You are on page 1of 33

BAGAIMANA SISWA BERKEMBANG DAN BELAJAR

(CHAPTER 3)

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pedagogy Pendidikan Dasar yang diberikan oleh Bapak Dr. Y. Suyitno, M.Pd.

Disusun Oleh: ASTY PURNAMAWATI ( 1201190 )

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan atas segala Rahmat dan Hidayah Allah SWT, penyusun dapat menyelesaikan tugas mata Paedagogy Pendidikan Dasar berupa makalah dengan judul Bagaimana Siswa Berkembang dan Belajar. Salawat sertasalam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya sampai akhir zaman. Amiin. Penyusun sangat menyadari akan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, meskipun demikian penyusun berusaha dengan sekuat daya untuk menyusun tugas ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya makalah ini. Penyusun pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

sempurna.Meskipun demikian, penyusun berharap mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi penyusun pada khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya.Semoga segala kebaikan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini mendapat balasan dari Allah SWT.Amiiin.

Bandung, September 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Para pendidik, dan khususnya ahli psikologi pendidikan, mengingatkan kita bahwa semua siswa mempunyai kebutuhan dasar sebagai manusia, walaupun tingkat kebutuhannya berbeda antara garis besar terbagi menjadi kebutuhan : fisik, social, emosi dan kebutuhan intelektual. Perubahan yang terjadi di individu dinilai menjadi lebih baik dimasa masa menjadi lebih adaptif dan fleksibel dan sebab itu masa perkembangan digunakan. Guru-guru memiliki peluang yang pertama untuk mengobservasi bagaimana siswa secara individual berkembang dan memperlihatkan sifat-sifat dasar perkembangan.Penelitian terhadap kebiasaan kerja siswa, keterampilan dasar, dan tingkah laku siswa dalam grup kecil dapat menambah masukan kepada guru dan yang yang tidak kalah penting mengisi format observasi untuk memonitor tingkah laku siswa.( contoh tabel 3.1)

Tabel 3.1 Format observasi siswa Seberapa baik saya mengenal siswa-siswa di kelas saya ? 1. Apakah saya mempunya catatan awal tentang tingkah laku setiap siswa ? 2. Apakah saya tahu kesuksesan yang ingin dicapai setiap siswa ? 3. Ketrampilan apa yang dibutuhkan mereka sampai mencapai prestasi ? 4. Apa saja aspek-aspek tingkah laku social dari setiap siswa ? 5. Siswa yang mana yang memiliki hambatan di fisik ? 6. Siswa yang mana yang memiliki hambatan emosional ? 7. Siswa yang mana yang membutuhkan bantuan untuk bersosialisasi ?

Bagaimanapun, penting untuk membuat catatan ada banyak ketidaksepakatan.dan tentang alur perkembangan yang terjadi. Walaupun kebanyakan teori perkembangan setuju bahwa perkembangan manusia memiliki tingkatan yang berbeda, dan perkembangan itu sangat relative, pada permasalahan lain ada ketidaksepakatan yang amat sangat.

1.2 RUMUSAN MASALAH Apakah lingkungan mempengaruhi perkembangan atau sudah ditetapkan sejak lahir ? Apakah ada kesamaan pola perkembangan untuk semua anak atau ada banyak pola-pola yang unik ? Apakah rentetan perkembangan dan keseluruhan atau karakteristik terbaik setiap tahapan ?

BAB II PEMBAHASAN

Masa perkembangan manusia biasanya digunakan untuk menunjuk perubahan di manusia antara masih dalam kandungan sampai meninggal.Penekanannya pada perubahan yang kelihatan terjadi berupa perkembangan fisik, perkembangan personal, perkembangan social, perkembangan kognitif dan perkembangan moral. Berikut ini akan dibahas perkembangan kognitif dan perkembangan social, emosi dan moral. 2.1 TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF

Jean Piaget dan ahli psikologi yang lain, seperti Brunner (1996) dan Vygotsky (1978), mengembangkan teori kognitif yang menggambarkan bagaimana individu berkembang melalui serangkaian tahapan perkembangan kognitif.

