung beranjak meninggalkan kelas, diikuti oleh pandangan seluruh siswa. Sekilas kulihat Mei terlihat gelisah ditempat duduknya. Masih saja berpura-pura memperhatikanku. Ckckckck ..., ucapku dalam hati sinis. *** Ku masih terngiang-ngiang percakapanku dengan CEO tadi pagi. Besok ada wawancara eksklusif untuk pnerima beasiswa di sekolah ini. Dan aku harap kau bisa hadir tepat waktu Yuuki Ya, akan saya usahakan pak Aku terus berjalan termenung, tak terasa, pertemuan kami ternyata memakan waktu yang lama. Sehingga ketika aku keluar, bel pertanda istirahat langsung berbunyi. Kuarahkan kakiku menuju kantin. Aku ingin makan sup. Ku ambil semangkuk sup yang hangat, lalu kuberjalan mencari sebuah meja. Mmm ... Wawancara. Sepertinya mereka memang tidak mau mengeluarkan uang cuma-cuma untukku, ujarku dalam hati. Aku terus memikirkan percakapan tadi, ketika akhirnya tanpa kusadari Mei mendatangi mejaku. Boleh aku duduk Yuuki, pintanya. Aku hanya mengangguk, dan masih menikmati mangkuk sup ku. Akhirnya datang juga, kecemasan itu akhirnya muncul. Ughh, aku tak boleh terlalu cemas. Cemas yang berlebihan bisa membuat asam lambungku naik drastis. Sialan!

48

Pada awalnya Mei terlihat berbasa-basi ketika mengobrol. Seperti menanyakan kabarku lah, bagaimana tidurku. Tetapi akhirnya dia menyinggung juga perihal ketidak datanganku di liburannya, juga kenapa aku tidak masuk sekolah pada hari senin. Aku mencoba berbohong dengan alasan yang sama sewaktu menolakknya pertama kali dulu, bahwa ternyata bibiku datang mendadak. Lalu tiba-tiba Saito dan Edward mendekat. Oya, bibimu datang kapan Yuuki?, tanya Edward. Seharian pada hari Minggu dan Senin pagi, orangku tidak melihat ada seseorang yang datang kerumahmu Deg. Ternyata mereka mengawasiku! Sialan! Baiklah, terpaksa aku mengatakannya. Mengapa kalian begitu memperhatikanku? Kau Ed, untuk apa kau mengawasiku hah? Memangnya aku apamu?, akhirnya tak bisa kubendung juga. Aku tahan lagi dengan sikap mereka! Apa maksudmu Yuuki? Apa kau tidak suka dengan perlakuan kami?, tanya Mei. Sepertinya terjadi salah paham diantara kita, terang Edward. Kami melakukan semua itu karena kami temanmu, sahabatmu Lalu kenapa sikapnya berubah drastis kepadaku? Apa mungkin Dia sudah lelah untuk berpura-pura baik?, aku menunjuk Saito. Dia buktinya! Saito seakan-akan enggan berhubungan denganku. Pasti ada sebabnya kan?? Kalau bukan karena dia bosan denganku, lalu apalagi! Ed dan Mei hanya terkesiap, terkejut atas perkataanku. Mereka terdiam tak tahu harus mengatakan apa. Tiba-tiba terdengar pengumuman, bahwa hari ini sekolah akan dipulangkan lebih awal, dan diharapkan, sekolah kosong dari semua kegiatan mulai pukul 12 siang ini. Aku langsung beranjak pergi, tak mau mendengar ocehan mereka, dan juga bergegas pulang. Ku harap mereka tak membuntutiku. Doaku. Tetapi semua itu takkan terwujud. Mereka mencegatku di tengah jalan. Apa lagi sih!, bentakku. Edward mendekatiku, dia meminta perhatianku sepenuhnya, Yuuki sepertinya memang terjadi kesalahpahaman antara kita. Kami tak bermaksud untuk mempermainkanmu. Mungkin jika kau lihat sikap Saito, kau akan berpikir deminikan. Tetapi sungguh, kami tak ada niatan seperti itu. Kami hanya ingin berteman denganmu. Tak lebih dan tak kurang, terang Edward. Dia terlihat bersungguh-sungguh. Tanpa terasa airmataku keluar. Lalu kenapa sikapnya berubah begitu dingin!, pintaku meminta penjelasa. Edward dan Mei hanya saling pandang, tak tahu harus menjelaskan apa padaku. Lalu Saito mendekatiku melewati Ed dan Mei, Kau mau tahu!, bentaknya, sambil mencengkeram kedua bahuku. Kelihatannya ada sedikit rasa sakit, atau tatapan itu yang membuatnya terlihat berusaha keras menahannya. 49

Saito!, Mei mendekat dan berusaha melepaskan pegangan Saito. Lepaskan dia, kau menyakitinya. Tetapi pegangan Saito tetap tidak berkurang, semakin lama malah semakin erat. Aku hanya bisa meringis kesakitan. Ed maju untuk melepaskan pegangan Saito. Saito ... Saito, lepaskan Yuuki. Dia kesakitan, bujuk Edward. Seakan-akan tersadar, Saito lalu melepaskan genggamannya. Dia terhuyung mundur kebelakang, dan terlihat sangat menyesal. Dia memandangiku seolah-olah dia telah melakukan kesalahan besar. Lalu Saito berlari meninggalkan kami. Saito!, panggil Mei. Edward hanya menghela nafas panjang. Maaf Yuuki, jika ini semua membuatmu bingung. Itulah sifat Saito. Lalu Edward mejelaskan semuanya, kenapa Saito bersikap dingin. Kenapa tadi sikapnya seperti itu. Aku langung terasadar. Aku tahu semua ucapan Edward benar. Walaupun Saito bersikap dingin, tetapi dia selalu memperhatikanku. Selalu menjagaku. Jika benar, bahwa Saito menghindariku karena takut karena aku terluka, itu lebih dikarenakan temperamen Saito yang sering berubah-ubah, seperti tadi. Aku langsung menyesali sikapku selama ini, ternyata mereka semua memang menyayangiku, hanya aku saja yang berpikiran negatif. Termasuk Saito, dia selalu saja memperhatikanku walaupun dia terus bersikap dingin padaku. *** Mei mengantarku pulang. Sesampainya di rumah, kunyalakan kembali hpku. Banyak sekali sms yang masuk. Dari Edward dan Meilisa. Aku hanya bisa menyesali sikapku. Ternyata mereka semua memang tulus menjadi temanku, tak mengahrapkan imbalan apaapa. Tetapi kenapa Saito bersikap seperti itu. Apakah aku seperti racun baginya? Aku hanya bisa terisak, mengingat kembali hubunganku dengan Saito dahulu. Mengenang sikap Saito yang begitu hangat. Candaannya, ejekannya ... Baiklah jika ternyata seperti ini keadaannya. Tetapi jangan pernah berharap bahwa aku juga akan menghindari Saito, seperti yang dia lakukan terhadapku. Janjiku dalam hati. Akan kubuat dia menghangat lagi, karena aku tak suka melihatnya kesakitan seperti tadi. Aku tersenyum. Seperti ada seberkas kehangatan di hati ini. Aku akan terus berusaha. ***

50

Pokoknya sebelum aku pergi kerumah bibi, Saito harus sudah seperti sedikala! Targetku, berarti tinggal 7 hari lagi, aku berangkat rabu minggu depan, dan kembali minggu sore. Cukup lama juga. Pagi itu Mei menjemputku sperti dulu lagi. Dia tersenyum gembira, karena aku mau berbaikan dengannya lagi. Dia memaksaku untuk mengucapkan bahwa aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku hanya mengangguk meng-iyakan. Sepanjang hari itu, walaupun Saito tetap bersikap dingin, tetapi aku selalu saja mendekatinya. Menanyakan pelajara ini lah, menanyakan itulah. Sampai teman-teman merasa risih karena sikapku itu yang mondar-mandir. Tetapi sikap Saito tak menghangat sedikitpun. Masih saja dingin seperti biasa. Waktu istirahatpun tiba, dan untuk yang satu ini terpaksa aku harus menyerah. Hehehe ... Sudah 3 hari aku terus berusaha, tetapi walaupun sudah mendapat bantuan Ed dan Mei, tetap saja Saito bersikap dingin padaku. Malahan sepertinya yang menjadi hangat adalah teman-teman sekelas. Sudah 2 hari ini, ada sebungkus coklat didalam tasku. Entah siap yang memberinya. Tapi kutahu bahwa bukan Saito yang memberikannya. Sepanjang hari aku membuntutinya terus, dia tak pernah sekalipun mendekati tasku. Lalu siap yang memberiku coklat ya? Tanyaku dalam hati. Aku mengadukan hal itu pada Mei, dia juga tak mempunyai gambaran perihal

secret admirer ku itu. Mmm ... Yasudah, anggap saja hadiah dari seorang penggemar
saja. Tetapi siapa ya? Akhirnya, keesokan harinya terbongkar sudah siapa sebenarnya secret admirer itu. Tiba-tiba saja Kay mendekatiku yang sedang sendirian di balkon barat, Bagaimana coklatnya Yuuki? Enak?, tanya Kay mengagetkanku. Hah! Jadi selama ini kau yang menaruh coklat itu ya? Ada apa sebenarnya? Perasaan aku tak pernah meminta coklat kepadamu, tanyaku meminta penjelasan. Mmm ... Apa ya ... Sebenarnya aku lebih tertarik pada usahamu untuk membuat Saito bersikap menghangat. Tetapi ternyata, lama-kelamaan aku malah tertarik kepadamu, ucapnya. Aku langsung terhenyak. Tak tahu harus bersikap apa. Kay langsung menembakku, tanpa basa-basi. Tetapi kucoba untuk tetap bersikap tenang dihadapannya, Mmm ... maksudmu apa Kay? Aku tak mengerti Sebenarnya apa sih yang membuatmu begitu tertarik pada Saito. Karena dia tampan? Dia baik? Atau jangan-jangan, karena kau tahu orangtua Saito orang terkaya disini, makanya kau tertarik padanya? Dada ini serasa dipukul berjuta-juta ton tanah. Apa yang dia maksud? A ... Apa maksudmu?, tanyaku heran. Aku benar-benar tak tahu maksudnya mengatakan hal tersebut. 51

Alah ... Pura-pura lagi. Sebenarnya kau mengincar harta Saito kan Plak! Kudaratkan pukulan itu dipipinya. Aku sungguh sangat marah, bagaimana mungkin dia berpikir demikian. Memangnya aku terlihat menginginkannya ya. Sungguh tak habis pikir. Waow ... Galak benar cewek ini. Lalu Kay menarikku kearahnya. Percuma saja kau mengincar Saito. Usahamu takkan berhasil. Lebih baik denganku saja. Akan kubayar berapapun yang kau minta, ucapnya sambil tersenyum sinis. Ingin rasanya ku robek mulutnya. Aku berusaha untuk menamparnya sekali lagi, tetapi ternyata tanganku terikat kuat olehnya. Lepaskan!!! Lepaskan kataku!, aku menjerit sambil meronta-ronta. Lalu tiba-tiba seseorang melepaskan tangan Kay, dan melayangkan pukulan di pipi Kay. Dan satu lagi diperutnya. Bugh! Ayo pergi dari sini, Saito menarikku pergi meninggalkan Kay yang kesakitan sendirian. Eh ... Saito .. Apa yang sedang kau lakukan disini?, tanyaku heran. Melihat tibatiba saja Saito menyelamatkanku. Balkon ini berada di sebelah barat gedung D, sehingga sangat jarang dikunjungi orang. Tiba-tiba saja Saito memarahiku, Seaharusnya aku yang bertanya! Sedang apa kau disini sendirian hah! Mana Ed dan Mei?!, tanyanya marah. Aku hanya mengedikkan bahu, Mm ... Entahlah, mereka menghilang sejak bel istirahat tadi, kataku bersikap biasa. Saito terlihat sangat marah, Lalu apa yang sedang kau lakukan disini Hah! Tempat ini sepi, tak banyak orang yang sering kesini, nadanya sedikit merendah. Tetapi tetap saja keras. Aku sedang memikirkan sesuatu dan butuh ketenangan. Memangnya ada larangan yang mengatakan bahwa tempat ini dilarang??, tanyaku. Aku tahu sekarang Saito tengah marah padaku. Marah karena dia khawatir. Khawatir karena dia menyayangiku. Aku hanya tersenyum meladeni kemarahan Saito saat ini. Lalu tiba-tiba Saito menelepon Ed. Dimarahinya Ed, karena membiarkanku keluyuran sendirian. Kasihan sekali Ed. Kuperhatikan Saito masih saja sibuk memarahi Ed, akhirnya aku pergi diam-diam meninggalkan Saito sendirian. Sebenarnya aku sedang mencari sebuah kolam, atau kalau bisa sih telaga. Ada yang ingin kupastikan, tentu saja tanpa ada kehadiran orang lain. Kucoba untuk melihat dari balkon gedung berharap bisa melihatnya dari atas. Dan tadi aku sudah menemukannya. Berada disebelah barat sekolah ini. Sebuah telaga kecil yang tertutup rimbunan pohon. ***

52

Ternyata jauh juga ya ... Hah ... Hah, engahku. Tak terasa ternyata tadi aku berlari. Entah berlari menghindari Saito atau karena ingin cepat-cepat sampai ketelaga itu. Sekolah ini sangatlah luas. Menurut data yang kuperoleh, luas sekolah ini sekitar 200 hektar persegi. Dengan fasilitas beberapa sedung besar, beberapa kolam renang, baik in door maupun out door, sebuah lapangan olah raga, indoor dan out door, dan masih banyak fasilitas lainnya. Akhirnya sampai juga di telaga itu. Kusibakkan pepohonan yang mengahalangi pandanganku, dan aku langsung terkesima melihat pemandangan yang terhampar didepanku. Tak terasa, mulutku menganga terpana. Begitu indah, walaupun terlihat tidak terawat, tetapi airnya masih sangat jernih. Kudekati telaga itu. Mmm ... airnya sangat jernih. Dan udara disinipun sangat sejuk ... Mmmm, aku terlena dalam keheningan dan kedamaian. Kujangkau pikiranku, dan akhirnya kudapati mereka disana. Hai Yuuki, sapa Elena. Dia adalah penuntunku selama ini. Yang memberitahuku semuanya. Bahwa ternyata aku mempunyai kekuatan pengendali air. Itulah sebabnya, ketika aku sedih, hujan selalu saja turun mengikuti keadaan hatiku. Aku tersenyum melihatnya, Hai Elena. Lama sekali kita belum berjumpa lagi Iya. Sejak kapan ya ... mungkin, sejak kau masuk sekolah ini .. Hehehe ... Maafkan aku, terlalu banyak masalah yang datang kepadaku. Seolaholah aku ini seperti madu saja ... Hehehe, candaku. Tetapi ketika aku mendapat mimpi itu, aku tahu aku harus segera bertemu denganmu Memangnya apa mimipimu Yuuki Aku melihatmu di sebuah telaga, dan di seberangku ada sekelompok orang yang berjubah hitam. Kau terus saja memanggilku untuk mendekatimu. Tetapi kakiku tak bisa bergerak, dan mereka yang berjubah hitam ternyata semakin dekat denganku. Mereka memakai baju merah, dan matanya merah mengerikan, aku bergidik membayangkannya. Kau tahu apa artinya mimpi itu Elena? Mmm ... Mereka adalah monster api, yang terbentuk dari para Fighter Api. Kebanyakan dari mereka mempunyai kekuatan yang lebih besar dari rata-rata para Fighter, sehingga keberadaan mereka cukup membahayakan. Apa hubungannya denganmu Yuuki? Apakah kau pernah bertemu dengan salah satu dari mereka?, tanya Elena. Mm .. Seingatku aku tak pernah sekalipun bertemu dengan kaum kita selama aku masuk SMA. Entahlah, atau mungkin mereka juga sepertiku? Tak terdeteksi?, aku hanya mengedikkan bahu. Entahlah Tiba-tiba saja visi tentang Elena menghilang seketika. Elena ... Elena ..., aku terus memanggilnya. Dan ada sebuah suara yang memanggilku berulang-ulang. Yuuki ... Yuuki, semakin dekat. Dan kelihatannya aku mengenal suara itu.

53

Aku disini!, jawabku. Entah kenapa aku mempercayai panggilan itu dan tak khawatir akannya. Tiba-tiba Saito menyeruak dari arah semak-semak. Argh! Saito!! Kau mengagetkanku!, teriakku. Hampir saja aku terlonjak karena terkejut. Tiba-tiba saja Saito muncul, padahal kukira suara itu terdengar masih jauh. Kemana saja kau!!, sepertinya dia marah. Ups! Hehehe ... aku hanya bisa tersenyum meminta maaf. Sorry, tadi aku meninggalkanmu. Kukira kau masih akan lama dengan Ed ... Hehehe Saito mendekat, dan duduk disampingku. Sepertinya tadi dia berlari ,karena sekarang nafasnya masih terengah-engah. Apakah tempat ini yang kau cari Yuuki? Iya ... susah sekali menemukan sebuah telaga di sini. Ketika tadi aku melihat dari gedung itu, kulihat sepertinya ada pantulan cahaya dari arah sini. Dan ternyata benar, ada sebuah telaga disini. Ya ...Walaupun tidak terurus sih, tetapi airnya cukup jernih. Lihat ... bahkan dasarnya pun bisa terlihat, terangku panjang lebar. Saito hanya mendengarkan, dia mengamati telaga ini yang luasnya tak lebih dari 10 meter2. Lagi-lagi dai hanya terdiam. Huh, sebal. Saito, bagaimana kau bisa menemukanku disini?, tanyaku penasaran. Entahlah, jawabnya singkat. Sudah tak sabar lagi dengan sikap dinginnya itu. Saito!, kini aku berhadapan langsung dengan wajahnya. Aku sudah berusaha keras beberapa hari ini. Tetapi kenapa kau masih saja bersikap dingin?, tanyaku meminta penjelasan. Kutatap matanya, meminta perhatiannya sepenuhnya. Saito ..., pintaku. Tetapi wajahnya masih setenang biasanya. Saito hanya menggeleng. Semuanya ada waktunya, ucapnya singkat. Aku cemberut, dan beranjak pergi dari hadapannya. Iya ... Tapi kapan sih, sebal. Terus apa yang harus aku lakukan terhadapmu? Sekarang Saito tidak se-asyik yang dulu. Keluhku dalam hati. Sudah sore. Ayo kita pulang, ajak Saito, sambil beranjak berdiri. Aku menggeleng. Aku masih ingin disini sebentar lagi, tolakku. Saito lalu terhenti, dan dia kembali duduk disebelahku. Eh ...katanya kau mau pulang?, tanyaku. Dan lagi-lagi Saito tak menjawab, hanya terdiam memandangi telaga. Argghhh... Cukup!! Akhirnya aku beranjak pergi. Kupercepat langkahku tak ingin ada Saito disampingku. Tetapi dia berhasil menyusulku juga. Dan akhirnya langkah kami beriringan. Apa sebenarnya yang kau mau Saito? ***

54

Selain sibuk dengan sekolah, para siswa yang mempunyai bisnis orang tua, juga kadang-kadang keluar kelas diwaktu jam-jam pelajaran, sudah sering kulihat Ed dan Mei keluar kelas. Biasanya alasannya ada meeting, atau bertemu dengan klien, dan lain sebagainya. Mereka sudah dilatih sejak SMA untuk dapat menggeluti usaha bisnis milik orangtua. Dan hampir sebagian besar siswa SMA ini sudah mempunyai usaha sendiri, atau ikut membantu usaha orang tua mereka. Hanya Saito yang jarang kulihat keluar kelas untuk izin ke kantor, tetapi Saito sering menerima telepon yang kelihatannya sangat serius. Huuh.. sekarang sudah hari senin, tetapi Saito masih saja bersikap seperti itu kepadaku. Apa lagi yang harus aku lakukan ya.. Kadang aku bercerita kepada Ed dan Mei mengenai Saito, tetapi jawaban mereka selalu sama. Sifatnya memang seperti itu Yuuki, terang Mei. Dia hanya tersenyum. Dan aku tambah cemberut deh.. L Yasudah lah... kok jadi nyerah gini ya.. Huft.. Hari ini kami sekelas akan pergi ke perusahaan Deiko di kota Sanimora. Kami bermaksud untuk mengadakan observasi, mengenai tata kelola perusahaan, mengenai produksinya dan lain sebagainya. Perusahaan ini bergerak dibidang pengolahan kertas daur ulang. Berangkat sore, dan kembali besok siang. Kami menginap di sebuah penginapan milik perusahaan. Aku memberesi barang bawaanku, aku sekamar dengan Meilisa dan kamar kami menghadap pantai langsung. Sungguh kamar yang sempurna! Selain itu, setiap kamar juga mempunyai sebuah balkon, dan hal itu menambah sempurna kesenanganku dan Mei.. Kamarnya sungguh indah Mei, belum pernah aku berada di kamar seperti ini. Menghadap pantai dan ada balkonnya lagi, seru ku. He em ... sungguh sangat indah. Dan ... Sangat romantis, Mei tersenyum sendiri. Aku langsung menggodanya, Hayooo ... Kalau mau mengajak Edward kesini, jangan lupa kasih tau aku ya, biar aku ga salah tempat dan waktu, kukedipkan mataku. Apa sih Yuuki!, elak Mei. Mukanya langsung memerah. Lalu telepon Mei berbunyi. Mmm ... Dari Edward, rupanya Wah. Panjang umur rupanya, ledekku. Halo ... iya .. mmm ... okey, kami akan segera menyusul, sambil ditutupnya telepon. Ke pantai yuk, Ed dan Saito sudah ada di pantai Wah.... Aku langsung mengangguk. *** 55

Kurasakan angin laut yang begitu kuat, karena hari sudah menjelang sore, dan sudah saatnya untuk pasang, maka anginpun bergerak kencang ke arah pantai. Hampir saja topi yang dikenakan Mei lepas terbawa angin. Aku hanya bisa tertawa melihatnya berusaha keras mempertahankan topi supaya tetap di kepalanya. Jangan tertawa!, Mei kesal sekali dengan angin pantai sekarang. hahaha ... lagian sih, udah tau anginnya sekarang yang paling kenceng. Malah bawa topi segala ... hahaha ..., aku tak bisa berhenti tertawa. Kuusahakan untuk berhenti, tapi tetap saja tertawa lagi, ketika angin mulai bermain dengan topi Mei. Yuukiiiii!!!!, Mei lalu mengejarku. Arrrgghhh ... Lari!!!!, aku berlari menghindar, sambil sesakali menengok kebelakang. Dan tanpa kusadari, aku menabrak seseorang. Brugh ... Auw ..., aku mencoba untuk berdiri. Ugh... Ups ... Maaf ..., aku tak mengira bahwa yang kutubruk barusan ternyata adalah Saito. Dengan santainya aku duduk diatasnya, dan cepat-cepat untuk menyingkir dan memberinya kesempatan untuk duduk. Sambil tersenyum, kubersihkan bajunya. hehehe, Maaf Saito. Tadi aku tidak melihatmu Dasar, ucapnya. Sepertinya dia kesal padaku. Sambil tetap membersihkan bajunya yang kotor, aku terus meminta maaf. Lagian Saito tidak liat Yuuki lagi lari sih. Kan lagi dikejar Mei. Eh, Mei dan Edward malah menertawai kami berdua lagi. Dan mereka pun menjauh pergi. Sepertinya sedang menikmati suasana pantai di sore hari. Sudah salah, masih menyalahkan orang lagi, ucap Saito. Eh. Masih komentar ya ... Huh, kuhentikan membersihkan bajunya. Sudah bersih nih. Lalu tinggal kubersihkan bajuku, tetapi sepertinya masih bersih loh. Hehehe ... Ya iyalah, Saito yang dibawah, akunya yang di atas. Saito lalu berdiri untuk membersihkan bajunya sendiri. Aku tetap duduk seperti tadi. Kualihkan pandanganku ke arah lautan. Mmm ... sekarangpun ada laut didepanku. Apakah Elena ada disini?, ujarku dalam hati. Ku atur posisi dudukku, dengan tangan memegang lutut, dan mata terpejam. Kucoba untuk menghadirkan visi Elena. Tak ada Elena disini. Apa karena pantai ini begitu ramai ya?, tanyaku dalam hati. Kubuka mataku dan kudapati Saito berjongkok didepanku. Saking terkejutnya, hampir saja aku terjengkang. Saito!!, teriakku. Tanpa disangka-sangka, dia malah tersenyum. Senyum yang dulu dia berikan padaku di awal kedatanganku ke sekolah ini. senyumnya saat menjahiliku. Senyum itu yang aku rindukan. Tanpa kusadari, aku langsung memeluk Saito erat. Dan air matapun mengalir.

56

Saito membalas pelukanku. Seakan-akan, sudah lama kami tak pernah bertemu. Maafkan aku Yuuki. Maaf, hanya itu yang mampu dia ucapkan. Sepertinya terkandung penyesalan yang teramat dalam, di setiap kata-katanya. Kenapa ...Kenapa kau berubah Saito?, hanya itu yang kutanyakan. Tak ada lainnya, kenapa dia berubah. Saito melepaskan pelukanku, Maaf Yuuki, lagi-lagi aku harus menjawab bahwa nanti ada saatnya tersendiri kau mengetahuinya. Dia terlihat menyesal, ada sebersit rasa sakit, ketika Saito mengucapkannya. Apakah ada yang memaksamu Saito, tanyaku. Saito hanya menggeleng. Lalu kenapa, tanyaku putus asa. Maaf Yuuki, sekarang bukanlah waktu yang tepat. Ada sebuah rahasia besar yang tersembunyi. Dan Saito sedang berusaha keras untuk menyembunyikannya. Huufft. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, Baiklah. Tapi kau harus berjanji suatu saat kau akan memberitahuku. Kuajukan jari kelingking tangan kananku. Janji? Sesaat Saito memandang ragu, tetapi kemudian dia menkaitkan kelingkingnya di jariku. Janji, ucapnya. Aku tersenyum. Tak apa, jika bukan sekarang saatnya, tetapi pasti nanti dia akan memberitahuku. Saitopun tersenyum. Dia lalu duduk disampingku dan menghadap ke laut. Kami berdua terdiam cukup lama sambil memandangi ombak-ombak kecil yang berkejarkejaran mencapai kedua kaki kami. Banyak sekali pertanyaan yang ingin kuajukan, tetapi sepertinya mulut ini terkunci. Aku ingin menikmati sore ini dengan Saito, tanpa terganggu siapa pun. Sepertinya semua ini berkat adanya laut, ujar Saito tiba-tiba. Eh? Laut? Kenapa Saito mengedikkan bahunya, Entahlah ... Hehehe ... Laut ya ... Kalau begitu akau harus mengucapkan terima kasih dong, sama lautan. Karena telah mengembalikan Saito seperti dulu. Dalam hati aku berterimakasih pada Elena, peri airku. Karena laut juga air, dan Elenalah yang dekat denganku. Terimakasih Elena, bisikku. Tak terasa, hari semakin senja. Dan keadaanpun semakin gelap. Sepertinya di pantai ini hanya tinggal kami berdua. Kulirik jam tangan sudah menunjukkan pukul 5.30. Saito, sore nih. Yuk kita masuk, ajakku. Saito hanaya mengangguk. Kami pun berjalan beriringan kembali kepenginapan. Saito menggenggam tanganku erat-erat, seperti tak mau kehilangan. Sesampainya didepan kamarku, Saito langsung memelukku erat. Eh ... Saito, nanti dilihat orang 57

Dia hanya terdiam. Sambil melepaskan pelukan, dia juga mengecup keningku. Yuuki, ketika nanti aku berubah. Seperti kemarin-kemarin. Bersikap dingin kepadamu lagi. Tak ada senyum ... Aku mohon maafkan aku, ucapnya pahit. Sepertinya dia berusaha menahan sebuah ras sakit. Entah berasal darimana rasa itu, tetapi aku tak ingin membuatnya kesakitan. Hah ... Kenapa? Apakah kau akan berubah lagi? Kenapa, aku terkejut atas ucapannya itu. Bagaimana bisa? Saito hanya menggeleng, sambil mengelus rambutku, Suatu saat kau akan tahu, jawabnya. Aku hanya ingin kau percaya satu hal. Bahwa aku selalu mencintaimu. Sesaat aku hanya membeku. Tak tahu apa yang harus aku lakukan, tak tahu apa yang akan terjadi. Seolah-olah Saito akan menghilang dari hadapanku. Aku ingin mengatakan sesuatu, tetapi Saito menaruh jarinya dimulutku. Masuklah. Sudah sore, suruhnya. Entah kenapa aku begitu menurut kali ini, walaupun ku tahu, ada kemungkinan besar aku takkan bertemu dengan Saito lagi. Saito yang sesungguhnya. Kututup pintu dibelakangku, terduduk, termenung sendirian. Tanpa terasa aku menangis terisak. Seakan-akan ada sebuah beban yang tak terlihat menindih dadaku, dan itu membuatku sesak. Sakit sekali. Sakit. *** Aku terbangun karena gerakan Mei. Waduh. Kau ini, mau tidur sampai kapan sih. Cepat sana mandi, lalu kita turun untuk makan malam Aku hanya mengangguk, dan langsung menuju kamar mandi. Antara sadar dan tidak sadar, kulihat Mei sudah berpakaian cantik sekali. Begitu aku selesai mandi, Mei langsung menarikku. Ayo sini, biar kudandani kau supaya terlihat tambah cantik. Kulihat Mei membawa beberapa pasang gaun yang terlihat sangat bagus. Eh ... Mei, bukannya kita cuma mau makan saja kan. Memangnya ada acara apa sih?, tanyaku heran. Mei menggeleng gemas, Tidak ... Tidak ... Tidak, bagi kelas kami, makan malam seperti ini merupakan ajang bagi para wanita untuk menunjukkan kecantikan mereka. Selain itu juga, acar makan malam kali ini akan dibuat seperti pesta makan malam yang sebenarnya. Sebagai media belajar juga Aku tetap juga tidak mengerti, aku hanya terdiam memikirkan kejadian tadi sore bersama Saito. Apakah nanti Saito juga akan datang? Kuharap demikian, pintaku. Yap, selesai!, ujar Mei.

58

Kucoba melihat diriku sendiri di cermin, dan ... Aku ternganga, tak mampu untuk berkata-kata. I ... Si ... Siapa itu Mei?, tanyaku takjub. Sosok yang ada dicermin sangatlah berbeda dengan diriku. Dia terlihat begitu cantik dan anggun. Aku terpana dengan bayangan diriku sendiri. Hebat kan. Kau begitu cantik Yuuki. Wajahmu sungguh cantik. Kau tahu, padahal aku hanya menggunakan sedikit kosmetik. Tetapi lihat! Sedikit saja kau sudah begitu cantik, Mei berdecak kagum atas hasil karyanya. Oh ... Mei ... Aku,..Aku malu Mei Hah?? Kenapa kau harus malu? Kau sangat cantik Yuuki. Bahkan, aku berani bertaruh, kau pasti yang paling cantik malam ini, senyum Mei terlihat puas. Tetapi ... Tetapi aku belum pernah menghadiri acara seperti ini, terdengar ada nada cemas dalam perkataanku. Ini pertama kalinya aku menghadiri acara seperti ini. Tenang saja. Kau hanya perlu berada di sampingku, ujarnya meyakinkan. Okey! Ayo kita pergi, ajaknya. Hah! Kumantapkan langkahku. Ayolah Yuuki, ini pasti tak sesulit ketika kau harus berhadapan dengan para Guide kan. Baiklah ... Baiklah ... *** Begitu aku memasuki ruangan itu, semula aku berpikir bahwa aku sedang berada di dunia dongeng. Ruangan yang semula aula tengah, disulap sedemikian hingga seperti sebuah ruangan pesta. Terdapat seperangkat orkes di samping kanan dan berbagai macam makanan tersedia di bagaian utara aula. Mirip seperti kantin sekolah, tetapi disini semua ornamen tertutup kain putih dan emas, entah siapa yang merancangnya, tetapi ku akui kelihaiannya. Aku terus saja berjalan disamping Mei, teman-teman terlihat asing. Dan sepertinya, yang terlihat asing bagi mereka adalah diriku. Hampir semua mata tertuju padaku. Berbisik-bisik begitu aku melewati mereka, dan bahkan ada seorang pramusaji yang tanpa sengaja menabrak meja, dikarenakan terus memandangiku. Aku hanya tersenyum geli. Sebegitu cantikkah aku. Yuuki! Mei!, sapa Edward. Dia mengenakan setelan jas hitam, dengan kemeja putih didalamnya. Kulihat dia sedang bersama seseorang. Oh my God, itu Saito, dia juga sama menawannya seperti Edward. Kulihat hanya mereka berdua yang terlihat cocok dengan semua penataan ruang ini. Seperti 2 pangeran dari negri antah berantah. Tetapi, Saito tak memperhatikan kami berdua, dia hanya memandang kami sambil lalu, dan menguk minumannya lagi. Jangan-jangan ...

59

Kuhampiri Saito, Saito ... , sapaku, berharap bahwa perkataannya tadi sore adalah bohong. Dia hanya melihatku sekilas, lalu kembali memalingkan wajahnya. Deg. Terasa ada sebuah duri yang menusuk tubuhku, lalu kutarik tangannya meminta perhatian. Saito, apakah semua perkataanmu tadi benar?, tanyaku lirih. Berharap bahwa semua itu bohong. Saito kembali memandangku, tatapannya seperti kemarin, dingin. Menurutmu?, tanyanya datar. Aku hanya menggeleng. Kutahu bahwa, Saitoku telah pergi. Tetapi kenapa? Kemana dia pergi? Kenapa dia berubah? Banyak sekali pertanyaan dalam benakku. Kulepaskan tanganku perlahan. Dan, seperti Saito menyadarinya, dia lalu berlalu meninggalkanku sendirian. Aku sudah tidak lapar lagi, untuk minumpun aku tak mau. Mei bingung menghadapiku yang tidak mau makan. Ayolah Yuuki, makanlah sedikit. Nanti maagh mu kambuh, bujuk Mei. Dia terlihat cemas. Sudah setengah jam dia membujukku makan, tetapi kau hanya menggeleng. Aku tidak lapar Bah! Tidak lapar bagaimana Yuuki. Makan siangpun, kau hanya sedikit, Mei terlihat kesal. Ada apa sebenarnya dengamu?, tanyanya heran. Lagi-lagi kau menggeleng, tak mungkin kuceritakan bahwa Saito berubah. Bahwa sepertinya ada sesuatu yang membuat Saito seperti sekarang ini. Mana bisa mereka percaya? Kulihat Edward dan Saito mendekati meja kami. Kenapa tidak dimakan Mei, tanya Edward. Mereka sudah selesai makan. Ini bukan punyaku. Aku sudah selesai tadi. Ini milik Yuuki. Dia tak mau makan, Mei mengadu pada Edward. Eh ... Kenapa tidak dimakan Yuuki?, tanya Edward. Aku tidak lapar Ed. Sudah kubilang pad Mei, jawabku. Aku memang tidak lapar. Bohong! Sedaro tadi dia tidak makan apa-apa Ed! Makan siang pun dia tidak habis. Bagaimana dia tidak lapar?, Mei terlihat kesal menghadapi tingkahku. Yuuki ... makanlah walaupun sedikit. Nanti maaghmu kambuh, Edward masih saja membujukku. Aku tidak mau makan, tegasku. Mulai kesal dengan perhatian mereka, aku berdiri mau meninggalkan meja. Tetapi Saito menarikku duduk. Sekarang dia yang mengambil alih.

60

Makanlah sedikit, katanya sambil menyodorkan sesendok sup. Aku masih kesal karena perlakuannya tadi. Makanlah sedikit, ulang nya. Aku masih saja membisu. Lalu kuteringat kata-kata Saito sebelumnya.

Yuuki, ketika nanti aku berubah. Seperti kemarin-kemarin. Bersikap dingin kepadamu lagi. Tak ada senyum ... Aku mohon maafkan aku Suatu saat kau akan tahu ... Aku hanya ingin kau percaya satu hal. Bahwa aku selalu mencintaimu.
Masih dengan muka masam, aku ambil sendok dari tangannya, dan kumasukkan sup dingin itu kemulutku. Lalu mereka semua tersenyum lega. Saito langsung beranjak dari tempat duduk, dan berlalu meninggalkan aku dan Mei. Sisa acara makan malam itu, dilanjutkan dengan pesta dansa. Semua meja disingkirkan, dan musikpun diganti sesuai pesanan. Kulihat Mei sedang berdansa dengan Edward. Lalu mana Saito? Kucari-cari sosoknya, tetapi tidak juga kutemukan. Semakin lama, makin banyak orang yang berdansa. Ada beberapa orang yang mengajakku berdansa, tetapi karena aku belum pernah berdansa, ku tolak mereka semua. Aku berusaha menyingkir ketempat yang sepi, dan akhirnya aku kembali ke kamarku. Kubersihkan badanku, dan cepat-cepat beranjak ketempat tidur, dan segera terlelap. Tanpa kusadari, sedari tadi Saito menatapku diam-diam. Berharap dapat, mendekat. Tetapi apa daya, hal itu hanya akan melukaiku lagi. *** Tiba-tiba aku terbangun. Jam sudak menunjukkan pukul 3 pagi. Hoahhmmm ... sudah pagi. Tapi masih terlalu pagi. Kulihat Mei masih tertidur pulas dikasurnya. Ku benarkan selimutnya yang berantakan. Eh ... Bajunya kok masih gaun pesta sih?, tanyaku dalam hati. Selesai jam berapa ni anak? Rasa kantukku sudah hilang, sepertiny tadi tidurku sangat pulas. Karena bingung apa yang harus kulakukan malam-malam begini, akhirnya kubuka jendeka balkon, dan aku melangkah keluar. Mmm ... udaranya sangat bersih. Bulan juga sedang bersinar terang, sungguh pemandangan yang sangat indah. Bulan dan lautan yang saling menemani di malam yang dingin ini. Lalu tanpa sengaja kulihat pemandangan itu. Sebuah cahaya memancar dari sebelah hutan di seberang pantai. Dan sebuah dinding air menutupi cahaya tersebut! Memang terlihat samar sih. Tetapi aku tidak salah lihat, itu memang dinding air! Adrenalinkupun mengalir. Ada seorang pengendali air disini! Aku langsung begegas turun keluar, dan berlari menyusuri pantai. Kuingat-ingat lagi letak hutan tersebut.

