You are on page 1of 4

Bergandeng Tangan, Meretas Sejuta Masalah

By. Mukti Ali Azis - KBCF Desa Tambak Bajai merana karena mega proyek lahan gambut (PLG) sejuta hektar. Begitulah yang tergambarkan saat pertama kali mendengar cerita desa yang berada di ujung wilayah kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan tengah (Kalteng). Tidak pernah terbayang sebelumnya, bahwa apa yang dihadapi oleh masyarakat adat Ngaju yang tinggal di desa tersebut jauh lebih sekedar merana. Betapa tidak, hasil penelitian Participatory Poverty Assesment & Monitoring (PPAM) pada bulan November 2011 s/d Januari 2012 menemukan bahwa desa yang dihuni oleh masyarakat adat Dayak Ngaju ini sedang mengalami kepunahan budaya secara perlahan. Sumberdaya rotan yang selama ini menjadi sumbermata pencaharian utama sudah ditinggalkan, karena lahan harus tergusur sejak dimulainya Mega Proyek PLG tahun 1994.. Lahan rawa gambut yang sudah dibuka dan dikeringkan kemudian menjadi sangat rentan terbakar, sehingga kebunkebun rotan masyarakat yang masih tersisa menjadi langganan dilalap api setiap tahun hingga saat ini. Hasil penelitian PPAM menemukan bahwa desa yang dihuni oleh masyarakat adat Dayak Ngaju ini sedang mengalami kepunahan budaya secara perlahan.

Dampak lain dari hilangnya sumberdaya rotan ini adalah keterampilan menganyam pun berangsur-angsur hilang. Kini, tinggal seorang perempuan tua bernama ibu Herlin (70 tahun) yang memiliki kemampuan menganyam rotan. Itu pun sudah tidak lagi menjadi mata pencaharian baginya. Sepeninggal beliau nanti, anyaman rotan dari desa Tambak Bajai mungkin tinggal cerita dan kenangan. Akibat lain dari seringnya lahan gambut terbakar adalah tanah di sana menjadi miskin hara dan air sungai makin keruh dan masam, hingga ikan-ikan menjadi sangat berkurang. Bahkan, sekarnag ini sudah ada beberapa jenis yang hilang, seperti Ikan Arwana, ikan Babat dan ikan Patung. Kearifan tradisional Beje yang digunakan untuk memprediksi iklim sekaligus penampung ikan ketika musim kering tiba, juga tidak mampu untuk menahan hilangnya ikan di desa Tambak Bajai. Yang paling menyedihkan adalah ketika budaya gotong royong dan musyawarah antar warga yang biasanya menjadi ciri khas masyarakat pedesaan ikut hilang dalam kehidupan keseharian masyarakat desa Tambak Bajai. Kehilangan mata pencaharian dari pertanian dan kebun rotan, membuat masyarakat menjadi bersifat lebih individual, separoh warga malah memilih untuk meninggalkan desa untuk mencari penghidupan di tempat lain. Datangnya perkebunan sawit yang

menjadikan warga sebagai buruh, makin membuat mereka berhari-hari tinggal di kebun dan menjadikan rumah di desa hanya sebagai tempat beristirahat, sehingga sebagian mereka kurang bersosialisasi dengan tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan desanya sendiri. Berdasarkan temuan PPAM, selama setahun terakhir, desa ini tidak pernah lagi mengadakan musyawarah/rembug bersama (baik tingkat RT maupun desa) untuk membahas hal-hal terkait sosial kemasyarakatan dan pembangunan. Akibatnya, pembangunan yang diprogramkan pihak desa sama sekali tidak berdampak-apa apa bagi kesejahteraan masyarakat desa. Tidaklah heran ketika hasil PPAM menunjukkan bahwa 91% warga desa tergolong miskin. Mengurai Benang Kusut Kemiskinan PPAM yang diperkenalkan dan dilakukan secara partisipatif mulai mengembalikan semangat masyarakat untuk berembug bersama dan membicarakan masalah mereka, mengapa merek miskin serta bagaimana cara mengatasinya. Berangkat dari hasil assessment tersebut, KBCF mulai memfasilitasi masyarakat untuk mulai Bahkan mulai menyusun rencana untuk keluar dari masyarakat sendiri kemiskinan yang kemudian mereka namakan yang Rencana Aksi Komunitas Desa Tambak Bajai, menyampaikan yang terdiri atas 7 tema, yakni ; Perluasan aspirasi tersebut kesempatan kerja dan berusaha, Pemenuhan ke beberapa Hak Dasar atas layanan kesehatan, pendidikan, instansi dan air bersih/sanitasi , SDA/LH, hak berpartisipasi, dan percepatan pembangunan desa.
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<< <<<<<<<<<