JEAN PIAGET

Jean Piaget (1896-1980) adalah pelopor penemu teori perkembangan (Berger 2000; Heaven2001).Dia diperkerjakan sebagai psikolog to field-test questions untuk tes kecerdasan standar untuk anak2. Ketika memeriksa jawaban yang benar dan salah dari jawaban anak2 terhadap pertanyaan2 yang spesifik dia menjadi tertarik mengapa anak-anak diusia yang sama memberikan konsep jawaban yang salah yang sama. Kejadian ini membuat dia berfikir untuk mempertimbangkan sebuah urutan perkembangan yang dapat menerangkan pertumbuhan kecerdasan. Piaget percaya bahwa ada sebuah tahapan biologi yang tidak dapat dihindari saat anak-anak berkembang. Dia melakukan observasi yang intensif terhadap masingmasing anak ( terutama anaknya sendiri) dan dengan metode klinis ini dibangun prinsip-prinsip teorinya. Dia menggunakan term skema (skema panjang) untuk menunjukan bagaimana anak-anak membangun dunia mereka.Skema adalah sebuah konsep atau kerangka kerja yang ada dalam pikiran individu untuk mengorganisasi dan menginterprestasikan informasi (Santrock 2001). Piaget berpendapat ada dua proses yangdapat dipertimbangkan bagaimana anak2 menggunakan dan beradaptasi dengan schemata mereka : 1. Asimilasi 2. Akomodasi.Asimilasi terjadi ketika seorang anak menggabungkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada.Akomokodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri dengan informasi baru (Santrock 2001).Yaitu, asimilasi menyesuaikan lingkungan ke dalam skema, sedangkan akomodasi adalah menyesuaikan skema ke dalam lingkungan. Piaget juga menggunakan term equilibrum kognitif untuk menerangkan bagaimana anak-anak menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Equilibrum kognitif adalah keadaan keseimbangan mental.Ketika seorang anak mendapatkan pengalaman yang baru yang tidak cocok dengan pemahaman yang sudah ada maka equilibrum kognitif terjadi. Awalnya proses ini membingungkan tapi akhirnya mengarah pertumbuhan kognitif (Berger 2000).

Piaget beranggapan bahwa anak bayi mengembangkan skemata, Proses ini berlangsung sangat lama dimana setiap manusia membangun dan memodifikasi skemata mereka dan perkembangan ini terungkap melalui tahapan-tahapan. Teori Piaget sangat memeliki dampak yang besar bagi para pendidik dan sekolah karena wawasan yang telah diberikannya, yaitu : Anak-anak berfikir secara berbeda (in term kualitatif) pada berbagai tahapan perkembangan mereka. Tahapan perkembangan mereka tergantung pengalaman mereka. Belajar membutuhkan keterlibatan aktif, fisik dan mental, antara anak dan mental. Anak-anak membangun struktur kognitif mereka. Mereka tidak secara pasif menerima pengetahuan tapi mengatur dan mengubahnya sesuai dengan struktur kognitif mereka. Anak-anak berfikir berbeda dengan orang dewasa dan tingkat pemikiran mereka bervariasi pada tahapan-tahapan yang berbeda.

Renungan : Apa yang kamu ingat tentang tahun-tahun awal dirimu ? Apa mainan terbaikmu saat itu ? Apa hobi favoritmu atau permainan ? Sejauh mana kamu melewati tahapan seperti yang digariskan Piaget.

Piaget melihat perkembangan kognitif atau intelektual mempunyai empat tahapan : 1. Sensori-motor (0-2 tahun) 2. Pre-operational (2-7 tahun) 3. Konkrit operational (7-11 tahun) 4. Formal operational (11 tahun ke atas)

Dia mempertimbangkan bahwa setiap individu melalui empat tahapan ini dalam urutan yang sama, walaupun akan ada beberapa variasi dalam usia terkait dengan setiap tahap. Yang perlu diperhatikan bahwa seorang individu tidak akan tiba-tiba berhenti di satu tahapan dan mulai di tahapan lain. Sebaliknya ada penggabungan dari satu tahapan ke tahapan lainnya.Kenyataanya, sangat mungkin pada situasi tertentu seseorang dapat menampilkan karakteristik tahapan tertentu dan untuk situasi lainnya menunjukkan karakteristik tahapan yang lebih tinggi atau lebih rendah.

1. Tahapan Sensori-motor (0-2 tahun) Pengalaman bayi terhadap lingkungannya hasil dari peinderaan mereka dan dari gerak tubuh mereka.Saat akhir tahap ini mereka dapat menyelesaikan problem-problem sederhana di kepala mereka. Anak-anak belajar : (a) Bahwa sebuah benda yang permanen dan tetap akan ada walaupun mereka tidak melihatnnya lagi. Mereka menggunakan imaginasi untuk membayangkan objek tersebut (mediation) (b) Untuk memulai aksi untuk mencapai tujuan. Mereka menggunakan fisik dan mental dengan metode trial &error untuk memanipulasi objek.