61

Karena gelap, jalankupun tersandung-sandung. Hanya ditemani cahaya bulan, tanpa rasa takut kususuri hutan itu sendirian. Lalu tiba-tiba, Yuuki melihat seberkas cahaya seperti yang ia lihat tadi. Dipercepatnya langkah, untuk mencapai tempat tersebut. Disibaknya selembar daun yang menutupi pandangannya. Yuuki menganga tak percaya atas apa yang dilihatnya didepannya. Sebuah telaga terhampar di hadapannya. Ditengah-tengah telaga terdapat sebuah batu yang mencuat kepermukaan, dan berdirilah di atasnya, sesosok yang dikenal oleh Yuuki. Elena terlihat tengah melakukan sebuah atraksi air. Di atasnya terdapat sebuah bola cahaya yang cukup terang, sehingga Elena bisa terlihat jelas oleh Yuuki. Elena!, seru Yuuki dari bibir telaga. Elena tidak terkejut atas kehadiran Yuuki. Dia tersenyum melihatnya. Dan mengundang Yuuki untuk menemaninya. Kemarilah! Elena membuat sebuah batu terapung mendekat kepada Yuuki. Dengan sigapnya Yuuki menginjakkan kakinya di batu tersebut. Dan batu tersebut bergerak menuju sisi Elena. Indah sekali Elena ..., Yuuki terpesona dengan permainan air Elena. Ajari aku dong, pinta Yuuki. Elena menggeleng, Belum waktumu untuk mempraktikkan ini Yuuki. Kau masih terlalu muda. Latihanmu saja belum sempurna, Elena menggeleng. Lihat saja dahulu. Kau bisa mempelajarinya nanti, jika kekuatanmu sudah cukup kuat Yuuki hanya menurut. Semua perkataan Elena selalu benar. Dia merupakan pembimbingnya. Sudah 2 tahun ini Yuuki belajar pengendalian air darinya. Air yang merupakan elemennya, mengalir dalam darah berdasarkan dari keturunan kakeknya, yang juga pengendali air. Yuuki sempat menolak keberadaan kekuatannya ini, tetapi ketika mengetahui bahwa kekuatannya dapat melukai orang-orang yang ada didekatnya, Yuuki akan bertekad mempelajari dan menguasainya. Kekuatan inilah yang menjadi penyebab meninggalnya orangtua Yuuki. Sehingga Yuuki berjanji takkan pernah berhenti berusaha menguasai air nya, supaya tak ada orang yang terluka lagi. Apa yang kau lakukan pada air disini Elena?, tanya Yuuki penasaran. Air disekeliling Elena seperti menari-nari. Berbentuk seperti pita, tipis dan panjang. Lalu yang tak kalah indah, di sekeliling telaga seperti ada membran halus yang mengelilinginya, dan itu adalah air juga. Lalu bola cahaya itu, bagaimana kau membuatnya, dan apa itu? Aku hanya memvisualisasikan perasaanku pada air disini, dengan bentuk pita ini. Buth konsentrasi tinggi supaya kau bisa menggerakkan mereka sesuka hatimu. Gerakan mereka bisa selembut ini, tetapi bisa juga setajam pedang. Tiba tiba saja pita tersebut dihantamkan ke permukaan air dan langsung membelah air tersebut. Pyar! Lalu bola itu, merupakan energi cahaya yang bisa kau ciptakan. Bola cahaya itu merupakan 62

senjata asli para kaum api. Mereka bisa menciptakannya dengan sedikit energi. Dan bila selain kaum api, dibutuhkan energi yang cukup besar untuk bisa membuatnya bertahan. Lalu tiba-tiba saja bola cahaya tersebut menghilang. Sekarang kami kehilangan sumber cahaya. Tetapi setelah lama membiasakan diri, maka akan kau dapati bahwa bulan bersinar terang malam itu, dan cahayanya dipantulkan sempurna oleh telaga. Dan bulan itu, sebagai sumber kekuatan kita, para kamu pengendali air, tambah Elena. Yuuki hanya mendengarkan semua penjelasan Elena, pertemuan mereka yang jarang, sangat dimanfaatkan oleh Yuuki untuk selalu mengambil pelajaran dan berbagai informasi mengenai dunia yang baru dikenalnya 2 tahun itu. Tentang suku air, tentang para fighter dan juga tentang kekuatannya. Elena, kapan aku bisa berlatih lagi?, tanya Yuuki. Akir-akhir ini mereka tidak bisa bertemu secara langsung. Selain Yuuki yang disibukkan oleh sekolahnya, Elena juga sedang sibuk mempersiapkan pernikahan Neris, sepupu Yuuki. Neris merupakan pengendali air juga, dan keluarga bibinya tersebut sangat terbuka dengan keberadaan dunia lain tersebut. Sebenarnya keberadaan kaum ini tidak pernah diketahui oleh dunia umum. Berita-berita seperti pernikahan dan sebagainya hanya disebar oleh sesama kaum. Api dengan api, air dengan air dan sebagainya. Bisa dikatakan Yuuki cukup beruntung, karena didalam keluarganya sudah ada yang menerima keberadaan Weater (Sebutan bagi kaum air). Bibinya merupakan Weater sejati, dan Neris merupakan Weater dan dia menikah dengan Sean, yang berasal dari suku Wooden. Mereka cocok, karena antara Air dan Kayu semakin melengkapi. Elena mengedikkan bahunya, Entahlah. Mungkin jika nanti ada waktu luang ditempat bibimu, mungkin kita bisa berlatih sedikit Benarkah! Baiklah ... Baiklah! Aku sungguh tidak sabar menantinya, seru Yuuki antusias. Percakapan mereka berdua terus saja berlanjut. Mereka tak menyadari bahwa ada seseorang yang mengawasinya. Tetapi Elena merupakan seorang Weater yang berpengalaman, sehingga dia langsung menyadarinya. Siapa disana!, serunya. Dilayangkannya jarum air ke sosok tersebut. Sling! Dan tepat mengenai sasaran, tetapi penyusup itu berhasil kabur. Elena berniat mengejarnya, tetapi Yuuki mencegahnya. Sudahlah Elena, tak mungkin dia mengenali kita karena telaga ini gelap, dan dia jauh sekali disana. Sepertinya Elena agak kurang setuju dengan pendapat Yuuki, terlihat dia masih bersiaga, tetapi akhirnya mengendur juga. Baiklah. Kuharap begitu. Yuuki, ingat walaupun kaum Weater merupakan kaum terbesar saat ini, tetapi ingat, kita masih kalah kuat dibandingkan dengan kaum para Fighter, yaitu kaum Api. Mereka sangatlah

63

berbahaya. Seperti mimpimu dulu. Mereka merupakan Monster Fighter. Elena selalu saja mewanti-wanti Yuuki akan identitasnya itu. Iya... Iya Elena.., Yuuki sedikit bergidik membayangkan kembali mimipi seramnya tersebut. Ayo, kuantar kau pulang Iya Elena lalu menggandengku dan menuntunku berjalan melalui air. Perjalanan keluar hutan ternyata tidak sesulit seperti yang kulalui tadi, Elena sepertinya mengenal betul jalan ini. Dan begitu kami sampai disamping penginapan, Elena membawaku terbang, dan menurunkanku di balkon kamar. Pergilah istirahat. Jika takdir berbaik hati pada kita, mungkin kita kaan bertemu lagi di tempat bibimu, ucap Elena. He em ... Sampai jumpa Elena. Terimakasih untuk malam ini, aku memeluknya sebagai ucapan perpisahan. Lalu Elena pun menghilang. Aku kembali ketempat tidurku dengan perasaan yang lebih ringan. Tak kusadari ternyata pertemuan dengan Elena telah membuatku merasa nyaman, dan menghapus sedikit kesedihan dan kegelisahan akibat ulah Saito tadi. dan berusaha untuk kembali tertidur. Sementara itu, di kejauhan sana, di bibir hutan. Terlihat seorang pemuda yang terluka. Tangan kanannya terlihat mengeluarkan darah, tetapi dia tersenyum pahit. Melihat sebuah kenyataan yang barusan ditemukannya. Ternyata semuanya akan baikbaik saja. Harapnya dalam hati. *** Pagi hari itu, matahari bersinar terang. Udaranyapun terasa kering, sungguh waktu yang sangat tepat untuk keluar rumah. Yuuki terbangun pagi-pagi, ternyata dia tak bisa tertidur nyenyak. Jam sudah menunjukkan pukul 5.00 pagi, sehingga dia langsung bergegas mandi dan mempersiapkan segalanya. Dibangunkannya Mei, dan merekapun akhirnya turun untuk sarapan pagi. Selamat pagi Yuuki. Selamat pagi Mei sayang, sapa Edward. Saito tak terlihat bersamanya pagi ini. Pagi Ed. Mana Saito?, tanya Yuuki heran. Mm ... Entahlah, tadi aku tidak menemukannya di tempat tidur. Kukira dia sudah turun, sehingga aku cepat-cepat turun. Ternyata dia juga tidak ada disini ya Mmmm ... Saito pergi kemana ya? Pikir Yuuki. Akhirnya mereka bertiga sarapan terlebih dahulu. Dan sampai akhir sarapan pun, mereka tidak melihat batang hidung Saito sama sekali. Dimana dia gerangan? 64

Barulah ketika mereka briefing, Saito muncul dari arah belakang gedung. Ketika Edward mendekatinya, Saito terlihat aneh. Dia terus saja memandangi Yuuki, seperti mencari-cari sesuatu. Tetapi Yuuki tak menyadari hal tersebut. Kemana saja kau, tanya Edward heran. Aku ada keperluan tadi. Maaf, ucap Saito. Walaupun dia sedang berbicara dengan Edward, tetapi pandangan matanya tak lepas dari Yuuki. Hei Saito. Ada apa sebenarnya denganmu?, tanya Edward, dia mencoba menyentuh lengan kanan Saito. Tetapi Saito langsung menepisnya. Maaf Edward, aku baik-baik saja, sungguh. Okey ... Baiklah, kata Edward akhirnya. Tetapi Saito tetap saja memandangi sosok Yuuki dari kejauhan. *** Baiklah. Mba-mba dan mas-mas, perkenalkan nama saya Lukas, yang akan menjadi pemandu kalian selama perjalanan disini. Tour kita kali ini akan memakan waktu 2 jam, setelah itu kita akan makan siang ditempat yang sudah disediakan, lalu kita akhiri dengan keliling ke pabrik bagian selatan, itu yang paling jauh, terang petugas tersebut. Lukas lalu menjelaskan panjang lebar tentang perusahaan tersebut. Mulai dari produksinya, sampai dengan penjualannya. Siswa dibagi kedalam 2 bagian, laki-laki dan perempuan. Ketika yang satu diberi pejelasan tentang produksi, maka yang lain memulai pengenalan tentang manajemen perusahaan. Mereka mengelilingi pabrik dengan kendaraan dari perusahaan. Sepanjang perjalanan, Yuuki dan Meilisa, belum bertemu dengan Edward dan Saito. Mereka terpisahkan oleh rombongan. Ketika waktu makan siangpun, ternyata rombongan lelaki belum selesai dengan turnya, sehingga rombongan wanita makan terlebih dahulu. Lalu beberapa menit kemudian baru muncullah rombongan Edward. Mereka terlihat sangat lelah. Mei langsung menghampirinya. Kemana saja kalian, kenapa lama sekali sih?, tanya Mei cemas. Maaf. Ternyata tadi kami terjebak oleh beberapa ulah pegawai yang iseng. Sehingga terlambat deh, jawab Edward. Yasudah, akan kami ambilkan kalian makan, tunggu disini ya. Ayo Yuuki Yuuki mengikuti Mei mengambil makanan untuk Saito. Lalu mereka kembali ketempat Edward. Yuuki heran melihat Saito, Ada apa dengan tangan kananmu Saito?, tanyanya penasaran. Aku tidak apa-apa, jawabnya singkat, sambil sedikit menyembunyikan tangannya. Tetapi Yuuki lebih sigap, dia lalu menarik tangan Saito. 65

Auw!, jerit Saito. Lepaskan!, elaknya. Tetapi Yuuki langsung membuka kancing lengan kemejanya, dan menariknya ke atas. Semua orang langsung terkesiap, melihat perban luka Saito yang masih basah oleh darah. Apa ini Saito? Luka karena apa? Sejak kapan?, Mei bertanya membabi buta. Yuuki hanya memandangi luka tersebut, dan memandang Saito lekat-lekat. Kapan kau mendapat luka ini Saito Saito hanya terdiam, dia tak menjawab satupun pertanyaan itu. Yuuki hanya bisa menghela nafas, Seharusnya kau obati luka ini. Bisa-bisa kau kena infeksi Saito, terdengar nada cemas dalam suara Yuuki. Dia lalu meminta kotak obat, dan beberapa gulung perban. Habiskan makanmu dulu Saito, nanti akan aku perban ulang luka ini Saito hanya menuruti dengan diam. Dia masih saja membisu. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Ketika makanannya telah habis, Yuuki meletakkan tangannya dipangkuannya, menghalanginya dari pandangan orang lain, takut menimbulkan keributan. Yuuki buka perban itu perlahan, Mei dan Edwardpun ikut melihat. Begitu terbuka, mereka semua terkejut. Luka itu seperti luka sayat, melintang horisontal pada lengan Saito, tak terlalu dalam, sehingga mungkin akan cepat sembuh. Luka apa ini Saito, tanya Yuuki penasaran. Lagi-lagi Saito terdiam, dia hanya memandang luka itu dingin. Yuuki juga terdiam, dia tak lagi mengajukan pertanyaan. Dengan tekun dia bersihkan luka tersebut dengan alkohol, dan dia balut dengan rapih. Kau terampil sekali Yuuki?, tanya Edward. Ya ini sudah yang maksimal yang aku bisa. Dulu waktu smp, aku pernah kut ekskul PMR sih. Yap, sudah rapih, kata Yuuki sambil memandangi hasil kerjanya. Tersenyum sendiri. Saito gulung kembali lengan kemejanya, tetapi dia kesulitan mengancingnya. Dan Yuuki membantunya mengancingkan. Terlihat Saito mengalami gejolak batin yang sangat hebat, sampai-sampai dia memalingkan muka dari Yuuki, luka di lengannya tak jadi masalah. Tetapi luka itu, berada sedekat ini dan tak bisa menyentuhnya, terasa begitu menyakitkan. Okey!! Semuanya berkumpul! Kita akan bersiap-siap menuju tempat berikutnya!, seru Lukas memberi pengumuman. Yuuki membereskan semuanya, terlihat kerepotan sih. Dan akhirnya Saito membantu membereskannya. Biarkan aku saja, katanya. Kau bersihkan saja yang itu, ini biar aku yang mengembalikan

66

Saito hanya bisa memandangi Yuuki dari kejauhan, ada sebersit rasa rindu yang teramat sangat. Karena dia tahu, sebentar lagi, Yuuki akan mengetahui semuanya, dan karena ia tahu, semuanya akan baik-baik saja. Harapnya. *** Hari menjelang sore, dan perjalanan hari ini akan diakhiri dengan mengunjungi beberapa gudang di pabrik tersebut. Lalu tiba-tiba terjadilah peristiwa tersebut. Api muncul dari arah belakang gedung, dan tak ada seorang pun yang menyadarinya. Saito mencium sesuatu yang tidak beres. Dia merasakan kehadiran sesosok Draco dengan tipe Fire. Sehingga dia langsung muundur dari kelompoknya, dan melacak keberadaan Draco tersebut. Lalu tiba-tiba semuanya berhamburan keluar pabrik, panik karena ternyata api sudah menjalar kebagian dalam gedung. Barang persediaan yang berbahan kertas, lalu membuat kobaran api menjadi semakin besar. Saito langsung bergegas, ketempat dirasakannya keberadaan Draco tersebut. Pabrik itu mempunyai banyak sekali ruangan, dan terdiri dari 4 lantai. Saito menuju ke lantai pertama, dan disanalan Draco Fire tersebut berada. Saito berubah menjadi seorang Fighter, memakai baju merah, pakaian bertarungnya. Dia juga mengeluarkan sebilang pedang merah. Draco dengan tipe Api yang dihadapinya lumyan kuat juga. Jika dilihat oleh mata biasa, wujudnya hanyalah jilatan api yang menyala-nyala. Tiba-tiba saja Kay, melewati Saito yang masih ada di dalam ruangan. Saito!! Apa yang kau lakukan disana! Ayo cepat keluar!, ajaknya. Saito malah menggeleng, dengan tenang dia suruh Kay keluar. Keluarlah Kay, disini terlalu berbahaya, tepat saat itu, langit-langit pabrik mulai runtuh. Kay mundur, Saito! Sialan!!. Kay pergi berlari keluar. *** Di luar semua orang terlihat berantakan, belepotan karena asap. Yuuki, Mei dan Edward terlihat cemas, belum pernah mereka melihat kebakaran sehebat ini. Petugas pemadam kebakaran belum terlihat satu pun. Tempat ini sangat terpencil, sehingga butuh waktu untuk menjangkaunya. Mana Saito?, tanya Mei cemas. Seakan tersadar, Yuuki dan Edward mencaricari. Mereka bertanya-tanya kepada yang lain. Yuuki bertanya kepada Kay. Kau lihat Saito?!, tanya Yuuki.

67

Tadi kulihat Saito masih ada di dalam! Kuajak dia keluar, tetapi dia tak mau keluar juga!, teriaknya, mengatasi keributan yang terjadi. Entah apa yang dipikirkan oleh anak itu!, kesalnya. Yuuki langsung terhenyak kaget. Saito masih ada di dalam. Tanpa pikir panjang, dia lalu menerobos kedalam kobaran api, dan menghilang. Yuuki!!! Sialan!!, seru Kay. Mana Yuuki?!, tanya Edward, begitu mendengar Kay memanggil Yuuki. Dia menerobos masuk, mau menjemput Saito yang masih ada didalam!!, teriaknya. Apa!!, Edward terpaku. Apa yang dipikirkan mereka berdua?, tanyanya dalam hati. Edward hanya bisa berdoa dalam hati, semoga Saito dapat menjaga Yuuki. *** Api sudah menjalar hampir disemua bagian gudang pabrik itu. Udaranya sungguh sangat panas, dan asap hitam mengepul dari bekas bakaran. Yuuki terus saja memanggilmanggil Saito. Akhirnya dia temukan Saito disalah satu ruang gedung. Saito!!, panggilnya. Yuuki mendekatinya dengan hati-hati. Udaranya sungguh sangat panas. Saito kaget mendengar suara itu, suara yang ia rindukan. Tetapi seharusnya dia tidak berada disini. Dan dia lihat sosok itu, sedang berjuang untuk menuju ke arahnya. Apa yang kau lakukan Yuuki?, tanyanya cemas. Didekatinya Yuuki, senang karena melihatnya, tetapi juga khawatir akan keselamatannya. Dia tak bisa mendekatinya lagi karena dihalangi baju ini. Bajunya akan terasa panas oleh orang yang menyentuhnya, rasanya akan seperti terbakar, sehingga dia jaga jarak seaman mungkin dari Yuuki. Seharusnya aku yang berkata padamu?! Ayo kita keluar!!, teriak Yuuki mengatasi suara kobaran api. Saito menggeleng, Tidak, aku harus membereskan sesuatu disini, terangnya. Saito terlihat tenang ketika mengucapkannya. Hal itu mengagetkan Yuuki, tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Saito menyuruhnya keluar menyelamatkan diri, tetapi Yuuki menolaknya keras-keras. Sebelum Saito sempat berkata, dia terlihat menyabetkan pedangnya ke arah belakang. Takkan ku biarkan Kau melukainya, geram Saito pada seseorang dibelakang Yuuki. Dia terlihat marah, pedangnya masih siaga. Tetapi Saito terlihat tenang, dia masih bisa menguasai keadaan. Yuuki menoleh untuk melihat sosok tersebut. Dan sedikit terkesiap karena terkejut. A ... Apa itu?, tanyanya takjub, sekaligus ketakutan.

68

Makhluk itu terbuat dari api, semua tubuhnya terselimuti api. Tetapi dia bisa berjalan dan berkata-kata. Draco tersebut dan Saito kaget, karena ternyata Yuuki bisa melihat sosoknya. Kau bisa melihatnya?, tanya Saito. Yuuki menyadari kehadiran Saito, dan bergegas menghampirinya. Memangnya aku buta ya?! Makhluk sebesar itu tidak bisa kulihat. Saito apa itu?, tanpa sengaja Yuuki memegang tangan Saito dan semakin dekat dengannya. Saito terkejut, secara refleks dia mundur selangkah. Yuuki. Kau bisa melihat makhluk itu? Tentu saja bisa bodoh! Dan kau bisa memegangku?, bertanya untuk kesekian kalinya. Saito! Apa maksudmu, tentu saja bisa. Kumohon Saito, ayo kita keluar dari sini, Yuuki memohon untuk segera keluar. Atap pabrik kelihatannya sudah tidak kokoh berdiri lagi. Saito tersenyum lega, dia langsung memeluk erat Yuuki. Terima kasih, ucapnya hangat. Baiklah, akan segera kubereskan makhluk ini, dan kita akan segera keluar, janji Saito. Dia lepaskan pakaian luarnya dan memakaikannya pada Yuuki. Ini akan membuatmu terlindung dari api. Tetaplah didekatku. Janji, Saito segera memakaikanya. benar-benar tidak panas??, tanyanya heran sekaligus untuk memastikan kembali. Yuuki menggeleng. Baju itu terasa dingin, tak lagi Yuuki merasakan panasnya api disana. Hm.. Baiklah kalo begitu. Lalu Saito maju beberapa langkah dan menghadapi Draco Fire yang tingginya mencapai 20 kaki. Kau sudah siap?, Saito menyeringai seram. Dia mengambil kuda-kuda, dan mulai melakukan penyerangan. Pertarungannya membuat sebagian tembok ruangan itu runtuh, dan mengenai Draco tersebut. Saito menang, dan menebas lehernya. Spirit Draco tersebut lalu masuk kedalam kristal pedangnya dan seketika itu juga kristal tersebut berpendar merah. Selesai. Ayo kita pergi Yuuki, ajak Saito. Dia buat jalan keluar sendiri dengan melubangi tembok bagian belakang gedung. Mereka menyingkir dari jangkauan api dan berjalan agak jauh. Saito lalu terbaring di rumput yang dingin. Ahh ... Akhirnya, Saito terbaring telentang. Dan kembali terduduk, mengingat keberadaan Yuuki yang masih berdiri terdiam. Saito agak cemas melihat Yuuki masih terdiam memandanginya. Yuuki, apakah ... Yuuki langsung menubruk Saito, dipeluknya erat lelaki itu sambil terisak. Dasar bodoh! Dasar bodoh! Hiks ... Hiks .... Yuuki terus saja menangis. Semua kekhawatirannya lenyap sudah. 69

Saito hanya memeluk Yuuki, dia tak berusaha menenangkan Yuuki. Dia biarkan Yuuki menumpahkan semua kekesalannya, semua kekhawatirannya, semua kemarahannya. Akhirnya sekarang Yuuki tahu mengenai rahasianya, dan Saito akhirnya menyadari bahwa memang Yuuki lah takdirnya. Saito semakin erat memeluknya. Maaf Tiba-tiba Yuuki melepaskan pelukannya. Saitooo Bodoohh!!, teriaknya. Walaupun sehabis menangis, tetapi Yuuki terlihat marah, jengkel lebih tepatnya. Saito meminta maaf sambil menangkupkan tangannya dihadapan Yuuki, memohon ampun atas semua salahnya. Tetapi semua itu dia lakukan sambil tersenyum geli. Tak pernah dia bayangkan, bahwa saat ini akhirnya datang juga. Saat dimana tak harus lagi menyembunyikan rahasia dari Yuuki. Semuanya terasa ringan sekarang, seringan senyumnya untuk Yuuki. Lalu Yuuki menyadari sesuatu, Eh ... Lukamu mana Saito?, tanyanya heran sambil membolak-balik lengan Saito. Saito masih saja tersenyum, Luka itu sudah sembuh. Disembuhkan olehmu. Dan kau juga menyembuhkan satu luka lagi Yuuki, luka yang disini, sambil menujuk dadanya. Sudah sembuh juga, senyumnya lebar. Yuuki terpesona oleh senyum Saito, tetapi langsung tersadar bahwa dirinya sedang dipermainkan Saito. Diapun langsung berdiri dan beranjak pergi. Saito kaget, dia berdiri dan berusaha mencegah Yuuki pergi. Tunggu dulu Yuuki. Apa kau marah padaku?, tanyanya cemas. Dibaliknya badan Yuuki. Dan Yuuki langsung berteriak-teriak sambil memukul-mukul. Dasar Saito bodoh!! ... Bodoh!! Bodoh!!, mereka berkejar-kejaran Saito hanya tertawa keras dan lepas. Mereka terus berlari kearah depan gudang, dan mendapati bahwa semua temannya terkejut atas kehadiran mereka. Yuuki menubruk Saito dari belakang. Ups, kata Saito. Yuuki mengintip dari balik lengan Saito apa yang sebenarnya terjadi. Lalu muncullah Edward dan Meilisa dari kerumunan orang-orang dan berlari kearah mereka berdua. Yuuki! Saito! Syukurlah kalian berdua selamat!, ujar Mei terdengar lega. Dia langsung memeluk Yuuki, dan menyampirkan handuk putih dibadannya. Sepertinya petugas pemadan kebakaran telah tiba. Terlihat asap putih keluar dari bekas gedung yang terbakar. Api sepertinya sudah berhasil dijinakkan. Tentu saja dia akan selamat. Hukum aku bila hal itu tidak terjadi Mei, ucap Saito. Mei sedikit terkejut dengan celetukan Saito barusan, tapi langsung tersenyum ketika sadar akan perubahan yang telah terjadi. Yuuki telah mengetahuinya. Ayo kita menyingkir. Kita akan segera kembali kepenginapan, lalu segera pulang. Kalian pasti lelah, ajak Edward. 70

*** Semua orang berlalu meninggalkan gudang yang sekarang tinggal puing-puingnya saja. Tak ada korban jiwa, tetapi ada beberapa yang terluka ringan. Yuuki terlihat lelah, semua pengetahuan yang ia dapat semakin membuatnya merasa lelah. Tiba-tiba Saito terlihat jongkok didepannya. Kemari Yuuki, kugendong, ajaknya. Yuuki langsung berseri-seri. Dengan senang hati ajakan itu diterimanya. Yuuki naik ke punggung Saito dan bersandar di bahunya yang kokoh. Istirahatlah, kata Saito lembut. Tetapi moment ini tak mau Yuuki sia-siakn. Dia masih terjaga dan hanya ingin mengobrol dengan Saito. Rasa takutnya akan kehilangan sosok Saito yang hangat, ternyata mampu untuk membuatnya terjaga, tak mau kehilangan moment barang sedetikpun. Saito, ujar Yuuki. Mmm ... Yuuki melihat sekeliling memastikan tidak ada orang yang mendengarnya, dilihatnya Ed dan Mei berada yang paling dekat dengan mereka, Ed pun didepannya. Sepertinya aman, ujarnya. Apakah yang mengintip Elena dan aku tadi malam adalah kau?, tanya Yuuki. Saito tersenyum, dia sudah menduga bahwa cepat lambat Yuuki pasti akan menanyakannya. Ooh ... Jadi namanya Elena ya Iya ... Bagaimana kau bisa sampai ketempat itu? Mmm ... malam itu aku tak bisa tidur. Biasa insomniaku kambuh lagi sepertinya. Lalu aku jalan-jalan mencari udara segar, dan kulihat kau sedang mengendap-endap ditengah kegelapan. Sebenarnya aku ingin mencegahmu, tetapi sepertinya selama kau berada dalam pengawasanku, kau akan baik-baik saja. Jadi ku ikuti kau sampai bibir hutan. Tetapi ketika kau masuk lebih dalam, aku mulai cemas, dan berniat segera mencegahmu. Tetapi malah aku kehilangan jejakmu. Dan beberapa saat kemudian, aku menemukan sebuah telaga, dan kulihat kau sedang mengobrol dengan seorang wanita di tengah telaga tersebut. Karena kecerobohanku, akhirnya aku ketahuan, dan Si Elena itu melemparkan jarum es padaku, terang Saito panjang lebar. Apa hubunganmu dengan Elena? Siapa dia?, tanya Saito. Yuuki terdiam, masih ada keraguan untuk memberitahu Saito akan kekuatan Airnya, hal itu dikarenakan janjinya pada Elena dulu. Mm ... Elena, dia merupakan kerabat bibiku. Dia berasal dari kaum Weater. Jika kau mempunyai kekuatan api, dia mempunyai kekuatan air. Hubungan kami sangat dekat. Yuuki hanya memberitahu Saito 71

secukupnya, dia akan memberitahunya suatu saat, tetapi dengan suatu cara yang takkan melanggar janjinya pada Elena. Mmm ... Jadi dia seorang Weater rupanya. Apakah bibimu juga? Iya, dia seorang Weater juga. Tetapi kedua orangtuaku bukan. Yuuki sengaja memberitahu info yang aman, supaya Saito tidak mengorek info lebih lagi. E ... Apakah ada masalah Saito? Kau pasti tak menyangka bahwa ternyata aku mempunyai kerabat yang kekuatannya berlawanan denganmu ya?, ada sedikit nada kecewa dalam suaranya. Yuuki paham betul perseteruan antara kaum Weater dengan para Fire Fighter. Sering terjadi perselisihan antara mereka berdua. Dan sekarang ternyata malah terjadi sebuah kisah antara seoarang Weater dengan seorang Fire Fighter. Yuuki takut Saito akan menjauhinya, jika ia tahu siapa dia sebenarnya. Saito menggeleng, Tidak .. Tenang saja Yuuki, aku akan tetap menjadi kekasihmu, siapapun temanmu, dia tersenyum nakal. Eh ... Kekasih?, Yuuki terkejut dengan sebutan untuk hubungan mereka itu. Saito terus saja menggoda Yuuki, Kau tak mau jadi kekasihku Yuuki, tanyanya murung. Eh ... Bu .. Bukan begitu. Hanya saja .., Yuuki terdiam. Hanya saja terdengar aneh, ucapnya dalam hati. Berarti kau menerimaku kan, Saito langsung mengambil kesempatan itu. Yes! Ditepuknya punggung Saito. Diamlah, mukanya bersemu merah. Saito tertawa bahagia. dieratkannya gendongannya, dan berucap lirih, Terimakasih Yuuki. Untuk segalanya. Terimakasih juga, untuk kepercayaannya Dan tetaplah disampingku Yuuki bersandar di punggung Saito, berusaha untuk menyerap semua kebahagian yang telah hadir. Takkan pernah ia lupakan saat ini, moment ini. Saito berhenti, menoleh pada Yuuki. Tapi Yuuki, aku takut sewaktu-waktu ternyata kau bisa terluka oleh ku. Aku takut saat itu ...., tenggorokannya tercekat, tak mampu lagi meneruskan kata-kata. Yuuki, maukah kau berjanji satu hal? Apa? Pergilah menjauhiku jika suatu saat aku kehilangan kontrol atas diriku Yuuki mengelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak! Aku tak akan meninggalkanmu Yuuki ... kumohon. Aku takkan bisa menerima, jika kau terluka akibat ulahku, Saito terlihat putus asa. Saat itu pasti datang, entah kapan, tetapi yang jelas dia tak mau Yuuki ada disana. Takkan dibiarkannya Yuuki terluka. Tidak akan. Kumohon Yuuki Tidak!! Sekali aku bilang tidak, kau akan menemuiku dengan kata Tidak lagi!!, Yuuki menjawab ketus.

72

Saito tak habis pikir, Kau tetap akan menjauh, walaupun kau tak ingin. Saito terlihat keras, sifatnya yang satu ini memang takkan pernah hilang. Yuuki mendengus kesal. Takkan kubiarkan kau menjauhiku untuk yang kedua kali Saito, ucapnya dalam hati. *** Yuuki terbangun didalam kamarnya, rupanya ia tadi tertidur. Rasa lelah itu masih saja terasa. Terlihat Meilisa sedang mengemasi barang-barangnya. Ia seret kakinya ke kamar mandi berusaha untuk mencari sedikit kekuatan dari air. Air adalah sumber kekuatannya. Air adalah sumber penyembuhnya. Walaupun air di penginapan ini tak terlalu murni, tetapi cukup untuk mencharge kekuatannya. Aku ingin cepat-cepat bertemu dengan Elena, bisiknya. Dai tak sabar ingin segera memperkuat kekuatannya lagi, sehingga suatu saat, Saito tak perlu takut untuk melukainya, karena ia sudah bisa menjaga dirinya sendiri *** Ed ... Kenapa Yuuki bisa menyentuhku ketika aku sedang memakai baju tempurku?, tanya Saito heran. Inilah yang membuatnya penasaran, baru kali ini ada seseorang yang bisa menyentuh bajunya itu tanpa merasakan panas sedikitpun. Edward hanya mengedikkan bahu, Entahlah. Kau saja tidak tahu, apalagi aku Saito. Selain Yuuki, Edward dan Meilisa sudah mengetahui kekuatan Saito sejak dulu. Itulah mengapa, mereka sangat memahami watak dingin Saito, dan mengapa ia begitu emosional. Karena api adalah elemennya. Baiklah, akan aku cari tahu sendiri *** Saito dan Ed datang ketika Yuuki baru saja mengemasi barang-barangnya. Yuuki terdiam memandang Saito, sosok itu kini telah membuka hatinya untuknya. Yang sebelumnya dingin kini telah menghangat. Malah bisa dibilang panas. Tak terasa Yuuki tersenyum sendiri. Eh ... Kenapa dengan nona satu ini Mei? Kok senyum-senyum sendiri?, goda Saito. Weee ... memangnya ga boleh senyum?, sahut Yuuki. Sepertinya Saito sudah tidak marah ataupun kesal atas keputusanku tadi sore, batinnya.

73

Boleh aja tersenyum, tapi kalo memang ada lelucon. La ini, tahu-tahu senyum sendiri. Kaya ..., Saito tak meneruskan kata-katanya, karena tiba-tiba saja Yuuki melemparinya dengan bantal. Kaya apa!!, teriaknya marah. Hahahaha ..., Saito hanya tertawa keras sambil menghindari beberapa lemparan bantal Yuuki. Huss ... Sudah-sudah, ayo kita turun. Sepertinya kendaraannya sudah datang, ucap Mei menghentikan tingkah mereka. Mereka berempat tuun ke aula penginapan, berkumpul untuk mendengarkan arahan dan penjelasan tambahan dari guru. Yuuki menyadari sesuatu tentang Saito. Walaupun sekarang Saito tak lagi idngin padanya, tetapi ternyata ada satu kesamaan antara dirinya sekarang dengan pribadinya yang kemarin. Saito selalu berada disampingnya, dimanapun itu. Walaupun dingin tetapi diam-diam dia selalu mengawasinya. Lalu tiba-tiba seakan-akan teringat dengan ucapanya dulu sewaktu pertama kali masuk kelas, Aku ingin tahu lebih banyak tentangnya, ucap Yuuki dalam hati. *** Saito Hem ..., Saito menoleh. Bolehkah aku menanyakan sesuatu?, tanya Yuuki. Ia sangat penasaran dengan satu hal ini. Lalu dia berbisik di telinga Saito, Apakah kau juga bisa mengeluarkan api?, tanyanya polos. Pertanyaan itu ternyata membuat Saito terkejut, seakan-akan dia belum siap menerima bahwa Yuuki sudah mengetahui rahasianya. Suatu saat akan kutunjukkan padamu, sambil mengerling nakal. Mata Yuuki langsung bersinar. Benarkah! Benarkah kau bisa melakukannya!, Yuuki terdengar histeris. Begitu banyak hal yang membuatnya tertarik pada dunia nya yang lain, tetapi inimerupakan yang membuatnya paling tertarik. Bagaimana caranya kaum Fire bisa mengeluarkan api tanpa melukai mereka sendiri. Dan darimana api tersebut berasal? Huss ... Huss ... Jangan sehisteris itu dong. Nanti akan kutunjukkan padamu, di tempat yang aman tentu saja. Baiklah ... Baiklah ..., dengan senyum lebar dan mereka-reka seperti apa nanti rupanyan. Saito Mm ... Apakah terasa panas? 74

Saito menggeleng. Api ku takkan terasa panas olehku. Dan jika api yang berasal dari luar tubuhku, hanya akan terasa hangat. Itulah kami. Sehingga kadangkala kami cukup berbahaya, karena bisa dibilang senjata seperti api, takkan mempan tehadap kami. Saito tersenyum kecut. Yuuki bergidik membayangkannya, dan Saito menangkap hal tersebut. Maafkan aku Yuuki. Hal ini pasti membuatmu ngeri. Ia tahu apsti pandangan umum tentangnya, tentang kaumnya yang bisa dibilang paling sulit dikalahkan. Dan jika kehilangan kontrol, maka kekuatannya akan memancar tak terkendali. Saito sadar akan hal itu, dan dia akan tetap berusaha untuk selalu sadar supaya tak ada orang yang terluka, terutama Yuuki. Mmm ... ngeri sih ngeri. Aku hanya membayangkan apabila kamu kehilangan kekuatan untuk tak merasakan panas, nanti kau akan terbakar apimu sendiri dong, dengan polosnya Yuuki mengemukakan pikirannya tersebut. Saito terbengong, tak disangkanya Yuuki malah memikirkan hal tersebut yang tak pernah dibayangkannya. Saitopun tergelak kecil, Yuuki ... Ada satu hal yang harus kau tahu. Kekuatan itu takkan pernah hilang Eh ... Benarkah, jawab Yuuki terkesima. Saito terus saja menggoda Yuuki. dan Yuuki masih saja menanyakan berbagai hal, seperti bagaimana rupa api tersebut, dan seberapa panaskah. Dia sangat tertarik dengan kekuatan Saito, tetapi dia juga selalu menjaga supaya Saito tidak mengetahui tentang keuatannya. Padahal, Saito begitu penasaran tentang mengapa Yuuki tak bisa merasakan panas dari baju tempurnya itu. Dan semuanya akan terjawab keesokan harinya. Sekitar 500 km dari tempat tersebut. *** Terlihat dua makhluk sedang menatap ke kejauhan sebuah lembah yang gelap. Tak ada pepohonan, hanya terdapat sebuah kastil yang berdiri kokoh ditengah lembah. Hari beranjak senja, dan membuat suasana semakin mengerikan. Defai, bagaimana perkembangannya?. Sosok yang dimaksud membungkuk memberi hormat, Sungguh luar biasa Tuan. Belum genap 5 bulan latihan, tetapi spirit yang dikumpulkannya bahkan telah menyamai Soka, ada sedikit rasa bangga dalam suaranya. Soka yang dimaksud merupakan muridnya yang ke dua, dan dia telah melatihnya selama 10 bulan. Mmm ... Bagus. Terus kau awasi dan latih dia. Jangan sampai kita kehilangannya. Segera musnahkan apa saja yang bisa membuatnya ragu. Apa saja Baik Master, lalu sosok itu berjalan mundur sambil membungkuk dan menghilang. 75

Sebuah tawa yang mengerikan menggema di sekitar lembah. Seakan-akan kegelapan lembah membuat gema tersebut semakin kuat dan membawa kegelapan kepada hati setiap makhluk menuju kegelapan. *** Lembah itu dahulu sangat gersang. Tetapi semenjak kuam Weater menempatinya, lembah tersebut seakan tumbuh kembali. Danaunya terisi berbagai macam kehidupan, tumbuh berbagai pepohonan yang membentuk lembah itu semakin cantik dan indah. Sungguh sebuah tempat yang nyaman untuk dihuni. Para Weater sangat bahagia atas sambutan yang diberikan tempat itu, seakan-akan mengizinkan mereka untuk menampatinya. Di tempat itu, Nerish akan melangsungkan pernikahannya. Pernikahan antara dua kaum. Ini merupakana kali keduanya terjadi sepanjang sejarah, terakhir kali terjadi sekitar 300 tahun lalu, antara kaum Wooden dan Golden. Pernikahan berjalan lancar, karena kedua kekuatan tersebut memang serumpun dan takkan pernah mendominasi satu sama lain. Tetapi untuk penyatuan memang sedikit mengalami masalah, karena ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sehingga sampai 300 tahun kemudian, belum pernah ada yang mencoba untuk menyatukan dua kaum lagi, karena memang resikonya tidak bisa ditebak. Pada kasus Nerish, kekuatannya dengan kekuatan milik Zuki (calon suaminya berasal dari kaum Wooden) tidaklah serumpun. Air dapat mengalahkan Kayu, walaupun bukanlah elemen yang utama, tetapi tetap saja ada satu elemn yang mendonimasi elemen lain. Sehingga butuh waktu sekitar 1 tahun untuk mempersiapkan pernikahan ini. Nerish merupakan sosok yang tegar, walaupun elemennya air yang bersifat lembut, sepertinya Nerish lebih mencerminkan watak air yang keras seperti es, tetapi ceria seperti ombak. Elena, bagaimana menurutmu pernikahan Nerish? Dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Dan kuharap semuanya akan berjalan sebagaimana mestinya Mmm ... Baguslah kalau begitu. Aku sungguh heran dengan keluarga satu ini. Dari dulu mereka selalu saja mengejutkan kita semua. Nerish yang akan menikah dengan kaum Wooden. Adiknya yang merupakan remaja tercerdas yang kita miliki. Lalu Kakek Yuuki, yang merupakan Pemimpin paling bijaksana dan paling disegani sepanjang hidupnya. Sementara cucunya, Yuuki merupakan pemilik Weaters terkuat, Sang Naga Biru, Sang Suhu hanya menggelengkan kepala tidak percaya. Dia merupakan pemimpin kaum Weaters ke XXIV. Kita sungguh sangat beruntung dapat menemukannya tepat waktu. Tak kusangka kedua orangtuanya meninggal secara mengenaskan 76

Iya. Dia memang anak yang tangguh. Itu sebabnya, kita biarkan saja dia di luar sana kan. Aku hanya memerintahkan Sue untuk membantunya ketika memang dia sangat membutuhkan. Aku tak ingin membuatnya manja. Lalu bagaimana perkembangan Yuuki Elena? Elena menghela nafas panjang. Setelah dia pindah kesekolah barunya, kami semakin jarang bertemu. Terakhir kali kemarin pagi, itupun hanyalah pertemuan singkat. Elena memandang jauh kelembah, Akan aku lanjutkan latihannya disini. Beberapa hari sebelum pernikahan Nerish, kuharap itu akan cukup untuk meng upgrade kekuatannya Wajah tua itu terlihat semakin tua, umurnya sudah menginjak kepala 8, tetapi terlihat seperti 10 tahun lebih tua. Perperangan antara kaum Weaters dan kaum Fire telah menguras banyak tenaganya. Mereka merupakan musuh abadi kaum Weater. Karena api akan selalu menjadi mush utama air. Dia hanya berharap semoga saja generasi muda mereka tak pernah berurusan dengan kaum Fire. Kuserahkan pengawasan Yuuki padamu Elena. Dia harapan terakhir kita untuk menghadapi para Fire Fighter. Semoga saja tepat waktu. Hanya kau yang paham betul seberapa besar kekuatan Yuuki sebenarnya. Bahkan aku sendiri sampai heran, darimana asalnya kekuatan itu Baik Suhu. Akan ku ingat selalu Lalu mereka berdua terhening, sibuk dalam pikirannya masing-masing. Hanya angin musim dingin yang bertiup lembut, seakan tak menghiraukan kehadiran mereka berdua. *** Akhirnya rombongan itu sampai juga di sekolah. Kuantar kau pulang, ucap Saito. Yuuki menurut. Sudah lama Saito tak mengantarnya pulang. Kau pasti lelah kan, mereka berada didalam sebuah mobil yang meluncur lembut. Mmm ... Biasa, sepertinya tadi tidurku cukup nyenyak. Yuuki, ucap Saito serius. Ditatapnya mata Yuuki. Iya, seperti tersihir Yuuki terdiam. Lalu tiba-tiba Saito tersenyum jahil, Kamu tuh tambah kurus tauk, dan tertawa keras sekali. Yuuki terkejut, lalu langsung memukuli Saito. Awas kamu ya!!! Hahaha ... Aduh .. Aduh ... Ampun Nyai .. Ampun, sambil meminta maaf, tetapi tertawa kencang juga. Mobilpun sedikit terguncang akibat ulah mereka berdua. Saitoo!!, Yuuki semakin kesal dibuatnya. Aaduh ... Ampun Yuuki ... 77

Tiba-tiba saja mobil berhenti. Lalu celah penghubung tempat sopir dan penumpang terbuka, Sudah sampai Tuan Muda, katanya halus., lalu kaca tersebut ditutup lagi. Saito langsung memasang tampang dinginnya, dan hanya menjawab dengan anggukan kepala. Eh ... sudah sampai?, Yuuki membuka kaca mobil dan terlihat gang sempit didepan rumahnya. Tiba-tiba Saito menarik badan Yuuki mendekat kearahnya, dipeluknya Yuuki seakan-akan tak mau berpisah. Yuuki terdiam, dibiarkannya Saito. Lalu Saito melepasnya. Sampai bertemu besok Yuuki, sambil dikecupnya kening Yuuki. Iya ... Sampai ketemu besok, sambil tersenyum. Belum selesai Yuuki meletakkan barang-barangnya, teleponnya berdering. Dari bibinya. halo Yuuki Halo Bi? Ada apa? apakah kau sudah menerima paket dari bibi? Lewat pos sih.., tetapi seharusnya sudah sampai Mm ... paket?, lalu Yuuki serasa menginjak sesutau di lantai. Dibukanya bungkusan itu. Maksud bibi yang pake amplop ya.. bentar, Yuuki buka dulu. Terdapat sebuah tiket kereta api. Tujuannya ke Ujung Pulau, untuk hari ini dan akan berangkat pukul 5 sore! Hah! Jam 5 sore, seru Yuuki kaget. Sekarang saja sudah jam 4 lebih. Untuk jam 5 bi!!, seru Yuuki keras. Segera saja jantungnya berdetak keras karena cemas waktunya takkan terburu. Iya Yuuki. Maaf mendadak, ternyata kami membutuhkanmu lebih awal Baiklah. Baiklah. Aku hanya tinggal naik kereta kan bi??, sambil mengemasi beberapa baju yang baru. Pakaian yang tadi dibawanya dari study tour diletakkan begitu saja di dekat kamar. Iya. Nanti jika kau sudah sampai, Nerish akan menjemputmu Baiklah. Sudah bi? Iya Yuuki, Hati-ha ..., tiba-tiba saja teleponnya terputus. Halo? Halo bi?, dilihatnya layar hp. Waduh.. low bath lagi. Tak ada waktu untuk mencharger hp. Jadi Yuuki bawa saja chargernya dan berharap ada stop kontak di kereta nanti. Mau kemana Yuuki?, tanya nenek tetangga. Mau ke tempat Bibi nek. Bye nenek, dipanggilnya taxi dan segera meluncur ke stasiun.