2. Tahapan Pre-operational (2-7 tahun) Piaget menganggap bahwa tahapan ini menghadirkan lompatan kuantum karena anak-anak mulai belajar menggunakan symbol. They make something to stand for something else. Bahasa menjadi penting untuk mereka untuk mengembangkan symbol-simbol mereka.Pengalaman merupakn suatu hal yang vital untuk mengembangkan pola pemikiran mereka. Anak-anak pada tahapan ini : (a) Mengelompokkan benda berdasarkan satu karakteristik

(b) Membentuk dan menggunakan symbol seperti kata-kata, gerak tubuh dan tanda-tanda (c) Meniru tindakan-tindakan atau berpura-pura seperti menyisir rambut mereka (d) MeRumuskan konsep-konsep sederhana (e) Egosentris, mempunyai kesulitan melihat pendapat orang lain (f) Mempunyai kesulitan mengerti kondervasi ( bahwa jumlah dan kualitas materi tetap sama walaupun bentuk dan posisi dapat berubah )

Figure 3.2 Strategi mengajar untuk siswa tahap pre-teaching 1. Menggunakan benda konkrit 2. Menggunakan perangkat visual 3. Menggunakan perintah yang pendek Menggunakan gerak tubuh 4. Berikan praktek yang mudah untukmembentuk kata 5. Berikan pengalaman yang lama untuk Membangun konsep belajar Source : Based on Woolfolk 2001 and Santrock 2001 contoh : mengunjungi taman, teater contoh : balok, batang contoh : gambar2, OHP contoh:menerangkan dengan peragaan contoh : potongan huruf

3. Tahap Kongkrit operational ( 7 11 tahun ) Pada tahap ini setiap individu dapat menggunakan proses berfikir logic tapi hanya dengan objek atau problem yang kongkrit . Mereka dapat berfikir melalui tindakan tertentu tanpa harus melalui proses mencoba masing-masing dengan trial and error. Individu yang beroperasi pada tahap ini terkait dengan pengalaman

pribadinya.Jika mereka dapat mengambil bagian dari kegiatan dengan objek kongkrit mereka dapat memproses semua bentuk berfikir.Elemen utama adalah reversibility,

yaitu kemampuan untuk membuat cadangan satu proses berfikir menyadari bahwa sebuah bola dari tanah liat dapat dibuat menjadi seekor anjing tapi setelah itu dpat dikembalikan kembali menjadi bola tanah liat.

Anak-anak pada tahapan ini : (a) Dapat menggunakan system klasifikasi yang berbeda. Mereka dapat mengurutkan angka-angka dan mengelompokkan onjek berdasarkan warna, bentuk atau ukuran. (b) Dapat mengenali stabilitas dunia fisik (c) Dapat mengenali bahwa elemen-elemen dapat berubah tanpa kehilangan karakteristik dasarnya (conservation) (d) Dapat merangking objek yang berbeda sesuai perintah, contohnya berdasarkan ukuran (serialising) (e) Membangun lebih banyak sosiometri dan makin turunnya pendekatan egosentris ketika berkomunikasi dengan orang lain.

Figure 3.3 Strategi mengajar untuk siswa tahap kongkrit operational 1. Tetap menggunakan bahan kongkrit 2. Tetap menggunakan peralatan visual 3. Menggunakan contoh yang familier, dari lingkun Sederhana ke hal yang kompleks 4. Memastikan presentasi yang singkat dan titik Terorganisir baik 5. Berikan latihan untuk menganalisis dan poin ex. Menggunakan teka-teki ngan local dengan tempat yg jauh ex. Gunakan angka kecil untuk ex. ex. Artefak, objek ex. Timelines, OHP Membandingkan antara

Masalah2 dan kegiatan2 Sumber : Based on Woolfolk 2006 and santrock 2001

brainstorming

STUDI KASUS Bagaimana saya gunakan Piaget di pembelajaran saya Di dalam kelas 7 saya menemukan teori perkembangan Piaget sebuah petunjuk penting bagaimana mengajarkan matematika.Saya tahu bahwa beberapa siswa saya ada di tahap kongkrit operation ketika sebagian lainnya sudah di tahap formal operation. Karena itu saya harus menggunakan contoh yang kongkrit (lingkaran2 berwarna, bentuk2 geometri, kartu plastic) untuk memberikan pengalaman kepada siswa saya dan mendorong mereka menemukan rumus penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

4. Tahap Formal Operation ( 11 tahun ke atas ) Setiap individu sekarang dapat mengoperasikan level yang baru, yaitu : level formal. Mereka dapat mengunakan pemikiran hypothetico-deduktif dan focus pada pertanyaan-pertanyaan what if dan what might be. Pada tahap ini gerak Siswa dapat mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan abstrak; mereka dapat membuat hipotesa dan mempertimbangkan beberapa alternative. Walaupun begitu, mereka tidak dapat menerangkan ke orang lain system reasoning yang mereka gunakan.