78

Hari itu stasiun begitu ramai. Yuuki segera mencari keretanya dan naik ke gerbongnya. Huft ... untung masih keburu. Dia segera merebahkan badannya, dicarinya stop kontak, tetapi tak juga ditemukan. Terpaksa charge di tempat bibi nih... Yuuki tak menyangka bahwa ternyata hal itu malah akan membawa sebuah tragedi pada orang yang disayanginya. Dan sebuah kepahitan akan sesuatu yang harus diterimanya. *** Rumah itu bergaya itali, dengan pilar-pilar tinggi yang mengelilinginya dan sebuah kolam di depannya. Luas bangunan mencapai 1 hektar dengan halaman sekitar 50 hektar. Terlalu luas untuk sebuah hunian yang hanya ditempati oleh dua orang, dengan 500 pelayan rumah tangga. Saito sampai di kamarnya. Dia rebahkan badannya berharap dapat istirahat setelah tenaganya terkuras kemarin. Ini masih awal-awal dia bertarung. Sehingga tenaganya akan cepat terkuras habis setelah bertarung. Dipejamkannya matanya. Lalu tiba-tiba muncul sosok asing dari sudut tergelap kamar itu. Rupanya kau sudah kembali Saito, ucap Defai. Dia merupakan guru Saito dalam hal pengendalian apinya. Ada sebuah senyum yang tersungging dibibirnya. Saito tak terkejut dengan kehadiran Defai. Dia sudah menyadarinya ketika pertama kali memasuki kamr. Saito hanya diam, dia tak menyahut sapaan Defai. Tetapi dia hanya mengeluarkan pedangnya dan melemparnya kasar. Dengan sigap ditangkapnya pedang Saito. Ups ... Kau masih saja bersikap kasar rupanya. Saito masih saja mengacuhkannya, matanya masih terpejam. Tetapi sebenarnya dia selalu awas. Itulah yang pertamakali Defai ajarkan padanya, untuk selalu waspada walalupun berada di ruanganmu sendiri. Saito tak menyukai Defai sepenuhnya, membencinya pun tidak. Hanya saja, semua pelatihan yang ia jalani selama ini dengan Defai membuatnya semakin marah dengan dirinya sendiri. Marah kepada kekuatannya, marah kepada keadaannya sendiri. Defai tak menghiraukannya, dia pegang pedang merah bermata berlian merah itu. Nyalanya sangat terang sekarang, itu pertanda bahwa didalamnya terisi penuh dengan spirit. Spirit yang diperoleh Saito kemarin, di gudang pabrik kertas. Diangkatnya pedang itu di udara, lalu mulai terdengar bunyi nyaring berasal dari pedang. Seperti bunyi rintihan tetapi halus. Seolah-olah pedang itu menolak untuk diperlakukan oleh Defai. Lalu tiba-tiba keluar asap putih tipis dari berlian merah, semakin lama semakin banyak. Lalu hilang tak berbekas. Defai yang sedari tadi memejamkan matanya, lalu tersenyum puas. Di lemparnya pedang merah tersebut kearah Saito. Berlian merah tersebut lalu meredup, seakan-akan spiritnya telah terhisap keluar. 79

Saito tiba-tiba bangun dan menangkap pedangnya, dengan gerakan yang cepat seperti tengah melambaikan tangan, pedang itu kembali lagi kepada pemiliknya. Disimpannya pedang merahnya. Itu adalah senjatanya, semua Fighter mempunyai senjata sendirir-sendiri, mereka akan mendapatkannya jika kekuatan dan pengalaman mereka sudah cukup untuk mndapatkan sebuah senjata. Pedangnya akan tersimpan aman di badan si empunya, dia hanya akan mengeluarkannya ketika sedang membutuhkannya. Tiba-tiba saja kemarahan Saito memuncak, dia keluarkan pedangnya dan menyabetnya kearah Defai yang masih berdiri ditengah ruangan. Tetapi ternyata sabetannya hanya mengenai bayangan Defai. Ups ... Hati-hati Saito. Kau bisa membahayakan orang-orang disekitarmu. Kudengar kemarin kau dekat dengan seseorang. Siapa ya namanya..., terdengar gema suara Defai memenuhi kamar Saito. Saito tersentak kaget, dia berharap semoga belum ada yang menyadari kehadiran Yuuki, tetapi sepertinya sia-sia. Diam kau!!, teriak Saito marah. Hahahaha ... Percuma saja Saito, kau telah terikat dengan kami. Jika ingin Yuuki selamat, kau harus selalu menuruti perintahku, dan jangan pernah mangkir dari latihanmu, suara Defai semakin hilang. Tetapi perasaan Saito bertambah tajam. Defai telah mengetahuinya, defai telah melihat Yuuki. lalu tiba-tiba kesadaran itu menyerangnya. Yuuki... Di teleponnya nomor Yuuki, tetapi tidak tersambung. Hp nya mati, dan itu semakin membuat Saito gelisah. *** Hujan turun dengan deras, seperti awal bulan januari padahal sekarang bulan september. Hawa dingin menuruni lembah dimana kota Kouide. Yuuki!! Yuuki!!, Saito terus saja menggedor pintu rumah tersebut, tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Dihubunginya nomor Yuuki, tetapi ternyata hp Yuuki mati. Hal ini semakin menambah kecemasan Saito. Sialan!!, teriaknya frustasi. Dimana kau sebenarnya Yuuki, bisiknya lirih. Rasa cemas itu semakin membuat perutnya melilit dan membuatnya sulit bernafas. Apakah Kau mencari Yuuki nak?, tanya seorang nenek, sepertinya dia tetangga Yuuki. Iya nek. Nenek tau Yuuki dimana? Sepertinya tadi dia bilang mau ke tempat bibinya, terang nenek tersebut. Saito langsung tersenyum, ada setitik harapan. Tau dimana tempat bibinya itu nek? Nenek tersebut terlihat berpikir keras. Yuuki tidak bilang loh 80

Seketika itu juga Saito kembali murung. Sama saja nol, batinnya. Lalu dia teringat akan Mei. baik Nek, terimakasih, ucapnya. Diterjangnya hujan yang lebat itu, bergegas ke tempat Mei berharap bintang itu akan bersinar terang. *** Elena, apakah Yuuki baik-baik saja?, tanya Sue cemas. Dia merupakan bibi Yuuki, adik dari ibu Yuuki. Tiba-tiba saja teleponnya terputus Tenang saja Sue. Yuuki baik-baik saja. Sekarang dia sedang berada di kereta, dalam perjalanan. Mungkin sedang tertidur, kelihatannya dia masih lelah Oh ... Syukurlah ..., terlihat beberapa kerutan diwajahnya menghilang. Walalupun baru berumur 40 tahun, kerasnya hidup telah membuatnya kelihatan lebih tua daripada umur sebenarnya. Sue merupakan salah satu orang yang berpengaruh dalam hala mengurus kaum Weater di Ujung Pulau. Dia memegang informasi tentang seluruh alamat setiap Weater di Ujung Pulau. Sehingga acara pernikahan Nerish ini bisa dibilang akan menjadi acara terbesar kaum Weater tahun ini. Dan dia sangat menyanyangi Yuuki, sebagaimana dia menyanyangi anaknya sendiri. Oh .. Semoga lilin kecilku sampai dengan selamat Elena tersenyum, Tenang saja Sue. Yuuki sudah dewasa sekarang. Dia akan menentukan sendiri jalan hidupnya Sue tidak menyadari perubahan nada dalam suara Elena, dia mengangguk, Iya, dia sudah dewasa *** Dimana dia Mei!!, teriak Saito frustasi. Bajunya hampir basah seluruhnya karena hujan. Aku tak tahu Saito .. Dia tak menghubungiku. Aku hanya tahu bahwa bibinya tinggal di Ujung Pulau dan sepupunya akan menikah hari Ahad nanti, Mei terlihat pasrah. Dia tak menyangka bahwa ketidakberadaan Yuuki akan sangat membuat Saito segelisah ini. Lebih baik kita tunggu saja Yuuki yang menghubungi. Mungkin batrainya habis, dan dia sedang dalam perjalanan. Sementara itu kau istirahatlah dulu Saito. Dari kemarin kau belum istirahat bukan Berapa lama perjalan ke Ujung Pulau!!, tanyanya sambil mondar-mandir gelisah di ruang tamu keluarga Meilisa. E .. Entahlah Saito. Sepertinya 6 jam, jika Yuuki naik kereta. Istirahatlah sebentar, itu cukup untuk memulihkan tenagamu. Saito beranjak pergi. 81

Eh! Saito! Mau kemana Kau! Jangan bilang kalau kau mau menyusulnya. Saito terhenti. Akan aku susul dia Saito! Sekarang sudah malam, tidak baik untukmu bepergian sendirian. Kau juga belum istirahat Saito!, Mei menarik tangan Saito mencoba mencegahnya pergi. Tetapi sepertinya sia-sia. Lepaskan Mei. Aku tak bisa tinggal diam sementara aku belum yakin dengan mata kepalaku sendiri kalau Yuuki aman Dia pasti baik-baik saja Saito, ucap Mei pasrah. Ditepisnya tangan Mei lembut. Saito menggeleng, Aku akan memastikannya sendiri. Jika kau sudah bia menghubunginya, katakan kalau aku sedang menyusulnya, sedikit senyum yang dipaksakan. Mei melepas kepergian Saito dengan perasaan cemas. Hati-hati. Tolong jaga dia Yuuki, ucapnya dalam hati. *** Pukul 12.00 malam, Yuuki sampai di stasiun. Dilihatnya sepupu terdekatnya hadir untuk menjemputnya, Nerish dan adiknya Lounka. Yuuki!!, dipeluknya erat gadis itu. Walalupun perbedaan umur mereka terpaut 2 tahun, tetapi mereka sangat akrab. Yuuki menyambut hangat pertemuan mereka, sudah lama mereka tidak bertemu. Nerish merupakan seorang Weater sejati, tetapi dia bukanlah seorang Fighter. Itulah mengapa dia optimis dengan pernikahannya Zuki yang seorang Fighter akan berjalan lancar. Mereka terus saja mengobrol untuk melepas kangen. Hanya saja, walaupun terlihat semuanya baik-baik saja, entah kenapa Yuuki merasa ada sesuatu yang tidak beres, entah apa itu. Tetapi dia berusaha menepisnya ketika dilihatnya dua saudaranya itu, Semua akan baik-baik saja, ucapnya dalam hati. *** Hujan masih saja mengguyur deras wilayah itu, seakan-akan menghadang kepergian Saito untuk mencari Yuuki. Tetapi hal itu takkan pernah menyurutkan sedikitpun niat Saito untuk pergi ke Ujung Pulau. Lotus biru itu berjalan kencang mencapai angka 150km/jam. Didalamnya Saito masih saja gelisah, pikirannya sedang berkecamuk antara keselamatan Yuuki dan juga kemungkinan Defai mengetahui tempat bibi Yuuki berada. Berkali-kali diliriknya layar kaca hp, berharap Mei akan meneleponnya dan mengatakan bahwa Yuuki memang baik-baik saja, barusan telepon dan sebagainya. 82

Tetapi layar itu tetaplah membisu, diam dan terlihat dingin menanggapi tatapan gelisah Saito. Sialan!!, seru Saito cemas. Pikirannya semakin gelisah. Jam sudah menunjukkan pukul 02.30, tetapi perjalanan baru mencapai sekitar jalan. Ternyata perjalannya lebih lama daripada yang dia bayangkan. Lalu tiba-tiba hpnya berbunyi, dari Mei. Halo Yuuki baik-baik saja Saito, dia sudah meneleponku, dia sudah sampai di tempat bibinya. Kau ada dimana? Syukurlah, seketika itu juga pegangannya pada stang kemudi langsung mengendur dan pikirannya kembali rileks. Aku masih dijalan, sepertinya masih jalan lagi Lebih baik kau cari penginapan terdekat saja Saito, istirahatlah sampai pagi baru kau kembali mengemudi Saito menggeleng, Tidak, sudah hampir dekat, aku akan istirahat nanti di tempat bibi Yuuki Saito! Maaf Mei, aku terlalu banyak menyusahkanmu dan Edward. Terima kasih untuk semuanya, lalu Saito menutup teleponnya. Baiklah, aku segera kesana Yuuki, ujarnya dalam hati. Lebih tenang sekarang, Saito melaju dengan kecepatan tinggi. Lalu hpnya berbunyi lagi. Dari Yuuki. Halo.. Halo terkembang. Apa yang terjadi?, tanya Yuuki cemas, terlihat dalam nada suaranya. Kudengar dari Mei kau berusaha mencariku. Ada apa? Tidak..Tidak ada apa-apa. Aku hanya merindukanmu.. hehehe... Yee.. perasaan baru kemarin ketemu kan..., Yuuki terdengar sedikit tersenyum geli mendengar pengakuan Saito. Hehehe .. Iya ga tau kenapa nih, jadi kangen berat.., hati Saito sudah berubah sekarang. Lebih ringan dan lebih terbuka tentunya. Hal itu berkat kehadiran Yuuki. Sekarang lagi dimana? Sebentar lagi aku akan sampai ditempatmu. Hah ... Di ujung pulau?? Berangkat kapan? Tepatnya sekarang ada dimana?, tanya Yuuki bertubi-tubi. Tenang ... Nanti akan aku ceritakan. Sekarang tolong beritahu tepatnya dimana rumah bibimu itu. Yuuki, hatinya benar-benar lega sekarang. Senyumnya kembali

83

Rumah bibi di ..., belum sempat Yuuki menjawab, terdengar teriakan nyaring Aaaarrrgghhh!!, lalu sambungan telepon terputus. Tuut ... tuut ... tuut ... Halo ... Halo!! Yuuki!!, mobil terhenti. Dan seketika itu juga amarah Saito menggelegak. SIALAN!!, berbagai pikiran langsung berkecamuk. Seketika itu juga bayangan Defai yang menemukan Yuuki langsung terlintas. Sialan!!! DEFAI!, lalu amarah Saito meledak dan menghancurkan mobilnya. Seluruh tubuhnya diselimuti api, mengenakan pakaian tempur dan matanya menyala merah padam. Dia berniat akan mencari Defai dengan cara merasakan energinya di sekitar sini. Di sana, geramnya. *** Sementara itu, Yuuki jatuh terjengkang dari kursinya, dan hpnya terjatuh mengeluarkan batrainya. Terdengar suaranya terkikik pelan melihat keadaan Yuuki. Kalian yaaa!!!, seru Yuuki kesal. Hahahaha ... Maaf ... Maaf ... Tak mengira kalau kejutan kami ternyata akan membuatmu seperti ini. Hahahaha..., Sean masih saja tertawa melihat keadaan Yuuki. dibantunya Yuuki berdiri. Orang lagi telepon malah dikagetin. Tuh kan Hp ku rusak?, dipungutnya Hp yang tercecer, lalu dibenarkan. Dicobanya menghubungi Saito, tetapi tidak ada jawaban. Kelihatannya hpnya mati. Tuh kan .. ga bisa dihubungi .., Yuuki terlihat cemberut. Sean dan Wern sepupu Yuuki yang agak jahil, tersenyum terkikik. Maaf ... Maaf ... sedang telepon sama siapa sih, serius amat Mau tahu ajah... Minggir, Yuuki keluar rumah mencari udara segar, dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Rasa kantuknya sudah terobati tadi ketika di kereta. Sean dan Wern mengikutinya dari belakang. Mereka adalah sepupu jauh Yuuki, keponakan bibinya tepatnya. Dan keduanya merupakan Fighter sejati. Yuuki mengenal mereka ketika bibi Sue membawa Yuuki untuk pertama kalinya berkunjung ke Ujung Pulau. Mereka sangat jahil, bahkan seringkali membuat marah Nerish. Umur Sean 19 dan Wern terpaut 2 tahun darinya, 17 tahun. Mereka lebih muda dari Yuuki, tetapi kekuatannya luar biasa, sehingga bisa dikatakan mereka keturunan Weater sejati. Mereka terkenal anak lelaki paling jahil di kaumnya, sampai pusing sendiri Yuuki menghadapi mereka berdua. Sudah sana keluarrr!!, Yuuki mengusir mereka sambil ngamuk-ngamuk. Awaassss.. Nenek Lampir datang!!!, sambil tertawa ngakan, Sean dan Wern berlari menjauh. Keluar kamar menuju keheningan pagi buta. Sekarang jam 3 pagi, tetapi desa itu sudah ramai oleh beberapa aktifitas. Masih dalam rangka mempersiapkan

84

pernikahan Nerish. Banyak hal yang perlu dibuat dan dibangun. Seperti panggung, beberapa pilar hijau dan lain sebagainya... Yuuki keluar kamar, setelah terlebih dahulu mengirimkan pesan mengenai rumah bibinya kepada Saito. Sepertinya hp Saito low bate juga. Yuuki, kemari, panggil bibinya. Yuuki mendekat, dia lalu mendapat tugas, bahwa dia bersama Elena harus pergi ke suatu tempat untuk mengambil sesuatu. Baiklah. Kita pergi sekarang Yuuki, ajak Elena. Okey. Mereka berdua pergi keluar dari desa tersebut. Yuuki tak menyangka bahwa ternyata msalahnya dengan Saito akan begitu rumit. Dan ternyata, rasa sayangnya pada Saito lah yang telah menyelamatkan hidupnya dan hidup Elena. *** Butuh waktu 2 jam untuk mencapai tempat tersebut. Sebuah desa dengan nama Tokerai, merupakan desa yang terisolasi. Keperluan mereka hanyalah mengambil beberapa kuntum bunga. Bunga Seadiko, bunga abadi. Yang tak pernah layu dan selalu harum. Bunga ini hanya mekar di waktu subuh, dan akan mekar abadi ketika dipetik ketika dalam keadaaan mekar sempurna. Sekarang pukul 05.00, waktu yang tepat untuk memetiknya. Dan baunyapun sangat wangi. Yuuki sampai terpesona dengan keharumannya. Harum sekali ya Elena Iya, bunga ini memang terkenal dengan keharumannya. Bunga itu disimpan di sebuah peti yang terbuat dari es, Elena sangat mahir membuatnya. Ayo kita ketempat Maher, aku ingin menyampaikan sesuatu padanya Desa ini bisa dibilang seperti sebuah padang. Letak antara satu rumah, dengan rumah lain sekitar 10-15 meter. Sehingga cukup jauh juga rumah Si Maher tersebut. Lalu tiba-tiba, terdengar suara teriakan dari arah gerbang desa. Ada apa itu?, tanya Yuuki cemas. Elena memjamkan matanya dan berbisik, Aku merasakan dua orang Fire Fighter, lalu dletakkannya peti es bunga Seadiko. Tetap disini Yuuki, dan jaga bunga itu. Lalu dia menghilang tanpa bekas. Eh.. Elena... Tunggu!, Yuuki tertegun. Elena bilang dua orang Fire Fighter, lalu pikirannya mulai melayang ke Saito. Apa jangan-jangan.... Yuuki mengeleng kuat-kuat. Tidak mungkin. Desa ini kan cukup jauh dari tempat bibi. Mana mungkin Saito sampai kesini, lagipula dua orang?? Saito tak pernah bilang dia bawa seseorang. Berbagai pikran berkecamuk di otaknya. Lalu, disimpannya bunga Seadiko di tempat yang aman, lalu

85

bergegas menyusul Elena ke arah Gerbang desa. Berharap bukan Saito yang berada di sana. *** Walaupun namanya gerbang Desa, tetapi tak terlihat seperti sebuah gerbang pada umumnya. Tempat itu lebih tepat disebut seperti sebuah tanah lapang, dengan seonggok tiang batu menancap disisi baratnya. Tak ada sebuah pohon pun yang menaungi tempat tersebut. Sungguh terlihat gersang, tak ada yang menyangka bahwa desa ini adalah desa kaum Weaters. Beberapa sosok terlihat sedang terdiam di tempat tersebut. Dua lelaki terlihat memakai jubah merah menyala, dan di seberangnya beberapa orang terlihat gelisah memandang dua sosok tersebut. Elena masih terdiam, kedua pikirannya terfokus pada dua Fire Fighter yang terlihat tenang tetapi mengerikan. Dia mengenal salah satunya, yaitu Defai. Dan kemungkinan, sosok satunya lagi adalah murid barunya, karena Elena belum mengenalnya sama sekali. Defai maju beberapa langkah, sosoknya terlihat angkuh dan terlihat menyepelekan. Maafkan atas kelancangan kami yang datang tiba-tiba, suaranya terdengar riang sekali, walaupun itu adalah permintaan maaf. Terdapat sebuah seringaian kecil di sudut bibirnya. Tapi aku sungguh tidak menyangka, ternyata kau ada di sini Elena. Terlihat sebuah gerakan kecil dari sosok temanya di belakang. Tetapi Defai tak mengacuhkannya. Elena maju beberapa langkah, Seharusnya aku yang bertanya padamu Defai. Apa urusanmu disini ha!. Elena terlihat marah, tangannya menggenggam erat dan ekspresi mukanya terlihat keras. Hohoho.. maafkan atas kelancanganku Elena. Sebenarnya niatku kesini adalah, ingin memberikan beberapa pelatihan khusus kepada Saito. Seperti ini mungkin ..., tanpa memberi peringatan, Defai langsung menembakkan api kesamping tiang pancang. Dan reaksi para Weaters yaitu langsung menyerang. Mereka menyerang Defai dan Saito secara serempak. Tetapi Defai terlihat terdiam, Saito lah yang bereaksi. Dia langsung bergerak maju dan melancarkan serangan-serangan kepada para Weaters. Terlihat jelas bagaimana keadaan Saito. Matanya terlihat merah menyala, dan baju tempurnya terlihat sangat lusuh, seperti telah dipakai lama. Ekspresi wajahnya juga sangat keras dan terlihat tegas. Hanya saja, terdapat sedikit kelelahan di raut wajahnya. Elena lah lawan yang seimbang bagi Saito, dia msih terus melancarkan berbagai serangan pada Saito. Tetapi sepertinya Saito sedikit mengurangi serangannya ketika berhadapan dengan Elena. Dan ketika sebuah serangan Saito melenceng jauh, hampir 86

saja mengenai seorang anak kecil, terlihat seseorang menghadang serangan yang mematikan tersebut. Yuuki jangan!!!, teriak Elena. Tiba-tiba saja Yuuki muncul dan langsung berusaha melindungi anak tersebut. Dia tak menghiraukan betapa mematikannya serangan Saito. Sambil memejamkan mata, Yuuki meringis memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Tetapi setelah ditunggu, Yuuki tidak merasakan apa-apa, hanya suara hantaman yang sangat keras. Lalu dibukanya mata, debu masih bertebaran, tetapi terlihat jelas sosok yang ada di hadapannya sekarang. Terkejut ketika mengetahui bahwa ternyata lawannya lah yang menghalangi serangan tersebut supaya tidak melukainya, A ... Ap ... Kau??. Anak kecil tersebut telah menghilang, berlari menjauhinya. Yuuki termenung memandangi punggung sosok tersebut, bertanya-tanya siapa gerangan. Pergi .. Menjauhlah dari sini. Deg. Yuuki terkejut, suara ini. Walaupun tiba-tiba keadaan menjadi sangat ramai, tetapi dia paham betul milik siapa suara ini. Saito, katanya lirih. Lalu tiba-tiba seseorang menarik Yuuki menjauhi Saito. *** Yuuki terkejut, berusaha berontak dari tarikan tersebut, tetapi percuma. Apa yang kau lakukan disini Yuuki!!, teriak Elena marah. Yuuki tak menjawab, dia hanya mengedarkan pandangannya ke medan tempur mencari sosok Saito. Yuuki!!, Elena hampir frustasi mengahadapi kehadiran Yuuki. Cepat pergi!!, perintah Elena. Lepaskan aku Elena!, Yuuki terlihat gusar. Akhirnya ditemukannya sosok Saito, sedang berhadapan dengan dua orang Weaters. Walaupun demikian Saito tetaplah unggul, terlihat belum ada yang bisa menandinginya. Dia terlihat sangat mengerikan, mata dan jubahnya semerah darah. Ditambah seringaian itu, semakin membuat sosok Saito seperti bukan dirinya. Yuuki masih berontak dari cengkeraman Elena. Lepaskan! Yuuki! Apa yang ingin kau lakukan. Kekuatanmu belum cukup untuk menandinginya! Sembunyilah!! Tidak!, Yuuki tak mampu menahan airmatanya. Semua ini adalah salahnya, menyebabkan Saito datang kemari. Lepaskan aku Elena! Aku ingin menemui Saito! Elena terkejut. Kau kenal dengannya? Dengan Monster Fire itu?, Elena meminta perhatian penuh Yuuki. Yuuki! jawab pertanyaanku!! 87

Yuuki tidak memperhatikan Elena lagi. Selagi Elena lengah, dia lepaskan genggaman Elena dan berlari menjauh. Tetapi sebelum dia menjangkau Saito, sebuah ledakan besar terjadi, dan terdengar teriakan lantang Saito. Aaarrgggghhhh!!!!. Itu suara teriakan Saito. Dan seketika itu juga, medan tempur berhenti, membisu, seakan tersihir oleh teriakan Saito. Lalu muncul api itu, menyelimuti Saito, dan mengeluarkan gelombang hawa panas kesekitarnya. Semua orang mundur menjauhi jangkauan hawa panas, bahkan Defai pun mundur. Saito. Ingat kendalikan amarahmu!, teriak Defai. Tetapi tanggapan Saito diluar dugaan. Dia menembakkan bola api kearah Defai, disertai seringaian marah. Semua orang semakin beringsut mundur. Yuuki tetap tegak beberapa puluh meter dari Saito, dia tak memperhatikan gelombang hawa panas tersebut, bahkan merasakannya pun tidak. Tetapi Yuuki tidak menyadari akan keistimewaannya tersebut. Mengetahui semua orang mundur menjauhi Saito, Yuuki malah maju mendekat. Elena secara refleks mencoba untuk menarik Yuuki mundur kembali, tetapi tanpa diduga sebuah bola api meluncur ke arah Elena. Seakan-akan mengisyaratkan supaya membiarkan Yuuki untuk mendekatinya. Semua orang terkejut, tak terkecuali Defai. Yuuki sedikit terkejut atas reaksi Saito. Kenapa?, tanyanya dalam hati. Lalu diberanikannya maju selangkah semi selangkah, dan ternyata Saito tidak bereaksi lagi. Dia menginginkanku. Dengan sebuah keyakinan, akhirnya jarak antar Yuuki dan Saito hanya 2 meter. Semakin jelas terlihat bagaimana keadaan Saito sekarang. Rambutnya berantakan. Wajahnya masih menyeringai menakutkan. Sekujur tubuhnya bersimbah keringat, bahkan ada beberapa luka yang masih semerah darah. Baju tempurnya mengkilat semerah darah. Nafasnya masih memburu, dan terasa hangat di sekeliling Saito. Yuuki terkejut, kedua tangannya menutup mulutny erat, dia tak sanggup melihat keadaan Saito seperti ini. Perlahan, walaupun sedikit gemetar, dijangkaunya wajah Saito berusaha untuk mengelus wajahnya. Sambil memanggil lirih namanya. Saito.... Tepat ketika tangannya menyentuh dagu Saito, matanya memandang Yuuki lekat-lekat. Seringaiannya berkurang, walaupun masih waspada. Saito hanya memandang Yuuki. Lalu dipanggilnya lagi nama itu. Dengan kedua tangannya, Yuuki paksa wajah Saito untuk menatap matanya. Saito ... Lalu api seketika menyurut, dan gelombang hawa panas hilang entah kemana. Seringaian Saito menghilang, hanya saja matanya masih menyala merah. Digenggamnya tangan Yuuki, sambil memejamkan mata. Yuuki ... Yuuki terkejut, senang atas reaksi Saito, diapun tersenyum menanggapi Saito. 88

Semua orang terkesima atas apa yang terjadi, begitupun dengan Elena. Dia tak menyangka ternyata semua ini ada hubungannya dengan Yuuki. Yang tidak terduga adalah reaksi Defai. Seperti orang yang kecolongan, dia menembakkan bola api kearah Yuuki. Tetapi reaksi Saito lebih cepat. Kugendong kau, dan pejamkan matamu, ucapnya lirih kepada Yuuki. Yuuki menurut, dilingkarkannya lengannya dibahu Saito dan ditutupnya erat matanya. Lalu Saito membawa nya naik ke udara menghindari serangan Defai. Aku tak menyangka ternyata pertemuan kita akan seperti ini keadaannya, canda Saito. Walaupun matanya masih merah menyala, tetapi sekarang kesadarannya sudah kembali. Yuuki memberanikan diri untuk membuka mata. Dasar Saito bodohh!! Bodoh!! Bodoh!!. Akhirnya jebol sudah pertahanannya. Yuuki menangis sambil memarahi Saito. Sambil melompat tinggi menghindari serangan Defai, Saito masih saja meledek Yuuki. Hal ini merupakan kesempatan yang langka. Untuk mengobati rasa rindunya, kegelisahan yang akhirnya ada ujungnya ini. Saito rela menukar apa saja, demi mengetahui bahwa ternyata Yuuki baik-baik saja, dan sekarang berada di sisinya. Tak terbayang apa yang akan terjadi, bila Saito belum juga bertemu dengan Yuuki. Maaf Yuuki, tetapi sungguh. Aku senang sekali ketika mengetahui ternyata kau baik-baik saja. Saito mengeratkan gendongannya. Sambil sesekali memperhatikan serangan Defai. Kenapa kau begitu khawatir?? Saito terdiam sejenak, sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan Yuuki. lagipula tenaganya kian melemah, kekuatannya hampir habis. Tubuhnya sudah tak sanggup lagi untuk menahan rasa lelah yang sekarang sudah mencapai batasnya. Yuuki, aku akan menitipkanmu pada Elena. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk bercerita Yuuki hanya mengangguk, dia juga mengakui hal itu. Dibawah sana masih ada Defai yang bisa menyerang mereka kapanpun. Baiklah. Turunkan aku Saito Saito turun menuju arah Elena. Elena terkejut dan siaga, tetapi Yuuki mengatakan tidak apa-apa. Aku titip Yuuki, kata Saito. Lalu Saito melesat menemui Defai. Takkan pernah kubiarkan, ucapnya lirih. *** Defai merupakan seorang Master Fire yang keahliannya telah terbukti dengan dilahirkannya banyak petarung handal. Dan sebagian dari mereka berkembang menjadi Monster Fire. 89

Walaupun Saito memiliki kekuatan besar, tetap saja dia belum bisa menandingi Defai. Hal itu sepenuhnya disadari oleh Saito. Tujuannya kali ini hanyalah berusaha membuat mundur Defai, karena kekuatannya semakin melemah, dia harus mengerahkan seluruh kekuatannya di akhir ini. Walaupun resikonya memang sangat besar. Tetapi hanya ini satu-satunya jalan untuk menjauhkan Defai dari Yuuki. Pertarungan terjadi sangat sengit, walalupun kelihatan seimbang, tetapei perbedaan stamina keduanya sangatlah mencolok. Saito sudah telalu lelah untuk bertarung, sehingga kesadarannya hampir saja hilang. Lalu tiba-tiba, beberapa Weaters membantunya melawan Defai. Saito tak menyangka bahwa ia akan dibantu oleh mereka. Sehingga Defai terpaksa mundur. Saito!! Ingatlah selalu hari ini!! Hari dimana kau bukan lagi muridku, tetapi kau adalah musuhku!!, seru Defai marah. Saito tersenyum lemah, lalu jatuh tak sadarkan diri. *** Aku tak bisa ikut pulang Elena. Saito masih belum sadarkan diri, pinta Yuuki. Disampingnya Saito masih belum sadar, sekujur tubuhnya penuh dengan perban dan ada beberapa luka yang masih mengeluarkan darah. Iya, aku tahu. Tapi membawa Saito dalam keadaan seperti ini juga bukan suatu ide yang bagus. Sepertinya dia belum sadar sepenuhnya. Aku takut dia akan membuat keributan disana, Elena terlihat letih. Walaupun sekarang waktu baru menunjukkan pukul 8 pagi, tetapi sudah banyak peristiwa yang terjadi dan menguras banyak tenaga Elena. Yuuki memutuskan untuk tidak ikut pulang dengan Elena. Nanti jika keadaan Saito sudah membaik, aku baru akan pulang Elena. Elena menghela nafas panjang, Hufft... Baiklah jika itu keputusanmu. Tapi kuharap anak ini cepat pulih, karena kau tahu sendiri kan, Bibimu sangat membutuhkanmu Yuuki mengangguk, Iya, akan aku usahakan. Terima kasih Elena, dipeluknya Elena. Semua ini salahku. Yuuki sudah menceritakan semuanya, tentang pertemuannya dengan Saito dan tentang kekuatan Saito. Tenang lah sayang, Elena tersenyum lembut. Sepertinya takdir sangat menyukai kalian berdua, sehingga ceritanya sedikit berliku- mungkin, canda Elena. Yuuki tersenyum, Mungkin. Baiklah kalau begitu, sudah makin siang, dan aku ingin bunga itu cepat dibekukan. Elena melangkah keluar kamar. Jaga dia baik-baik Yuuki. sepertinya

90

perasaannya padamu tidaklah main-main. Sepanjang sejarah, tak pernah satupun murid Defai berani menentangnya seperti ini, apalagi hanya gara-gara seorang wanita. Yuuki terdiam, dia juga tak menyangka bahwa masalahnya akan menjadi serumit ini. Dipandanginya Saito, Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?, tanyanya dalam hati. Hati-hati Elena. Elena mengangguk, dan segera menghilang dari kamar. Yuuki terdiam sendiri, suara nafas Saito yang halus masih setia menemani. Tak jarang juga, Saito terlihat mengigau dan merintih kesakitan. Keringat masih saja membasahi wajahnya. Entah apa yang sedang dialaminya di alam bawah sadarnya itu. Lalu seseorang memanggil Yuuki. Ternyata Tetua Desa, dia menerangkan bahwa dia akan berusaha menyembuhkan Saito bila memang hal itu diperlukan. Yuuki tak bisa berkata apa-apa selain ucapan terimakasih. Tenanglah anakku. Pemuda ini telah menyelamatkan desa ini juga, ya.. walaupun pada awalnya dia berusaha menyerang desa ini, tetapi sepertinya karena keberadaanmu akhirnya dia berpihak pada kita Yuuki mengakui hal tersebut, apakh ini yang dimaksud Saito bila dia kehilangan kendali atas kekuatannya? Entahlah ... Yang penting sekarang adalah kesembuhan Saito secepatnya, supaya dia bisa kembali ke desa segera. Baiklah, mungkin bisa kita mulai sekarang. Aku kira kau sepertinya sedang terburu-buru. Yuuki menyingkir untuk memberi ruang kepada Tetua Desa. Proses penyembuhan itu berlangsung selama 30 menit. Yuuki mengamati dengan seksama. Banyak sekali element yang digunakan oleh tetua tersebut, seperti air, angin bahkan element api pun turut serta. Yuuki tak menyangka begitu luas ilmu tetua tersebut. Ugh ..., Yuuki meringis kesakitan. Ternyata maaghnya mulai kambuh. Harus tahan ... pasti bisa.., ucapnya dalam hati menguatkan. Akhirnya penyembuhan itu selesai juga, Tetua keluar kamar dan segera memberitahu Yuuki. Sekarang dia sudah melewati masa kritisnya, bahkan beberapa saat lagi dia pasti akan terbangun. Bawa dia ke ruang makan. Dia pasti kelaparan, dan juga Kau tentunya, terang Tetua. Yuuki hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih banyak. Lalu masuk ke kamar dan memang benar bahwa Saito telah sembuh. Rona wajahnya sudah kembali segar, luka-lukanya juga sudah tidak mengeluarkan darah lagi. Saito terlihat seperti sedang tertidur pulas. Duduk disampingnya dan memandangi Saito. Lalu tak sampai dari 5 menit, Saito terbangun. Yuuki diam saja menanti reaksi Saito.

91

Saito membuka matanya dan memandang berkeliling, lalu terhenti dengan menatap Yuuki lama. Banyak sekali pikiran yang melintas dalam otaknya. Dan kata-kata yang pertama kali keluar, Kau semakin kurus saja Yuuki. Yuuki terbengong, secara refleks dipukulnya bahu Saito. Dan Saito pun tertawa tergelak, keras sekali. Terbangun sambil berusaha melindungi diri dari pukulan Yuuki. Auch ... Sakit Yuuki... Auch.., sambil meringis kesakitan. Yuuki menghentikan pukulannya, lalu terdiam menahan isak. Tak dihiraukannya Saito yang masih saja meringis kesakitan. Lalu ikut terdiam karena melihat Yuuki. Diangkatnya wajah Yuuki. Kenapa kau menangis Yuuki? Apa kau tak senang melihatku sembuh??, sungguh sebuah pertanyaan yang konyol. Direngkuhnya Yuuki kedalam pelukannya. Yuuki pun semakin erat memeluknya tetapi masih terisak. Sudahlah... Toh aku sudah sembuh kan. Aku janji kejadian seperti ini takkan terulang lagi. Janji??, Yuuki meminta kepastian. Saito tersenyum, Janji. Aku takkan kalah untuk yang kedua kalinya. Yuuki cemberut, Tapi tetap saja kau akan bertarung lagi kan!. Maaf Yuuki. Jika bertarung, aku pasti akan terus melakukannya. Aku terlahir sebagai seorang Fighter, Yuuki dipeluk makin erat. Tapi aku pasti akan selalu melindungimu Yuuki Yuuki lepas dari pelukan Saito. Dasar... Saito tersenyum.. Mm.. sekarang kita dimana? Sebelum Yuuki sempat menjawab, Tetua desa datang. Rupanya tubuhmu benarbenar cepat pulih ya.., dia tersenyum melihat hasil kerjanya. Yuuki menjelaskan bahwa dia adalah orang yang telah mengobati luka dalam Saito dan juga seorang Tetua desa. Terimakasih karena telah menyelamatkanku Tetua Aku hanya penasaran. Fighter seperti apa sebenarnya kau ini, yang dengan berani menentang kehendak Defai, hanya untuk seorang gadis Saito mengerti, Defai memang terkenal dengan track recordnya yang dapat meluluskan para Fighter yang kuat-kuat dan juga selalu patuh. Cara mendidiknya yang selalu tegas, dan juga ketatnya peraturan, membuat tak ada seorangpun yang berani menentangnya. Aku hanya lah seorang Fighter biasa, yang mencintai seorang perempuan, jawab Saito. Yuuki hanya terdiam dan tersipu malu. Bisa-bisanya Saito mengatakan hal itu di depan seorang Tetua lagi?! Hahahah... Memang anak muda zaman sekarang tak ada yang bisa menebak pikiran mereka. 92

Tetapi Saito masih terlihat serius, Maaf jika saya boleh bertanya Mm.. Silahkan Sebenarnya, mengapa anda begitu tertarik dengan saya, lalu, luka ini, sepengetahuan saya, hanya seorang Fire Fighter yang bisa menyembuhkannya. Apakah anda..., pertanyaan Saito terlihat menggantung, tetapi Tetua bisa menebaknya. Sebenarnya dulu aku pernah berteman dengan Defai. Aku juga merupakan Fire Fighter. Tetapi karena perbedaan prinsip, aku keluar dari komunitasnya dan pergi untuk mencari ilmu lain tetapi, bagaimana bisa anda menjadi Tetua di daerah Weater? Tetua tersenyum, Itulah asyiknya hidup. Aku mempelajari ilmu Water, dan ternyata tubuhku bisa menerimanya. Sebenarnya itulah yang mungkin akan terjadi padamua juga nak. Kau menyukai seorang Weater, padahal kau sendiri seorang Fire Fighter. Bagaimana nasib kalian nanti, kalianlah yang akan menentukannya kelak Saito terlihat berpikir, lalu tersenyum dan memandang Yuuki. Iya Yuuki malah bengong. Akibat maaghnya yang kumat, sepertinya pikirannya sedikit tidak fokus. lebih baik kalian makan dulu. Aku sudah menyiapkan untuk kalian berdua. Kau belum sarapan kan Yuuki? Eh... Saito langsung berdiri. Kau belum sarapan??, dengan nada sedikit mengomel, ditariknya Yuuki keluar ruangan mengikuti Tetua. Yuuki hanya tersenyum merasa bersalah. Sedangkan Saito masih saja mengomel. Menyadari ternyata Yuuki semakin kurus, membuatnya lebih ektra menguntit Yuuki. *** Diamlah, dan lanjutkan makanmu.., seru Saito ketus. Dari tadi Yuuki terus saja bertanya, bagaimana Saito bisa sampai disini, dan apa saja yang telah terjadi. Bukankah aku sudah berjanji akan menceritakannya padamu Yuuki terdiam. Baiklah. Janji ya.. Iya... dipandanginya Yuuki, ternyata kekhawatirannya selama ini tak terbukti. Dia malah aman berada di dekat Elena. Justru yang menyebabkannya dlam bahaya malah dirinya sendiri. Akhirnya selesai juga. Yuuki makan dengan lambat karena sepertinya perutnya mulai bermasalah.. terdiam sedikit merasa perih sih. Saito hanya memandang dalam diam, dia tahu Yuuki sedang menahan maagnya. *** Mobil merah tersebut melaju cepat, Yuuki mengatakan kalau mereka harus cepat sampai di rumah bibinya. 93

O ya Saito, mana barang bawaanmu?, dengan sedikit heran. Saito yang menyetir. Aku tidak bawa apa-apa Hah! Bagaimana bisa?? Nanti juga kau akan tahu Yuuki terdiam, sepertinya sedang memikirkan sesuatu.. Saito.. ceritakan padaku, bagaimana kau bisa sampai disini. Dan, kenapa kau disini??. Akhirnya pertanyaan ini muncul juga. Saito terdiam, ekspresinya terlihat serius sambil memeprhatikan jalan. Yuuki, kau tahu lelaki yang tadi. Yang ikut bertarung dengan ku. Dia adalah Defai, masterku. Dia merupakan master yang terkenal dengan kedisiplinannya. Aku sudah berlatih dengannya selama 2 tahun ini. Dan menurut desas desus yang kudengar, dia sangat mengharapkanku untuk menjadi muridnya yang kuat. Aku sebenarnya menghormatinya sebagai guru. Hanya saja, aku sedikit tidak suka dengan arogansinya yang terlalu memaksaku. Lalu, kudengar dia mengetahui tentang dirimu Yuuki terkejut, apa maksudnya? Mengetahui bahwa aku seorang Weater?? Dia tahu bahwa kau dekat denganku. Dan dia juga mengancamku, ketika aku tidak lagi menuruti perintahnya, maka kau yang akan menjadi sasarannya Yuuki langsung lega, ternyata bukan. Tetapi kenapa Saito bisa sebegitu berharganya untuk Defai. Kemarin aku bertengkar dengan Defai. Aku cemas dia akan mencoba melukaimu. Makanya aku langsung menghubungimu, tetapi ternyata kau tak bisa di hubungi. Maka aku langsung menuju kemari Darimana kau tahu aku ada di Ujungpulau? Aku tak memberitahu siapapun mengenai tempat bibiku Meilisa mendengar kau berbicara mengenai sepupumu yang akan menikah. Jadi aku langsung menuju kemari Mmm.. lalu kenapa kau bersekutu dengan Defai lagi? Bukankah kau marah padanya? Aku menemuinya ketika kukira kau sedang terancam. Tetapi ternyata tak semudah itu membuatnya mengaku. Akhirnya aku kalah bertarung dan menngharuskannku menuruti apa maunya. Yaitu membuat Desa Tekai sebagai tempat latihanku. Desa tempat kau dan Elena berada Yuuki tak tahu harus berkomentar apa. Dia tak pernah memikirkan tentang pengorbanan Saito yang sedemikian besar, hanya untuk memastikan bahwa dia selamat. Saitoo... Kau tak harus sampai menyusulku ke sini kan. Lihat apa yang terjadi, kau bertarung bahkan sampai terluka

94

Saito tersenyum, tetapi hanya diam. Dia biarkan Yuuki mengoceh sendirian. Dia hanya ingin menikmati suasana ini. Saitoooo... Hem.. Kau tidak mendengarku ya!, Yuuki manyun. Haha.. maaf..maaf.. aku hanya sedang konsentrasi menyetir. Tapi aku mendengar kok lalu apa yang tadi aku tanyakan? Saito tersenyum penuh arti, Karena ku hanya ingin memastikan keselamatanmu hanya dengan mata kepalaku ini sendiri Yuuki terdiam. Sebegitu besarkah arti dia untuk Saito? Dirinya yang bukan apaapa. Yang baru bertemu dengan Saito hanya 1 bulan yang lalu? Sebegitu besarnyakah?? Sampai dia mau bertarung melawan gurunya sendiri? Yuuki memalingkan mukanya. Menghadap keluar jendela. Airmatanya ditahan. Entah apa yang kini ia rasakan. Tak pernah sekalipun orang memandangnya begitu berarti. Dan kini, Saito yang baru bertemu beberapa minggu, rela mengorbankan semuanya hanya demi melihat bahwa ia baik-baik saja?? Saito menyadari keheningan yang terjadi. Yuuki, kau baik-baik saja?? Iya.. Apakah maaghmu sakit lagi?? Yuuki hanya menggeleng. Saito akhirnya menepikan mobilnya. Dan berhenti. Eh.. Ada apa?, tanya Yuuki segera. Dihapusnya airmata yang hampir terjatuh. Aku yang seharusnya bertanya. Ada apa Yuuki? kenapa kau diam saja, wajah Saito terlihat cemas. Yuuki terlihat bingung. Saito... Hemm?? Kenapa ... kenapa kau begitu memperhatikanku? Kita baru bertemu sebulan yang lalu. Tak pernah bertemu sebelumnya. Tetapi.. tetapi.. Kenapa kau melakukan semua ini untukku?? Kenapa??, tak terasa Yuuki berkata sambil menangis. Saito tertegun, Apakah kau.. tidak menyukainya? Apakah kau merasa terganggung dengan kehadiranku Yuuki?? Yuuki menggeleng kuat-kuat. Bukan ..hiks..hikss.. Bukan seperti itu Lalu ..., Saito mendekati Yuuki. Diusapnya airmata Yuuki. Dan merasa bersalah karena telah membuatnya menangis. Hanya saja... Kenapa kau begitu baik padaku ..., sambil ditatapnya Saito lekatlekat.