Siswa dapat berimajinasi sekenario ideal untuk mereka dan yang lainnya.Mereka sering menjadi terlalu masuk di aktifitas egosentris seperti menganalisis kepercayaan dan tingkah laku mereka sendiri. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat : (a) Dapat berfikir formal menggunakan objek abstrak tapi tidak mungkin dapat menerangkan proses berfikir yang mereka gunakan. (b) Berimajinasi sekenario dunia yang ideal (c) Menjadi menikmati egosentrism remaja (d) Bisa melihat alasan dari prinsip2 yang general menuju tindakan-tindakan spesifik (e) Secara sistimatis dapat mengeksplore logika alternative. (f) Mengisolasi faktor2 individual dan kombinasi dari factor yang memngkinkan yang dapat contribut untuk sebuah solusi. Yang menjadi problem adalah bagaimana operasi berfikir formal secara luas dapat dimiliki para remaja dan orang dewasa.Woolfolk (2006) berpendapat banyak siswa SMU yang tidak dapat menggunakan berfikir formal di materi seperti matematia atau sains.Ada kemungkinan bahwa banyak orang dewasa dapat menggunakn operasi berfikir formal untuk area yang terbatas. Tabel 3.4 Strategi mengajar untuk siswa operational formal 1. Tetap materi operasional yang kongkrit 2. Beri kesempatan siswa melakukan hipotesis 3. Beri kesempatan siswa melakukian inquiri 4. Mengunakan konsep2 yang luas dibanding Fakta2 5. Gunakan aktifitas sangat relevan dengan Ketertarikan siswa2 Sumber : Woolfolk 2006 and Santrock 2001 ex. Gunakan lagu2 modern untuk diskusi permasalan social ex. Simulasi berbasis computer ex. Menulis pandangan terhadap Topic yg kontroversial ex. Proyek individual dan grup ex. Ingkungan & polusi

IMPLIKASI TEORI PIAGET DALAM PEMBELAJARAN Sebagai guru sangat penting bagi kita untuk mengobservasi dan mendengarkan dengan cermat terhadap apa yang dikatakan dan dilakukan siswa kita dan coba analisis bagaimana cara mereka berfikir. Beberapa konsep dan prinsip dari teori Piage sangat penting untuk diimplikasikan untuk pengembangan berfirkir siswa. Materi kongkrit Terutama di TK dan SD awal, siswa membutuhkan bekerja dengan objek yang kongkrit (untuk menggerakkan, menyentuh, bertindak, melihat dan membaui ssuatu benda. Catatan Gage dan Berliner (1992,p124) anak-anak yang tidak bermain dengan biji-biji, balik, gumpalan tanah liat kemungkinan akan susah mengeti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian Pembelajaran terbuka (open learning) Kelas yang terbuka, cukup mapan, dapat mengaktifkan siswa untuk bekerja di beberapa proyek individual sesuai dengan tahapan perkembangan masing-masing.Mereka mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan, membuat struktur dan membentuk kembali bahan2 dan membuat beberapa kesimpulan untuk menyelesaikan puzzle dan masalah2.Siswa dapat membuat keputusan tentang perkerjaan mereka dan dapat membangun tanggung jawab terhadap menetapkan dan mencapai tujuan pendidikan mereka. Penemuan pembelajaran ( discovery Learning) Berfikir termasuk menemukan jawaban dari permasalahan2.Pendekatan induktif oleh anak2 untuk masalah2 tertentu dapat memimpin untuk penemuan pribadi yang penting.Hal ini penting bagi siswa untuk tahapan perekembangan mereka untuk memperoleh pemahaman yang lebih kompleks tentang konsep2 dan prinsip2 (De Vries & Zan 1994) dan perkembangan social (Becker & Varelas 2001). Strategi yang cocok dengan kemampuan yg akan dicapai ( matching strategies to ability)

Tahapan Piaget memberikan rambu-rambu untuk mengajak guru2 memberikan pengalaman pembelajaran yang cocok denagn kemampuan siswa.Aktifitas pembelajaran harus menciptakan kebingungan yang cukup (disequilibrum) untuk mendorong siswa berfikir mencari solusi.

Kecepatan Belajar (pace of learning) Siswa membutuhkan peluang untuk bekerja menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kecepatan mereka sendiri daripada dipaksakan mengikuti pola kecepatan total kelompok. Karena pola perkembangan yang berbeda, siswa akan sangat bervariasi untuk berhasil menyelesaikan tugasnya. Yang terpenting dari semua itu adalah siswa membutuhkan waktu dan kesempatan untuk memilah sendiri konstruksi pengetahuan mereka.

Cobalah di kelas Cobalah tugas Piaget dengan sekelompok anak2 usia 6 10 tahun. Sebagai contoh : ambil dua bola terbuat dari play dough dengan ukuran sebesar bola golf. Catatlah ide anak-anak terhadap percobaaan di bawah ini : Diskusikan bentuk bola golf yang asli Diskusikan apa yang terjadi jika dua bola itu digulung berbentuk sosis Diskusikan apa yang terjadi jika dua bola itu dirubah menjadi empat bola yang lebih kecil Diskusikan apa yang terjadi jika sebuah bola diratakan ke cetakan pancake

KRITIK TERHADAP TEORI PIAGET

Teori piaget memberikan dampak yang besar terhadap pendidik dengan perkembangan kognitifnya. Beberapa program pendidikan didisain berdasarkan orentasi perkembangan, khususnya siswa SD. Namun penelitian terbaru telah menemukan data yang berlawanan denagan teori Piaget. Menurut McInerney and McInerney (2002) penelitian terbaru menemukan problem2 : Apakah tahapan Piaget digambarkan secara universal ? Apakah mereka melintasi domain pengetahuan ? Apakah berbagai kemampuan kognitif berkaitan dengan tahapan yang muncul pada usia yang diprediksi Piaget ? Apakah tahapan perkerkembangan yang dia gambarkan meliputi seluruh individu dan budaya ? Perbedaan tahap structural ( structurally distinct stages) Tamapknya tidak ada kekonsistenan dalamberfikir di setiap tahapan yang piase gambarkan dalam kasus.Sebagai contoh, siswa mungkin konservasi dari jumlah secara efektif tapi tidak konservasi berat. Piaget menyatakan konservasi terjadi level operasi yang sama disegala situasi. Lebih lanjut, studi penelitian terbaru mendemonstrasikan bahwa program training dapat mengaktifkan siswa untuk belajar konsep tertentu sebelum mereka mencapai tahapan tertentu. Tahapan tersebut tidak mendekati seperti yang piaget maksudkan. Mengerti kemampuan intelektual dari anak-2 kecil Metode klinis Piaget saat mengumpulkan data mungkin telah membuat dia mengalami masa2 yang sulit saat menghadari anak2 kecil.Penelitian terbaru mengindikasi bahwa siswa prasekolah memilikikompetensi lebih daripada yang diindikasikan Piaget di studi klinisnya.Peralatan ilmiah yang lebih maju digunakan di penelitian2 dan hasilnya mengidikasi Piaget memandang lemah kemampuan anak-anak untuk melakukan tugas tertentu di tahapan yang berbeda antara 6 12 bulan.Dia mungkin telah melakukan penekanan yang berlebihan pada ketrampilan berfikir formal pada anak remaja. Juga

nampaknya anak kecil dapat menjadi sangat social dalam pembicaraan mereka dan tidak terlihat egocentric ealam pembicaraan seperti yang dikemukakan Piaget, Menghadapi culture siswa dan social group Tahapan perkembangan Piaget nampaknya signifikan dengan budaya barat dalam berfikir ilmiah dan operasi formal dihargai sebagai level yang layak untuk dicapai. Budaya yang lain mungkin mempunyai prioritas yang berbeda, termasuk hal yang lebih tinggi untuk operasional konkrit dasar. Meminimalkan keunggulan social dan proses budaya Beberapa penulis terbaru (contohnua, Phillips 1995; Forman 1992) berargumen bahwa anak piaget adalah ilmuwan soliter yang membangun pengetahuan di luar konteks social dan asumsi ini membatasi teorinya. Anak-anak tumbuh besar dalam lingkungan social yang berbeda yang berefek pada pengalaman mereka dan kesempatan mereka untuk perkembangan kognitif. Yang lainnya, seperti De Vries (1997),

Jerome Bruner

Jerome Bruner (1966), seorang psikolog kognitif, juga meneliti pertumbuhan kognitif sebagai hasil dari bekerja bersama anak-anak. Kajian Bruner menekankan perkembangan kognitif.Ia menekankan cara-cara manusia berinteraksi dalam alam sekitar dan menggambarkan pengalaman secara mendalam. Menurut Bruner, perkembangan kognitif juga melalui tiga tahapan yang ditentukan cara melihat lingkungan, yaitu enaktif (0-2 tahun), ikonik (2-4 tahun), dan simbolik (57 tahun).