95

Saito terkejut, tetapi langsung tersenyum hangat. Diusapnya airmata Yuuki, lalu mendekat dan membisikkan sesuatu. Karena aku mencintaimu Yuuki tertegun, Hanya itu? Eh, memangnya masih kurang? .. Baiklah, Karena aku mencintaimu Yuuki.. Menyanyangimu, sejak kau masuk ke kelas yang membosankan itu. Karena aku ingin kau memiliku. Karena kau adalah hidupku. Karena... Yuuki membungkam mulut Saito, Sudah.. sudah cukup.. Saito tersenyum, dipeluknya Yuuki. Izinkan aku mencintaimu. Izinkan aku menjadikanmu belahan hidupku Yuuki menangis, tak pernah ia diperlakukan seperti ini. Apakah Saito memang orangnya. Tiba-tiba saja Saito melepas pelukannya. Hei! Kau tak menjawabnya I ..Iya.. boleh.. Saito tersenyum. Sudahlah, sekarang jangan menangis lagi ya.. Aku bingung jika kau menangis Yuuki menurut. Dan akhirnya mereka melanjutkan perjalanan lagi. Dalam diam, lalu tiba-tiba Yuuki bertanya lagi. Tentang alasan sikap Saito yang dingin itu. Huft, Saito menghela nafas. Yuuki tetaplah Yuuki, yang ngotot dan ingin tahu. Akhirnya dijelaskan tentang kekuatannya dulu. Ketika Yuuki tidak tahu apa-apa, dan rahasia itu bisa membahayakan dirinya. Lalu, Eh, Yuuki, bagaimana kau bisa kebal terhadap kekuatanku? Memegang baju tempurku pun kau tidak merasa panas. Aneh?, tanya Saito serius. Eh.. Entahlah. A..Aku juga tidak tahu, dan Yuuki kembali terdiam. Saito sedikit curiga, tetapi dipendamnya dalam hati. Nanti juga Yuuki akan mengatakannya, tidak sekarang. *** Matahari sudah beranjak naik, sekarang jam meunjukkan pukul 09.00. Elena sudah menceritakan semuanya kepada Sue. Dan reaponnya, sesuai perkiraan. Sue marahmarah dan tidak suka dengan sosok Saito. Apa-apaan anak itu! Pacaran dengan seorang Monster Fire!!, seru Sue. Dia tak menyangka keponakannya pacaran dengan seorang Monster Fire, yang jelas-jelas spiritnya bertentangan dengan mereka. Sstt.. Diamlah Sue, nanti semua orang akan dengar, ucap Elena putus asa. Dia sudah menduga reaksi Sue pasti akan berlebihan. Dia tak bisa membayangkan apa yang akan dihadapi Yuuki nanti, dan lagi, apa yang akan di lakukan Sue, kalo ternyata Yuuki membawa Saito bersamanya. Huft... Elena hanya bisa menghela nafas panjang. ***

96

Tepat pukul 10.00, terlihat mobil yang ditinggalkan Elena untuk Yuuki, memasuki gerbang Desa. Lalu beberapa Fighter terlihat siaga, mereka merasakan sebuah kekuatan Fire yang memasuki Desa. Elena sudah menduganya, maka iapun bergegas pergi ke gerbang desa, dan menyuruh Yuuki untuk turun bersama Saito. Lebih baik, kau mengenalkan Saito terlebih dulu pada mereka Yuuki. aku takut kalau mereka akan salah paham dengan kedatangan Saito. Yuuki menurut, Saito mengikutinya dari belakang. Sebenarnya Yuuki agak cemas juga, mengingat Saito seorang Fighter Sejati, dan berasal dari Fire. Saito maju dan berbicara dengan Elena, Aku takkan melawan, terserah kalian mau apakan aku asalkan aku bisa terus bersama Yuuki. Sebenarnya Elena sedikit memahami perasaan Saito ini, dia sudah melihat semua kejadian yang ada di desa tadi dan sepertinya itu cukup meyakinkannya bahwa Saito memang berniat serius dengan Yuuki. Baiklah, akan aku jelaskan pada mereka, tetapi ku harap kau rela mereka menginterogasimu demi keamanan desa ini Saito mengangguk, Baiklah. Lalu kembali ke samping Yuuki. Apa yang kalian obrolin? Eh.. Tidak, tidak ada apa-apa kok. Ayo, ajak Saito menemui beberapa orang yang terlihat serius. Walaupun tidak terlihat oleh Yuuki, tetapi Saito tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang akan menginterogasinya, hal ini terlihat dari pancaran tenaga mereka. Saito membungkuk untuk memberi hormat, begitu juga dengan Yuuki, di samping mereka Elena mendampingi. Lalu salah seorang dari orang tersebut berkata, suaranya dalam dan mengerikan, Yuuki yakin sekali kalo dia belum pernah bertemu dengannya. Apa keperluanmu datang kesini Aku hanya ingin menemui Yuuki dan menemaninya Kau tahu desa apa ini kan Iya, aku tahu bahwa ini desa Weater, dan Yuuki berasal dari sini Lalu apa itu berarti kau boleh masuk ke desa kami? Dari mana kami tahu kalau kau bukan mata-mata Defai?!, suaranya semakin tajam. Dan Yuuki tidak menyukainya. Dia akan berbicara, tetapi Saito mencegahnya. Kau boleh memeriksaku. Aku hanya ingin berada di samping Yuuki, dan juga aku bukan mata-mata Defai Secara aneh, orang-orang tersebut tersenyum, lalu lelaki yang pendek dan terlihat menyeramkan maju untuk membuktikan kata-kata Saito. Baiklah jika kau mengizinkan kami memeriksamu

97

Yuuki terkejut, dipandanginya Saito dan laki-laki tersebut bergantian. Saito ..., ujarnya cemas. Saito menoleh dan menenangkan Yuuki, Tidak apa-apa, mereka hanya mau membaca pikiranku bahwa aku tidak berbohong, senyumnya. Tapi ..., Yuuki terlihat cemas, dipandanginya lelaki tadi, Dia .. Dia sangat menyeramkan.. Saito tersenyum, digenggamnya erat tangan Yuuki. Lalu maju melangkah mendekati laki-laki tadi. Tetapi ternyata Yuuki mengikutinya, digenggamnya lagi tangan Saito. Aku ikut Saito sedikit cemas, dan menyuruh Yuuki kembali. Tetapi Yuuki tetap bersikeras. Dilihatnya Elenapun tak mencegah Yuuki, ya sudah, mereka berdua menghadap lelaki tersebut. Lelaki tersebut yang ternyata bernama Sion, berkata pada Yuuki, Mundurlah Yuuki, aku tak punya keperluan denganmu Yuuki sedikit terkejut, lalu Saito menjadi penghalang antara Yuuki dengan Sion, Dia tetap disampingku, tegas Saito. Terdapat sebuah amarah dalam suaranya. Tetapi Yuuki tidak menyadarinya, dia menempel terus di belakang Saito dan tetap menggenggam erat tangannya. Sion terdiam sejenak, dan mengangguk, Baiklah. Sekarang ulurkan tanganmu Saito menurut diulurkannya tangan kanannya, dan lelaki tersebut meraihnya. Lalu Sion berkonsentrasi dan memejamkan matanya. Saito terdiam, tubuhnya menjadi kaku dan terlihat bahwa sepertinya ia sedang berpikir keras, lalu terjadilah hal yang mengejutkan. Saito terlihat seperti kesakitan, genggamannay pada Yuuki tak pernah lepas, tetapi semakin erat. Yuuki cemas, dia semakin menempel erat disamping Saito. Saito.., ucapnya lirih. Saito yang kesadarannya tetap terjaga berkat Yuuki, mengangguk menandakan bahwa iya mendengarnya, tetapi rasa sakit itu terlihat jelas di wajahnya. Keringatnya mengalir, dan wajahnya terlihat pucat. Sion juga sama, dia terlihat berkonsentrasi keras dan ekspresinya wajahnya tak jelas, entah apa yang sedang dilihatnya, ketika tiba-tiba Saito menyentakkan tangannya. Tak ku izinkan kau melihatnya! Semua info yang kau butuhkan sudah kau dapatkan!, jar Saito marah. Entah apa yang dilihat mereka berdua. Tetapi Sion langsung mengerti dan mundur. Saito terlihat bergetar saking marahnya, dan semua orang secara refleks mundur. Tetapi tidak dengan Yuuki, ia tetap disamping Saito dan mengenggam erat lengannya. Saito ...

98

Seseorang yang tadi mengawali perbincangan, tak pernah luput mengawasi Yuuki dan Saito, begitupun kali ini. Ketika dengan tenangnya Yuuki menenangkan Saito yang sedang marah. Saito menenangkan diri, dia masih merasakan kehadiran Yuuki. Dan akhirnya semua orang kembai nernafas teratur. Ku kira kau sudah mendapatkan informasi yang menyatakan bahwa aku bukanlah mata-mata dari Defai, tegas Saito. Seseorang yang ternyata bernama Klay, memandang Sion, Bagaimana Sion? Sion hanya mengangguk, semenatara tatapan matanya masih tertuju pada Saito. Hm.. baiklah, kau boleh tinggal disini untuk sementara. Tetapi kami akan tetap mengawasimu. Saito mengerti, lalu mengajak Yuuki pergi meninggalkan mereka. Ayo Yuuki Eh .. I.. Iya, mereka kembali masuk mobil. Elena mengejar mereka. Tunggu Saito Elena mengatakan bahwa Saito akan tinggal sementara di rumah kosong sebelah rumah Yuuki. Aku tahu Elena. Lalu kuncinya dipegang siapa? Sudah aku buka, dan kuncinya ada di dalam rumah Baiklah, terimakasih Elena, seru Yuuki. Lalu mobil melaju memasuki desa. Sepertinya Saito sudah tidak sabar untuk pergi dari mereka. *** Untuk beberapa hari kedepan Yuuki akan sangat sibuk, karena tengah mempersiapkan pernikahan Nerish. Dia memgang konsepan dari Bibi Sue dan secara teknis bertanggung jawab terhadp dekorasi bersama Elena. Setiap hari Yuuki pasti kelelahan, dan Saito selalu setia berada di sampingnya. Istirahatlah jika kau lelah.. aku tak ingin kau jatuh sakit Aku tidak lelah, hanya belum terbiasa saja kok.. Ini sudah ke sekian kalinya Saito menasehati supaya Yuuki tidak memaksakan diri. Wajah Yuuki selalu saja pucat ketika hari mejelang malam. Sekarang sudah H-3 menjelang pernikahan. Yuuki semakin sibuk mempersiapkan segalanya. Sudah lelah dengan acuhnya Yuuki, sampai pada suatu malam, sepulang memeriksa tempat acara, Saito menggendong Yuuki tanpa memintanya terlebih dulu. Eh, Saito, lepaskan aku. Aku bisa jalan sendiri Saito hanya diam. Saitooo...

99

Tetapi Saito hanya berjalan malah makin mengeratkan gendongannya. Yuuki pasrah, lagipula, memang dia sedikit merasa lelah. Sesampainya di depan pintu kamar Yuuki, Saito menurunkannya. Tidurlah, lalu mengecup kening Yuuki lembut, dan pergi begitu saja. Eh.. Selamat malam Saito! Tangan Saito hanya melambai dan hilang dalam kegelapan malam. *** H-3, segalanya sudah mulai terlihat. Panggung kecil yang akan menjadi tempat pengucapan janji, sudah terlihat anggun, tinggal finishing di akhir waktu. Semuanya sudah 89% siap. Dan Yuuki puas akan hasil itu. Cantiknyaaaa... sambil tersenyum berseri-seri. Masih cantikkan kamu Yuuki, sambil mengembalikan hp Yuuki. Eh.. Saitooo.. Kenapa??? Emang nyata kok Mengabaikan ocehan Saito, Sudah teleponnya? Telepon siapa emang?? Sedikit terkikik melihat Yuuki, dia menjawab bahwa dia baru saja menelepon Edward. Meminta sedikit bantuannya. Ohh.., lalu terdiam kembali sambil memandangi panggung kecilnya. Tiba-tiba saja Saito mengusap kepala Yuuki dan pergi kembali ke kamarnya. Eh.. Saito... dan kembali termenung. Apa aku terlalu membuatnya bosan ya? *** Keesokan harinya ada sebuah paket yang datang. Mmm.. sebuah mobil tepatnya sih. Kiriman dari Alfred, kepala rumah tangga keluarga Saito. Dan semua perlengkapan yang dibutuhkan Saito.

Hubungi saya segera ketika Tuan Muda sudah menerima paket ini Ttd. Alfred
Itu isi pesan dari Alfred, beserta sebuah handphone. Ada apa? Kapan tuan muda kembali? Tuan besar sedang sakit keras. Dokter mengatakan bahwa lebih baik, kami memanggil anda pulang, jelas Alfred. Saito terdiam sejenak, Bukankah ada Priscil? Biar dia saja yang menggantikanku Tuan muda.., terdengar Alfred berusaha sabar menghadapi Tuan Mudanya ini. Aku akan pulang ketika urusan Yuuki sudah selesai Kapan itu Tuan Entahlah. Aku ingin dia sepuasnya berada di sini. Aku pulang ketika dia ingin pulang Tapi Tuan muda, Tuan Besar sedang kritis 100

Diamlah!! Aku akan pulang ketika Yuuki juga pulang!! Titik!, lalu ditutupnya telepon dengan kasar. Yuuki melihatnya dari kejauhan. Kehebohan yang timbul karena kedatangan paket itu cukup membuat Yuuki susah untuk bergerak. Banyak yang mengajukan berbagai pertanyaan. Karena ternyata, paket tersebut atas nama dirinya, bukan Saito. Jadi ini paket sebenarnya punya siapa??? Argghh. Saito. Paket-paket itu, Yuuki mendekati Saito. Tetapi Saito tidak merespon, sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Saito.. Eh.. Ada apa Yuuki Apa terjadi sesuatu?, tanya Yuuki sambil memandang hp yang masih dipegang erat Saito. Oh.. tidak..Tidak ada apa-apa kok. bagaimana? Ada apa? Paket-paket itu.. apa yang harus kulakukan.. Saito terlihat sedang memikirkan sesuatu, wajahnya serius, ato pura-pura serius ya?? J Tau sedang dipermainkan, Yuuki memukul pundak Saito, Saitooo.. Hahahaha.. Itu kan paket atas nama kamu Yuuki. ya terserah kamu mau apa kan Hei!! Itu punyamu! Huh! Waduh, Nyonya besar ngambek nih. Hahaha... Baiklah, kita jalan-jalan sebentar yuh.. Mumpung belum sore Sebelum Yuuki menjawab, Saito sudah menariknya menuju mobil Mc Laren hitam yang terparkir manis di depan kamar Yuuki. Mereka keluar dari desa dan menikmati hawa pegunungan yang sejuk, tetapi rupanya hal itu tidak bisa mengalihkan perhatian Saito. Dia terus saja memikirkan keadaan ayahnya yang sedang kritis. Ingin rasanya pulang, tetapi keinginannya untuk berada di sisi Yuuki lebih besar. Mereka pulang sudah larut malam, dan Yuuki teringat sesuatu mengenai teknis yang ternyata belum dikerjakannya. Ah, aku harus mengerjakannya dulu. Saito aku harus pergi dulu ya, kau tidurlah sana. Besok jangan sampai kesiangan ya.., ejek Yuuki. Tetapi Saito tidak menanggapi ejekan Yuuki tersebut, tetapi malah mengomel, kenapa harus dikerjakan hari ini lah, kenapa tadi tidak bilang, dan sebagainya. hidupmu tidak untuk mengurusi acara ini saja kan??!! Kau juga ounya kehidupan sendiri Yuuki! staminamu juga terbatas!! Memangnya kau robot apa!! Yuuki terkejut dengan pernyataan Saito barusan. Saitooo.. ada apa dengamu?? Apa ada yang salah??, tanya Yuuki. Tetapi Saito seperti tersadar, dan sedikit terluka. Lalu berbalik dan berjalan menembus malam tanpa mengucapkan apa-apa kepada Yuuki. 101

Saito.. sepertinya aku sedikit keterlaluan ya. Mianhae... lalu pergi ke aula menyelesaikan kerjaan yang belum selesai. Tetapi ketika sampai disana, ternyata semuanya telah beres, diselesaikan oleh Elena. Elena, maaf aku kelupaan. Malah jalan-jalan ga jelas. Maaf Elena malah tersenyum, Seharusnya kami yang minta maaf Yuuki, karena terlalu membebanimu dengan tugsa yang terlalu banyak, sehingga kau tidak punya waktu untuk sedikit beristirahat tapi.. Hushh.. sudahlah tidak usah merasa seperti itu.. lagipula, sepertinya Sue mulai suka dengan Saito Yuuki terkejut mendengar perkataann Elena. Apa maksudmu?? Bukankan Bibi tidak menyukai Saito.. Elena tersenyum, Sue merasa simpati melihat Saito terus membututimu seperti itu. Dia bahkan tidak melihat sekalipun Saito mengeluh karena harus mengikutimu kesankemari. Dan dia juga senang, karena dia mengajakmu jalan-jalan sore ini, dia mengatakan bahwa, itu waktu yang kau butuhkan saat ini. Sedikit rehat dari kerjaan Yuuki tak percaya, ternyata bibinya begitu perhatian, dan Saito.. Saito ternyata sangat memperhatikannya selama ini. Apakah hari ini dia begitu keterlaluan ya.. *** H-1, dan acara itu sudah terlihat bentuknya. Ketika semua begitu terasa sempurna, sore hari nya Saito menghilang. Entah kemana. Yuuki mencarinya sepanjang hari, dan terkejut ketika menemukannya di dalam mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Saito.., kelihatannya Saito sedang ada masalah. Sejak kemarin dia sedikit berubah, entah apa yang sedang dipikirkannya. Hei Yuuki. ada apa? Yuuki terdiam sejenak, mengawasi perubahan rona muka Saito, tetapi Saito terkenal pandai menyembunyikan perasaannya. Yuuki..?? Tidak, tidak ada apa-apa. Justru aku yang seharusnya bertanya. Ada apa Saito.. Apa terjadi masalah?? Saito sedikit terkejut, tetapi langsung menyanggahnya dan bilang tidak ada apaapa. Tetapi Yuuki telah menangkap keganjalan itu. Pasti ada sesuatu kan.. sejak kau menerima telepon tersebut. Dari siapa sebenarnya?? Saito mendesah, Tidak ada apa-apa kok Tapi Sa.. Kita jalan-jalan.., dan Saito langsung menyalakan mobil tanpa menunggu jawaban Yuuki. 102

Mereka mengitari pedesaan seperti sore sebelumnya. Hari ini merupakan weekend, sehingga banyak kendaraan yang lalu lalang. Yuuki terus saja mengoceh tentang ini itu, dan sesekali Saito menanggapinya, sehingga Yuuki terus saja bercerita. Hingga suatu ketika, terlihat sebuah truk di tikungan bukit dan kecepatan Saito tidak berkurang. Saito, pelankan laju mu.. Tetapi Saito tidak menjawab, pandangannya kosong, seperti sedang memikirkan sesuatu. Saito.., Yuuki masih memperhatikan truk itu yang semakin mendekat. Saito!!!, teriaknya. Dan Saito tersadar, segera membanting setir kemudi ke kiri dan berhenti tepat di ujung tebing. Argghhh!!!!, teriak Yuuki. Dan keheningan melanda. Saito yang pertama sadar, Yuuki.. Yuuki! kau tidak apa-apa kan Yuuki terdiam, dia menelungkupkan kedua tangannya ke wajah. Saito menyingkirkannya. Yuuki, kau tidak apa-apa kan Yuuki tersadar, Saito!!!!, dan memukul-mukul Saito. Apa yang terjadi hah!! Tadi ada truk gede banget, truk Saito!!. Air mata Yuuki mengalir, ketegangan yang baru saja terjadi ternyata cukup membuat jantungnya berdetak kencang. Maaf Yuuki.. maaf.., wajah Saito sungguh terlihat sangat menyesal. Yuuki sudah kembali tenang, tidak biasanya Saito tak konsentrasi seperti tadi. Apa ada masalah Saito. Benar bahwa semua ini karena orang yang kau telepon kemarin??, tanya Yuuki. Sejak menelepon seseorang kemarin, Saito sepertinya kurang fokus dan cepat sekali marah. Saito terdiam, lagi-lagi bertampang seperti itu, berusaha menyembunyikan sesuatu. Tetapi Yuuki selalu tahu. Tidak apa-apa, sambil membuang muka. Yuuki terdiam, Saito selalu bisa mengatasi masalahnya sendiri, tetapi sekarang sepertinya memang benar ada masalah entah dimana, dan Saito sedang memikirkannya terus. Apa kau ingin pulang?, tanya Yuuki. Saito menggeleng sambil melotot pada Yuuki, Aku akan pulang nanti, denganmu Pulanglah duluan, sepertinya kau sedang ada masalah entah dimana. Sehingga kau sepertinya tak bisa fokus disini Tidak..Tidak ada apa-apa. Aku akan pulang denganmu, ketika semua urusanmu disini selesai Yuuki terdiam, sedang memikirkan sesuatu. Baiklah, kita akan pulag besok Saito terkejut, Bagaimana bisa? Besok kan resepsi Nerish 103

Kita akan pulang setelah acara resepsi selesai. Sekitar pukul 4 sore Tetapi kau kan masih ingin berkumpul dengan keluarga kan. Aku akan pulang ketika kau sudah puas berada di sini Saito memang keras kepala dan juga teguh pendirian. Tetapi mengenai Yuuki, dia lah yang paling pandai merayu Saito dan juga lebih teguh ketika menyangkut hal yang disayanginya. Kita akan pulang besok sore Saito terlihat akan memprotes, tetapi Yuuki lebih dulu berkata. Titik! *** Elena.., ucap Yuuki takut-takut. Hm.. ada apa??, Elena terlihat sedang merawat beberapa bunga untuk riasan Nerish besok.. Mmm.., Yuuki terlihat ragu, dan hal itu semakin membuat Elena penasaran. Ada apa.. apa ada masalah? Katakanlah.. Sejenak Yuuki sedikit ragu, tetapi Elena terus mendesak, dan akhirnya diceritakan juga mengenai niatnya untuk pulang besok sore dengan Saito. Apa!! Kau akan pulang besok? hehem.. aku harus pulang secepatnya. Sepertinya ada sesuatu hal serius yang mengusik Saito. Dan dia takkan pulang jika aku belum pulang Elena merasa semua ini sungguh tidak masuk akal. Sebegitu dalamnya kah perasaan mereka berdua. Yuuki, kau sungguh ingin pulang besok? Lalu bagaimana latihanmu? oleh karena itu. Bisakah kita latihan malam ini? Maksudku supaya besok setelah resepsi, kami bisa langsung pulang Apaa??! Ba..Bagaimana ..., tetapi Elena langsung terdiam dan berpikir, Ada... Ada satu tempat Eh.., Yuuki merasa bingung dengan perilaku Elena. Baiklah, nanti malam temui aku di Danau belakang ya.. jam 8 tepat Yuuki tersenyum, Baiklah! Terimakasih Elenaaaaa.... J Eits, jangan lupa makan yang banyak. Kau akan memerlukan banyak energi nanti Baik Elena!! Siap!, lalu berlalu pergi. Elena memandang Yuuki dalam diam. Mereka memang sudah berhubungan selama 3 tahun, tetapi mengenai kepribadian dan pola pikir Yuuki, Elena sama sekali tidak dapat memahaminya. *** Malam sebelum pukul 8, Yuuki mengendap-endap keluar dari kamarnya, dia takut Saito memergokinya dan menginterogasinya. Dan yang lebih mengkhawatirkan, dia takut Saito akan membatalkan rencana kepulangan besok. 104

kau sudah siap?, tanya Elena. Yuuki mengangguk. Sesuai perintah Elena, dia makan banyak tadi, sehingga agak kekenyangan sekarang ini. Semua barang sudah dikemas dan ceklist acara besok sudah disiapkan. Sehingga seusai resepsi, mereka bisa langsung pulang. Ayo, ajak Elena memasuki gerbang yang tersembunyi di belakang air terjun danau. Dia menjelaskan pada Yuuki bahwa ruangan yang akan mereka masuki merupakan ruangan 4 dimensi, dimana tak ada batasan ruang maupun waktu. Perbandingan waktu di luar 1 jam, dan di ruangan ini sama dengan 2 jam. Jadi kita akan berlatih selama 16 jam disini. Dan selebihnya akan kau gunakan untuk istirahat. Itu waktu yang lebih dari cukupu untukmu berlatih, ketika melihat gelagat Yuuki yang tidak puas dengan waktu yang diberikan. Aku takut tubuhmu belum cukup kuat untuk menerimanya. Jadi menurut saja Baiklah, jawab Yuuki. Lalu mereka memulai latihan malam itu. Banyak jurus yang diajarkan Elena, lebih mengenai menghapal jurus yang lalu, selain itu juga mengejar ketertinggalan mereka sampai Grade 5. Sudah cukup tinggi , mengingat selama ini Yuuki baru mempelajari sampai Grade 2. ku harap kau tetap berlatih, sepulang dari sini. Ini adalah jurus Grade 5, terang Elena. Hah..hah.. I..Iya Elena, keringat Yuuki bercucuran, nafasnya sudah terengahengah. Mereka telah berlatih selama 10 jam. Dan baik Elena maupun Yuuki, mereka sudah merasakan kelelahan. Dan mereka beristirahat selama 1 jam, sambil mengingat-ingat pelajaran dasar. Elena, aku ingin bertanya Hmm...Iya.. Ketika Saito marah, dia menjadi sangat panas. Dan jika tidak terkendali, dia akan berubah menjadi Monster Fire. Yang mau aku tanyakan, apakah aku juga akan seperti Saito juga ketika aku marah? Apa yang akan terjadi? Elena terdiam sejenak, berusaha memberikan jawaban yang terbaik. Yuuki sebelum aku menjawabnya, bolehkan aku mengetahui beberapa hal? Katakan saja Elena Sudah berapa lama kau berhubungan dengan Saito? Mmm.. mungkin sekitar sebulan Apa?!! Baru sebulan? Iya Tapi sepertinya kalian sangat dekat Yuuki hanya mengedikkan bahu, Entahlah. Aku hanya merasa, sepertinya kami sudah lama kenal 105

Mmm.. baiklah, lalu kapan kau tahu kalau ia seorang Fire? Baru beberapa hari yang lalu Dia sudah tahu kau seorang Weater kan? Mmm... Entahlah, aku tak tahu. Sepertinya c belum.. Hah! Dia belum tahu?? Saito tak pernah membicarakannya hemmm... aku jadi penasaran. Bagaimana reaksinya jika dia tahu, kau seorang Weater Yuuki terdiam, memikirkan perkataan Elena, Aku juga tidak tahu, ucapnya lirih. Baiklah, melihat tipe Weater mu, ketika kau merasakan amarah ataupun kesedihan, akan ada 2 dampak dari emosi negatifmu itu. Pertama, kemungkinan adalah anin badai dan kedua adalah hujan. Kau terdiri dari 3 kekuatan, Air, Angin dan juga Es. Yang paling dominan adalah Air, lalu Angin dan Es paling lemah. Kau tahu kan, bahwa 3 unsur tsb sangat berlawanan dengan Api. Itulah mengapa Sue sangat menentang hubunganmu dengan Saito. Karena dia takut kekuatan kalian berdua akan saling serang Yuuki terlihat murung, sedih dan juga khawatir. Tapi, aku sedikit melihat sisi positif kalian, imbuh Elena. Maksudmu Elena?? kau ingat ketika kemarin dia menyerang desa Tokerai bersama Defai Iya, aku ingat Ketika dia mencapai level Monster Fire, tak ada satupun yang bisa mendekatinya, karena Saito mengeluarkan hawa panas yang mengalir bergelombang. Selain itu, jubah merahnya jua panas seperti api Apa??! Tidak, tidak panas kok.. Nah.. itulah yang aku heran Yuuki. kenapa hal itu tidak berpengaruh padamu, aku tak punya penjelasannya Hemm... padahal dulu aku juga pernah memakainya loh.. Apa?! Bagaimana bisa?? Saito yang memakaikannya padaku, karena waktu itukami sedang di dalam gedung yang terbakar. Dan jubah itu terasa dingin Elena, ya walaupun di luar panas, tapi jubah itu terasa dingin.. Elena semakin tak bisa mempercayainya. Dia memandangi Yuuki lekat-lekat. apakah mereka berdua memang istimewa?- Elena teringat kata-kata Suhu mengenai hubungannya dengan Saito.

Mmm.. Yuuki memang istimewa. Tetapi aku sedikit cemas dengan anak laki-laki itu. Defai terlalu memperlakukannya istimewa. Kita hanya bisa mengawasinya dari dekat. Mungkin saja mereka berdua memang istimewa
Elena tersenyum baiklah, akan aku awasi dari dekat106

Okeh, aku percaya padamu Yuuki Eh?? Percaya apa Elena?? Ayo kita lanjutkan latihannya Eh.. Elena.. Siap!! I..Iya..Siap! Dan latihan sesi II pun dimulai, hingga waktu menunjukkan pukul 4 pagi dan Yuuki keluar dari goa itu dengan sedikit terhuyung. *** Pukul 5 pagi desa itu sudah bangun, dan begitu pula dengan Yuuki. walaupun matanya masih sepat, tetapi dia harus bangun. Banyak yang harus dilakukannya, Dengan sedikit tenaga, dia memakai beberapa jurus untuk meringankan mandinya. Mm.. Lumayanlah, sedikit tersenyum melihat hasilnya. Semua barang sudah dikemasnya, rapi dan tinggal diangkut. Mereka berniat pulang setelah acara resepsi hari ini selesai. Aku harus menemui bibi dulu nih, dibukanya pintu dan ternyata Saito sudah berdiri di depannya. Setelan jasnya sangat cocok di badan Saito, dia memang cocok mengenakan apapun. J Pagi Saito!!, melupakan sepatnya mata dan tersenyum lebar. Tetapi Saito terlihat sedikit murung, Yuuki.. Hemm? Ada apa? Kenapa kau murung? Saito terlihat sedikit ragu, lalu mengutarakan maksudnya, Kita tak harus pulang hari ini. Aku bisa mengatasi maslah itu nanti Yuuki Yuuki terkejut, dan mulai kesal dengan Saito. Dia sudah merelakan untuk latihan lebih awal, tetapi Saito malah.. Tidak!! Kita akan pulang hari ini! Titik!!, dan berlalu meninggalkan Saito sambil cemberut. Saito tertegun, Yuuki., ditariknya tangan Yuuki, dan memeluk Yuuki dalam diam selama beberapa saat. Yuuki sedikit terkejut, sebenarnya dia paham perasaan Saito yang tak enak dengan dirinya. Tetapi, dia hanya ingin Saito tahu bahwa hal itu benar-benar bukanlah masalah besar. Dia yakin bahwa masalah yang sedang dihadapi Saito pastilah cukup besar, sehingga dia harus menyelesaikannya secepatnya. Jangan sampai kau menyesal dikemudian hari ya.., ucap Saito. Yuuki tersenyum, dan menyodorkan jari kelingkingnya. Janji Saito memandang sejenak, dan meraihnya, Janji, lalu tersenyum. ***

107

Yuuki mulai memeriksa ceck listnya. Takut ada beberapa yang keluapaan. Dan Saito tetap setia menemaninya. Bibi Sue datang mendekat, dan inilah waktu yang tept untuk mengatakannya. Bibi Sue.. bagaimana persiapannya Yuuki.. Tinggal 1 % lagi bi.. Eh? Apa itu? Tinggal pengantinnya bi. Hehehe Ah, kau ini... Mm.. Baiklah kalo begitu, Bibi Sue agak kurang suka dengan kehadiran Saito, sehingga dia ingin cepat-cepat menyingkir. Bi. Aku ingin bicara sebentar Ada apa? Emm.. Aku akan pulang hari ini, selepas resepsi bi Sue terkejut, Apa?! Kau mau pulang? Kenapa? Mm.. banyak urusan yang harus aku selesaikan di sekolah. Lagipula kemarin kami baru liburan bi, aku banyak tertinggal pelajaran Tapi kau kan cerdas Yuuki, bibi tak pernah meragukan hal itu. Kau selalu bisa mengejarnya, lagipula baru seminggu kau bolos Bi.., pinta Yuuki memohon. Sue memandang ke arah Saito sejenak, dan akhirnya meluluskan permintaan keponakannya itu. Baiklah jika itu maumu. Besok pagi kau bisa pulang, jangn hari ini, kau pasti kelelahan Ah, tidak.. aku sudah istirahat banyak tadi malam, bohong Yuuki. lagipula, jika pulang nanti, besok kita bisa langsung masuk sekolah bi Sue sepertinya sudah tidak punya alasan lagi, Huuft, baiklah jika itu maumu. Nanti akan bibi siapkan sesuatu. Bibi juga harus beritahu Nerish dulu Yuuki mengangguk, Maaf bi, tidak bisa lama-lama disini Sudahlah, lagipula lain kali kita pasti akan bertemu lagi, dan tersenyum hangat. Yuuki memeluk bibinya. Satu-satunya adik ibu yang masih ada. Bibi Sue sudah dianggapnya seperti ibunya sedniri. Iya Saito terdiam, keinginannya untuk pulang dan menemui ayahnya sepertinya hilang ketika melihat hubungan antara Yuuki dengan Bibinya. Dan ide itu muncul seketika. Bi, kami tidak jadi ... Ah iya!! Bunga itu harus segera dikeluarkan bi!!, seru Yuuki menghalangi perkataan Saito. Oh iya, baiklah bibi pergi dulu ya. Sampai nanti Yuuki, lalu melirik sedikit pada Saito, Saito..