1. Tahap enaktif (0-2 tahun) Tahapan berfikir anak-anak melalui aktifitas fisik, umumnya anak-anak belajar melalui membuat (Learning by doing).Artinya mereka dalam memahami dunia sekitarnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya, bukan melalui penggunaan bahasa atau pemikiran mendalam. Menurut Slee (2002) tahapan enaktif ini sama dengan tahapan sensori motor Piaget 2. Tahap ikonik (2-4 tahun), Seorang anak memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal bukan melalui bahasa.Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komperasi), mereka berupaya menggambarkan sesuatu dalam pikirannya. Mereka berupaya menyebut objek yang tidak di depan mata, yaitu membentuk mental image Kata iconic berasal dari kata icon dari bahasa yunani yang berarti rupa atau citra.

3. Tahap simbolik (5-7 tahun), Seorang anak telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.Dalam memahami

dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses pemikirannya, semakin dominan atau citraPenggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ekonik dalam proses belajar. . Walaupun bruner berpendapat bahwa anak-anak cenderung berkembang sesuai tahap di atas, dia juga menekankan bahwa seseorang dapat saja menggunakan model pembelajaran enaktif, ikonik dan simbolik setiap saat dan bahkan secara bersamaan. Konsekuensinya guru-guru dalam pembelajaran akan memperoleh hasil yang lebih baik jika mengkombinasikan tiga tahapan di atas. Bruner juga menuliskan pentingnya discovery learning sebagai bagian untuk memahami struktur sebuah subjek yang sedang dipelajari. Bagan3.5 Discovery learning Siswa harus mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci. Guru memberikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan panduan contoh tersebut sampai mereka menemukan hubungan timbal balik dan menemukan struktur subjek tersebut. Classroom strategies : 1. Berikan contoh dan yang bukan termasuk contoh dari sebuah konsep yang sedang diajarkan. Contohnya : dalam pembelajaran tentang mamalia termasuk contoh didalamnya manusia, kangguru, kucing dan yang tidak termasuk contoh mamalia seperti ikan dan katak. 2. bantu siswa melihat hubungan antara konsep-konsep.Contoh : bawa siswa berfikir tentang nama alternative untuk konsep-konsep (orange, fruit)

3. Berikan pertanyaan-pertanyaaan dan dorong siswa menemukan jawaban. Contoh : Mengapa beberapa buah memiliki kulit yang tebal dan yang lainnya memiliki kulit yang tipis ? 4. Beri kesempatan siswa membuat tebakan berdasarkan pemikiran.

Contoh : berikan diagram yang tidak lengkap atau berupa sketsa dan suruh sisa melengkapinya Sumber : Anita Woolfolk, Educational Psychology, 8th edn, 2006.

Lev Vygotsky

Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi social yang hampa.Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak lebih dari setengah abad yang lalu.Teori Vygitsky mendapat perhatian yang besar ketika memasuki akhir abad ke-20. Vygotsky berpendapat perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh

lingkungannya, kontak dia dengan orang dewasa disekitarnya seperti orang tuanya dan guru, mempengaruhi anak tersebut melalui perbincangan, contoh perilaku dan lainnya.Perkembangan seorang anak juga dipengaruhi teman-teman dan teman

sebayanya, dalam bentuk perbincanan dan diskusi.Termasuk media, khususnya televisi, dapat mempegaruhi perkembangan kecerdasan. Bagi Vygotsky bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi.Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu memecahkan masalah.Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah.Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi. Teori Vygotsky tentang bahasa sebagai alat untuk seseorang dalam

mengembangkan kognitif mengalami keselarasan dengan pandangan dalam psikologi pendidikan.Dalam filsafat pendidikan pun beranggapan bahwa manusia membutuhkan pendidikan untuk bertahan. Manusia membutuhkan bahasa untuk mampu mendapatkan pengetahuan atau ia mempelajari bahasa yang berfungsi sebagai alat transformasi pengetahuan tersebut. Lebih dalam bahwa proses transfer ilmu mampu terjadi dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya.

Kemudian dalam teori Vygotsky terdapat pula beberapa unsur yang menjadi agen perubahan. Artinya seorang anak perlu mendapat bimbingan dari orang lain yang mempunyai pengetahuan yang lebih dari dirinya. Proses pendampingan secara dialektika membantu meningkatkan perkembangan kognitif anak. Pengetahuan anak yang awalnya masih dalam bentuk spontan, berubah menjadi semakin tertata, sistematis dan logis. Teori Vygotsky yang lain adalah scaffolding. Scaffolding adalah memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut serta memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, serta menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa

dapat

mandiri.

Vygotsky

menjabarkan

implikasi

utama

teori

pembelajarannya.Pertama,

menghendakisetting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masingmasingzone of proximal development mereka.Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah.

Kesimpulan teori perkembangan kognitif Piaget, Bruner, vygotsky dan aplikasi penggunaannya di kelas : Bagan 3.6 Agar lebih focus pada problem-problem pembelajaran yang spesifik, guru mengamati siswa secara individual di dalam kelas, berikut ini pertanyaan-pertanyaan yang didasari ketiga teori di atas : Piaget Pada tahap perkembangan mana siswa itu pada saat mengerjakan tugas ? Apakah sudah dipertimbangakan perlunya schemata saat diberikan tugas Apa material dan tehnik yang sesuai untuk tahap perkembangan siswa saat itu ? Apakah siswa baru saja masuk tahap perkembangan yang baru dan belum siap untuk melaksanakan tugas tertentu ? Apakah siswa punya cukup kesempatan untuk mengeksplor material yang baru secara fisik dan kognitif ? Apakah material yang diteliti belum dikenal siswa dalam pengalamanan sebelumnya ?

Bruner Apakah siswa sudah memiliki kesempatan untuk kontak denagn material baru sesuai pancainderanya ? Apakah guru-guru sudah menampilkan contoh-contoh dan yang bukan termasuk contoh kepada siswa ? Apakah siswa mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang sebuah konsep ? Vygotsky Apakah tahapan instruksi sudah sesuai dengan zone of proximal development siswa atau terlalu rendah atau tinggi ? Apakah pembelajaran siswa terlalu terbatas pada pembelajaran solitare ? Apakah kebutuhan sosial siswa sudah terpenuhi ? Apakah format pengajaran yang dibelikan tidak familier dengan budaya siswa ?

2.2 TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL, EMOSIONAL DAN MORAL

Sekolah tidak hanya memperhatikan perkembangan kognitif saja, siswa perlu membangun kepekaan dan identitas terhadap dirinya. Cara pandang mereka secara social akan terwujud dalam tingkah laku yang baik termasuk didalamnya pemahaman moral. Hal ini terjadi hasil dari berinteraksi dengan orang tua dan teman sebaya.

Teori perkembangan Psikososial Erikson

Erik Erikson menghabiskan masa kecilnya di Jerman dan masa remajanya belajar pada Freud di Austria.Dia mempublikasikan buku-buku penting di tahun 1950-an dan 60-an yang memperkenalkan teori tentang identitas pribadi. Dalam teori Erikson, 8 tahap perkembangan terbentang ketika kita melampaui siklus kehidupan.Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas yang menghadapkan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan & peningkatan potensi. Semakin berhasil individu mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka. Termasuk integrasi perkembangan personal, emosional dan sosial, serta implikasinya dalam proses pembelajaran. Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini : Usia Infancy (0-1 thn) Early childhood (2-3 thn) Preschool age (2-6 thn) School age (6-12 thn) Adolescence (13-18 thn) Young adulthood ( 19-25 thn) Adulthood (25-40 thn) Senescence 40 plus Tahapan Psikososial Trust vs Mistrust Autonomy vs Shame, Doubt Initiative vs Guilt Industry vs Inferiority Identity vs Role Confusion Intimacy vs Isolation Generativity vs Stagnation Integrity vs Despair

1.

Tahap Basic Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Ketidakpercayaan) Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 tahun.Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami.

2.

Tahap Autonomy vs Shame and Doubt (Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu) Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya. Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian.

3.

Tahap Initiative vs Guilt (Inisiatif vsRasa Bersalah) Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative guilty.Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan.Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.

4.

Tahap Industry vs Inferiority (Tekun vs Rasa Rendah Diri) Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industryinferiority.

Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri. Tahap keempat ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri.Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.

5.

Tahap Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan peran) Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity Identity Confusion.Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari

dirinya.Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya.Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya.

6.

Tahap Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan)

Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy isolation.Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar.Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham.Jadi

pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi.

7.

Tahap Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi) Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 24 sampai 40 tahun.Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation.Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya.Pengetahuannya cukupluas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat.Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas.Untuk mengerjakan atau mencapai hal hal tertentu ia mengalami hambatan. Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai

ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.

8.