108

Selepas kepergian Sue, Yuuki melotot ganas kepada Saito yang terlihat merasa bersalah. Dia menunduk lemas dan terlihat sudah menyerah. Yuuki.. Yuuki langsung memeluk erat Saito, berusaha mengurangi perasaan bersalah pada Saito, Saitoooo.... aku gemas padamuuuu Saito memeluk erat Yuuki, Maaf Yuuki.. Tak pernah aku jumpai orang sepertimu Saito, melepaskan pelukannya dan tersenyum hangat, Semuanya akan baik-baik saja, percayalah... Saito memandang mata itu, mata itu bening dan penuh dengan kepastian. Dan akhirnya untuk kesekian kali, Saito membiarkan rasa itu menguasainya. Baiklah Yuuki. lalu apa yang bisa aku perbuat? Yuuki berpikir sejenak, Mm... Ah iya! Nanti ketika menyetir, kamu jangan sekalikali mengantuk ya.. hehehe, sepertinya aku akan sedikit kelelahan sore ini Baiklah.., dan kembali memeluk erat Yuuki, Baiklah Yuuki.. dan Terimakasih Yuuki tersenyum, juga kembali memeluk hangat Saito. *** Acara pernikahan Nerish berlangsung meriah, semuanya berjalan lancar. Mereka menyatu dengan sempurna tampa ada penolakan kekuatan. Yuuki sempat terpikir akan hal itu. Bagaimana dengan dirinya dan Saito.. apakah akan terjadi sesuatu? Yuuki!!, Nerish memanggilnya. Acara inti telah selesai, sekarang para tamu sedang menikmati hidangan yang tersedia. Nerish sedikit terbebas dari kerumunan dan menemui Yuuki setelah mendapat berita dari Sue. Apa-apaan Kau!! Mau pulang seenaknya!!, Nerish memeluk Yuuki sambil mengomel. Yuuki tersenyum simpul, Hehe, maaf Nerish, sebenarnya aku sudah niat pulang dari kemarin, tetapi aku baru memberitahu bibi tadi pagi. Tapi ini kan hari bahagiaku Yuuki. Tak bisa kah besok pagi.. Maaf, tapi aku pasti akan kemari lagi kok. Kau tidak akan pindah kan?? Nerish menggeleng, Tidak, Zuki akan teteap disini. Dia ingin membangun desa ini lebih baik Bagus lah kalo begitu, setidaknya aku takkan kehilangan arah untuk menemukan kalian... dulu Yuuki pernah tersesat selama 3 minggu mencari kaum Weater, karena mereka mengungsi sementara, dan tidak meninggalkan jejak apapun untuknya. Hei jangan menangis dong.. ini kan hari bahagiamu.. Nerish menghapus airmata yang jatuh, Kau sih, tau ini hari bahagia malah mengabarkan berita seperti itu.. kau pulang sama Saito kan, sambil melirik Saito yang setia berada di belakang Yuuki. Yuuki mengangguk, Iya. Dia yang akan menyetir nanti

109

Saito, tolong jaga saudaraku ini ya, mungkin kau nanti akan bosan menyetir, karena biasanya Yuuki selalu tidur kalo naik mobil perjalanan jauh.. hehehe, canda Nerish. Huss, Nerish. Saito sudah paham tau.. :P, jawab Yuuki. Wah kau ini.., dan mereka berdua tertawa bersama. Iya, akan aku jaga dia Nerish, jawab Saito. Yup! Terimakasih Saito, Nerish benar-benar tulus mengucapkannya. Dia telah mendengar kejadian yang menimpa Saito dan Yuuki di desa Tokerai, dan dia menaruh simpati pada Saito. Dia telah menerima apapun keinginan Yuuki, karena menurutnya, Yuuki lah yang tau, apa yang dia inginkan dan dia harapkan. Sehingga Nerish terbuka dengan kehadiran Saito. Saito mengangguk, Terimakasih Nerish Oh ya Yuuki, aku punya sesuatu untukmu. Nanti akan aku ambil dulu ya. Bye Saito.. Jangan lari-lari Nerish!!, seru Yuuki. Dan Nerish melambatkan lajunya. Gaunnya terlihat sangat cocok dengannya, biru laut yang anggun. Yuuki tersenyum memandang kepergian Nerish. Saito melihat Yuuki dalam diam. Rasa ragu itu muncul lagi, dia benar-benar tak tega jika Yuuki harus mengorbankan waktu bersama keluarga satu-satunya ini hanya untuk pulang bersamanya. Yuuki.. Hm.. Apa?? Kita tak harus.. Hush.., sambil menutup mulut Saito dengan jari manisnya. Jangan mengungkit masalah itu lagi Saito. Lagipula aku sudah bisa menerima situasi ini, sambil tersenyum lembut. Kau mungkin akan berpikir, bahwa hal ini mustahil. Yaitu meninggalkan mereka begitu cepat. Tetapi asal kau tau Saito, selama ada laut, diamanapun aku akan bisa berhubungan dengan mereka Saito masih diam, dia masih belum mau menerima alasan Yuuki. Bisakah kau mempercayaiku kali ini Saito. Aku sedikit merasa ada yang tidak beres di luar sana, apalagi jika kita menunda kepulangan kita. Aku tak tahu apa masalahmu, tetapi sepertinya kita harus pulang secepatnya untk membereskannya Saito tertegun, dia kembali teringat dengan ayahnya yang sedang sakit, Baiklah.., suaranya sedikit tercekat. Rasa penyesalan itu masih ada, tetapi di lain sisi, ada rasa senang karena kepulangannya. Yuuki tersenyum dan memeluk Saito hangat. Terimakasih Yuuki... ***

110

Apakah semuanya sudah ter angkut Yuuki. Tak ada yang ketinggalan? Kotak yang dari bibi? Makanan bekal? Mmm..., Sue terus saja mengoceh. Sudah bi.. sudah semua, sedikit tersenyum menghadapi tingkah laku Sue. Lagipula kalo ada waktu, aku pasti akan kemari lagi Sue tersenyum, dia benar-benar sudah menganggap Yuuki seperti anaknya sendiri. Baiklah kalo begitu. Tolong jaga dia baik-baik ya Saito, sambil memandang Saito. Saito mengangguk, Iya Bi. Aku akan menajaganya selalu Nerish mendekati Yuuki dan mengulurkan sebuah kotak kecil, ini untukmu Yuuki Eh, apa ini Nerish tersenyum, Buka nanti saja ya.. hehehe Yuuki matut, Baiklah.. , dai memandang sekali lagi pemandangan desa. Hmm,, Baiklah, kalo begitu kami permisi pulang Bibi, Nerish... Elena Elena mengangguk, Hati-hati, ucapnya tanpa suara dari kejauhan. Yuuki mengangguk. Bye semuanya.. Saito menunduk memberi salam, Sampai jumpa Mereka berdua pergi meninggalkan desa, diiringi gerimis kecil. Membuat udara semakin sejuk. Saito sedikit cemas dengan Yuuki. Semenjak meninggalkan desa, dia terus memadangi jendela. Yuuki, kau tidak apa-apa? Berkali-kali dipanggil, Yuuki tak menyahut, dan akhirnya Saito menepi. Ternyata Yuuki tengah tertidur pulas. Saito tersenyum simpul, Kau pasti kelelahan, tidurlah. Diselimutinya Yuuki dengan cardigannya, Ac dikecilkan. Hujan deras mengiringi perjalanan mereka. *** Kota Kouide ternyata selesai diguyur hujan, sehingga udara sangat bersih. Udara basah yang bersih menyambut mereka berdua tepat pada pukul 10 malam. Kota ini masih sama seperti beberapa hari yang lalu, masih sama seperti ketika Saito meninggalkannya dan menyusul Yuuki yang entah dimana. Yuuki, kita sudah sampai, sambil membangunkan Yuuki perlahan. Yuuki membuka matanya, sesaat dia memandangi jendela, berusaha mengenali keadaan sekitar, lalu beralih ke Saito. Mm.. aku tidur nyenyak sekali ya Saito. Maaf.. Saito tersenyum, Iya, tapi tak apa. Karena kau tidur, jadi tidak ada yang menggangguku.. hehe Yuuki tersenyum. Mereka mengangkut barang-barang Yuuki. Cukup banyak juga bawaannya. Sepertinya sudah semua.. Eh Yuuki, ini kotak yang diberikan Nerish tadi, Saito mengulurkan kotak tersebut. 111

O iya, tadi kutitipkan padamu ya, Yuuki menerimanya dan membukanya. Ternyata sebuah liontin dengan sebuah permata berbentuk kristal es dengan 14 segi runcing yang cantik. Yuuki terkesima sekaligus terkejut, bentuk liontin ini merupakan bentuk yang hanya bisa dibuat dengan level 10 yang sering di idam-idamkan Yuuki. dulu dia pernah berusaha membuatnya tetapi selalu gagal. Kristal ini juga lah yang di ingatnya pertama kali ketika bertemu dengan keluarga besarnya, setelah tragedi kematian kedua orang tuanya. Kristal yang mampu menenangkannya, mampu menyihirnya dalam ketenangan. Tanpa terasa, air mata Yuuki menetes, ketika memegangnya. Yuuki! Ada apa??, Saito terkejut. Dia memegang Yuuki takut ada sesuatu yang terjadi. Cepat-cepat Yuuki menghapus airmatanya, dan menggeleng, Tidak-tidak,, Tidak ada apa-apa.. Aku hanya.. Aku hanya terharu.., dan tersenyum memandang Saito, maukah kau memakai kannya untukku.. Saito tertegun, entah apa yang terjadi. Dia hanya berpikir bahwa sepertinya liontin itu mempunyai arti khusus bagi Yuuki. Di pakai kannya liontin itu dengan hati-hati, kelihatannya sangat rapuh, tetapi begitu ia memegangnnya, terasa ada sebuah perasaan yang hangat mengalir kedalam dirinya. Saito terdiam sejenak, dan mancari-cari perasaan apa itu, tapi kemudian tersadar dan kembali memasangkan liontin itu. Yuuki tersenyum senang, dia terus memandangi liontin tersebut dan memperlihatkannya pada Saito. Cantik, sangat cocok untukmu Yuuki Yuuki mengangguk, dia terus saja tersenyum lebar. Sementara Saito semakin dibuat takjub oleh kaum Weater, -bagaimana mereka bisa membuat benda seperti ituKau mau masuk dulu Saito, ajak Yuuki. Saito menggeleng, Tidak, lain kali saja Yuuki. sekarang sudah malam, kau lanjutkan istirahatmu saja Yuuki mengangguk, Baiklah. Hati-hati Saito, semoga urusanmu cepat selesai Saito mengangguk, dan tiba-tiba saja dipeluknya Yuuki. Terimakasih untuk semuanya Yuuki Yuuki terdiam. dia merasakan ada sesuatu yang aneh pada nada ucapan Saito, tetapi apa itu. Saito melepasnya dan mengecup hangat kening Yuuki, Selamat Malam. Dan berlalu pergi. Hati-hati Saito!! *** Alfred dimana Ayah. Tuan Besar ada di kamarnya Tuan 112

Saito berlari. Dia sedikit menyesal karena datang terlambat. Walaupun hubungannya dengan ayahnya memang kurang baik akhir-akhir ini, tetapi dia tetap menyayangi ayahnya. Sejak kematian ibunya, dan priscil datang ke rumah ini, Saito selalu memandang sebelah mata kehadiran ayahnya. Dia sampai di depan kamar Ayahnya. Kamar yang besar dan terlihat dingin itu, selalu dihindari Saito. Alfred mengatakan bahwa ayahnya sudah tidak mempunyai banyak waktu lagi. Penyakit komplikasi antar jantung, hati dan ginjalnya telah menggerogoti kesehatan ayahnya sejak 2 tahun yang lalu. Saito membuka kamar itu, dan seketika tercium bau obat-obatan dan alkohol. Priscil ternyata duduk di samping ranjang. Dia sedang menangis terisak. Entah itu nyata atau pura-pura, yang jelas Saito tak pernah sekalipun menaruh perhatian padanya. Priscil menyingkirlah, aku ingin berbicara dengannya Tak seperti biasanya, kali ini Priscil menyingkir tanpa mengucapkan apapun. Dia terus saja terisak. Saito mendekati Ayahnya, Ayah.. Saito ada disini Harold membuka matanya, dan menatap Saito, Kau disini rupanya. Uhuk.. uhuk.. Kudengar kau sedang bersama seseorang akhir-akhir ini Saito mengangguk, iya, maaf.. Ayah tahu kalau hanya ada beberapa orang yang bisa membuatku meninggalkanmu Harold tersenyum, Syukurlah jika kau sudah bisa menemukannya. Dan kuharap kau menjaganya seperti ucapan mu waktu itu Tentu saja Yah Apakah dia cantik? Mirip siapa dia? Saito tersenyum, Dia mirip ibu.. Sangat mirip.. Harold sempat terkejut, Seberapa mirip dia? Bisa dibilang, 8 banding 10 lah. Senyumnya yang selalu mengingatkanku pada ibu Yah Uhuk.. Aku jadi penasaran. Apakah kau mempunyai foto nya.. Uhuk, kesehatannya semakin menurun. Sebentar, ku panggilkan dokter Yah Tetapi Harold mencegahnya, dan menggeleng, Tidak usah. Aku ingin kau tetap disini. Uhuk.. Saito, maaf, mungkin aku akan meninggalkan beberapa beban di pundakmu. Uhuk.. Kau anakku satu-satu nya, dan aku mengeri kau tak begitu menyukai Priscil. Tetapi cobalah untuk berdamai dengannya, dia memang sedikit manja. Tapi bila kau mau mengerti sedikit tentang dirinya, dia pasti akan patuh padamu Ayah.. sudahlah. Jangan membicarakan Priscil sekarang Hahaha.. Baiklah.. Uhuk.. terakhir kali Saito, bolehkan aku melihat foto temanmu itu 113

Saito mengambil hp nya, kemarin dia sempat mengambil beberapa foto Yuuki yang tengah mengenakan gaun putih dan biru yang cantik. Di perlihatkannya beberapa foto Yuuki pada Harold. Dan ketika sampai pada foto Yuuki yang tersenyum lebar, Harold termenung. Matanya tak lepas dari foto Yuuki. Di.. Dia begitu mirip dengan Sena.. Sangat mirip.. Saito mengangguk, Iya.. Karena senyum itulah, aku akan melindunginya selalu. Demi melihat senyum itu lah, aku rela melakukan apapun Yah.. Bahkan menentang Defai kan.. Saito terdiam, dia tahu bahwa ayahnya dekat dengan Defai. Tenanglah, ayah tetap mendukungmu. Lindungilah dia dari jangkauan Defai, dan ayah peringatkan, jika kau berani menentang Defai, berhati-hati lah Saito, sambil tersenyum menyemangati, Harold memegang erat tangan Saito. Iya yah.. Akan aku jaga Yuuki Yuuki.. Sampaikan salam ayah Sai..to.., tersenyum untuk terakhir kalinya dan akhirnya pergi untuk selamanya. Ayah.. A..Yah.., tanpa pernah ada jawaban dari Harold. Dia telah pergi selamanya. Saito terdiam, hatinya terasa aneh. Seperti ada sesuatu yang hilang dan meninggalkan bekas yang masih terasa sakit. Tepat pukul 1 dini hari, Harold Duce Samuel telah meninggal. Dia hanya mempunyai seorang anak. Istrinya yang sekarang, Priscil, umurnya hanya berjarak 5 tahun dengan Saito. Alfred segera mengambil alih segalanya, sementara itu Saito menghilang ke kamarnya. Luka yang menganga di hati nya masih terasa. Pertemuan singkat itu, percakapan singkat itu, akan selalu membekas disana. Ayah.. Apakah kau bahagia disana... Saito teringat akan senyum ayahnya yang terakhir kali,

Yuuki.. Sampaikan salam ayah Sai..to..


Yuuki.. Dan tiba-tiba saja hp nya bergetar. Dert.. Dert.. Saito sedang tak ingin menerima nya. Sekarang jam telah menunjukkan pukul 4 pagi. Sudah 2 jam berlalu sejak kematian ayahnya, Alfred masih sibuk mengatur pemakaman untuk Tuan Besar nya. Walaupun begitu, keadaan rumah masih saja sepi. Berkurang satu penghuninya, takkan membuat perbedaan. Rumah itu masih saja dingin dan sepi. Dan sekali lagi, suara hp Saito memecah keheningan. Saito hanya memandang ke layar untuk mengetahui siapa yang menelepon, masih pukul 5 untuk menerima telepon. Tetapi melihat ternyata Yuuki yang menelepon, ada sebuah dorongan untuk bisa mengobrol dengannya. Cklek. 114

Halo Yuuki.., suara Saito dibuat setenang mungkin. Ia tak ingin Yuuki mengetahui perihal kematian ayahnya. Saito.. Mm.. Sepertinya hari ini aku belum bisa berangkat ke sekolah Eh.. Ada apa? Kau tak apa-apa kan??, ada sedikit nada cemas di dalam suaranya. Hoahm.. Aku masih mengantuk ternyata.. Hehe.., terdengar tawa renyah Yuuki. Yang ternyata mampu memberikan suntikan semangat. Saito pun tersenyum, Kalo begitu tidurlah kembali Yuuki Hhehem.. Iya, kalau begitu sampai jumpa Saito Iya, sampai jumpa Yuuki. Semoga mimpi indah Cklek. percakapan mereka berakhir. Tetapi gema suara Yuuki masih terngiangngiang di dalam hati Saito. Tok..Tok.. Tuan Muda, prosesi pemakaman Tuan Besar akan dimulai pukul 06.30 pagi Saito tak menanggapinya. Semalaman dia tidak tidur, ditambah kelelahan akibat perjalanannnya dengan Yuuki membuatnya hampir kelelahan fisik. Tetapi hal itu tak mempengaruhinya sama sekali. Tepat pukul 06.30, Saito keluar dari kamarnya. Pakaiannya serba hitam, dan wajah dingin itu, kembali menghiasi Saito. Tanpa ekspresi, tanpa rasa. Saito melangkah dalam diam dengan diikuti oleh Alfred dan beberapa pelayannya. Walaupun masih pagi, tetapi rumah itu sudah ramai oleh kerumunan orang. Para wartawan dari berbagai TV telah datang demi tak mau kehilangan berita sedikitpun. Saito benci dengan mereka, sama seperti kebenciannya pada Petugas TaKa. *** Prosesi pemakaman Harold Duce Samuel tersiar secara langsung di berbagai stasiun Tv lokal. Dia terkenal sebagai salah satu pengusaha yang sukses, dan merupakan orang terkaya di Kota Kouide. Sekolahan Seodotoku di liburkan selama beberapa hari demi menghoramati kematian Harold, karena dia merupakan donatur tetap dan terbesar sekolah itu. Meilisa dan Edward langsung datang begitu mendengar berita kematian Ayah Saito. Mereka langsung menemui Saito. Kami turut berduka kawan, ucap Edward. Sementara Meilisa masih saja terisak. Hiks.. Hiks.. Tak kusangka Om Harold pergi secepat ini Hm.. Terimakasih Ed, Mei.. Hiks.. Saito, dimana Yuuki.. Dia di rumah. Sedang istirahat Ed dan Mei terkejut, Di rumah? Kenapa dia? Dia baik-baik saja kan, tanya Ed. 115

Tak apa-apa. Dia hanya kelelahan karena resepsi sepupunya kemarin Tapi dia tahu perihal Ayahmu ini kan, tanya Mei ragu. Dan ternyata dugaannya benar. Saito menggeleng, Sepertinya tidak. Hampir semua perilaku dan perkataanya dingin tanpa ekspresi. Bagaiman bisa Saito.. Kalau begitu aku akan menjemputnya nanti Tidak!, teriak Saito. Yuuki masih lelah, biarkan dia istirahat. Nanti akan aku beritahu sendiri padanya Sebenarnya Ed agak kurang setuju, bagaimanapun juga Yuuki harus tahu. Hanya saja ketika melihat wajah lelah Saito, akirnya Ed mengurungkan niat untuk berdebat dengannya. Baiklah, jika itu rencanamu Mereka terdiam selama beberapa saat. Tak tahu harus membicarakan apa di saat-saat seperti ini. Lalu Alfred datang menghampiri. Maaf mengganggu Tuan Muda, kita harus segera kembali. Masih ada beberapa hal yang harus dilakukan Saito berpaling dan berlalu meninggalkan Ed serta Mei tanpa mengucapkan apapun. Permisi Tuan Ed, Nona Mei, ijin Alfred. Edward dan Mei mengangguk, dia paham sikap Saito ini. Sama persis seperti ketika kematian ibunya 2 tahun yang lalu. Mei, akan ku antar kau pulang. Lalu aku akan menjemput Yuuki Eh, tapi tadi Saito bilang.. Ah, kau tahu sendiri bagaimana sifatnya terhadap seseorang seperti Yuuki. Tetapi sebenarnya, yang paling dibutuhkan Saito saat ini adalah kehadiran Yuuki Mei mengangguk, Iya, ya sudah. Lebih baik kita segera pergi. Ayo.. *** Acara pemakaman Harold memakan waktu hampir seharian. Dan setelah itu masih banyak agenda yang menanti Saito. Salah satunya yaitu mengadakan rapat darurat dan memberika beberapa instruksi penting yang terkait perusahaan ayahnya. Harold merupakan pemegang aset terbesar di 14 perusahaan asing dan 5 perusahaan swasta. Dan pimpinan mereka selalu menerima perintah dari Harold. Dan sekarang ketika ayahnya sudah tiada, dia harus menjalankan fungsi yang selalu dilakukan Harold. Tuan Muda, makan siang sudah siap Saito menggeleng, Tidak, aku akan bertemu mereka lebih dulu. Semakin cepat selesai, semakin baik Tapi Tuan.. Dimana mereka, acuh Saito. Dan akhirnya Alfred tak bisa memaksa lagi. Dia paham betul sifat keras kepala Tuan Muda nya ini. Sehingga Alfred hanya diam, dan menunjukkan ruangannya. 116

*** Hari sudah beranjak sore, dan awan jingga mulai menghiasi langit yang cerah. Angin dingin mulai berhembus, membuat siapapun enggan untuk keluar rumah sore itu. Yuuki terdiam di dalam rumahnya. Ternyata staminanya pulih dengan cepat, mungkin akibat peningkatan chi nya ketika berlatih dengan Elena. Sekarang kekuatan Yuuki sudah meningkat dengan pesat. Ketika Yuuki tengah mengingat-ingat kembali latihannya dengan Elena kemarin, Edward datang. Dan tanpa basa-basi, dia langsung mengatakan perihal kematian Ayah Saito. Bagai tersambar petir, Yuuki kaget setengah mati. Dia menganggap Edward sedang memainkan sebuah lelucon. Tetapi rona muka Edward tak berubah sama sekali. Dia menjelaskan bahwa Saito tak ingin memberitahunya terlebih dahulu, dikarenakan Yuuki sedang lelah. Dan Yuuki kembali teringat percakapannya dengan Saito tadi pagi. Yuuki hanya bisa menangis dalam diam. Ternyata permasalahan yang dihadapi akhir-akhir ini, yang membuat Saito tak bisa fokus di sana, dan yang membuat Saito begitu hilang konsentrasi, ternyata tentang kesehatan Ayahnya. Dan sekarang Ayahnya telah tiada, dan Yuuki samasekali tidak tahu! Yuuki sama sekali tidak tahu, atau dia menolak untuk tahu! Yuuki sangat menyesal, dia masih saja terisak. Sementara Edward terdiam tak tahu harus berbuat apa. Dan akhirnya Yuuki segera mengambil keputusan. Antarkan aku ketempat Saito Ed.., pinta Yuuki. Dengan senang hati, jawab Ed sambil tersenyum lembut. Inilah yang sedari tadi dibutuhkan oleh Saito, kehadiran Yuuki. *** Keadaan sudah gelap, ketika Yuuki sampai di rumah Saito. Dia memang belum pernah ke rumah itu, dan inilah yang membuatnya takjub. Betapa besar dan luasnya rumah Saito. Edward menjelaskan bahwa Saito tinggal di rumah induk bersama Ayahnya dan Ibu tirinya. Ibu Saito meninggal 5 tahun yang lalu, dan setahun kemudian Ayah Saito menikah lagi. Dengan seorang wanita yang hanya berjarak 4 tahun dari Saito. Saito tak mempunya saudara, hal itu sudah diketahui Yuuki. Hanya saja, kadangkala Yuuki tak habis pikir. Rumah sebesar ini, hanya dihuni oleh 3 orang, apakah tidak terlalu sepi? Sepi sekali, malah terkesan angker.., ucap Yuuki lirih. Edward menghentikan mobilnya di sebuah teras gedung yang terlihat paling besar dan paling megah. Yuuki, aku hanya akan mengantarmu menemui Saito. Lalu aku akan pulang. Tak apa kan?

117

Yuuki menggeleng, Tak apa. Tenanglah, sudah diantar, justru aku lah yang harusnya terimakasih Lagi-lagi Edward tersenyum. Entah sudah beberapa kali, dirinya, dan Mei dibuat begitu tersanjung akibat pujian dan ucapan terimakasih Yuuki. akibat kepolosannya dan juga ramah tamahnya, banyak yang menyukai Yuuki. Edward menanyakan dimana Saito pada Alfred. Dan terkejut karena ternyata dia sedang rapat. Edward tak habis oikir, pemakaman baru saja selesai dan belum ada sehari, tetapi para Direksi sudah mengadakan rapat. Ah!!, sedikit marah dan kesal pada Alfred. Yuuki, Saito sedang rapat, mungkin nanti malam dia baru keluar. Err... Bagaimana? Kau mau pulang dulu.. Aku akan menggu disini Ed, kalo boleh. Mungkin saja Saito keluar sebentar, dan aku bisa menemuinya.., harap Yuuki. Tepat seperti dugaan Edward, dan akhirnya dia mengangguk senang. Baiklah, Alfred, aku titip Yuuki ya. Jika Saito sudah selesai dengan rapatnya, tolong beri tahu Yuuki.. Alfred mengangguk dan mengantar Yuuki menuju ruang tunggu. Sebentar Alfred menilai Yuuki. menilai gadis yang disukai oleh Saito, yang rela mengoobankan menemui ayahnya hanya demi menemani gadis ini. Yang telah membuat Tuannya agak berbeda akhir-akhir ini. Seperti apakah gadis ini. Sejenak tadi, ketika pertama melihatnya, ada sesuatu yang membuatnya tertarik. Senyum Yuuki tadi mirip dengan mendiang Almarhum Nyonya Besar Sena, ibu kandung Saito. Apakh ini yanng membuat Tuan Muda tertarik padanya? Ucap Alfred dalam hati. *** Menunggu memang bukan pekerjaan yang menyenangkan. Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam, dan Yuuki semakin gelisah menantinya. Seorang pelayan mendekati Yuuki dan menawarkan makan malam padanya. Bukannya menerima tawaran tersebut, Yuuki malah menanyakan perihal orang-orang yang sedang rapat, apakah mereka sudah makan. Err,, ada ruang di sebelah dalam, dan mereka makan disana Nona Lalu apakah Saito sudah makan juga? Para pelayan itu sedikit berpikir, dan menjawab bahwa sepertinya Saito belum makan malam. yang langsung disambut semburan kesal oleh Yuuki. hingga akhirnya para pelayan tersebut mundur secara perlahan, tak sanggup menanggung omelan Yuuki. Dan akhirnya Alfred mendekatinya. Dia mengawasi kelakuan Yuuki sedari tadi dan sepertinya dia begitu perhatian dengan Saito. Nona, bisa mengobrol sebentar.. Eh, Tuan Alfred. Emm,, sebentar, kau pelayannya Saito kan. Kenapa kau tak menyuruh Saito berhenti rapat dan menyuruhnya makan. 118

Alfred hanya menggeleng, dia lalu menceritakan bahwa, jangankan makan malam, makan pagi dan siangpun, Saito belum. Terlebih lagi, kemarin Saito belum tidur sedikitpun sehabis pulang dengan Yuuki, sehingga dia sedikit mencemaskan kesehatan Saito. Yuuki terkejut, hampir saja dia berteriak, karena ternyata sperah ini kelakuan Saito. Belum makan seharian, dan sekarang demi rapat apa itu, dia belum keluar barang sedetik pun. Udara semakin dingin dan hawa di rumah itu semakin senyap. Alfred akhirnya mempercayai sepenuhnya Yuuki. dan hingga akhirnya dia menceritakan perihal sedikit kehidupan Saito, dan belum menyinggung masalah Priscil. Hingga percakapan mereka terhenti tepat pada pukul 11 malam, diiringi bunyi lonceng jam, dan tepat saat itu juga, pintu ruang rapat terbuka kasar. Brak! Yuuki terkejut, ditambah lagi percakapan yang keluar dari mulut orang-orang yang rapat mengisyaratkan penuh kekecewaan dan kekesalan. Apa-apaan anak itu! Mengganti peraturan seenaknya sendiri!! Dasar masih muda!! Mereka melewati Alfred dan juga Yuuki tanpa menyadari kehadiran mereka. Begitu kerumunan orang itu surut, Alfred segera bergegas masuk keruangan melihat keadaan Saito. Yuuki mengikutinya dalam diam, sedikit takut melihat keadaan di dalam. Tuan Muda, ucap Alfred cemas. Walaupun lirih, tetapi gema suaranya terdengar jelas oleh Yuuki. Alfred, siapkan berkas-berkas ini untuk besok. Kita akan meeting lagi besok pukul 10, terdengar suara Saito yang masih lantang, walau sudah malam. Dan aku ingin memeriksa beberapa file penting. Tolong siapkan sopir Tuan Muda, lebih baik anda beristirahat dahulu, masih ada waktu esok hari Tidak, aku harus menyelesaikannya secepat mungkin, tegas Saito. .. baik Tuan, dengan pasrah Alfred menjawabnya dan kembali membereskan meja. Yuuki mendengar percakapan itu, dan hatinya semakin gelisah memikirkan kondisi Saito. Ada perasaan takut untuk menyapanya setelah semua kejadian Ayahnya, tetapi akhirnya demi Saito, diberanikannya Yuuki untuk memanggil Saito. Mm.. Kau sibuk sekali ya Saito, suara Yuuki memecah keheningan dan menggema di ruangan tersebut. Butuh waktu beberapa detik untuk menyadarkan Saito bahwa itu suara Yuuki. Hingga akhirnya, Saito mendongak dan melihat lurus ke arah Yuuki. Wajahnya mensiratkan kebingungan. Antara percaya dan tidak percaya, dia berjalan pelan ke arah 119

Yuuki. Hingga akhirnya setengah berlari dan terhenti tepat di depan Yuuki. Tangan kanannya terulur menyentuh wajah Yuuki demi meyakinkan keberadaannya. Yuuki... Kau.. Yuuki hanya tersenyum lembut, disentuhnya pula wajah Saito dengan kedua tangannya. Kau.. ada..di sini.. Maaf terlambat, aku benar-benar tidak tahu Saito. Aku turut sedih mendengarnya.. Belum selesai Yuuki berbicara, Saito langsung merengkuhnya kedalam pelukan. Semakin erat dan tak ingin melepasnya. Seakan-akan inilah yang ditunggu-tunggu nya. Hanya kehadiran Yuuki, hanya senyum Yuuki seorang yang dinantinya. Alfred menyingkir memberi mereka privasi. Dan segera mengatur jadwal majikan mudanya itu untuk esok hari. Yang kemungkinan akan semakin sibuk. Sementara itu, walaupun Yuuki membujuk sekeras apa, Saito tetap tak mau makan. Memang untuk saat ini, nafsu makan Saito hilang sama sekali. Dia hanya ingin menenangkan pikirannya dan tetap bersama Yuuki. Hingga akhirnya Yuuki menemani Saito dan tertidur di sofa ruang perpustakaan keluarga. Dengan diiringi derik suara perapian. Mereka berdua terlelap melepas penat. *** Gambaran itu tak begitu jelas, hanya tanah lapang gersang yang terhampar luas dan kabut tipis yang perlahan turun. Saito berjalan tak tentu arah, jalannya sempoyongan dan terus saja lurus ke depan. Kemudian ketika semuanya terasa sia-sia, terdengar suara ayahnya yang parau.. Saito.. Saito.. Kesini, kau harus ikut dengan Ayah. Kau masih banyak memiliki tanggung jawab... nyawa 300.000 karyawan ayah, sekarang ada di tanganmu Nak.. Saito mengerti dan paham akan tugas dan tanggung jawab itu, dan akhirnya ikut pergi menuju ke arah ayahnya. Tetapi tiba-tiba saja terdengar sebuah suara lain yang memanggil-manggil namanya. Saito.. Saito.. Kau janji akan menemaniku kan..akan selalu ada disampingku.., pinta suara Yuuki lirih. Suaranya sungguh sangat sedih dan hampir putus asa. Sesaat langkah Saito terhenti, kebimbangan itu mulai muncul. Di satu sisi ia ingin tetap bersama Yuuki, tetapi di sisi lain ia juga ingin berbakti kepada Ayahnya. Suara mereka terus memanggil-manggil, hingga akhirnya Saito berteriak frustasi dan bangun dari mimpi buruknya. Kemejanya basah oleh keringat, tetapi langsung tersapu oleh dinginnya pagi. Jam telah menunjukkan pukul 3 pagi hari. Terlihat api perapian telah padam. Saito segera tersadar oleh kehadiran Yuuki. Semalaman dia tertidur di pangkuannya. 120

Dipandanginya wajah itu. Seseorang yang telah begitu dekat dengannya akhirakhir ini. Seseorang yang selalu menyemangatinya, seseorang yang telah diperjuangkannya. Dan tanpa kehadirannya, dunia ini benar-benar tidak ada artinya. Kosong, hampa. Akhirnya jalan. Dan pagi itu, entah kenapa udara bertiup lembut membuai Yuuki untuk terlelap lebih dalam, diiringi nyanyian jam yang menunjukkan pukul 4 pagi. *** Suasana hati Saito memang sedang tidak bagus akhir-akhir ini. Tetapi dengan kehadiran Yuuki di rumah itu, sepertinya telah mencerahkan hatinya. Saito terus memandangi wajah Yuuki. Hingga akhirnya, Yuuki terbangun dari tidurnya dan sedikit terkejut ketika mendapati dirinya tengah di gendong oleh Saito. Sa..Saito! Apa ..Apa yang kau lakukan? Turunkan aku. Saito tetap bergeming, dia terus saja berjalan tanpa menghiraukan permintaan Yuuki. Diamlah Yuuki, akan ku antar kau ke kamar supaya kau bisa tidur nyaman.. Iya, tapi turunkan aku Saito. Aku bisa jalan sendiri Saito berhenti, dan memandangi Yuuki. Wajahnya diam tanpa ekspresi. Yuuki terbangun... Yuuki mengangguk ragu, dia mengerti maksud Saito pasti baik. Hanya saja, tadi dia sedikit terkejut karena terbangun dan berada di gendongan Saito. Aku telah menyiapkan sebuah kamar untukmu. Tidurlah lagi, kau pasti masih mengantuk kan.., ucap Saito lembut. Walaupun nada bicaranya dibuat seringan mungkin, tetapi masih ada seberkas kelelahan yang menghiasi wajahnya. Yuuki terdiam, entah apa yang harus di perbuatnya. Hingga akhirnya di menyetujuinya. Ayo, kamarnya ada di sana.., dan Saito menuntun Yuuki. Yuuki berjalan pelan disampingnya. Ada perasaan yang kurang nyaman ketika berada di rumah itu. Masuklah, nanti akan aku siapkan pakaian untukmu ganti.. Eer... Saito.. Hmm.. Apa.. Yuuki berpikir sejenak, lalu memberanikan diri untuk memintanya pada Saito. Saito, jika kau merasa kerepotan mengurusku, lebih baik kau antar pulang aku saja.., pinta Yuuki. 121 sedikit kikuk dengan pandangan Saito. Hingga akhirnya Saito menurunkannya. Maaf, aku hanya ingin kau terus tertidur, dan tak ingin kau Saito memutuskan untuk memindahkan Yuuki ke kamar. Dia memerintahkan Alfred untuk menyiapkan kamar ibunya, ketika berpapasan dengannya di

Saito langsung terhenti, dan tak tahu harus berkata apa, Apa maksudmu?.. Kenapa? Ah.. tidak, hanya saja aku takut merepotkanmu Saito.. Sepertinya kau terlalu merepotkan diri mengurusku.. Mereka semua terdiam, lalu Alfred memberanikan diri untuk berbicara. Nona.., tetapi Saito langsung mendekati Yuuki. Apakah.. Apakah kau merasa tidak nyaman di sini Yuuki.. Yuuki menggeleng, Tidak, disini nyaman kok.. Lalu kenapa? Apakah karena aku... Yuuki terdiam, lalu memandang Saito, Aku takut merepotkanmu Saito.. Mendengar alasan Yuuki yang tak masuk akal, sebenarnya Saito ingin membantahnya. Tetapi mungkin saja, ini hanya alasan bagi Yuuki, supaya dirinya bisa pulang.. Dan akhirnya, ketika Saito akan meluluskannya pulang, tiba-tiba saja terdengar suara seorang wanita yang menangis nelangsa menuju ke arah mereka, memanggil-manggil Saito. Saito... huhuhu.. Saito.. Baik Saito maupun Alfred, langsung bersikap waspada. Saito menempatkan dirinya sedemikian rupa sehingga Priscil tak bisa melihat Yuuki, dan Alfred juga mundur memberi ruang pada Priscil dan juga sedikit menutupi Yuuki. Sementara itu, Yuuki yang sedikit terkejut dengan panggilan Priscil, dan perilaku Saito, mencoba untuk mengintip siapa gerangan wanita tersebut. Dia berusia sekitar 25an tahun, dan wajahnya lumayan cantik. Dia mengenakan gaun tidur yang berwarna hijau biru toska. Rambutnya terurai panjang, dan bergelombang, cantik dan juga anggun. Dia berjalan mendekati Saito. Alfred membungkuk memberi hormat. Selamat pagi Nyonya Muda. Bagaimana tidur anda hari ini Tetapi Priscil tidak menjawab Alfred. Tatapannya tajam mengarah kepada sosok yang tengah disembunyikan Saito. Siapa dia! Tak ada seorangpun yang menjawab. Dan Yuuki sedikit terkejut dengan teriakan Priscil. Siapa wanita itu!! Jawab Aku!!, teriak Priscil murka. Dan hal itu semakin membuat Yuuki ketakutan, dia merasakan genggaman Saito semakin erat. Saito.., ucapnya lirih takut-takut. Bukan urusanmu Priscil, jawab Saito tajam. Aku tidak suka ada wanita lain di rumah ini! Kau tahu itu bukan!! Dan tiba-tiba saja dari arah Priscil keluar sebuah gelombang angin yang berisi dedaunan menuju ke arah Saito. 122

Yuuki semakin bergidik melihatnya, tetapi Saito tetap tenang dan melindungi Yuuki. Nyonya Muda, hentikan! Anda bisa melukai seseorang!, teriak Alfred menenangkan Prscil. Minggir Alfred!, teriak Priscil. Aku tidak suka ada wanita lain di rumah ini!! Dan sepertinya tak ada seorangpun yang bisa menghentikan jurus itu. Gelombang itu masih mengarah lurus kepada Saito, hanya saja, ketika tepat akan menyentuh Saito, tiba-tiba saja gelombang tersebut membelah dan mengganti arah serangnya pada Yuuki. Tapi Saito lebih sigap. Dia segera berbalik dan mendekap erat Yuuki. Lalu dengan sekali tembak, dia hancurkan gelombang angin tersebut. Priscil!!, raung Saito marah, dan segera mengambil ancang-ancang untuk menyerang balik. Tetapi ternyata Alfred lebih sigap. Dia segera membendung keduanya dengan sebuah kekai yang cukup kuat. Cukup Tuan Muda, Nyonya Muda. Ini masih pagi, dan kalian berdua masih cukup lelah.. Baik Priscil maupun Saito, tak ada yang bergeming. Keduanya masih terlihat waspada. Priscil benar-benar marah karena kehadiran Yuuki, dan Saito takkan pernah menyerah. Mulai sekarang dia takkan bisa di atur oleh Priscil lagi, apalagi mengenai Yuuki. Sementara Yuuki masih saja meringkuk di dekapan Saito, dia tak habis pikir, ternyata Ibu tiri Saito benar-benar menakutkan, dan Alfred juga bisa membuat sebuah kekai. Akhirnya Alfred angkat bicara, dai mengatakan bahwa keberadaan Yuuki disini atas permintaan Tuan Muda, untuk menemaninya disini. Tetapi Priscil tetap tidak terima, bukankah ada dia juga. Anda juga sedang bersedih Nyonya Muda.. Saya mohon, kembalilah ke kamar Anda. Dan istirahatlah.. Seakan-akan diingatkan kembali. Priscil kembali terisak, dia berangsur-angsur tenang dan akhirnya beberapa pelayan membawanya kembali kekamar. Selepas kepergian Priscil, Saito tiba-tiba saja terhuyung. Wajahnya sangat pucat dan keringat dingin mengalir membasahi wajahnya. Saito! Tuan Muda!, dan segera memapah Saito. Bawa nona muda ini ke kamar Nyonya Besar, perintah Alfred. Bisakah aku bersama Saito Tuan.., pinta Yuuki. Dia tak tega melihat keadaan Saito yang begitu pucat.. Nona.. Istirahatlah Yuuki.. Aku tak apa-apa Tapi Saito..

123

Saito hanya menggeleng dan tersenyum lemah. Lalu Alfred memapahnya menuju kamar Saito. *** Yuuki termenung sendirian di dalam kamar. Dia masih saja memikirkan keadaan Saito. Saito belum makan apapun sejak kemarin, tidur juga baru sebentar, pantas saja tenaganya terkuras habis hanya dengan 1 jurus saja. Pikiran Yuuki terus saja menerawang jauh, rasa kantuknya sudah hilang sama sekali. Sesekali dia mengamati kamar yang tengah ditempatinya itu. Alfred bilang, kamar Nyonya Besar? Jadi ini kamar ibu Saito. Benar-benar sangat indah. Dari atas balkon kamar, Yuuki langsung bisa melihat pemandangan halaman rumah Saito yan begitu luas. Walaupun masih temaram, tetapi pagar yang mengelilingi rumah tersebut terlihat cukup jelas. Dan jaraknya pun cukup jauh. Betapa luas halaman rumah Saito. Yuuki terus saja memikirkan kejadian yang telah dia alami akhir-akhir ini. Pertemuannya dengan Saito, lalu muncul Defai, dan sekarang ternyata Alfred dan Priscil juga mempunyai kekuatan itu. Arghh!! Apa ini.., Yuuki menghela bafas panjang. Sebenarnya dari dulu dia berusaha menghindari bersinggungan dengan orang-orang aneh ini. Yang mempunyai kekuatan seperti dirinya, yang bisa kehilangan kendali dan dapat melukai orang disekitar mereka. Tapi sejak pertemuannya dengan Elena 1 tahun yang lalu, perlahan Yuuki mulai menerima kenyataan tersebut, bahwa dia istimewa dan masih banyak orang-orang seperti dirinya yang jauh lebih kuat di luar sana, dan jauh lebih berbahaya. Hanya saja ketika Yuuki berusaha untuk menerima hal tersebut, dia juga selalu teringat akan kematian kedua orangtuanya. Yang entah kenapa selalu membuat dirinya merasa bersalah. Sekarang dia sudah memiliki Saito. Seseorang yang dapat menjadi sandaran hati nya, menemaninya, dan juga melindunginya. Semoga saja ini untuk selamanya, harap Yuuki. *** Saito tertidur, kejadian tadi dengan priscil ternyata telah menguras sisa tenaganya. Tidur adalah obat terampuh baginya disamping asupan makanan. Dert..dert.. Alaram hpnya berbunyi, menunjukkan pukul 06.00 pagi. Saito segera bangun, tersadar dan langsung membersihkan diri, waktu yang hanya 1 jam ini kurang bagi Saito, tetapi masih banyak yang harus dikerjakannya. Saito berjalan pelan menuju kamar Ibunya, yang sekarang ditempati oleh Yuuki istirahat. Di tengah jalan dia bertemu dengan Alfred. 124

Apakah berkas-berkas yang aku butuhkan sudah kau siapkan Sudah Tuan Muda Baiklah, siapkan mobil, aku akan ke kantor nanti jam 07.00 Alfred mengangguk mengerti dan segera berlalu. Dilihatnya pintu kamar Yuuki setengah terbuka dan terlihat ada beberapa pelayan yang terdiam agak terlihat ketakutan. Menyingkir!!, bentak Saito membuat mereka semakin tersentak. Seketika itu juga para pelayan segera memohon ijin untuk segera menyingkir. Ternyata Yuuki sedikit membuat ulah. Dia memang tak suka dengan segala protokol yang merepotkan dan juga terkesan tak logis, sehingga pelayan sedikit kebingungan dibuatnya. Dan ternyata Yuuki sedang memaksa untuk bertemu dengan Saito, tetapi para pelayan tak ada yang mengijinkannya keluar kamar, sehingga dia sedikit mengamuk. Aku kan hanya ingin disampingnya! Dia telah kehilangan Ayah dan Ibu kandungnya, saudara pun tak punya, belum makan dan tidurpun hanya sedikit! Kalian benar-benar kejam ya!!, bentak Yuuki pada pelayan-pelayan tersebut. Tetapi tetap saja mereka tak berkutik. Hingga akhirnya Saito datang dan menyuruh mereka semua keluar. Saito.. Saito melangkah dalam diam, tetapi pandangan matanya tertuju lurus pada Yuuki. tatapannya menunjukkan kelelahan yang berusaha di sembunyikannya, dan juga tatapan lembut pada Yuuki, rindu dan juga sayang. Dipeluknya Yuuki erat, entah apa yang terjadi seandainya dia tak memiliki Yuuki saat ini. Saat ini hanya Yuuki yang di inginkannya, hanya Yuuki yang ingin dipeluknya. Terimakasih.., ucapnya lirih. Yuuki terdiam dipelukan Saito, pasti beban yang dipikulnya sangat berat. Sekarang dia merupakan kepala keluarga, dan tanggung jawabnya pasti berat. Saito.. Saito tersadar dan segera melepaskan pelukannya, Kau sudah sarapan?, tanyanya sambil berusaha untuk tersenyum. Yuuki juga ikut tersenyum melihat Saito, Belum, ayo makan.. He eh.. Sekarang Saito tak ingin memikirkan kejadian yang telah lalu, dia hanya berpikir, semua ini pasti ada maknanya. Keberadaan Yuuki, sepeninggalan Ayah, dan mengapa dia harus melakukan semua ini sekarang. Defai belum menunjukkan gejalagejala akan melakukan balas dendam. *** Yuuki, mungkin untuk beberapa hari kedepan sepertinya kita akan jarang bertemu di sekolahan, ucap Saito tiba-tiba. Hampir saja Yuuki tersedak puding yang sedang dimakannya, dan melihat kearah Saito yang mengatakannya tanpa ekspresi. Mm.. Baiklah, mungkin ini memang yang terbaik. Sepertinya masih banyak urusan keluarga yang belum terselesaikan. Tapi jaga pola makan dan istirahatmu ya.. 125

Saito yang sedari tadi telah menyelesaikan sarapannya, hanya memadangi Yuuki. dan tersenyum lemah sebagai jawabannya. Kuusahakan.. Heiii... makanan itu penting sekali, pokoknya nanti aku akan meminta Tuan Alfred untuk menjaga pola makanmu!, seru Yuuki sedikit cemberut. Akan a..ku..u..sa..ha..kan.., jawab Saito nakal. Selera humornya sedikit membaik karena Yuuki. Dan Alfred semakin yakin akan hubungan Saito dan Yuuki, dan akan berusaha supaya Tuan Muda nya tersebut dapat terus bahagia. Tiba-tiba saja Priscil memasuki ruang makan sambil terus memanggil Saito, hingga akhirnya terhenti dan memandang marah ke arah Yuuki. Kau!! Belum pergi juga!! Yuuki terkejut dan sedikit takut mendengar teriakan Priscil, tetapi Saito merangkul pundaknya dan tersenyum kepadanya. Bukankah sudah kukatakan ini bukan urusanmu Priscil, jawab Saito tenang. Dia sedang tidak ingin meladeninya sekarang. Nyonya Muda, silahkan sarapan terlebih dahulu, bujuk Alfred. Tetapi Priscil tak menghiraukannya, dia mengayunkan tangan kanannya dan mengarahkan serangannya pada Yuuki. Nyonya Muda!!, seru Alfred dan segera mendekati Yuuki berniat membuat kekai. Tetapi ternyat Saito telah membuatnya terlebih dahulu, sangat kuat untuk mampu mementalkan serangan Priscil. Kekai Saito berbeda dengan milik Alfred, jika manusia biasa, maka selain tidak bisa menyentuh Saito dan Yuuki mereka juga akan merasakan gelombang panas. Dan itu dirasakan benar oleh Priscil maupun Alfred, sehingga mereka berangsur mundur. Priscil terlihat sangat marah. Bukankah sudah kubilang, ini bukan urusanmu Priscil. Yuuki akan ada di sini, sesuai keinginannya, ucap Saito acuh. Saito.. Sudah.., kata Yuuki menenangkan. Dan akhirnya pertengkaran pagi itu berakhir dengan hancurnya ruang makan untuk kesekian kalinya. Saito menjadi marah, karena Priscil terus saja mengganggu Yuuki. Dan Saito menjadi tidak sabaran menghadapinya. Jika kau bukan istri Ayah, Kau PASTI SUDAH KubuNUH!!, ancam Saito. Kedua matanya semerah darah, dan seringaian mengerikan itu muncul. Tak ada yang berani mendekatinya untuk menenangkannya, hanya Yuuki yang berani. Ditenangkannya Saito dan berusaha mengembalikannya kekeadaan semula. Lalu mengajaknya menyingkir dari Ruang Makan. Saito.. tenanglah, .., ucap Yuuki cemas. Hingga akhirnya priscil menyerah dan pergi meninggaalkan mereka. Saito kembali tenang, dan merasa sedikit bersalah pada Yuuki, Maaf.. pagi-pagi kau harus berurusan dengan Priscil..

126

Yuuki memakluminya, mungkin bagi Priscil, dirinya adalah orang luar yang berusaha memasuki kehidupan Saito dan dia merasa terancam karenanya. Lain kali dia harus lebih waspada pada Priscil, dan mengurusnya sendiri. Mm..mungkin aku harus menggunakan kekuatanku padanya, ujar Yuuki dalam hati. Baiklaaaahhhh... Semangat!! J Yuuki.. Mm.. Apa kegiatanmu hari ini?, tanya Saito tiba-tiba, dia sedang memakai setelan jasnya, sepertinya bersiap berangkat ke kantor. Yuuki berpikir sejenak, Mm.. aku akan ke sekolah sebentar. Tadi pagi Vice Chief meneleponku, katanya CEO mau membicarakan sesuatu denganku Gerakan Saito tiba-tiba terhenti, dan memandang Yuuki.. CEO.. Apakah.. Janganjangan.., ucap Saito dalam hati cemas. Baiklah kalau begitu.. Yuuki, nanti Alfred akan mengantarmu ya.. Yuuki sedikit bingung, tapi di iyakan juga olehnya. Baiklah.. kau hari ini sibuk ya Saito.., tanyanya tiba-tiba. Saito terdiam, memandang Yuuki sedih, Maaf.. Ini hari kedua kematian Ayah, masih banyak yang harus ku lakukan. Ahh!! Maaf Yuuki.. Maaf.., sambil memegang pundak Yuuki dan tertunduk sedih. Yuuki terkejut, Saito! Kenapa kau harus minta maaf?? Aku tak apa-apa, sungguh.. Asalkan kau nyaman dan tak terganggu denganku, aku pasti akan ada di sisimu. Sungguh, aku tak apa-apa.. Saito.., dipeluknya Saito erat.. Katakan padaku jika kau membutuhkanku.. Okei.. Yuuki.. Apa salahmu, sehingga bertemu orang sepertiku.. , ujar Saito dalam hati merasa bersalah. Baiklah Yuuki, selesai urusan kantor, aku akan menemuimu, ucap Saito. Yuuki mengangguk dan memberikan senyum terbaiknya. Semangat Saito Saito tersenyum dan segera berlalu meninggalkan Yuuki. di belakang mereka berdua, jam kuno itu berbunyi menunjukkan pukul 7 pagi. *** Awan mendung tengah bergantung dengan megahnya di atas langit sekolah, angin dingin berhembus kencang melambai rambut Yuuki. Ia sedang termenung sendirian, memandang kosong lapangan sepak bola. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Pertemuannya dengan CEO yang didampingi Alfred sepertinya sangat serius. Entah apa yang mereka berdua bicarakan, sepertinya hal itu menyangkut masalah sekolah Yuuki. Apakah aku akan di keluarkan?, tanya Yuuki dalam hati. Huft.. pasti masalah membolos kemarin.. 127

Angin semakin kencang dan sepertinya akan hujan. Yuuki tak bergeming sedikitpun, hingga akhirnya seseorang memakaikannya jas tiba-tiba. Dingin loh, sepertinya akan hujan Yuuki sedikit terkejut, apalagi ketika tiba-tiba Saito berlutut di depannya dan memegang tangannya erat. Ada apa? Apa kau sedang sedih?, tanyanya muram. Eh Saito.. Ti..Tidak kok.. Kau mengagetkanku saja.. Benarkah??, dengan nada sedikit bercanda, Lalu kenapa langit mendung sekali ya.. padahal baru jam 12.., dahinya berkerut menandakan tengah berpikir keras. Yuuki terkejut, Langit mendung..kenapa Saito menyangkutkannya padaku.. Jangan-jangan.., ujar Yuuki dalam hati. Saito tersenyum nakal, Ada apa sih?, beranjak dan duduk di samping Yuuki. Ah tidak ada apa-apa kok.. Seharusnya aku yang tanya malah, ko jam segini sudah keluar kantor. Urusanmu sudah selesai Saito? Saito menghela nafas panjang, dan melonggarkan dasinya. Hahhh.. Suasana di kantor tambah panas sepertinya, mereka masih sulit menerimaku masuk. Jam 2 ku kembali ke kantor, sekarang aku ingin mendinginkan kepala dulu. Saito terlihat sangat lelah dan banyak pikiran, hal itu membuat Yuuki semakin tak ingin berpisah darinya. Disentuhnya wajah itu, matanya tengah terpejam sepertinya pikirannya selalu penuh oleh masalah perusahaan. Eh..ada apa Yuuki, Saito terbangun. Tidak..tidak ada apa-apa kok, sambil tersenyum. Saito menyadarinya, Tenanglah Yuuki, aku bisa mengatasi semua itu. Asalkan kau ada disampingku, di dekatku, aku pasti akan bisa melewati rintangan apapun. Walau badai menghadang.. Hehehe..kaya dmasiv dong.., canda Saito. Yuuki tersenyum, dan mulai memasang muka yang segar untuk bisa memulihkan suasana hati Saito juga. Dmasiv itu bukan Fire Fighter taukk.. Eh? Emang bukan ya?? Ato jangan-jangan sebenarnya dia seorang Weater?? Saitoooooo...., tangan Yuuki ikut meluncur sambil mencubit pinggang Saito. Mereka berduapun tertawa tergelak, melupakan permasalahan yang tengah terjadi dan menghiraukan awan mendung yang terus menghitam. Kita makan siang Yuuki. Sepertinya benar-benar akan hujan, ajak Saito. Yuuki mengangguk, dan mereka berdua meninggalkan sekolah menuju restoran terdekat, tepat sebelum hujan besar mengguyur kota itu. ***

128

Beberapa hari setelah kematian Ayah Saito, kesibukan Saito bertambah padat. Tanggung jawabnya bertambah dan hal itu menyebabkan Saito harus mengikuti pelajaran tambahan untuk dapat terus mengikuti sekolahnya. Sehingga waktu untuk bersama dengan Yuuki semakin jarang. Selain itu pola makan Saito juga semakin tidak beraturan, dia hanya makan ketika memang lapar dan juga ketika sempat. Yuuki mengetahuinya dari Alfred, dan tersirat juga pada percakapannya dengan Saito kemarin. Entah bercanda atau serius, tetapi Saito mengatakan bahwa sepertinya dia akan lebih baik jika Yuuki menemaninya disini. Dan hal itu membuat perasaan Yuuki tidak tenang. Iya, seandainya aku ada disana, Saito pasti akan makan dengan teratur, ucap Yuuki. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membuatkan Saito bekal makanan dan mengatarnya ke kantor Saito. Tetapi belum sempat Yuuki beranjak, seseorang mengetuk pintu depan rumahnya. Rupanya Alfred. Yuuki sedikit bingung, ada apa gerangan. Maaf Nona, mengganggu sore-sore seperti ini Cuaca di luar sepertinya sedang tidak bersahabat. Angin sore berhembus kencang, menyebabkan suara gemerisik dedaunan yang terganggu oleh angin. Masuklah Alfred, kau sendirian? Tetapi Alfred menggeleng, Maaf, saya hanya sebentar kemari, sambil menengok kebelakang seperti menunggu kehadiran seseorang. Nona, maukah anda tinggal di kediaman Tuan Muda, pinta Alfred. Yuuki terkejut, apa maksud permintaan Alfred ini?. Apa maksudmu? Tuan Muda jarang pulang akhir-akhir ini, dia selalu menghabiskan waktunya di kantor dan lembur demi mengejar deadline perusahaan. Saya takut, jika seperti ini terus kesehatannya akan semakin menurun. Pola makannya sudah tidak teratur lagi Seperti apa yang dicemaskan Yuuki, ternyata benar bahwa Saito kurang begitu teratur. Tapi dengan menyuruhnya untuk tinggal, sepertinya terlalu gegabah. Tinggal di rumah Saito.. tapi..Tapi aku takut akan banyak fitnah nantinya. Gunjingan tetangga pasti tak kan terhindarkan.. Tenang saja nona, nanti tempat tinggal kalian akan terpisah. Nona bisa memilih sendiri kediaman mana yang ingin Nona tempati. Hanya saja, tinggallah di dekat Tuan Muda.., pinta Alfred serius. Tetapi belum sempat Yuuki menjawab, sebuah serangan muncul tanpa aba-aba. Gelombang aneh menyerang mereka berdua, yang asalnya dari rerimbunan pohon. Hanya saja, Alfred selalu siap sedia, sehingga mereka tak terluka sedikit pun. Siapa itu!!, Yuuki berteriak lantang. Lalu terlihat sebiah serpihan daun yang jatuh. Jangan-jangan.. 129

Nyonya Muda, Hentikan., seru Alfred. Hah! Tepat dugaan Yuuki, dasar pengecut. Merasa telah diketahui, Priscil keluar dari tempat persembunyiannya, dia tertawa sinis sambil memandang Yuuki tajam. Hei kau! Dasar perempuan tak tahu diri!! Berani-beraninya kau mau merebut Saito dariku! Yuuki hanya diam saja menanggapi ocehan Priscil, dan hal itu semakin membuat marah Priscil. Dia terus saja melancarkan serangan bertubi-tubi, hingga sepertinya Alfred sudah tidak kuat menahan kekainya lagi. Alfred, buka kekaimu, akan aku urus dia Eh, apa maksud nona Tetapi sebelum Yuuki sempat bertindak, sebuah serangan membuat Priscil bungkam. Semua orang segera melihat ke arah datangnya serangan, dan terlihat Saito yang berdiri marah. Tangan kanannya masih terbuka dan seringaian marahnya menghiasi wajahnya. Priscil!! Jujur saja, sebenarnya Priscil belum pernah melihat keadaan Saito ketika dia marah, sehingga kali ini dia terkejut dan mundur perlahan karena ketakutan. Tetapi Saito tetaplah Saito, ketika dia marah, maka takkan ada yang bisa luput darinya. Priscil terus saja bertahan tak tahu apa yang harus dilakukannya. Sementara itu, Alfred menatap priscil cemas, berulangkali dia mencoba mendekat untuk melindungi Priscil, tetapi Saito terus saja mencegahnya. Tuan Muda!! Hentikan!! Dan akhirnya Yuuki menyadarinya. Tatapan Alfred pada Priscil bukanlah tatapn seorang pelayan pada majikannya, tetapi lebih terlihat seperti pada seseorang yang dicintainya. Yuuki segera berlari ke hadapan Saito, Saito! Hentikan! Serangan Saito berhenti, lalu mata merah itu memandang Yuuki, Maaf.. Yuuki, sesalnya. Yuuki tersenyum dan memegang wajah Saito, Kau pasti kelelahan.., dan berbalik menghadap Alfred. Bawa dia pergi Alfred langsung mendekati Priscil dan segera memapahnya yang telah kehilangan tenaga, untuk pulang. Hanya saja, entah setan apa yang tengah merasauki Priscil, begitu ia melihat kesempatan, segera saja sebuah serangan meluncur ke arah Yuuki dan Crash! Darah segar mengalir dari lengan kanannya. Yuuki!!, seru Saito. Yuuki langsung terhuyung dan meringis menahan sakit. Sementara itu Alfred telah membawa pergi Priscil, dan sepertinya telah membuat pingsan Priscil. Arghh.. 130

Yuuki!, di gendongnya Yuuki untuk segera dibawa ke RS. Bertahanlah Karena darah yang mengalir cukup banyak, sehingga Yuuki pingsan di pangkuan Saito. *** Yuuki mengernyitkan hidungnya, antara sadar ataupun tidak, yang jelas bau alkohol dan obat-obatan tercium kuat. Perlahan matanya terbuka dan dikenalinya bahwa sekarang ia ada di rumah sakit. Terlihat Saito yang tertidur di sampingnya. Jam dinding menunjukkan pukul 11 malam, dan susana sangat hening. Kepala Yuuki terasa sedikit pening, mungkin akibat pengaruh obat bius yang belum hilang sempurna. Terasa tangan kanannya yang masih sakit ketika akan digerakkan, dan terbalut perban putih. Yuuki kembali mengingat-ingat apa yang terjadi. Tadi sore Alfred datang dan setelah itu Priscil muncul sambil meluncurkan serangan, setelah itu Saito datang dan terlihat sangat marah sekali. Ahh.. apakah Alfred benar-benar... Benar-benar apa?, ucap Saito tiba-tiba. Yuuki sedikit terkejut, ternyata Saito tidak benar-benar tertidur. Dan Yuuki hanya bisa tersenyum meringis. Ah, ga kenapa-kenapa. Kau bangun? Sudah kenyang tidur nya?? Saito hanya diam, dia lalu mengamati Yuuki, memeriksanya dan membetulkan selimutnya. Wajahnya terlihat lelah dan kusam, sepertinya dia belum beranjak dari sisi Yuuki. Saito.. Tidurlah lagi Yuuki. kau kehilangan banyak darah tadi.. Kau sudah makan? Saito menggeleng, Aku tidak lapar Disentuhnya wajah Saito. Dia selalu begini, selalu mengampangkan pola makan, pola tidurpun tak beraturan. Yuuki hanya bisa cemberut. Kutemani kau makan ya.. Saito tetap menggeleng, Tidurlah.. Yuuki terdiam, dan akhirnya memutuskan untuk membuat Saito makan. Dia berusaha untuk berdiri dari tempat tidur, dan sedikit meringis ketika lukanya terasa sakit. Hei, mau apa kau!, seru Saito. Yuuki tetap berusaha untuk duduk, hingga akhirnya Saito membantunya. Ayo kita ke kantin. Pasti sekarang belum tutup, ujar Yuuki. Saito terdiam, dia tak habis pikir, untuk apa Yuuki repot-repot mengurusi makannya. Sedangkan dia sendiri, masih saja meringis kesakitan. Tak usah. Aku tak lapar..

131

Yuuki memegang Saito dengan tangan kirinya yang masih sehat. Menatap Saito dalam-dalam sambil berkata, Menurutlah apa kata perempuan. Kau belum makan siang kan, mungkin juga makan pagi juga belum. Kau semakin kurus Saito.. Saito hanya diam, dipegangnya tangan Yuuki. Dan wajahnya terlihat semakin lelah.. Aku cukup kuat Yuuki, ini belum apa-apa.., elak Saito. Tetapi Yuuki terus saja memaksa dan Saito terus saja menolak, hingga akhirnya Yuuki berinisiatif untuk pergi ke kantin sendiri. Dia berusaha untuk turun dari tempat tidur, dan Saito kebingungan. Apa yang kau lakukan.. Yuuki juga ikut-ikutan diam, hingga akhirnya seseorang datang dan mencegahnya untuk turun dari tempat tidur. Halo Yuuki, kau sudah bangun rupanya, sapa Dokter. Dia terlihat masih muda. dan sepertinya Saito sedikit kurang suka dengannya. Yuuki mengangguk dan akhirnya dilanjutkan dengan konsultasi ringan. Dokter tersebut memeriksa lengan Yuuki tanpa menghiraukan kehadiran Saito. Dan hal itu semakin membuat Saito frustasi. Baiklah kalau begitu. Besok perbannya akan diganti. Dan... Mmm.. sudah tidak ada keluhan lagi bukan.. Yuuki menggeleng, lalu tersenyum sambil mengucapkan terimakasih. Iya, sama-sama. Oya, pacarmu ini sepertinya belum makan malam dari tadi. Kantin jam segini masih buka kok. Ada di lorong sebelah kanan ruangan ini Tetapi Saito hanya menjawab dengan dingin, Aku tidak lapar Yuuki melirik Saito memperingatkannya, tetapi Saito tetap acuh. Dia hanya kelelahan Dok. Oh, yasudah. Mm.. mungkin cukup sekian Yuuki. Kalau ada apa-apa, bilang saja ya, ucap dokter tersebut ramah. Iya Dok Dokter tersebut keluar, tetapi entah kenapa Saito mengikutinya dari belakang. Saito??, tanya Yuuki heran. Tetapi Saito hanya sebentar keluar, dan kembali lagi dengan membawa sebuah kursi roda. Saito tetap saja diam, dia hanya menyibukkan diri memindah Yuuki ke kursi roda, dan akhirnya berjalan pelan dengan diam. Saitooo..., tanya Yuuki. Bicaralah.. Tapi Saito tetap saja diam. Hingga akhirnya mereka sampai di kantin dan Saito tanya pada Yuuki mau pesan apa. Yuuki kembali cemberut dikarenakan ulah Saito tadi, tetapi akhirnya memesan setelah memperkirakan sepertinya Saito juga takkan memesan jika dia belum pesan. Haaahh.., hela nya, Aku mau puding coklat, yang itu, tunjuk Yuuki. 132

Dan Saito mengangguk lalu beranjak untuk memesan. Dan kembali lagi untuk duduk di samping Yuuki. Yuuki terus memandangi gerak-gerik Saito. Saito... Kenapa? Apa ada masalah di perusahaan, tanya Yuuki. Beberapa menit terjadi keheningan, tetapi Yuuki tetap saja menunggu Saito untuk berbicara. Maaf Yuuki.. Akibat kelalaianku, kau terluka oleh ulah Priscil, padahal aku pernah berjanji untuk melindungimu dari nya.. dan lagi akhir-akhir ini aku jarang menemuimu lagi. Maaf.., sesal Saito. Saito.. tenanglah. Yang penting sekarang aku tak apa-apa kan, ya walopun luka di lengan. Tetapi secara keseluruhan, aku sehat kan. Lagipula sekarang kau bertambah tanggung jawab, aku maupun kau tak bisa menyalahkan hal itu. Aku memakluminya, dan kau pun harus memahaminya.. Tetapi Saito tetap saja belum menerima pembelaan itu. Tidak Yuuki, tetap ini adalah salahku. Seharusnya aku tak pernah membiarkanmu bertemu dengan Priscil Pesanan datang dan pembicaraan mereka terhenti. Saito memesan roti panggang dan segelas susu. Yuuki menyuruhnya diam, dan memerintahkan untuk segera memakannya. Tapi pandangan Saito sepertinya tetap tidak berselera pada makanan, hingga bujukan kesekian kalinya, Saito bisa menghabiskannya. Dan sebagai penutupnya Yuuki menyuapkan paksa pudingnya, yang ternyata dipesannya untuk Saito J Kapan-kapan akan aku buatkan bekal untukmu, supaya kau makan teratur.., janji Yuuki. Tak usah.. sudah ada Alfred yang selalu menyuruhku untuk makan.. Ishh..pokoknya akan aku buatkan.. Lalu tiba-tiba mei menelepon, tanggapan Saito masih sedingin tadi ketika berhadapan dengan dokter, Bicara saja sendiri dengan Yuuki Halo.. Yuuki, kau baik-baik saja? Sedang apa kau, kenapa belum tidur?? Hehe, aku sedang di kantin Mei Loh, ngapain? Kudengar tadi kau kecelakaan, nggak apa-apa kan.., tanya Mei cemas. Hehem, nggak apa-apa kok. Ni aku sudah bisa keluar kamar. Hanya tinggal nunggu lukaku kering Mm.. baiklah, besok aku akan kesana dengan Ed dan mengantarmu pulang Eh, ga usah Mei. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula besok kan masih sekolah. Nanti di rumah aja.. Husshh.. jangan rewel. 133

Tetapi belum sempat Yuuki menjawab, telepon diambil alih oleh Saito, besok Yuuki akan pulang denganku. Sudah ya Mei, sudah malam, Yuuki harus tidur, dan langsung menutup telepon tanpa mendengar konfirmasi Mei terlebih dulu. Eh, Saito.. Dan Saito kembali terdiam, lalu segera membawa Yuuki ke kamar dalam diam. Tidurlah Yuuki.. Yuuki terdiam, dipandanginya wajah Saito yang lelah. Dia paham bahwa saat ini Saito pasti banyak pikiran. Dan akhirnya Yuuki menurut dan tersenyum. Mengecup pipi Saito, Selamat tidur.. Saito terdiam memandang senyum Yuuki, dia ingin mengatakan maaf, tetapi Yuuki mencegahnya, Sstt... *** Keesokan paginya Yuuki terbangun oleh kicauan burung yang bertengger di jendela kamarnya. Udara sejuk mengalir masuk membawa bau harum udara pagi. Yuuki tersadar dengan tidak adanya sosok Saito, dan seketika hal itu membuatnya sedih. Kepergian Saito sedemikian cepat, ternyata belum bisa di toleriri oleh hatinya. Masih seperti mimpi dan sekarang benar-benar terjadi. Tak terasa air matanya meleleh, sedikit terisak. Dan tiba-tiba saja seseorang membuka pintu. Iya, seperti itu. Kau teliti dulu mengenai segmentasi pasar disana. Kemungkinan besar masih belum terjamah oleh yang lain. Ini merupakan kesempatan baik kita... Iya.. baiklah, akan kulihat nanti. Percakapan berakhir, dan Saito melangkah masuk. Pakaiannya telah ganti dan rapi, wajahnya juga sudah berseri kembali. Melihat Saito ternyata masih disana, membuat Yuuki malu memikirkan yang bukan-bukan. Segera dihapusnya airmata dan mencoba tersenyum. Tetapi terlambat, Saito telah melihatnya. Dan segera mendekat untuk menanyakan apa yang terjadi. Kenapa? Ada apa.. Ada yang sakit. Akan segera kupanggilkan dokter.. Tetapi Yuuki hanya diam dan menggeleng, dia langsung memeluk Saito. Yuuki.. Akhirnya Yuuki melepaskan Saito, dan mengusap airmatanya lagi. Maaf.. Maaf Saito.. Kenapa?, ucap Saito lembut. Apa ada masalah? Yuuki menggeleng, dan berusaha untuk tersenyum. Tidak, tidak ada apa-apa kok. Hehehe.. Apakah dokter sudah kemari.. Saito terdiam, dan akhirnya menyerah. Mungkin lain kali Yuuki akan menceritakannya padaku, ujarnya dalam hati. Belum, mungkin nanti. Lebih baik kau sarapan dulu ya.., sambil mengambil sarapan yang telah tersedia. 134

Kau sudah sarapan? Saito tersenyum, Sudah Nyonya.. tadi Shandy mengantarkan baju dan juga beberapa berkas. Ku ajak dia makan sekalian.. Yuuki mengangguk. Dan makan sambil disuapi oleh Saito. Kau akan berangkat ke kantor? Saito menggeleng, Tidak, aku akan menemanimu disini sampai kau pulang Tapi kantormu.. Tenang, Shandy bisa menghandle nya sebentar. Lagipula aku agak sedikit jenuh dengan suasana kantor... Oya, maaf Yuuki, kemarin aku agak sedikit kesal. Sehingga bawaanku ingin marah terus Ada apa? Beberapa cabang agak kurang setuju dengan usulku, mereka menganggap bahwa aku masih terlalu muda untuk memberi mereka perintah. Padahal semua analisis sudah aku berikan, tetapi mereka tetap saja tidak mengikutiku. Yasudah, niatnya aku ingin membuat keputusan resmi untuk msalah ini.. Sabar.. mereka butuh proses untuk memulai mempercayaimu. Mungkin jika sudah ada buktinya, mereka akan mempercayainya.. Hee.. Iya, aku pasti akan terus berusaha.. Bagaimana dengan sekolah? Sudah lama aku keluar ini.. Mereka terus mengbrol tentang banyak hal. Sebagai pengobat rindu dan juga sebagai pembawa berita. Yuuki menyadari, pasti Saito merasa kesepian di sana. Mengurus perusahaan ayahnya sendiri, dan harus kehilangan teman-temannya dengan tidak bisa bertemu lagi dengan mereka. Yuuki pun mulai merasa kesepian dengan absen nya Saito di sekolah, sepertinya ada yang hilang di sana. Tak selengkap dulu, tak seramai dulu. Hingga akhirnya, seiring berjalannya waktu, komunikasi di antara mereka berdua semakin renggang. Saito jarang menghubunginya lagi, dan biasanya setiap kali ia berhasil menghubungi Yuuki, Yuuki sedang tak bisa mengobrol banyak. Ada tugas lah, sudah malam, ataupun sedang kerja part time. Ketika giliran Yuuki yang ingin menghubungi Saito, selalu saja Shandy yang mengangkatnya, Sekretaris Saito. Dan sudah beberapa kali ini seperti itu, hingga Yuuki dibuat bosen olehnya. Sehingga, demi mengejutkan Saito, Yuuki akan pergi ke kantornya dan membawakan bekal makanan yang dulu dijanjikannya. Saito pasti terkejut.. Hihihi.., harap Yuuki. *** Keluarga Saito merupakan salah satu keluarga yang mempunyai jumlah perusahaan terbesar di kota nya. Beberapa di kelola oleh orang kepercayaan dan ahli di bidangnya, 135

juga ada beberapa yang dikelola oleh Ayah Saito maupun Saito sendiri. Kali ini dia mengambil seluruh tanggung jawab Ayahnya, baik menjadi General Manager ataupun Presiden Direktur di beberapa perusahaan sekaligus. Perubahan drastis ini membuat Saito harus lebih bekerja keras dan membuat kesehatannya menjadi semakin memburuk. Walaupun jika dalam hal bertarung dia bisa mengungguli siapapun, tetapi mengenai bisnis yang membosankan ini, Saito bisa bertekuk lutut dibuatnya. Pola istirahat dan makannya semakin tak teratur, walaupun kinerjanya bagus, tetapi Saito kurang bisa mengurus dirinya sendiri. Dan Alfred semakin menyadari hal tersebut. Kembali dia mengharapkan kehadiran Yuuki supaya dapat melunakkan sedikit hati Saito untuk lebih memperhatikan kondisi badannya sendiri. Hingga sepertinya Tuhan mendengar dan mengabulkan doanya. Secara kebetulan Alfred berpapasan dengan Yuuki, Alfred baru saja menyelesaikan urusannya di perusahaan yang saat ini dibawah pimpinan Saito. Yuuki terlihat sedang kebingungan, dia juga membawa sebuah paper bag. Nona Yuuki!, sapa Alfred riang. Yuuki mendengarnya dan tersenyum senang, akhirnya ada yang dikenalknya juga di tempat ini, ucapnya dalam hati. Tuan Alfred! Ahh, akhirnya ad juga yang bisa aku minta tolong... Ada gerangan apa anda kemari? Ingin bertemu dengan Tuan Muda??, tebak Alfred. Yuuki mengangguk dan menjelaskan semuanya. Hingga akhirnya Alfred mengantar Yuuki ke kantor Saito yang ternyata terletak di lantai 25! Sepertinya Saito sedang tidak di kantornya, sekretarisnya mengatakan hal tersebut pada Alfred. Yuuki disuruhnya untuk menunggu di dalam kantor, tetapi Yuuki menolak, dia akan menunggu di luar saja. Sepertinya agak tidak sopan jika yang punya kantor tidak ada di tempat, sementara dia nyelonong masuk. Alfred sedikit tak percaya, ini kan kantor Saito, dia pasti akan sangat senang jika ada Yuuki di dalam kantornya. Tetapi biarlah, mungkin memang Yuuki lebih kerasan di luar. Baiklah Nona, saya hanya bisa mengantar sampai sini. Masih ada beberapa urusan yang harus saya selesaikan. Jadi saya tidak dapat menemani disini, sesal Alfred. Yuuki mengangguk dan tersenyum, Tak apa, terimakasih karena telah mengantarku kemari. Mungkin sebentar lagi Saito pasti akan selesai Dan Alfred mengundurkan diri meninggalkan Yuuki di lobi tamu sendiri. Sekretaris Saito yang bernama Shela terlihat acuh dengan kehadiran Yuuki, ekspresinya datar, mungkin karena sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Hingga akhirnya ruangan hanya terdengar suara keyboard di seantero lantai 25 itu. *** 136

Sudah lebih dari 45 menit berlalu, dan sepertinya tak ada tanda-tanda kedatangan Saito. Shela masih saja mengetik, entah oekerjaan apa yang sedang dia lakukan. Dan Yuuki semakin bosan. Dia mengeluarkan hp nya dan jam menunjukkan pukul 14.45 sore. Ahh, hampir jam 3 rupanya, dan Yuuki hanya bisa diam disana tanpa bisa melakukan apapun. Dicarinya kontak Mei, dan memuali chat untuk membunuh rasa bosannya. Meiiiiii. Kirim Yuuki. Tak berapa lama, Mei membalasnya. Ada apa yuuukiiiii... lagi ngapain nh?? Bosaaannn eh? Emang lagi dimana?? Di rumah? Ywdh, jaln yuukk lagi ga di rumah... lagi diluar nih. Nunggu orang lama banget Yuuki terus sja mengobrol dengan Mei, hingga tak terasa rapat Saito sudah berakhir. Saito sepertinya sedang mulai menjalankan rencananya untuk membuat para pimpinan mempercayainya. Hanya saja sikapnya yang dingin membuat rencana sedikit mengalami kendala. Siapkan berkas-berkas ini Shandy, nanti akan aku teliti untuk rapat besok Presdir Saito, sapa Roseta, dia merupakan Presdir Texo, salah satu perusahaan yang menjalin kerjasama dengan perusahaan Saito. Bisa dikatakan dia menjalin hubungan yang baik dengan Saito. Umur mereka tak terpaut jauh, karena Roseta senasib dengan Saito yang terpaksa menjalankan bisnis akibat keadaan orangtuanya. Bisakah kita membicarakan mengenai rapat besok. Ada beberapa yang mengganjal tadi. Mereka tengah berjalan bersama menuju lorong yang menghubungkan ruangan Saito dengan tempat rapat dan juga lift untuk turun. Saito memikirkan hasil rapat tadi. Memang banyak yang harus ditelaah lagi. Dia membicarakan gambaran tersebut dengan Roseta, ketika tanpa sengaja pandangan matanya tertumbuk pada sosok yang tengah duduk di lobi ruang tunggu ruangannya. Sosok itu tak salah lagi... Saito tertegun dan tanpa sengaja menghentikan langkah mereka. Presdir?, tanya Shandy. Dan dia mengikuti arah pandang Saito. Saito??, tanya Roseta bingung. Saito yakin betul siapa sosok itu, hingga akhirnya dia membuat keputusan cepat. Kita akan rapat lagi besok. Dan Shandy, kau antar Presdir Roseta turun. Aku masih ada keperluan Shandy menurut tanpa banyak tanya, tetapi Roseta masih bingung. heh, kenapa?? Saito menjadi marah dan menegaskan sekali lagi bahwa mereka akan rapat besok pagi. 137

Roseta langsung paham, dan segera berlalu dengan Shandy. Saito sedang tidak ingin diganggu, pasti dia sedang memikirkan sesuatu. Dia sudah kenal watak Saito yang ini. Mereka sudah berhubungan bisnis selama 6 bulan, dan itu cukup untuk mengenal beberapa sifat Saito yang dingin dan cepat marah. Sementara itu Saito berjalan pelan di belakang Shandy dan Roseta, dia berharap Yuuki tidak menyadari kehadirannya. Saito bermaksud memberinya kejutan, Yuuki pasti bosan menunggunya rapat tadi. Sementara itu Yuuki masih saja chating dengan Mei, sehingga dia terlambat menyadari kehadiran Roseta dan Shandy yang melewatinya dan berjalan menuju lift. Yuuki terus saja memperhatikan mereka berdua. Pasti mereka rapat bersama dengan Saito, berarti rapatnya sudah selesai dong, ucap Yuuki dalam hati dan menyunggingkan senyum, senang. Dan ketika dia mengarahkan pandangannya ke lorong asal Roseta datang, ternyata Saito telah berlutut didepannya, persis!! Waa!!!, teriak Yuuki refleks. Hpnya terlempar ke atas, dan Saito berhasil menjangkaunya. Saito!! Kau mengagetkanku! Huh!! Saito hanya tersenyum, dipandanginya Yuuki yang sedikit cemberut. Kenapa kau tidak bilang kalau mau kesini? Sudah nunggu lama?? Ternyata teriakan Yuuki tadi menarik perhatian semua orang di sana, Roseta, Shandy dan juga Shela melihat ke arah mereka berdua dan terkejut dengan reaksi yang Saito berikan pada Yuuki. Senyuman itu dan juga yang dia lakukan, benar-benar di luar dugaan. Ke.. Kembalikan dulu hp ku.., pinta Yuuki. Sebenarnya dia sedang mengobrol dengan Mei mengenai kebosanannya menunggu Saito selesai rapat. Dan Saito menyadari hal tersebut, dia langsung tersenyum nakal dan melihat layar hp Yuuki. Tetapi Yuuki langsung berusaha merebutnya dan gagal karena Saito membacanya sembari beranjak pergi meninggalkan Yuuki menuju ke ruangannya. Ohh,, lagi ngobrol dengan Mei rupanya.. Mm..ada namaku??, kata Saito dibuatbuat. Dan Yuuki semakin kelabakan berusaha menjangkau hp yang terus saja berhasil dihindari Saito. Saito! Kembalikan!! Saito terlihat senang sekali bisa mempermainkan Yuuki, dia berjalan pelan dan ketika sampai di depan Shela, sikapnya kembali dingin. Batalkan semua agenda sore ini. Dan aku tak ingin diganggu, tegas Saito. Dan Shela langsung mengangguk mengerti, I.. Iya Presdir. Saitooo.., Yuuki terus saja mencoba meraih hpnya, tetapi percuma, karena tinggi Saito melebihi Yuuki. Saito membaca chat Mei dan Yuuki selama perjalanan ke ruangnya. Dan hati itu kembali menghangat, dengan kehadiran Yuuki. 138

*** Ruang kerja Presdir memang luar biasa! Baik segi interior maupun luasnya. Dan Yuuki kembali heran dibuatnya. Dia belum juga menyadari tentang kekayaan Saito, belum mengerti sepenuhnya tentang kedudukan Saito sekarang. Di matanya, Saito hanyalah seorang teman biasa yang ditemuinya di sekolah dan menjadi dekat dengannya. Kenyataan bahwa sekarang Saito adalah pewaris tunggal keluarga terkaya di kotanya ini belum menyentuh Yuuki secara nyata, sehingga kadang kala Yuuki merasa bahwa dirinya benar-benar tidak pnatas jika disansdingkan denga Saito. Yuuki terpaku memandang ruangan itu, benar-benar terlihat mewah, dan kenyataan bahwa disinlah Saito menghabiskan waktunya selama ini, membuatnya semakin takjub. Saito terhenti, dia memandang Yuuki dan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Eh.. Saito.. Saito diam saja, dia ingin merasakan kehadiran Yuuki. Memastikan bahwa ini bukan mimpi ataupun khayalannya. Sudah 6 bulan mereka tidak bertemu, dan sms maupun telepon sangat jarang, karena kepadatan jadwal Saito. Sekarang kondisi perusahaan mendekati stabil. Agenda sore ini yang masih padat, dikorbankannya demi ingin bersama Yuuki. jika dia tak melakukannya, entah kapan lagi mereka bisa menghabiskan waktu bersama. Aku merindukanmu.., bisik Saito. Yuuki tersenyum dan menggenggam tangan Saito, Aku juga.., bisiknya. Saito melepas pelukannya, Kau pasti menunggu lama, Yuuki.. Kemari.., ajak Saito duduk. Yuuki menurut dan menjelaskan kedatangannya. Sekarang makanlah. Aku sudah buatkan bekal untukmu. Sambil membuka kotak makannya, dan Saito gembira menyambutnya. Kau benar-benar membuatnya Yuuki?? Yuuki mengangguk, Ayo sekarang makanlah Bagaimana kau tahu kalau aku belum makan? Watak dan sifatmu itu lohh... kau sering melalaikan waktu makan, dan akan makan ketika kau ingin dan sempat, ucap Yuuki. Wajahnya sedih, Kalau begini terus, nanti kau bisa sakit Saito.. Lihat! Sekarang kau bahkan lebih kurus darikuuu.. Hahaha, bukannya dari dulu, aku memang kurus. Kau juga lebih kurus Yuuki, ejek Saito. Heeii!!!! Cepat habiskan!!, perintah Yuuki. Dan Saito semakin tergelak, sambil menuruti perintah Nyonya besar. :D *** Ternyata kehadiran Yuuki dan teriakan yang dibuatnya membuat penasaran semua orang. Sikap yang diberikan Saito pada Yuuki sungguh diluar dugaan. Saito yang selama 139

ini bersikap dingin terhadap semua orang, tiba-tiba saja bisa menyunggingkan senyum selembut itu pada seorang gadis! Roseta yang selama ini diam-diam menaruh hati pada Saito, benar-benar sakit hati. Selama ini dia menyangka Saito tak punya seorang kekasih, karena memang selama 6 bulan ini, Saito tak terlihat mengobrol ataupun menemui seorang gadis yang bisa membuatnya tersenyum semanis itu. Shandy, siapa gadis itu? Kau pasti mengenalnya kan, tanya Roseta ketika mereka berada di dalam lift. Shandy sudah menduganya, Roseta pasti akan menanyakannya lambat laun. Shandy tersenyum dan menjawab seperlunya, Saya tidak tahu Presdir Roseta, tetapi sepertinya dia Nona Yuuki. Kami belum pernah bertemu sebelumnya Ada hubungan apa mereka? Saya tidak tahu Nona Dan jawaban Shandy belum memuaskan Roseta. Dia benar-benar penasaran dengan sosok Yuuki dan akhirnya memutuskan untuk menemuinya. Kita kembali!, tegas Roseta tiba-tiba. Ada yang ingin aku tanyakan padanya Eh tapi tadi Tuan Saito mengatakan... Ada hal penting!!, tegas Roseta. Dan Shandy tak bisa berbuat apa-apa. Hingga akhirnya mereka kembali ke atas dan menuju ruangan Saito. *** Shela sedikit terkejut dengan ekspresi yang ditunjukkan Saito pada Yuuki barusan. Selama pengalamannya menjadi sekretaris Saito, dia tak pernah melihat sedikitpun senyum setulus itu. Senyum yang begitu hangat dan mengandung kerinduan, tak pernah dilihatnya dari diri Presdir Saito. Dia terus memikirkannya dan sedikit terkejut dengan kehadiran Shandy beserta Presdir Roseta. Apakah Presdir ada di ruangannya?, tanya Roseta. Ada, tetapi Beliau sedang tidak ingin diganggu, tegas Shela. Shandy, tolong antar Presdir Roseta turun Tetap Roseta tak menghiraukannya, dan langsung berjalan menuju ruangan itu. Hei!! Nona!! Anda dilarang!, teriak Shela panik, dia tak ingin kena tegur Saito. Shandy bantu aku!! Tetapi Roseta keburu berlari dan langsung membuka pintu ruang Saito. Nona!!, teriak Shela ikut masuk. Saito dan Yuuki sedikit terkejut dengan kedatangan Roseta. Saito telah menyelesaikan makannya, dan menunggu buah yang tengah dikupaskan Yuuki untuknya. Maaf Presdir, Nona ini menerobos masuk ingin bertemu dengan anda, ucap Shela meminta maaf, wajahnya pucat pasi menunggu teguran Saito. 140

Saito hanya diam dan memandang Roseta dingin, Ada apa Roseta masih terengah-engah, jantungnya masih berdebar dengan kegiatan nekatnya ini. A..Aku ingin menanyakan perihal rapat tadi. Ada,,ada yang tidak aku mengerti... Roseta paham bahwa alasan ini pasti tidak akan diterima Saito begitu saja, hanya saja sepertinya dia harus bisa bertemu dengan Yuuki dan menanyakan sesuatu padanya. Bukankan sudah aku katakan, kita akan membicarakannya besok, tegas Saito. Shandy, antar dia keluar, Saito sudah menggunakan bahasa yang tidak sopan padanya. Mari Nona, paksa Shandy. Tetapi Roseta tetap bergeming. Roseta langsung memadang Yuuki yang sedari tadi memperhatikan dan menanyakan pertanyaan, Apakah kau kekasih Saito?! Semua orang terkejut dengan pertanyaan itu dan memandang Roseta, lalu memandang Yuuki mengharapkan mendengar jawaban. Yuuki tanpa sengaja menjatuhkan pisaunya, kaget dengan pertanyaan tiba-tiba itu. Sementara itu Saito mengalihkan pandangan dari Roseta dan memandang Yuuki lembut. Diambilnya pisau yang terjatuh, dan membisikkan sesuatu di telinga Yuuki. Reaksi Yuuki langsung diluar dugaan semua orang, mukanya memerah dan menjawab pertanyaan Roseta dengan sedikit kesal. Te.. Tentu saja!! ucap Yuuki sedikit marah. Saito tersenyum nakal, Kau sudah dengar bukan, dan kembali memandang Roseta dingin. Kau bisa keluar sekarang Bo..Boleh ku tahu siapa namamu? Mungkin kita bisa mengobrol.., pinta Roseta. Sungguh diluar dugaan reaksi Saito, dengan gerakan yang cepat, dia melempar pisaunya ke tembok dibelakang Shandy, dan berkata dingin, Keluar Semua orang ketakutan, belum bergeming untuk keluar. Yuuki juga terkejut dengan sikap Saito, dan dia mencoba menenangkan nya. Saito!, dipegangnya lengan Saito. Shandy segera paham, dan meminta maaf, lalu memaksa keluar Roseta. Roseta yang terkejut dengan pisau itu, menuruti Shandy. Dia keluar dengan sedikit gemetar, diikuti oleh Shela. Pintu tertutup, tinggal Yuuki yang terus menenangkan Saito. Sedikit cemas dengan kelakuan Saito, Yuuki terus saja memegang erat lengannya dan berusaha menenangkannya. Saito masih terdiam, dia benar-benar marah dengan gangguan yang baru saja terjadi. Enam bulan..Enam bulan Saito harus menunggu supaya bisa bertemu dengan Yuuki. Enam bulan dia harus menunggu untuk bisa melihat senyum itu lagi. Enam bulan dia harus menunggu untuk bisa memegang dan menyentuhnya! Enam bulan!! Dan mereka mengganggunya!! 141

Arghhh!!!, geram Saito frustasi. Lalu segera tersadar bahwa Yuuki masih ada id sampingnya. Dilihatnya Yuuki yang terlihat cemas. Disentuhnya wajah itu, lalu tiba-tiba saja Saito memeluk Yuuki erat. Saitoo, Yuuki semakin cemas dibuatnya. Saito melepaskan pelukan, Tidak.. aku tak boleh membuat cemas Yuuki. Sekarang bukan waktunya aku memikirkan hal itu lagi, ujarnya dalam hati, dan tersenyum pada Yuuki. Maaf, tadi aku tak bisa mengendalikan emosiku. Haahhaku baru bisa bertemu denganmu setelah 6 bulan kita tak berjumpa. Tetapi mereka datang dengan sebuah alas an yang tak masuk akal. Maaf Yuuki.. Yuuki memahaminya, dia juga sebenarnya agak sedikit kesal, tetapi dia tak menyangka reaksi Saito akan seperti tadi. Mm.. Saito.. Apakah kau punya waktu sore ini.., Tanya Yuuki tiba-tiba. Sepertinya jika mengajak Saito keluar kantor, hal itu kaan membuat suasana hatinya kembali membaik. Kita jalan-jalan yuuuhhh, ajaknya manja. Saito kaget memandang Yuuki, dan mengangguk menerima ajakan itu dengan senang hati, Ayoh, sore kosong kok Asyiikk Eh sebentar, kubereskan dulu, sambil mulai membereskan sisa kotak makan. Tetapi Saito melarangnya, Biarkan saja nanti Shela yang membereskannya. Ayo kita keluar sekarang.. hm.. Tapi.. Sudah.. ayo.. Hmm.. Baiklah Mereka berdua keluar ruangan dan ketika melewati Shela, Yuuki melihat bahwa dia terlihat seperti ketakutan pada Saito. Lalu tiba-tiba saja dia menunduk meminta maaf supaya jangan dipecat dari pekerjaannya itu. Dia benar-benar memohon pada Saito, tetapi Saito diam saja, acuh dan terus berjalan pergi. Lalu Yuuki teringat pada perkataan Saito yang membiarkan Shela supaya membereskan ruangannya. Yuuki tersenyum dan berjalan kembali mendekati Shela, Namamu Shela bukan, tenangnlah Kau takkan dipecat. Mendengar hal itu Shela langsung mengangkat wajahnya dan mengucapkan terimaksaih pada Yuuki, airmata mengalir deras. Mungkin memang pekerjaan ini begitu berarti baginya. Terima kasih.. hiks.. terimakasih.. Tapi maaf, bisa kau bereskan ruangan Saito, tadi sedikit berantakan, ucap Yuuki sambil tersenyum dan mengedikkan mata menemangati. Baik.. Baiklah.. Terimakasih Nona.., ujar Shela sambil tersenyum haru. Terimakasih.. Yuukiiii!!, panggil Saito sambil menunggu lift. Dia tak sekalipun menengok kearah Shela, tetapi Yuuki tahu apa yang harus dia lakukan.