Tahap Integrity vs Despair (Integritas dan Kekecewaan) Tahap 8 biasanya untuk orang-orang di atas usia 40 tahun dan mereka mempunyai kemampuan mengatasi krisis masalah kehidupan. Jika mereka selalu merespon positif secara konsisten saat membuat keputusan dan sudah menjadi gaya hidup, hal tersebut akan menaikkan kredibilitas mereka dimata orang lain. Sebaliknya jika ada beberapa orang dewasa tidak dapat mengatasi saat krisis dalam hidup mereka, mereka akan masuk ke dalam keputusasaan yang dalam dan mereka takut menghadapi kematian.

Teori Perkembangan Moral Kohlberg Lawrence Kohlberg ada siswa di universitas Chicago tahun 1950-an, dia banyak dipengaruhi teori Piaget, terutama teori dia tentang perkembangan moral. (McInerney & Mc Inerney 2002) Kohlberg kemudian merumuskan tiga tingkat perkembangan moral, yang masing-masing tahap ditandai oleh dua tahap.Konsep kunci dari teori Kohlberg, ialah

internalisasi, yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal. Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional (0 9 tahun) Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori

perkembangan moral Kohlberg.Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal. Tahap 1 : Orientasi hukuman dan ketaatan ialah tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini perkembangan moral didasarkan atas hukuman.Anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Tahap 2: Individualisme dan tujuan adalah tahap kedua dari teori ini. Pada tahap ini penalaran moral didasarkan pada imbalan dan kepentingan diri sendiri.Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat.Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah. Tingkat Dua: Penalaran Konvensional (9-19 tahun) Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg.Internalisasi individu pada tahap ini adalah menengah.Seorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat. Tahap 3: Norma-norma interpersonal, pada tahap ini seseorang menghargai kebenaran, kepedulian, dan kesetiaan pada orang lain sebagai landasan pertimbanganpertimbangan moral. Anak anak sering mengadopsi standar-standar moral orangtuanya pada tahap ini, sambil mengharapkan dihargai oleh orangtuanya sebagai seorang perempuan yang baik atau laki-laki yang baik. Tahap 4: Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban. Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional (di atas 20 tahun)

Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Tahap 5: Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum. Tahap 6: Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.

Untuk mengilustrasikan bagaimana seseorang pada tahap perkembangan moral yang berbeda bereaksi terhadap sebuah permasalahan, berikut ini contoh permasalan yang memiliki dilema disampaikan oleh Kohlberg (1966, p.64) dalam bukunya Life Span Development.

Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus.Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya sepuluh kali lipat lebih mahal dari pembuatan obat tersebut. Untuk pembuatan satu dosis kecil obat ia membayar 200 dolar dan menjualnya 2000 dolar. Suami pasien perempuan, Heinz, pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia hanya bisa mengumpulkan 1000 dolar atau hanya setengah dari harga obat tersebut. Iamemberitahu apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya lebih murah atau memperbolehkannya membayar

setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker berkata, Tidak Heinz menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya. Pertanyaan-pertanyaan yang mengikuti cerita dilemma di atas : Haruskah sang suami mencuri obat itu ? Benar atau salah mencuri itu ?mengapa ? Apakah sang suami memiliki tugas untuk mencuri obat ?mengapa ? Apakah penting bagi seseorang untuk melakukan apa saja untuk menyelamatkan nyawa orang lain ?mengapa ? Mencuri melawan hukum, tapi untuk permasalahan di atas apakah termasuk perbuatan moral yang salah ?mengapa ? Apa yang paling memungkin dilakukan sang suami ?mengapa ?

Kembali ke 6 tahap perkembangan moral Kohlberg di atas, beberapa jawaban yang mungkin diberikan adalah sebagai berikut : Tahap 1 orang-orang akan memutuskan bahwa sang suami seharusnya tidak mencuri obat dari apotek karena polisi akan menghukum dia. Tahap 2 orang-orang akan memutuskan bahwa sang suami harus mencuri obat karena dia khawatir terhadap istrinya dan dia akan merasa lebih baik jika istrinya sembuh Tahap 3 orang-orang akan memutuskan bahwa sang suami harusnya mencuri obat karena perhatiannya pada istrinya dan masyarakat mengharapkan itu.

Tahap 4: Moralitas sistem sosial. Pada tahap ini, pertimbangan moral didasarkan atas pemahaman aturan sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban. Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan

tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi. Tahap 5: Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual, pada tahap ini seseorang mengalami bahwa nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain. Seseorang menyadari hukum penting bagi masyarakat, tetapi nilai-nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada hukum. Tahap 6: Prinsip-prinsip etis universal, pada tahap ini seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia yang universal. Bila menghadapi konflik secara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati, walaupun keputusan itu mungkin melibatkan resiko pribadi.

You might also like