142

Yuuki berlari kecil menghampiri Saito tepat ketika pintu lift terbuka, dan mereka masuk lift bersama. *** Sore itu Yuuki mengajak Saito ke taman bermain :D. Sudah lama Yuuki tak bermain ke taman ria, walaupun awalnya Saito menolak, tetapi akhirnya dia menurut juga. Sepanjang sore Yuuki tertawa senang sekali, dan Saito pun ikut terbawa suasana hatinya kembali membaik. Dan dia kembali seperti dulu, saat pertama kali bertemu dengan Yuuki. Yuuki, kemari! Dari dulu kau ingin bermain itu bukan??, sambil menunjuk rollercoaster yang terkenal dengan ketinggian puncaknya mencapai 150 meter. Yuuki yang mengikuti arah tunjuk Saito langsung tersenyum ngeri, Kapan aku pernah bilang ingin naik ituuuu Haha, jangan bohong, dulu kau ingin sekali bukan. Ayo!, ajak Saito sambil setengah menyeret Yuuki. Yuuki setengah-setengah mengikut ajakan Saito. Awass ya Saitooo!!! Hahahaha, Saito tertawa tergelak, dan ternyata sedari tadi ada seseorang yang melihat mereka berdua dari jauh. Roseta sedang mengunjungi Taman Ria, salah satu perusahaan yangtelah diberikan oleh ayahnya. Dan tanpa sengaja dia melihat Saito dan Yuuki yang sedang bermain. Dia tertegun, ternyata Saito bisa juga tertawa selepas itu dan ekspresi yang selama ini Saito tunjukkan padanya, seperti entah hilang kemana. Sebegitu dekatnyakan Saito dengan Yuuki. berarti selama ini, dia belum mengenal Saito, bahkan permukaannya juga belum. Hati Roseta tiba-tiba terasa sakit. Selama ini dia diam-diam menaruh hati pada Saito, karena menurutnya, nasib mereka berdua sama dan umur pun tak terpaut jauh. Mereka selalu menjadi partner dalam setiap kegiatan bisnis. Dan Roseta hampr menganggap Saito juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya, tetapi..tetapi ternyata sifat Saito pun dia tak mengetahuinya. Dan gadis itu, gadis itu yang selama ini tak pernah dia lihat ataupun dengar, kenapa tiba-tiba muncul dan menunjukkan Saito yang sesungguhnya. Roseta tersenyum licik melihat Saito dan Yuuki, Jangan panggil aku Roseta, jika aku tak bisa mendapatkan Saito, ujarnya dalam hati. *** Hari sudah menjelang malam, dan baik Yuuki maupun Sato sadar bahawa mereka harus kembali ke aktifitas mereka masing-masing. Saito berjalan sambil diam, mengandeng tangan Yuuki erat. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 malam. Waktu sore yang mereka miliki telah berakhir. Yuuki terdiam mengikuti kemana saja Saito membawanya. Maukah kau makan malam denganku Yuuki, tanya Saito tiba-tiba. 143

Yuuki mengangguk, dan Saito mengajaknya ke salah satu restaurant tempat mereka dulu pernah bertengkar. Kau ingat restaurant ini??, tanya Saito. Yuuki melihat berkeliling, dulu memang masih pagi sehingga terlihat jelas, tetapi dia ingat restaurant ini. Tempat dimana dia memulai kesalhpahaman antara dirinya dan juga Saito, Mei juga Edward. Iya, tempat sarapan sepulang dari rumah sakit kan Saito tersenyum, Dulu kau marah tanpa alasan yang jelas, hehe. Maaf, membuatmu berprasangka buruk pada kami Yuuki terus memandangi Saito, entah kenapa dia merasa sepertinya Saito saat ini terlihat sangat lelah. Suara itu, lelah dan hampir putus asa tergambar jelas oleh Yuuki. Kenapa kau harus minta maaf? Bukankah semua itu hanya salah sangka ku? Aku saja yang terlalu sensitive Saito. Keadaan sekitar mereka sunyi, karena Saito ternyata sempat memesan tempat yang khusus, jauh dari keramaian. Saito memalingkan mukanya kearah balkon, dan Yuuki benar-benar merasa sakit melihatnya. Saito, jangan paksakan dirimu. Kumohon demi aku.., disentuhnya wajah itu, yang mulai tirus dan terlihat terlalu lelah. Saito meraih tangan Yuuki dan memejamkan matanya sekejap, lalu tersenyum. Tenanglah, aku baik-baik saja Yuuki tersenyum menyemangati, berharap bisa memberikan suntikan semangat pada Saito. Ayo kita pulang, ajak Saito akhirnya. Yuuki mengangguk, mungkin kebersaaan kali ini memang harus di akhiri. Tetapi Yuuki janji, suatu saat nanti, dia yang akan membuat kesempatan sendiri untuk bisa bertemu dengan Saito. Dan Saito pun berjanji demikian di dalam hatinya. Dia pasti akan menyelesaikan masalahnya, dan secepatnya bertemu dengan Yuuki. *** Kekalahan yang dialami Defai, benar-benar membuatnya marah. Dia tak menyangka seorang gadis, bisa membuat Saito memberontak padanya. Gadis itu pasti akan aku lenyapkan!!, teriak Defai. Saat ini dia masih dalam proses pemulihan, sehingga untuk sementara dia menghilang dari keramaian dunia, dan mundur sementara dari Saito. Master Diablo, pemimpin para Defai masih menaruh harapan pada Saito supaya menjadi Monster Fire yang terkuat. Dia tak bisa melepaskannya begitu saja. Apalagi dengan kekalahan Defai, hal itu membuktikan bahwa Saito memang berbakat, hanya saja masalah datang tak terduga dengan kehadiran Yuuki. Jangan meremehkan keberadaan gadis itu Defai, sepertinya dia dekat dengan Elena, Sang Weater, ucap Master mengingatkan. 144

Baik Master, akan ku awasi mereka berdua sekarang, pamit Defai dan segera menghilang dari pandangan. Dia seekor Naga Air Biru. Apakah mereka memang ditakdirkan untuk bertemu ... Hahahaha .. Tapi takkan kubiarkan dia merebut Saito!! Ha ha ha ha!!, suara tawanya menggema mengerikan di lembah gelap itu. Tak ada suara hewan maupun angin yang bertiup, hanya kegelapan yang semakin dalam yang masih setia menemani Master Diablo. *** Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Yuuki, pagi ini mendadak perasaan Saito menjadi tak enak. Entah apa yang akan terjadi, yang jelas ini pertanda jika sesuatu akan terjadi, sesuatu yang buruk. Alfred!!, panggil Saito. Dia harus memastikan sesuatu. *** Yuuki terbangun dari tidurnya, semalam dia kerja lembur dan baru pulang jam 2 pagi. Walaupun cuaca Minggu ini cerah, tetapi tidak dengan hati Yuuki. Semalam, visi itu muncul lagi. Beberapa hari ini, Yuuki secara aneh mendapat visi tentang kematian kedua orangtuanya, yang sejak dulu tak pernah ia ketahui sebabnya. Semua orang mengatakan bahwa penyebabnya adalah kecelakaan, tetapi sekarang Yuuki sedikit sanksi tentang hal itu. Dalam penglihatannya, kedua orangtuanya berteriak secara histeris, merek memandang Yuuki, tetapi entah pandangan apa itu. Takut, cemas atau heran. Entahlah, setiap kali sama saja penglihatan yang ia dapat. Yuuki ingin menceritakan hal tersebut pada Elena, secara langsung, bukan melalui perantara. Tetapi Yuuki belum menemukan waktu yang tepat. Sebentar lagi ujian akhir semester akan datang, dan tugas yang diberikan gurunya semakin menumouk, susah sekali untuk tidak berangkat sehari saja. Ahh, dia saja yang berangkat setiap hari mengalami kesulitan ketika mengerjakan tugas, apalagi Saito yang tak pernah masuk ya. Saito terus melanjutkan sekolahnya, hanya saja metodenya home schooling. Karena walaupun sepertinya taraf Saito sudah melebihi pendidikan SMA, tetapi dia tetap harus mleanjutkannya dan lulus dengan predikat, sehingga hal itu dapat meningkatkan pride nya. Ngomong-ngomong, Saito sedang apa ya??, tanya Yuuki dalam hati. Sudah beberapa hari ini mereka belum bertemu lagi. Telepon dan sms tetap jalan, tetapi hanya sebatas say hello dan dsb, tak ada waktu yang cukup untuk mengobrol lama. Yuuki memahami bahwa keadaan bisnis Saito memang belum sepenuhnya stabil, tetapi jika Saito terlalu divorsir, dia bisa jatuh sakit. Bisa dibilang, ketika mereka berdua bertemu, hal itu seperti waktu Saito untuk bersantai dan melepas penat. Haahhh... bawaannya kok males gini ya.., ucap Yuuki. jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, tetapi Yuuki masih saja berada di atas kasur. Malas untuk beranjak pergi. 145

Hari ini Mei sedang pergi menemani Ed ke Itali, ada beberapa urusan yang berkenaan dengan bisnis Ed disana, sehingga Yuuki Minggu ini benar-benar kesepian. Tepat ketika Yuuki keluar dari kamar, seseorang mengtuk pintu rumahnya. ... Siapa pagi-pagi begini sudah bertamu?, tanyanya penasaran. Dibukanya pintu dan sedikit terkejut dengan kehadiran Alfred. Alfred? Ada apa pagi-pagi begini? Alfred menjelaskan tujuannya menemui Yuuki pagi-pagi. Ternyata ini semua perintah Saito, dia ingin supaya untuk hari ini Yuuki harus berada di rumah Saito, kalau bisa menunggu sampai Saito pulang dari urusan bisnisnya. Yuuki bertanya alasannya, tetapi Alfred tak tahu menahu, dia hanya disuruh untuk membawa Yuuki bagaimanapun caranya. Eh?? Bagaimanapun caranya?? Maksudnya dipaksa bila perlu?? Alfred mengangguk dan meminta maaf, dan segera meminta Yuuki untuk segera berkemas. Yuuki sedikit bingung, apa sebenarnya alasan Saito pagi-pagi begini sudah mengganggunya dengan lelucon seperti ini??!! Baiklah! Awas nanti Saito jika dia pulang ... Eh .. menunggu pulang? Berarti sekarang dia sudah berangkat? Kemana? Hari ini Tuan Muda menghadiri acara di Illiore, mungkin baru nanti malam Beliau kembali Hah!? Illiore, itu jauh sekali kan.. Hemmm... Baiklah, tunggu sebentar Alfred Alfred mengangguk dan menunggu Yuuki di luar. Ketika Yuuki tengah berkemas, terdengar bunyi sms masuk. .. dari Saito rupanya..

Tetaplah di dekat Alfred


Eh.. sms apa ini?, tanya Yuuki heran. Lalu segera di balasnya.

Apa maksudmu?
Send. Setelah beberapa lama ditunggu, Saito tak juga membalas. Dan hal itu semakin membuat Yuuki penasaran, ada apa sebenarnya. Tuan Alfred, semuanya baik-baik saja bukan?, tanya Yuuki di dalam mobil. Mereke di dalam perjalanan menuju rumah Saiti. Kenapa Saito menyuruhku untuk selalu didekat Anda? Alfred hanya mengedikkan bahu dan menyarankan Yuuki untuk bertanya sendiri nanti pada Saito. Huffftt... tapi kata Alfred, lebih baik Yuuki menuruti apa kemauan Saito, sambil mengedikkan matanya. *** 146

Defai menyuruh Soka untuk mengawasi keberadaan Saito dan orang-orang disekitarnya yang berhubungan dekat. Soka terkenal dengan keahliannya mengawasi seseorang. Dan hal itu dibuktikannya dengan info yang diberikannya pada Defai. Namanya Yuuki. dia bersekolah di sekolah yang sama dengan Saito dulu. Tetapi sekarang Saito tidak lagi disana sejak kematian Harold. Hubungan mereka terbilang singkat, baru beberapa bulan. Dia tinggal sendirian, dan tadi pagi Yuuki dijemput Alfred, Kepala Rumah Tangga Saito, lapor Soka. Defai terdiam mendengar laporan Soka, Rupanya Saito telah menyadari bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada Yuuki.. Mmm.. Baiklah, akan aku lakukan sekarang. Ini adalah peringatanku.., ujar Defai dalam hati. Soka, segera bersiap sore ini. Kita akan menjemput gadis itu. Aku ingin berkenalan dengannya, perintah Defai sambil tersenyum jahat. Soka mengangguk dan segera berlalu. Senyum licik menghiasi wajahnya, sudah lama kesempatan ini dia nantikan, yaitu berhadapan langsung dan berduel dengan Saito. *** Udara sore itu di Illiore membuat Saito sedikit terusik. Mendung menggantung dan angin dingin bertiup kencang. Perasaannya saat ini benar-benar tak karuan. Walaupun sekarang dia tengah mendengar presentasi para kontraktor, tetapi pikirannya entah melayang kemana. Dia terus saja memikirkan Yuuki, entah sedang apa dia. Walaupun ada Alfred yang berada di sisinya, tetapi entah kenapa hati Saito tak bisa tenang dan terus gelisah. Perutnya seakan-akan melilit ketika dia terus memikirkan Yuuki. Saito ingin segera cepat-cepat kembali dan memastikan keselamatan Yuuki sendiri. Sementara itu Yuuki masih saja ditemani Alfred, dan udara sore itu yang sepertinya tidak bersahabat, membuat Yuuki merasa bosan di rumah Saito yang besar itu. Priscil sedang di Eropa, mengurus bisnis Harold dan juga mengunjungi keluarganya. Yuuki masih memikirkan bagaimana caranya untuk bertemu dengan Elena. Dia harus secepatnya bertemu dan menanyakan perihal kematian orangtuanya. Berbagai kemungkinan sudah Yuuki pikirkan, tetapi ada saja yang menghambatnya. Ekspresi Yuuki benar-benar susah ditebak. Kadang dia tersenyum sendiri, kadang kesal bahkan sering menghela nafas. Alfred yang memperhatikannya sejak tadi benar-benar dibuat heran olehnya. Bagaimana Saito yang perfectionis, cold dan tegas itu bisa menyukai Yuuki yang seperti itu?? Tetapi ada satu hal yang sedikit membuat Alfred dapat menebak alasannya, yaitu senyum Yuuki yang tulus. Senyum itu seperti senyum mendiang Nyonya Besar, Ibu Saito. Tiba-tiba saja angin kencang menghantam kaca jendela rumah yang utama. Alfred secara mengejutkan segera membuat lapisan kekai yang kuat mengyelubungi dirinya dan Yuuki. Pecahan kaca berterbangan di mana-mana. Dan pintu tiba-tiba terbuka lalu 147

muncullah dua orang itu. Defai dan Soka lengkap dengan baju tempur mereka. Defai berjalan angkuh memasuki ruangan itu dan tak terlalu terkejut dengan kehadiran Alfred. Sore Alfred. Sudah lama kita tak jumpa, senyum jahat menghiasi wajahnya. Soka msih saja berdiam diri, tanpa ekspresi. Yuuki terkejut, ternyata Defai telah pulih dari lukanya bertarung dengan Saito dulu. Dan lagi, bagaimana dia mengenal Alfred? Siapa pemuda yang berada di belakang Defai? Lalu Yuuki terkejut dengan perintah Defai yang diberikan padanya. Kau bawa Yuuki. Akan kuurus Alfred, perintah Defai. Soka menurut, dia langsung melesat maju. Alfred berusaha mencegah Soka mengahmpiri Yuuki, tetapi Defai dengan sigap segera menghadang Alfred dan melancarkan beberapa serangan. Yuuki terkejut dengan kedatangan Soka, dan secara refleks berlari menghindar. Sementara itu Alfred dibuat tak berkutik oleh Defai. *** Hah..hahh.., Yuuki berhasil melarikan diri dan sepertinya mereka tidak mengikutinya. Ternyata salah, Soka berhasil menemukannya dan menghadang jalan Yuuki. Sekarang Yuuki bisa melihat jelas wajah Soka, dan terkesiap. Karena ternyata ekspresi Soka dan Saito mirip, sama ketika dulu Saito menjadi Monster Fire. Dingin dan bermata semerah darah. Soka tak berbicara apapun, dia hanya memandang Yuuki rendah. Makhluk macam apa dia. Lemah, ringkih,.. apa yang sebenarnya menarik perhatian Saito, ujar Soka dalam hati. Yuuki ketakutan, apa yang harus dilakukannya? Apakah dia harus menggunakan kekuatannya? Disini? Dan akhirnya tanpa pikir panjang tepat ketika Soka memaksanya untuk ikut, Yuuki mengeluarkan pisau birunya. Soka terkejut dan mundur beberapa langkah. Senyum licik menghiasi wajahnya sekarang. Jadi karena kau seorang Weater, Saito sampai menyukaimu?? Hahaha.. benar-benar lelucon.. , tatapan Soka semakin mengerikan, dan tanpa pikir panjang beberapa serangan dilancarkan bertubi-tubi. Defai akan membawamu sebagai umpan untuk Saito!! Jadi menurutlah!! Hahahahaha... Jadi alasan Defai mengincar Yuuki karena sekarang dia tahu kelemahan Saito. Apakah Saito merasakannya? Apakah Saito mencemaskan keselamatan Yuuki dan menyuruh Alfred untuk menjemputnya?? Lalu Yuuki membalas serangan Soka dengan marah. Jika dia memang cemas, kenapa tidak dia saja yang melindungiKU!!! Kenapa dia malah PERGI BISNIS!!!, teriak Yuuki kesal. Hingga akhirnya beberapa serangan Soka dapat ditangkis balik.

148

Wah..Wah.. rupanya kau sedang kesal rupanya.. Baiklah, aku takkan lama-lama, dan sebuah serangan mematikan meluncur menghantam tubuh Yuuki. Yuuki terlempar beberapa meter ke udara. Tubuhnya akan jatuh ke tanah, tetapi sebelum hal itu terjadi, seseorang telah berhasil menangkapnya. Dia memakai baju tempur yang sama seperti Soka. Saito telah kembali dan sangat marah kepada Soka. Urgh.., keluh Yuuki. Luka itu sepertinya cukup serius. Yuuki tak sadarkan diri dan hal itu membuat Saito semakin marah. Maaf Yuuki.. Maaf.., sesal Saito. Direngkuhnya Yuuki dalam-dalam berharap bisa mengurangi sakitnya. Tetapi percuma, kesadarannya semakin menipis dan Saito meletakkannya di bawah pohon. Tunggulah..kumohon.., dan kembali berhadapan dengan Soka. KAU!!. Kemarahannya memuncak dan gelombang panas kembali muncul, Soka menyadari nya. Soka mundur beberapa langkah, dia belum pernah bertemu dengan wujud Saito yang satu ini. Sial, rupanya gadis itu seperti alat picu kemarahan Saito.. Lalu Soka mendengar suara Defai, Kembali Soka. Kita sudah mendapatkan apa yang kita inginkan. Hahahaha ... Soka mengangguk dan meninggalkan Saito yang semakin marah. Saito hendak mengejarnya, tetapi urung ketika didengarnya Alfred memanggil Yuuki yang setengah sadar. Nona! Nona Yuuki!!, seru Alfred. Dia berusaha menyadarkan Yuuki yang sepertinya terluka dalam. Saito tertegun, dia belum siap menerima kenyataan bahwa Yuuki tengah terluka. Seperti ada sesuatu yang menghantam perutnya bertubi-tubi. Saito tersungkur lemas, dia tak sanggup melihat Yuuki yang masih kesakitan. Semua ini salahku... semua ini salahku, sesal Saito. Tuan Muda! kita harus segera membawa Nona ke ruang bawah tanah! Kita obati dia dengan Sealiher! Saito tersadar dan mengangguk cepat, Iya. Baiklah, kau siapkan segalanya!. Didekatinya Yuuki. Yuuki.., panggilnya lirih. Disentuhnya perlahan berharap tak membuat Yuuki tambah kesakitan, kemudian diangkatnya tubuh yang ringkih itu dan pergi menuju ruang bawah tanah keluarga. Tempat semua rahasia keluarga dari beberapa generasi terkumpul. Termasuk Sealiher, semacam kolam yang mampu memulihkan tenaga dan mengobati luka dalam maupun luar secara cepat. Sealiher merupakan semacam kolam kecil yang dikelilingi oleh kaca berwarna warni. Ditengah-tengah terdapat sebuah gundukan tanah, dengan sebongkah batu seukuran tubuh manusia di atasnya. Hanya saja ada satu hal yang menetukan apakah dia mau menyembuhkan seseorang ataupun tidak. 149

Bagaimana Alfred?, tanya Saito. Alfred menggeleng, Sesera tetap tak mau melakukannya. Sesera adalah Peri air penjaga Sealiher. Wajahnya bening, seperti terbuat dari tetesan embun. Rambutnya pirang terurai panjang, dan semakin kontras dengan mata birunya yang jernih. Dia mengenakan gaun tipis lembut yang sepertinya terbuat dari air, terlihat anggun ketika dia berjalan. Wataknya sedikit pemarah dan juga keras. Dia sudah menjaga Sealiher selama 10 generasi keluarga Saito. Hanya dia yang mampu membuka Sealiher dan mengaktifkannya. Dikarenakan dia paham betul watak dan perilaku keluarga Saito, sekarang dia menolak untuk menyembuhkan Yuuki. Saito marah dan berniat untuk membujuknya. Sesera, kumohon sembuhkanlah untuk kali ini saja.. Aku benar-benar tak bisa hidup tanpanya.., mohon Saito. Dipandanginya Yuuki dengan sedih. Apapun akan dia lakukan, apapun, asalakan dia bisa melihat senyum itu lagi, senyum khas yang hanya dimiliki oleh Yuuki. Dan Sesera mengikuti arah pandang Saito. Hmm..menarik.. Naga Air Biru rupanya.., tebaknya dalam hati. Lalu berkata dengan angkuhnya, Apa yang aku dapatkan jika dia kusembuhkan Saito terkejut, memang dia pernah mendengar bahwa Sesera selalu meminta imbalan atas apa yang telah dia lakukan, tetapi menghadapinya langsung. Apapun yang kau minta Sesera.., jawab Saito putus asa. Tuan Muda!, Alfred menjadi panik. Sesera bisa meminta hal yang bukan-bukan dari Saito. Hmm.. baiklah.. akan kuminta imbalanku nanti.. Lalu, siapa sebenarnya gadis itu Saito hendak berbicara, tetapi Yuuki tiba-tiba saja tersadar dan menggumam pelan. ..Saito... Walaupun matanya masih terpejam, dan wajahnya semakin pucat, tetapi tangan Yuuki meraba dada Saito yang bidang berusaha menunjukkan bahwa dia baik-baik saja. Lalu dibukanya perlahan mata itu dan mencoba tersenyum, lemah. Saito terkejut, tetapi bersyukur karena Yuuki telah sadar. Direngkuhnya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Mencoba untuk bisa mengurangi penderitaan Yuuki, Saito juga ikut tersenyum menguatkannya. .. Bersabarlah Yuuki.. Sesera terkejut dengan apa yang terjadi. Ada sesuatu yang menggugah hatinya, mata yang Yuuki miliki, yang dia gunakan untuk menatap Saito. Tatapan khas itu ... Dia pernah menjumpainya sebelumnya. Lalu sebuah keputusan dibuatnya sekarang, sebelum terlambat. Bawa gadis itu kemari! Cepat!, seru Sesera membuat semua orang kaget. Racun itu bergerak cepat di aliran pembuluh darahnya .. Jika tidak segera dikeluarkan, aku cemas jantungnya akan segera terkena ... Siapa dia... Saito.. Sshhh.. Diamlah.. Kau akan segera sembuh, dan Saito segera melakukan perintah Sesera. Diletakkannya Yuuki di atas Sealiher, dan berdiri disamping Yuuki, 150

menemaninya. Tetapi Sesera mengusirnya, Keluarlah! Kau seorang Fire, prosesi ini bisa melukai kalian!! Tetapi Saito bersikeras untuk tinggal. Dan hal itu semakin membuat Sesera frustasi. Hingga akhirnya Yuuki turun tangan, dia tak ingin Saito terluka lagi, dia pasti kelelahan sehabis perjalanan bisnis ke Illiore. Yuuki merengkuh Saito dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Istirahatlah Saito.. peri Air ini pasti akan menyembuhkanku.. Aku ingin mendengar ceritamu nanti. Illiore pasti sangat indah bukan .. J, senyum Yuuki. Melihat Yuuki begitu memaksanya, Baiklah.. Aku akan menunggu diluar.. Yuuki tetap menyuruhnya untuk istirahat saja, tetapi Saito menolaknya dan mengatakan bahwa menunggu sama saja seperti istirahat. Dan itu keputusan mutlaknya, tak ada yang bisa merubahnya. Sesera memulai menutup semua pintu masuk ataupun keluar lorong yang menghubungkan Sealiher. Dia tak ingin ada seorangpun atau apapun yang mengusiknya. Proses itu memakan waktu hampir seharian penuh. Sudah lebih dari 8 jam, Yuuki dan Sesera berada didalam Sealiher. Ternyata banyak hal yang mereka perbincangkan selain proses penyembuhan Yuuki yang memang memakan waktu lama. Bagaimana bisa kau berhubungan dengan anak Api itu Yuuki Eh.. Saito maksudnya.. Iya lah.. siapa lagi.. Yuuki tersenyum, walaupun Sesera agak tak sabaran, tapi sebeanrnya dia baik. Dia mau menyembuhkannya, dengan alasan bahwa Yuuki seorang Weater. Entahlah, sebenarnya kami dulu sekelas. Dan Saito mempunya karisma tersendiri dibanding anak lain. Dia baik dan juga perhatian. Aku baru mengetahui kalau dia Fire sebelum kami mulai dekat. Saito duluan yang .. mm ..bertingkah aneh.. Haha.. Aku tau maksudmu.. Dan, ngomongin Saito. Sebenarnya sedari kemarin dia belum beranjak dari lorong diluar Pernyataan Sesera sangat mengejutkan Yuuki, Apa!! Ba .. bagaimana bisa??!!. Yuuki hendak beranjak dari Sealiher, tetapi Sesera mencegahnya. Proses pengobatan belum selesai, dan dia harus tetap tertidur. Bagaimana kalau kau gunakan telepati saja, kerling Sesera. .. Telepati??... Saito!!, omel Yuuki. Sedang apa kau disini!! Saito terkejut, tak ada sosok Yuuki, dia masih ada di dalam. Tapi dia juga tak salah mengenali suaranya. Aku menggunakan telepati yang Sesera pinjamkan. Kembalilah kedalam rumah Saito ... Jika kau begini terus, kau bisa sakit .. 151

Saito tersenyum, kondisi badannya memang sedang lemah. Kelelahan fisik kemarin, ditambah pikiran tentang bisnis, membuatnya kecapaian. Tetapi dia tak ingin beranjak pergi. Dia ingin yang pertama melihat Yuuki sembuh. Aku tak apa-apa. Hanya kelelahan saja .. Bagaimana keadaanmu disana Yuuki ..apakah kau sudah baikan Yuuki semakin kesal dengannya, sehingga berbagai cara dia lakukan supaya Saito kembali ke rumah, dan beristirahat. Aku ingin bisa mengobrol denganmu setelah ini, jadi kumohon ... Kembalilah kerumah, istirahat dan makanlah. Aku janji akan menemuimu nanti ... Kumohon Saito .. Saito terdiam, dia tak ingin membuat Yuuki cemas, tetapi juga tak ingin meninggalkannya. Tetapi sepertinya meninggalkannya disini sebentar sepertinya tak apaapa. Hmm.. Baiklah Yuuki. Akan aku pegang janjimu ... Iyaaaaa.... Makan yang banyak, dan tidurlahh.., seru Yuuki riang, mencoba untuk memberitahu bahwa dirinya baik-baik saja. He eh.. Kau juga, cepatlah sembuh ... Aku merindukanmu ... Yuuki merasa malu, dan seketika kedua pipinya merah merona. Bukannya apa-apa, tapi karena Sesera mendengar semua percakapan mereka. Lihat saja dia sekarang, mencoba menahan tawanya. Dan akhirnya ketika Saito telah pergi, Yuuki menjadi bulanbulanan ejekan Sesera. Aku benar-benar tak menyangka, ternyata Saito bisa sebegitunya pada wanita ya.. Hihihi... Sudahlah Sesera, dia memang selalu seperti itu.., ujar Yuuki membela diri dan mencoba membuat Sesera tenang. Tetapi hal itu tak berhasil. Selama sisa waktu, dia masih saja teasing Yuuki. Hingga akhir waktu, Sesera masih saja tersenyum geli. *** Angin malam yang semilir membelai lembut Saito, seperti menyihirnya untuk segera terlelap. Tetapi walaupun sudah diatas tempat tidur, Saito sama sekali tak merasakan kantuk. Pikirannya masih memikirkan semua kejadian itu. Ternyata Defai telah pulih dan kembali. Dia ingin membalas dendam, bersamaan dengan Soka yang memang ingin sekali mengajaknya duel sejak dulu. Tetapi kenapa mereka mengincar Yuuki, dan racun itu. Racun ganas yang menyerang Yuuki, jika tidak segera dikeluarkan, maka nyawa Yuuki takkan tertolong. Saito menggeram marah mengingat hal itu, jika saja sedikit terlambat membawanya kepada Sesera, mungkin .. mungkin. Argh!!!. Defai mengincar dirinya, dan dia bisa saja membunuh Yuuki sebagai peringatan. Aku tak boleh lemah ... dan juga lengah .. *** Baiklah Yuuki, kita sudah selesai. Aku telah memindahkan semua pengetahuanku padamu. Kau merupakan Naga Air Biru yang tangguh. Aku sungguh sangat senang karena bisa bertemu denganmu. Mengetahui bahwa ternyata, kalian masih ada, dan ternyata 152

adapula Fire yang bersahabat denganmu. Aku berharap bahwa kau bisa menggunakan kekuatan barumu ini semaksimal mungkin. Lindungilah orang-orang yang kau sanyangi. Dan tolong sampaikan slamku pada Tetua, maaf karena aku tak bisa menemuinya. Selama ini aku terikat dengan tempat ini, tetapi berkat kau, aku sekarang bebas. Terimakasih Yuuki, Sesera tersenyum lemah. Wajahnya pucat dan tak bertenaga. Ternyata alasannya mau menyembuhkan Yuuki dikarenakan Sesera ingin menyerahkan semua kekuatan serta pengetahuannya pada Yuuki, seorang Weater. Entah kapan lagi dia bisa bertemu dengan Weater. Mungkin ini adalah kesempatan terakhirnya untuk bisa bebas, dan juga mengakhiri kehidupan abadinya. Dia terlalu lelah dengan semua problematika manusia yang terlalu haus kekuasaan dan kekuatan. Yuuki terdiam, semua ilmu dan pengetahuan yang barusan diterimanya, membuatnya berpikir lebih dalam. Sesera telah menderita cukup lama, kehilangan orangorang yang dicintainya. Terkurung di Sealiher selama ber abad-abad tanpa tahu bagaimana perkembangan Suku Weater. Pastilah hal itu sangat menyakitkan. Ngin dia membantunya, tetapi apakah ini satu-satunya cara? Apakah harus dengan pengorbanan Sesera. Sesera.. aku tak pantas menerima semua ini kau pasti bisa menemui mereka lagi Sesera menggeleng, Tidak Yuuki. Aku menyadari pilihanku ini. Lagipula, kau adalah orang kedua dalam sejarah yang dicintai oleh Fire, bahkan Monster Fire.. Dia tak main-main dengan perasaannya. Bisa kulihat itu. Jadi kupikir, kau juga haruslah kuat, supaya bisa terus berada disampingnya. Kau juga mencintainya bukan?, ledek Sesera. Yuuki mengangguk, wajahnya tak menunjukkan senyumanpun mendengar gurauan Sesera. Istirahatlah Sesera tersenyum untuk terakhir kalinya, dan memejamkan mata untuk selamanya. Damai. Senyum itu selalu teringat di hati Yuuki. Sebutir air mata jatuh disusul oleh lainnya. Yuuki tak menyangka nasib penyelamatnya akan seperti ini. Dia tahu dia telah membebaskan Sesera. Dia tahu, ini yang selalu diamba Sesera. Tetapi kenapa harus seperti ini. Lebih baik Yuuki tidak berjumpa dengannya, dan tak harus menyaksikan semua ini. Tangisnya terus terisak, tanpa suara, pedih. Lalu tiba-tiba tubuh Sesera menghilang perlahan seperti embun. Terasa dingin dan sejuk. Dia telah pergi. Batu Sealiher itupun retak dan terbelah menjadi dua. Seperti menunjukkan bahwa penunggunya telah tiada dan tak ada yang bisa menggunakannya. Ternyata retakan itu menggema keseluruh penjuru rumah Saito. Dan Alfred maupun Saito tersadar bahwa telah terjadi sesuatu. *** Saito segera bergegas menuju ruang bawah tanah. Alfred juga. Takada satupun yang tahu pasti apa yang terjadi. Dan Saito semakin mencemaskan Yuuki. 153

Lorong itu menjadi gelap akibat kehilangan Sang Sealiher. Saito menggunakan beberapa bola api untuk menuntunnya masuk. Sesampainya di pintu goa, betapa terkejutnya mereka. Batu Sealiher terbelah menjadi dua, dan Yuuki tertunduk di sampingnya, terdiam. Yuuki.., panggil Saito. Yuuki yang sedari tadi hanyut dalam sedih segera tersadar atas kehadiran Saito. Lalu berteriak kencang, mengagetkan Saito maupun Alfred. Kyaa!! Jangan mendekat!!, Yuuki menangkupkan kedua tangannya mencoba menutupi tubuhnya yang telanjang bulat. Pakaiannya telah hancur tadi, dan menurut Sesera mereka tak membutuhkan pakaian. Saito sedikit terkejut, tetapi langsung tersenyum lega karena mendengar reaksi Yuuki yang seperti biasa. Didekatinya Yuuki perlahan dan diselimutinya dia dengan Piyama. Yuuki memeluk piyama itu erat, dan menoleh kearah Saito. Kau sudah sembuh.., tanya Saito memastikan. Dihapusnya sisa airmata Yuuki. Kenapa kau menangis?? Dan secara tiba-tiba, Yuuki memeluk Saito erat dan kembali menangis. Saito, dia rela menentang Defai hanya demi dirinya. Masih mementingkan dirinya padalah sudah cukup lelah dengan rutinitas bisnis yang padat. Memaksakan diri, sampai kesehatanpun tak dia hiraukan. Apakah Saito tetap mau dengannya jika dia mengetahui bahwa ia seorang Weater? Apakah Saito tetap akan mencintainya seperti biasa? Apakah semuanya akan tetap sama? Atau jangan-jangan Saito akan pergi meninggalkannya akibat Weater yang merupakan musuh utama Fire? Bagaimana jika Bagaimana jika Deg! Yuuki tak sanggup memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu lagi. Dia masih saja terisak yang terus memeluk Saito erat. Tak ingin kehilangan lagi, atau mungkin ini terakhir kali dia bisa memeluknya erat. Sato tertegun, dia juga memeluk erat Yuuki. Entah apa yang terjadi, yang jelas Yuuki sepertinya tersiksa menghadapinya. Keberadaan Sesera juga tak dirasakannya. Sebenarnya apa yang terjadi. Yuuki Ada apa? Aku belum siap .. Aku belum siap kehilangan Saito Tapi, Tapi aku tak bisa terus membohonginya seperti ini, aku tak bisa menipunya terus-terusan.., debat Yuuki dalam hati. Hingga akhirnya Yuuki mengatakan semuanya kepada Saito. Tentang identitasnya sebagai Weater Fighter. Tentang kematian misterius kedua orangtuanya. Dan tantang segala hal yang belum pernah Yuuki beritahukan. Sambil terisak dan tertunduk, Yuuki menanti takut-takut reaksi Saito. Marahkah. Kesal. Atau langsung pergi meninggalkannya tanpa mengatakan apapun. Tapi setelah ditunggu lama, Saito tak melakukan apapun. Hingga akhirnya Yuuki memberanikan diri untuk memandang wajahnya. Dan, bukan wajah marah ataupun kesal 154

yang dijumpainya, tetapi senyum itu, senyum yang selalu Saito berikan padanya. Senyum sayang dan juga lembut. Saito langsung memeluk Yuuki untuk yang kedua kalinya. Masih belum mengucapkan sepatah katapun. Saito Apakah Apakah kau marah atau kesal , tanya Yuuki takut. Kenapa kau tak mengatakan apapun.. Saito ... Tetap saja Saito tak menjawabnya. Dan semakin membuat Yuuki kesal. Saitooo Katakan sesuatu, kumohon Saitooooo!!, Yuuki mulai kesal sekarang. Dilepasnya pelukan Saito dan mulai memandang Saito kesal. Dan Saito hanya tersenyum simpul sambil terus memandang Yuuki teduh. Sa Saito.., Yuuki terkejut dengan reaksi yang diberikan Saito. Apa maksudnya? Kenapa dia malah tersenyum? Saito malah tertawa, dia terkikik pelan. Dan karena melihat Yuuki yang semakin frustasi, akhirnya Saito mengatakan sesuatu. Lalu apa masalahnya?? Apakah Apakah kau tak marah? Aku telah menyembunyikan identitasku. Bukankah Weater musuh utama Fire. Defai telah marah akibat keberadaanku. Dan sekarang kau menjadi musuhnya, padahal kau seorang Fire. Asal usulku juga tidak jelas. Aku benar-benar tak pantas untukmu Saito Aku , belum selesai Yuuki mengatakannya, Saito memeluknya lagi lebih erat. Yuuki Cam kan ini baik-baik. Bagaimanapun keadaan dirimu. Asal-usulmu. Kekuatanmu ataupun siapa temanmu, aku tak peduli. Asalkan kau mau menerimaku dan itu juga membuatmu bahagia, aku juga akan bahagia. Bukankah dulu sudah pernah kukatakan bahwa senyummu adalah jantungku, dan keberadaanmu adalah nyawaku. Perasaanku takkan pernah berubah Yuuki Selamanya Yuuki terdiam mendengarnya, seolah-olah beban terberat hidupnya telah terangkat. Dan sekarang perasaan lega menjalari hatinya. Ternyata keresahan selama ini, bukanlah suatu masalah. Saito benar-benar tak terduga. Saito kenapa Kenapa aku bisa bertemu orang bodoh sepertimu sih!!, dan tangis Yuuki semakin menjadi. Hahaha Lalu kenapa kau menyukai orang bodoh sepertiku ha?? Ha Ha Ha , Saito semakin erat memeluk Yuuki. Lagipula sepertinya aku sudah mengetahui bahwa kau seorang Weater Yuuki jadi rahasiamu berkurang kan .. hehehe , sambil menghapus airmata Yuuki. Ayo kita keluar dari sini. Kau pasti kedinginan kan.. Yuuki menurut dan memeluk Saito semakin eraaattt.. :D Katanya ga mau sama orang bodoh, ko malah Auch , terpotong agra-gara Yuuki berusaha menggigiti kupingnya. Auch Sakit Yuuki Biarin weeee Ha ha ha Welcome back Yuuki Terimakasih Saito

155

Malam itu tepat pukul 02.00 pagi, jam dinding Tua berbunyi. Gemerlap bintang menghiasi lukisan langit malam itu, dengan sebuah Bulan sebagai pusatnya. Terlihat indah sekali dan damai. Yuuki tersenyum senang, kini tak ada yang harus disembunyikannya lagi dari Saito. dia seperti anugrah paling indah didalam hidupnya. Seperti itu pula pikiran Saito terhadap Yuuki. *** Soka, apakah benar dugaanku bahwa gadis itu seorang Weater?, tebak Defai. Entah apa yang dipikirkannya. Sebenarnya mereka bisa saja menang jika terus menyerang Saito, aplaagi gadis itu telah terluka akibat racun yang diberikan Soka. Tetapi mengapa mereka harus mundur? Soka mengangguk meng iya kan. Kadang kala pola piker Defai memang sulit ditebak. Yang pasti, biasanya rencana Defai selalu berjalan dan berhasil. Baiklah . Defai tak akan membiarkan Saito lepas dari genggamannya. Sudah lama dia melatihnya menjadi seoang Fire Fighter yang tangguh. Dan Master Diablo juga sangat mengharapkannya. Phoenix itu takkan pernah ia lepaskan semudah itu. Ada kompensasi yang harus dibayarnya jika ia melakukannya. Termasuk keselamatan orangorang yang dicintainya. *** Semenjak kejadian dengan Defai dan Soka, Yuuki dipaksa untuk tinggal bersama dengan Alfred selama Saito melakukan bisnisnya. Antar jemput pulang sekolah harus di bawah pengawasan Alfred yang tentu saja akan langsung melapor kepada Saito. Begitu Saito pulang, Yuuki akan langsung diantar kerumahnya. Dan hal itu sudah berjalan selama 2 bulan. Belum ada tanda-tanda kedatangan Defai. Sehingga Saito masih terasa tenang. Firasat yang ia dapatkan sebelum kedatangan Defai, semakin membuat Saito penasaran. Ia belum pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, merasa aka nada bahaya yang dating, belum pernah sekalipun. Tetapi kenapa hal ini bekerja pada Yuuki. Apakah mungkin alam bawah sadarnya menyadari bahwa Yuuki memang istimewa baginya, sehingga dia memasang sensor bahaya disekeliling Yuuki? Tapi bagaimna? Entahlah, Saito belum bisa menemukan jawabannya. Begitu padatnya jadwal Saito sehingga hampir saja komunikasi antara dia dengan Yuuki teputus. Mereka hampir bertemupun, itu dikarenakan Yuuki menetap di rumah Saito selama dia tidak ada. Jika Yuuki tak terpaksa melakukannya, mereka benar-benar takkan bertemu. Selamat malam Saito. Istirahatlah. Kau pasti lelah.., ucap Yuuki meninggalkan Saito yang baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya. Saito hanya bisa memelukknya erat tanpa mengucapkan sepatah katapun. Mood ny sedang tidak baik hari ini, dia takut akan terbawa dalam perkataanya ketika bersamam

156

Yuuki. Dan Yuuki paham itu. Dia akan membiarkan Saito tenang dulu dan menyapanya esok pagi jika Saito belum berangkat- seperti biasa. Belum permasalahan defai selesai, sepertinya Roseta benar-benar ingin merebut Saito dari Yuuki. Semakin hari, dia terus saja giat mengikuti Saito kemanapaun dia pergi. Sementara Yuuki sibuk belajar, Roseta terus saja berusaha membuat Saito melupakan Yuuki dan berpaling darinya. Berbagai cara dia lakukan untuk mendekatinya. Mengajaknya makan malam, melakukan kontrak bisnis dengan Saito, bertemu dengan klien bersama, apapun itu. Yang jelas Roseta berniat ingin memilikinya. Hingga akhirnya sesuatu terjadi. Roseta dan Saito tengah menghadiri makan malam di sebuah restoran, dan diakhir pertemuan klien mereka secara jelas mengatakan bahwa sepertinya mereka berdua cocok, seperti sepasang kekasih. Roseta tersenyum dan mengangguk setuju pada klien nya. Tetapi tidak dengan Saito, dia masih saja berwajah dingin dan tak menghiraukannya sama sekali. Lalu roseta mengemukakan sebuah ide yang intinya, sepertinya jika perusahaan mereka ada niatan untuk bergabung, maka sepertinya klien mereka akan semakin tertarik untuk menanamkan modalnya. Dan roseta mulai menggandeng Saito mesra. Awalnya Saito terlihat marah, tetapi Roseta memberikan alas an yang cukup logis, sehingga khirnya Saito merelkana Roseta melakukannya, bahkan semakin dekat. Dan mencuri cium pipi Saito sebagai klimaksnya! Naas bagi Saito, diwaktu yang sama Alfred megajak Yuuki untuk sekali-kali menikmati makan malam diluar, sesuai saran Saito. Dan secara tak sengaja restoran yang mereka pilih, merupakan tempat Saito bertemu kliennya. Dan Yuuki melihat semua adegan itu, Roseta yang bergelayut manja pada Saito, juga reaksi Saito yang membiarkan hal itu. Lalu ciuman itu! Alfred mengikuti arah pandang Yuuki dan terkejut, segera saja dia mengajak Yuuki pulang. Ma Maaf Nona. Lebih baik kita pulang saja sekarang. Sepertinya restaurant ini kurang cocok dengan anda... Yuuki seperti hendak menangis. Dia tak menyangka ternyata Saito berbuat hal itu didepan matanya. Kepalanya terasa pening dan matanya terasa panas akibat menahan airmata dan amarah. Yuuki terpaku diam memandang semua itu. Dia ingin segera beranjak, lari dan pergi dari sana, tetapi tubuhnya belum sepenuhya mengerti perintah itu. Hingga sepertinya perkataan Alfred tak didengarnya sama sekali. Hanya gambaran Saito dan Roseta yang terus berada didepannya. Dan keributan kecil itu ternyata mengusik sudut mata Saito. Dilihatnya Alfred dengan seorang gadis. Siapa dia? Difokuskannya penglihantannya dan terpaku terdiam demi mengetahui bahwa Yuuki tengah terisak dan pandangan itu tepat kearah dirinya dan Roseta. Yuuki!, teriak Saito sambil beranjak berdiri dan setengah berlari menghampiri Yuuki.

157

Yuuki terkejut dan merasa sedikit takut karena telah memergoki Saito, sehingga dia langsung berlari menghindarinya keluar resataurant. *** Alfred! Apa yang terjadi, kenapa kenapa Yuuki ada disini Maaf Tuan, sepertinya waktunya memang kurang tepat. Nona Yuuki melihat anda.. maaf dicium nona itu Tuan Saito terkejut dan merasa sangat bersalah. Dikejarnya Yuuki yang berlari meninggalkan restaurant. Sial!! Kenapa harus disaat seperti ini!! Yuuki!! Yuuki terus berlari tanpa sedikitpun menoleh kebelakang. Entah kenapa dia terus saja berlari. Bukankah seharusnya dia melabrak Saito dan marah padanya?! Wanita itu juga seharusnya meminta maaf padanya!! Dia kann sudah tahu kalau Saito kekasihnya!! Kenapa mereka melakukan hal itu!! KENAPA!! Saito akirnya berhasil mengejarnya dan berhenti menghadang Yuuki. Yuuki terkesiap dan berusaha menghindar, tetapi tangan Saito yang kokoh telah berhasil menangkap kedua lenganya. Yuuki!! Kumohon, dengarkan dulu penjelasanku!! Yuuki hanya terus menggeleng berusaha untuk tidak membiarkan suara itu mempengaruhi pikirannya saat ini. Sambil terisak, Yuuki terus saja meracau marah. Lepaskan!! Lepaskan aku!! Yuuki! Semua yang kau lihat tadi adalah salah paham. Tak seperti yang kau pikirkan kumohon dengarkan aku.., pinta Saito. tetapi Yuuki terus saja terisak dan terus meronta melepaskan diri. Melihat begitu gigih Yuuki untuk lepas darinya, akhirnya Saito melepaskannya dengan berat hati. Yuuki sedikit limbung, tetapi bisa menguasai jalannya. Dan dengan perlahan menjauh dari Saito. tetapi walaupun Yuuki menolak untuk disentuh Saito, Saito tetap mengkitunya dalam diam. Berkali-kali Yuuki mengsuirnya, berkali-kali pula Saito diam menanggapi dan hanya mengikuti langkah Yuuki kemanapun. Dia tahu Yuuki sedang marah, sehingga dibiarkannya Yuuki menenangkan diri. Setelah beberapa lama, malam semakin larut dan jalanan semakin sepi. Tangis dan isak Yuuki mereda, dia melihat sekeliling dan terdiam sejenak. Entah ada dimana mereka, sepertinya di sebuah pelataran taman kota. Ternyata menangis sambil berjalan membuatnya lelah dan segera mencari tempat duduk. Tak sadar dengan kehadiran Saito, Yuuki sedikit terkejut. Saito apalagi. Ternyata begini ya, kalau Yuuki sedang marah dan ngambek. Dicobanya untuk tersenyum, tetapi Yuuki langsung bermuka masam.

158

Mau apa kau mengikutiku?!, tanya Yuuki dengan nada sengit. Suaranya terdengar sedikit sengau akibat menangis, dan masih ada bekas-bekas airmata dipelupuk matanya. Saito terdiam, dia memang salah, dia memang patut disalahkan. Dia sudah meminta Yuuki untuk mempercayainya, mengisi hari-harinya, untuk mau berada disampingnya. Selain itu Yuuki telah banyak terluka olehnya. Nyawanya seringkali terancam, dan dia sering mengcewakannya. Saito benar-benar tak pantas untuk Yuuki. Lalu tiba-tiba dia berlutut dihadapan Yuuki yang terkejut, tertunduk. Maaf Yuuki.. maafkan aku.. yang selalu membuatmu terluka. Membuatmu kesakitan, meninggalkanmu hanya karena urusan sepele.. dan sekarang membuatmu menangis dan marah.. aku benarbenar tak pantas untukmu Yuuki.. tapi, untuk kehilanganmu..aku benar-enar belum sanggup. Apapaun akan kulakukan.. akan kulakukan..asalkan kau tetap disampingku..kau tetap tersenyum untukku.. akan kulalukan apapun.., Saito terdiam dan kembali tersenyum kecut, ekspresinya sulit dilukiskan, tersadar bahwa sepertinya dia begitu mengekang Yuuki dan egois terhadapnya, semakin membuat dadanya sesak. Dia tak ingin kehilangan Yuuki, tapi juga tak ingin mengekangnya seperti ini apakah benar bahwa mencintai seseorang tak harus memiliki itu jalan terbaik. Tetapi seiring pemikiran Saito kearah sana, semakin sakit dan sesak dada terasa. Seakan-akan kekhawatirannya selama ini, kembali hadir dan semakin menggerogoti kepercayaan dirinya. Saito terdiam cukup lama berusaha mengendalikan dirinya, dia harus merelakannya.. merelakannya supaya Yuuki tak terluka dan bisa terus tersenyum, terus sehat. Sementara itu Yuuki tertegun melihat Saito berkata demikian. Ekspresi wajah itu, seperti kesakitan, tetapi kenapa? Lalu apa maksud semua perkataannya? Bukankah seharusnya Yuuki yang marah dan sedih? Kenapa Saito? Yuuki terus saja bertanya-tanya perihal tingkah laku aneh Saito. Terjadi kediaman yang aneh antara mereka berdua. Apakah Saito merasa bersalah sehingga mengatakan semua itu??, tanya Yuuki dalam hati. Saito masih saja berlutut dan tertunduk, entah apa yang sedang dipikirkannya. Yang jelas Yuuki menjadi tidak sabaran dibuatnya. Saito.., panggil Yuuki. Saito mengangkat wajahnya, dan tersenyum kecut. Maaf Yuuki...telah membuatmu banyak menderita dan kecewa.. mungki aku memang ... Yuuki langsung tersadar dan memeluk Saito, yang tentu saja membuat Saito terkejut dan terjerembab ke belakang akibat ditubruk Yuuki. Auch! Ups. He he he.. maaf, Yuuki berbaring di atas Saito, tangannya melingkari lehernya sisa pelukan yang mendadak tadi. Sepertinya agak kurang enak dilihat sehingga Yuuki berusaha bangun, tetapi Saito mencegahnya dan kembali memeluk Yuuki erat. Maaf... Maaf Yuuki... Yuuki termenung, Saito sering meminta maaf mengenai apa yang diperbuatnya, dan dia paham betul mengenai itu. Tetapi entah kenapa kali ini ... sambil terus memeluk 159

erat Saito, Yuuki mengatakannya. Saito ... Kau tahu, dulu sebenarnya aku seseorang yang sangat tertutup. Hampir teman sekelas tak ada yang aku kenal. Dulu ketika Sd, mereka selalu menghindariku, entah karena apa. Dan hal itu berlanjut terus hingg SMP dan SMA mulai berkurang, tetapi tetap sama. Aku mengira-ira apa yang sebenarnya mereka hindari dariku. Entahlah, aku tak tahu. Tapi sepertinya karena aku tak pernah tersenyum, aku tak mempunyai waktu main, dan ketika membicarakan mengenai rumah ataupun orangtua aku selalu menghindar ataupun marah .... Saito mulai melepaskan pelukannya, lalu memandang Yuuki sendu. Itu hanya masa lalu Yuuki ..., ujarnya menghibur. Tapi Yuuki menggeleng dan terduduk tegak, lalu tersenyum, Tapi sejak aku mengenalmu, Ed dan Mei. Aku mulai mencoba untuk berubah. Kau yang waktu itu menjadi misterius, entah kenapa membuatku berjanji untuk mengubahmu. Padahal dulu itu adalah wajahku, tapi .. entahlah, sebutir airmata jatuh ke pipinya. Kau begitu baik padaku, bahkan sampai terluka karena aku. Apa sebenarnya kesalahanmu Saito .. hiks..sampai harus bertemu orang sepertiku .. hiks.. Saito menghapus airmata itu. Hatinya selalu sakit apabila melihat Yuuki menangis. Yuuki.. jangan menangis lagi.. aku.. Yuuki segera menghapusnya dan kembali tersenyum, Oleh karena itu jangan terlalu dipikirkan.. Memang benar tadi aku sangat marah. Apalagi dia gadis yang waktu itu kan.. huh! Seenaknya saja dia. Tetapi, kenapa kau jadi seperti ini Saito.. aku kan tidak jadi marah.. padahal seharusnya kau kena amuk Naga Air Biru ku!, tegas Yuuki. dia ingin mengurangi beban rasa bersalah Saito. Dia ingin dia tahu bahwa, mulai sekarang, urusan itu bukanlah milik pribadi, tetapi milik mereka berdua. Jadi! Huh!! Sebagai pembalasan kemarahanku, aku akan ikut ke kantormu dan menemui Si Roseta itu!! Saito tertegun, semua perkataan Yuuki, penjelasannya dan penghiburannya. Menjadikannya semakin bersyukur karena bisa bertemu dan mengenalnya. Seakan-akan inilah yang memang dinantikannya sejak dulu, menunggu kedatangan Yuuki kedalam hidupnya. Aahhh... Yuuukiiii... Sepertinya kau memang jodohku ya.. hehehe.. Hm?? Maksudmu? Saito masih saja tertawa dan mengabaikan Yuuki sejenak. Ayo kita pulang. Jika memang itu maumu, baiklah akan aku kenalkan kau dengannya Yuuki tersenyum dan sepanjang perjalanana pulang Saito menceritakan perihal Roseta sesuai apa yang Yuuki tanyakan. Tak lebih tapi sepertinya banyak kurang :D. Besok akan kujemput. Bersiaplah, mengecup kening Yuuki dan mengucapkan selamat malam. Terimakasih Yuuki... Yuuki mengangguk dan segera berlalu kedalam rumah. Wanita itu harus tahu siapa aku sehingga takkan mencoba mendekati Saito lagi!!!, janji Yuuki. 160

*** Keesokan paginya sesuai permintaan Yuuki, Alfred datang menjemputnya. Eh? Mana Saito, tanya Yuuki heran. Bukankah kemarin dia mengatakan bahwa mereka akan berangkat bersama? Maaf Nona. Tuan Muda mendadak harus ke kantor tadi pagi, sehingga dia menyuruh Saya menjemput Nona, dan nanti akan bertemu dikantornya Yuuki menurut dan segera menerima ajakan Alfred. Ini kedua kalinya dia memasuki kantor Saito, tetapi tetap saja, kemewahan dan kemegahan ruangan itu tetap membuat Yuuki terpesona. Tetapi entah kenapa ada perasaan dingin yang menyergap, ketika dia memasuki ruangan itu. Tak ada kesan hangat, kekosongan ini seperti sesuatu yang pilu. Yuuki tak bisa membayangkan bagaimana bisa Saito bekerja di lingkungan seperti ini. Yuuki terduduk dan menunggu dengan sabar. Waktu telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Sudah sejam dia menunggu. Kata Shela, ini rapat dadakan, sehingga mereka sepertinya takkan lama. Benar saja, tiba-tiba saja pintu terbuka, dan Saito masuk sambil berjalan cepat. Yuuki ingin mengejutkannya tetapi ternyata Roseta masuk ke kantor dan berlari cepat ke arah Saito, langsung memeluknya dari belakang. Yuuki terperanjat, tetapi diusahakannya tetap diam, walaupun hatinya terasa sakit dan seketika wajahnya menjadi panas. Roseta terus saja memeluk Saito, dia bergumam lirih dan Saito juga sepertinya membiarkannya melakukan apa saja. Dan yang lebih membuat Yuuki kecewa, yaitu perkataan Saito yang menanyakan apa kemauan Roseta. Baiklah, apa maumu. Akan kulakukan sekarang, ucap Saito dingin, dia belum berbalik dan melihat kearah Yuuki. entah apajadinya nanti. Yang jelas Yuuki benar-benar marah dan kecewa dengannya. Sedangkan Roseta, seperti telah memenangkan undian, terkikik pelan, Cium dan peluk aku dengan sepenuh hati. Aku ingin memilikimu sekarang Bagai langit runtuh, perlahan perasaan Yuuki menjadi marah. Air mata jatuh satu persatu, dan sekujur badannya lemas. Berani-beraninya Roseta meminta hal itu, dan Saito malah membuatnya untuk dikabulkan?? Yuuki bergegas keluar ruangan itu yang terasa semakin panas. Dan tanpa sengaja, pintu ruangan berbunyi dan seketika Roseta maupun Saito berbalik dan menangkap mata Yuuki yang juga terkejut. Saito terperanjat, begitu juga dengan Roseta. Mereka tak menyangka ada Yuuki di situ. Sedangkan Yuuki segera berlari keluar, tak ingin tertangkap oleh mereka. Dia tak ingin mendengar penjelasan apapun dari Saito bahkan Roseta sekalipun! Hatinya benar-benar marah sekarang, dan hujan deras tiba-tiba turun.

161

Shela yang sedari tadi cemas sejak melihat kedatangan Saito, merasa sesuatu pasti telah terjadi karena melihat Yuuki keluar sambil berlinang airmata. Nona Yuuki!! Yuuki tak menghiraukannya dan terus berlari menuju lift. Shandy sedikit terkejut, begitu juga dengan Alex, sekretaris Roseta. Mengapa Yuuki bisa keluar dari ruangan Saito, sambil menangis pula. Yuuki!!, Saito berlari menyusulnya dan berhasil menghadang jalan Yuuki. Nafas Saito terengah-engah, dia benar-benar terkejut dengan kehadiran Yuuki dan merasa sangat bersalah padanya. Yuuki, dengarkan dulu penjelasannku.. Tetapi Yuuki hanya menunduk diam, dan berusaha terbebas dari hadangan Saito. Hatinya masih marah, dan tak ingin mendengar penjelasan apapun. Ini kedua kalinya dia marah akibat kedekatan Saito dengan Roseta. Cukup sudah, dan sekarang dia membutuhkan ketenangan, sebelum mendengar Saito berkata apa-apa. Airmatany terus mengalir perlaha, ada sedikit rasa perih disana. Dan dia tak ingin membuta Saito merasa bersalah lagi. Cukup. Dia harus menghindari Saito sekarang. Dan Saito, semakin membungkamnya Yuuki, semakin membuat hatinya merasa bersalah. Maaf Yuuki.. Maafkan aku... dan perlahan, dilonggarkannya pegangan tangannya pada Yuuki. Maaf.., dan membiarkan Yuuki untuk pergi. Yuuki terkejut, segampang itukan Saito melepasnya? Apa Roseta telah berhasil merebut hatinya? Apa perkataan tadi pertanda awalnya hubungan mereka? Yuuki tak habis pikir, dan seketika ketika dilihatnya Saito tak melakukan apa-apa untuk mencegahnya dan melepasnya pergi, amarahnya memuncak, dan berakibat melayangnya tangan Yuuki. Plak! Baik Yuuki maupun semua orang terkejut. Ap..apa yang kulakukan.., sesal Yuuki. Hanya karena kehilangan emosi sesaat, dia telah mempermalukan Saito didepan semua orang. Yuuki terdiam, dan tak berani melihat reaksi Saito. Pipi kanan Saito seketika memerah akibat tamparan Yuuki, tetapi dia tak bereaksi apapun. Hanya tertunduk dan tak bergerak. Apakah Saito marah? Apakah dia kecewa dengan Yuuki? tetapi kenapa diam saja? Yuuki semakin marah dengan kelakuan Saito. Saito!!, airmatanya hilang. Entah apa yang dirasanya sekarang. Saito tak seharusnya berlaku seperti ini. Pasrah menerimaku marah, tanpa berusaha membela ataupun mencegahku untuk pergi. Kenapa..kenapa.., Yuuki hanya bertanya dalam hati. Dia masih sangat mencintai Saito, dan berharap bahwa Saito juga masih mencintainya. Saito!! Ada apa denganmu? Kenapa kau diam saja??, tanya Yuuki. diangkatnya wajah itu, dan mengusap lembut pipi Saito. Shela, tolong ambilkan kompres dingin.., suara Yuuki 162

sudah kembali melembut. Entah kenapa kemarahannya hilang seketika. Ketika melihat Saito yang terus terdiam, dan tak bergeming walaupun menerima tamparannya. Yuuki benar-benar tak tega melihatnya. Semua orang juga terdiam, tak ada yang berani membuat gerakan sedikitpun. Bahkan Shela sedikit takut-takut mendekati Yuuki. Pergilah Yuuki, maafkan aku karena telah membuatmu kecewa untuk kedua kalinya.., ucap Saito akhirnya. Yuuki diam saja mendengar perintah Saito untuk meninggalkannya. Di usapnya dengan lembut pipi Saito. Pergi Yuuki.. Kumohon...aku takut kau akan terluka lagi.., nada suara Saito terdengar sedih dan lemah. Keputus asaan dan juga perasaan sakit akan kehilang Yuuki, membuatnya tak bisa mengatakan apapun. Dia hanya ingin kebahagiaan Yuuki, tetapi malah menyakitinya terus. Dan Yuuki, merasa bahwa tamparannya tadi didepan semua orang sepertinya telah cukup sebagai hukuman untuk Saito kali ini. Saito sepertinya masih saja bersikap dingin kepada Roseta. Lalu kenapa dia melakukan hal itu, pasti ada alasannya. Seketika dia ingat apa tujuannya datang kemari, ke kantor Saito. Yuuki segera berbalik menghadap Roseta, dan berjalan lurus kearahnya. Dia harus berhadapan langsung dengan Roseta! Hei kau! Roseta namamu kan!!, bentak Yuuki. debar jantungnya tak karuan, ini pertama kalinya dia membentak seseorang, yang bisa dibilang lebih tinggi derajatnya. Roseta terkesiap, apa yang akan dilakukan gadis ini, katanya dalam hati. Semua orang juga terkejut, dengan tingkah Yuuki. Kau!! Takkan pernah kubiarkan merayu ataupun menggoda Saito lagi! Karena dia adalah milikku! Ingat! Mi Lik Ku!!, seru Yuuki garang. Dan ingat, namaku Yuuki. aku ada dan jangan pernah meremehkanku!. Ancam Yuuki. Reaksi maupun tanggapan Roseta tak dihiraukannya, dia segera berbalik dan melangkah pergi. Melewati Saito, Shela, dan juga Shandy. Aku harus menenangkan diri dulu. Aku takut kehilangan emosi dan melakukan apa-apa pada Saito. Maaf Saito..maaf.., kata Yuuki dalam hati. Dia berharap pernyataannya pada Roseta dapat meng akhiri semuanya, dan cepat meninggalkan gedung ini. Saito yang sedari tadi terdiam, segera sadar akan kepergian Yuuki dan segera menyusulnya. Dia masih mencintainya, masih sangat mencintainya. Dan belum ingin kehilangannya. Tapi apakah Yuuki akan memaafkannya. Memaafkan kecerobohannya untuk yang kedua kalinya.. Yuuki.., dan segera berlari menuju lift yang mulai tertutup. Yuuki terkejut ketika Saito tiba-tiba saja telah berada di depannya, mencegah pintu lift tertutup. Lalu memaksa masuk. Dan lift tertutup, membawa mereak berdua turun. 163

*** Saito memandang mata Yuuki lekat-lekat. Wajahnya sedih, seperti sedang menahan sesuatu yang menyakitkan. Dipojokkannya Yuuki dan ditatapnya mata itu. Lift dihentikannya di antara lantai 20-19. Yuuki memalingkan wajahnya. Perasaan bersalah dan juga marah masih mengusai sebagian hatinya. Marah karena peristiwa id ruangan itu, tetapi juga merasa bersalah karena telah menampar Saito didepan semua orang, sehingga terlihat menurunkan derajatnya dihadapan bawahan Saito. Dia tak sanggup menatap mata itu. Yuuki.. tatap mataku.. Tapi Yuuki tak bergeming. Tatap mataku Yuuki, kumohon.. Terjadi jeda keheningan, dan akhirnya Yuuki berkata lirih. Maaf, karena telah menamparmu tadi. Seharusnya aku tak melakukannya di depan semua orang... Tangan Saito mengusap lembut wajah Yuuki dan memaksanya untuk memalingkan wajah. Yuuki melihat wajah itu, bukan wajah marah ataupun malu. Tetapi wajah yang selalu diperlihatkan Saito pada dirinya seorang. Ketika Ayah Saito meninggal, ketika dirinya terluka oleh Soka, dan kemarin ketika Yuuki marah di bangku taman akibat Roseta. Saito memeluk Yuuki erat, tak ingin melepasnya. Dan berujar lirih, Tamparan itu pantas untukku Yuuki. Malah seharusnya kedua wajahku ini. Aku selalu berharap kau marah kepadaku dan terus memukuliku... Karena diriku kau selalu menangis. Selalu kesepian, selalu tersakiti. Tapi, kau tak sekalipun marah ataupun lari dariku.... Yuuki terdiam. dipandanginya pintu lift yang memantulkan wajah nya yang ternyata terlihat buruk sekali ketika marah. Dan seketika mengendurkan otot wajahnya dan kembali rileks. Maafkan aku Yuuki... Jika kau ingin pergi dariku dan melupakanku.. Aku... Akan melepasmu.., sambil melepaskan pelukan, Saito menatap wajah Yuuki untuk yang terakhir kali. Berharap menemukan sebuah senyuman, tetapi sepertinya hal yang musatahil. Hanya saja, wajah Yuuki sekarang tersenyum padanya. Saito bodoh... , senyum Yuuki lembut. Kita sudah pernah membahas hal itu sebelumnya, dan kau masih mengulangnya.. Yuuki.. apakah kau masih marah padaku.. Yuuki mendongak dan menatap mata coklat Saito, Akan kuperjelas sekali lagi. Perkataanku yang duluuu sekali, lalu kemarin, dan juga tadi. Bahwa.. Aku..Tidak.. Akan.. Meninggalkanmu walaupun kau menginginkanku pergi.. Titik!, dan seulas senyum serta pelukan hangat Yuuki menutup kemarahannya. Ta..Tapi Yuuki..

164

Sstt.. kurasa tadi, hal yang paling menyakitkan untukmu.. maaf Saito, aku benarbenar lepas kendali tadi. Sehingga semua orang harus melihatnya.. Yuuki.. kenapa? Kenapa seperti ini? Aku selalu menyakitimu.. aku selalu membuatmu menangis.. aku selalu membuatmu marah.. tetapi, kenapa.., Saito seperti tak percaya dan marah pada dirinya sendiri. Yuuki terdiam dan jawabannya hanyalah pelukannya yang semakin erat tak mau melepaskan Saito. Saito kehabisan kata-kata, hanya mengucapkan perkataan maaf berulang-ulang. Dan yuuki membungkamnya dengan ciuman hangat, berusaha untuk mengurangi rasa bersalah Saito padanya. *** Presdir Saito.. Ah, ternyata benar. Maaf mengganggu anda.., ujar seseorang yang berpakaian rapi. Umurnya sekitar 40an, sepertinya rekan bisnis Saito. Saito berpaling, Sebentar Yuuki,.., lalu berbalik dan menemui Presdir Park. Ada apa gerangan anda kemari.. Mereka mengobrol dan Yuuki berlalu meninggalkan Saito. Ada sebuah bangku di ujung ruangan dan menghadap Saito persisi, sehingga Saito tak perlu mencari-carinya. Kepala Yuuki terasa pening, dan perlahan keringat dingin mulai dirasanya. Ada apa ini, seharian tadi kondisi badannya baik-baik saja, tetapi kenapa tiba-tiba drop begini. Diusapnya keringat yang mulai mengalir. Lalu teleponnya berdering. Bibi Sue. Bi.. Yuuki, apa kau baik-baik saja.. maksud bibi, kesehatanmu sekarang.. .. aku sedikit lemas bi.. keringat dingin, juga pusing.. kenapa?.. Ah.. benarkah.. baiklah, dimana kau sekarang? Elena akan segera menjemputmu dan menjelaskan segalanya.. Eh.. menjemputku? Menjelaskan apa... Pokoknya tunggu Elena.. nanti dia akan menjelaskan semuanya.. diam disana ya.. Yuuki mengangguk dan berujar lemah, mengakhiri percakapan aneh dengan bibinya tersebut. Keringat dingin semkain deras mengalr, dan kepalanya semakin pusing, lemas, pucat. Saito telah selesai, dan dia membawa sebuah undangan. Menghampiri Yuuki, dan terkejut mendapati kondisi Yuuki yang terlihat pucat. Yuuki! Kau sakit??, disentuhnya kening Yuuki dan terasa hangat. Kau demam.. Yuuki.. Yuuki memgang tangan Saito, seperti sedang meminta kekuatan.. ..Elena..akan segera kemari.. menjemputku.. Saito.. Semakin cemas Saito, apalagi mendengar bahwa Elena juga ikut turun tangan.. Apakah separah itu.. apa yang kau rasakan.., ucapnya.

165

Yuuki menggeleng, kepalanya semakin pening dan sedikit kunang-kunang, rasanya seperti mau pingsan saja. Tepat sebelumnya sebuah mobil merah berhenti di depan pintu masuk, dan Elena keluar, berjalan cepat menuju ke arah Yuuki. Kau tak apa-apa Yuuki.., disentuhnya kening Yuuki dan telapak tangannya.. Yuuki menggeleng, pertanda tidak bagus. Apa yang terjadi dengannya Elena, tadi dia masih baik-baik saja.. Bawa dia ke mobilku sekarang Saito. Waktunya sedikit.., dan segera berlalu kembali ke mobil. Saito menurutinya dan menggendong Yuuki lembut, Bertahanlah.. Yuuki hanya mengangguk lemah, kekuatannya hilang sama sekali. Hanya meringkuk di alam gendongan Saito dan mencoba untuk tetap sadar. Elena tak memberikan penjelasan apa-apa, dan hal itu semakin membuat cemas Saito. Yuuki terdiam dan mencoba untuk memberitahunya bahwa dia baik-baik saja. Tetapi yang terlihat malah wajah yang kesakitan, sehingga terdiam kembali. Bisakah aku menemaninya.., pinta Saito. Tetapi Elena hanya menggeleng dingin, dia sudah siap dibelakng kemudi tetapi Saito masih saja mengganggunya, Akan kukemabalikan Yuuki nanti. Sekarang menyingkirlah.., ditambah anggukan Yuuki. akhirnya Saito menyingkir dan membirakan Elena membawanya. Kejadian itu membuat kesal Saito sepanjang hari, tak ada yang bisa dilakukannya. Bahkan sebelumnya dia telah membuat Yuuki kecewa. Argh!! Bukannya berada di samping Yuuki, sekarang alasan meeting menghantuinya lagi. Segera saja dia bertolak ke Illionies untuk urusan bisnis dengan helikopter pribadinya. *** Elena, apa yang sebenarnya terjadi dengan ku... Hening, hanya suara deru mobil yang mengiringi mereka. Kondisi Yuuki sedikit membaik dengan tambahan tenaga dari Elena. Wilayah sekitar tak begitu dikenali Yuuki, sepertinya mereka menuju pedalaman pegunungan, karena sejak tadi hanya pemandangan pohon pinus dikanan kiri mereka. Apakah kau telah menerima sebuah tenaga asing.. Yuuki terdiam sejenak dan berusaha memikirkannya, Mm.. Sekitar dua hari yang lalu aku disebuhkan oleh seorang peri Air yang menjaga Sealiher di rumah Saito. Dia yang memberiku tenaga... Apakah itu berbahaya?.. Elenea menggeleng, Tidak. Kau pasti telah marah atau sedih yang berlebihan selama dua hari ini.. Itu yang menyebabkan kondisi negatif ini muncul.. Tadi aku sempat marah dan sedih bersamaan..

166

Hem.., Elena hanya mengangguk dan mengakhiri pembicaraan. Mereka telah sampai tujuan, sebuah danau yang cukup kecil, hanya berdiameter sekitar 10 meter saja. Dan ada sebuah anjungan kecil dipinggirnya. Kita akan pulihkan tenagamu disini... Suasana danau sangat tenang. Bahkan tak terdengar suara burung ataupun angin berhembus. Permukaan danau yang licin, memantulkan bayangan pepohonan sekitar. Danau ini tertutup kelihatannya, dikelilingi oleh pepohonan yang rindang dan juga rapat. Elena segera membuat kekai di sekeliling danau, dan Yuuki segera bergegas msauk kedalamnya. Berjalan perlahan ke ujung anjungan, dan melepas semua pakaiannya. Masuklah.. akan ku jaga tempat ini.., ucap Elena mengamati Yuuki. Yuuki mengangguk dan segera menuju ke tengah-tengah danau. Kakinya mengambang dan berjalan lembut, seperti tak terganggu bahwa kenyataannya dia sedang berjalan di permukaan air. Langkah kakinya mantap hingga ke tengah danau, dan seketika perlahan tubuhnya mulai terhisap kedalam danau. Perlahan hingga seluruh tubuhnya berada di dalam air. Dan mulailah proses pe Netralan itu. Dan tiba-tiba seperti terhubung, perasaan sesak seketika menjalari dada Saito. Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba menghilang, meninggalkan kekosongan di dalam jiwanya. Kepala Saito terasa pening, dan jatuh pingsan ketika berada di dalam kendaraan menuju tempat meeting. *** Di suatu tempat di kota Illionies, seseorang tiba-tiba menengadah dan tersenyum penuh arti. Mereka ada di sini rupanya.., katanya lirih. Lalu kembali menatap sekretarisnya, Tolong kau ganti kan rapatku, ada seseorang yang penting yang harus kutemui sekarang, sambil berjalan berlawanan arah menuju mobil pribadinya. Sekretarisnya hanya bisa geleng kepala, dia sudah paham watak Presdirnya, jika dia berkata akan bertemu dengan seseorang di saat menjelang rapat sepenting ini, dia pasti tak ingin diganggu ataupun dibantah. Baik Tuan Dan Willian semakin tersenyum senang, ketika dia merasakan kehadiran Elena, Hmm.. dia pasti anak didiknya.. Si Naga Air Biru *** Elena termenung terdiam menjaga Yuuki yang tengah menjalani proses penetralan. Semilir angin ditambah heningnya suasana danau membuatnya semakin waspada. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, tetapi semenjak tadi tak terdengar satu pun suara binatang. Elena menyadari betul risiko nya menempatkan Yuuki di danau ini. Tetapi ini merupakan satu satunya danau yang paling dekat dengan Yuuki sekarang. Dan dia harus berani memasuki wilayah ini, risikonya akan datang sendiri nanti. Ya.. sebentar lagi.. Karena William sedang meluncur kesana. *** 167

Lama tak jumpa Elena.., sapa William sambil tersenyum. Elena memandang William waspada, Maaf mengganggu teritori mu, tetapi ini kepentingan mendesak, dan aku tak punya waktu untuk meminta izin padamu Aku paham..aku paham bukankah kau memang tak pernah meminta izin ku .., dan tiba-tiba saja William bergerak maju dan melancarkan serangan pada Elena. Elena sudah mengantisipasinya, dan segera menyambut ajakan William untuk berduel. Sementara itu pemulihan Yuuki telah mendekati 80 % begitu juga Saito akan mulai terjaga kesadarannya. *** Tuan Muda!! Tuan Muda!!, Alfred cemas mendapati Saito tiba-tiba pingsan. Saito masih tak sadarkan diri, di dalam mimpinya, dia bertemu dengan Yuuki. Apa yang sedang kau lakukan disini Yuuki!, teriaknya. Yuuki berada jauh didepannya, mengambang di tengah-tengah udara.. atau air.. entahlah. Tenang dan terlihat anggun. Pakaiannya serba biru laut dan Yuuki seperti tak sadarkan diri. Saito berusaha mendekatinya, tetapi sekeras apapun ia mencoba, ia tetap tak bisa menembus perisai kokoh yang menghalanginya. Yuuki!! Hingga akhirnya, Saito hanya memandang Yuuki diam.. entah mengapa seperti ada rasa damai yang menyelubunginya. Yuuki.. sebenarnya apa yang sedang kau lakukan sih. Dan,, ada dimana kita.. Jika benar aku sedang bermimpi, kenapa seperti kenyataan?? Dan aku mengingat sedang apa aku tadi. Seharusnya aku sedang dalam perjalanan untuk rapat, tetapi entah kenapa tiba-tiba dadaku sesak dan semua nya gelap, mencoba untuk meraih Yuuki yang seperti dalam tabung air raksasa, Kau tidak apa-apa kan Kau terlihat cantik disana.., seulas senyum Saito ternyata membuat Yuuki tersenyum juga. Dan tepat ketika penetralan mencapai 100%, Yuuki mengangguk penuh arti kepada Saito. Saito kembali tersadar, dan wajah yang pertama kali dilihatnya adalah wajah cemas Alfred. Ha. Tuan Muda!! Anda sudah sadar.. Saito terbangun dan mengamati sekelilingnya. Alfred menjelaskan bahwa mereka sudah tiba di Illionies, dan rapat di cancle karena ada beberapa Presdir yang tidak bisa hadir, termasuk Saito. Saito mengangguk mengerti dan menjelaskan bahwa dia tak apa-apa. Aku akan pulang nanti, sendiri, kau pulang lah lebih dulu Alfred Tapi Tuan Muda.. Aku akan pulang bersama Yuuki nanti, sekarang aku akan menjemputnya

168

Alfred sedikit bingung, tetapi Saito langsung mengatakannya, bahwa Yuuki juga sedang ada di Illionies. Ya, dia ada di sini sekarang.. *** William masih saja bermain-main dengan Elena. Walaupun umurnya tak terpaut jauh dengan Yuuki, tetapi dia merupakan Weater Fighter yang tangguh, sehingga pertarungan berjalan imbang. Hingga akhirnya Yuuki telah pulih 100%, dan keluar dari danau sambil menatap William dingin. Wah.. ternyata kau sudah pulih rupanya. Cepat juga danau ku ini ya.. , ucap Will sinis. Yuuki mengenakan gaun Sear yang terbuat dari air, dan berjalan santai mendekati Elena. Siapa dia Elena? Bagaimana keadaanmu?, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Will. Aku sudah baikan. Siapa dia? Elena menghela nafas frustasi, Haaahh Dia yang punya danau ini.. ini masuk dalam wilayahnya.. sebenarnya jika dari awal aku sudah tahu, mungkin aku akan minta ijin dulu padanya.. Yang punya danau??, Yuuki memadang aneh William. Apa? Kau tak pernah mendengar ada Weater yangg memiliki danau sendiri? Kalo begitu perkenalkan untuk pertama kalinya, aku William, dari keluarga Duke Weater. Danau ini merupakan salah satu danau ku yang ada di wilayah Illionear ini. Sebenarnya agak sedikit marah sih, karena ada yang menggunakannya tanpa izin. Tapi karena ternyata Elena yang menggunakannya, aku izin kan, sambil tersenyum nakal. Elena semakin frustasi. Sudah puas??!!! Dasar, kau tak pernah berubah sedikit pun Yuuki tertegun, Hei, bukankah tadi kau bertengkar dengannya?! Kenapa.. Dia memang seperti itu Yuuki. Selalu ingin bermain ketika bertemu dengan sesama Weater. Padahal tadi adalah keadaan terlemahmu, aku jadi terpaksa meladeninya.., Elena terhenti ketika melihat Will kembali serius. Ada apa Ada seorang Fire Fighter yang datang kemari.., sambil memandang lurus ke arah langit selatan. Dia mempunyai kekuatan khusus, bisa mengenali elemen seseorang hanya dengan merasakannya.., jelas Elena. Yuuki mengikuti arah pandang Will. Fire Fighter Jangan-jangan... Dan dugaan Yuuki benar, Saito terlihat sedang menuju ke arah mereka, dan berhenti tak jauh dari kelompok Yuuki, Will dan Elena. Yuuki hendak berjalan ke arahnya, tetapi William terlebih dulu meluncurkan serangan, dan membuat Yuuki terkejut. Hentikan!!

169

170

You might also like