Dari rencana tersebut di atas, kemudian masyarakat mengembangkan beberapa proposal terkait dengan tema-tema di atas dan kepada siapa usulan tersebut ditujukan. Bahkan masyarakat sendiri yang menyampaikan aspirasi tersebut ke beberapa instansi dan program pemerintah. Merajut dukungan parapihak Gayung bersambut, beberapa dukungan yang mereka galang mulai menunjukkan respon yang positif. Di antara dukungan yang berdatangan adalah terkait kebutuhan perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang akan dikembangkan dengan memanfaatkan sumberdaya hutan di Tambak Bajai. Secara swadaya, Pemdes melaksanakan pemetaan wilayah desa termasuk potensi hutan yang berpeluang dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat melalui skema hutan desa (HD). Hasil workshop pemetaan itulah yang merekomendasikan perlunya pendampingan pengusulan hutan desa kepada pemerintah. Perhimpunan Teropong, mitra KBCF di Kalteng untuk proyek FGP2 yang

memiliki kegiatan pendampingan pengusulan HD, menindaklanjuti mandat tersebut dengan memfasilitasi sosialisasi dan pembuatan usulan hutan desa Tambak Bajai seluas 13.886 ha. Saat ini usulan ini sudah disampaikan ke Kemenhut dan pada bulan November 2012 dilakukan verifikasi lapangan. Dukungan ini mengundang dukungan yang lebih luas lagi. Satgas REDD Kalteng yang menerima informasi tentang kesiapan hutan desa Tambak Bajai, kemudian menjadikan desa ini sebagai salah satu desa REDD+ (percontohan ujicoba REDD+). Dukungan yang telah terealisasi adalah bantuan alat pemadam kebakaran. Di samping itu, Satgas REDD+ juga memberikan peluang dukungan pengembangan tanaman karet senilai 1,5 milyar rupiah. Tidak hanya itu, pemerintah daerah ikut memberikan tambahan tenaga kesehatan dan pendidik sebagaimana yang dibutuhkan desa. Tenaga penyuluh perikanan juga semakin rajin berkunjung ke desa. Selanjutnya, PNPM mandiri pun berkontribusi dengan mendirikan bangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berwawasan lingkungan dan beberapa komitmen lainnya yang akan di realisasikan pada tahun anggaran 2013. Menyalakan semangat dan mendorong sistem berjalan Apa yang terjadi saat ini di Desa Tambak Bajai menunjukkan bahwa ketika masyarakat dibantu untuk menemukenali permasalahan dan bagaimana mengatasinya, niscaya di saat itu pula terbuka sejuta jalan dukungan yang bisa didapatkan. Memang tidak serta merta jalan bisa dilalui, akan tetapi masyarakat menjadi faham kemana arah yang akan mereka tuju. Tidak bisa dinafikan pula peran Kepala Desa Tambak Bajai dan Camat Dadahup yang mensupport kegiatan ini. Dengan kerendahan hati, mereka mau menerima masukan bahkan kritikan dari fasilitator pendamping sebagai bahan bakar positif untuk menghidupkan saluran aspirasi masyarakat yang selama ini tersumbat. Selanjutnya, dengan menghubungkan inisiatif masyarakat dengan program pemerintah, target yang ditetapkan masyarakat menjadi lebih mudah dicapai. Hutan Desa misalnya, dari proses inisiasi hingga verifikasi dari kementerian hidup hanya Tugas selanjutnya berjarak sekitar 3 bulan. Hal yang tidak bagi semua adalah mungkin terjadi bila sistemnya tidak bagaimana menjaga berjalan. Di tingkat masyarakat, proses agar api semangat pendampingan dilakukan oleh KBCF dan masyarakat terus mitranya. Di tingkat kabupaten fasilitasi menyala sambil usulan oleh Dishut memperlancar proses merawat sistem yang rekomendasi Bupati. Dukungan BPDAS sedang bekerja. Kahayan dan FKPS/Dishut Provinsi

dipasmendorong Kemhut untuk melakukan proses verifikasi lebih cepat. Tinggal satu langkah lagi, maka desa ini akan mendapatkan hak akses atas sumberdaya hutan yang ada di dalam desa mereka. Kolaborasi program PNPM Peduli dan FGP 2 yang dilakukan di desa ini, hanyalah bagian dari upaya KBCF untuk memastikan sistem yang sebenarnya sudah ada untuk berjalan. Sistem yang terus berjalan ini berdampak positif bagi perluasan dukungan dari parapihak lainnya. Camat Dadahup dan beberapa instansi pemerintah Kabupaten Kapuas sudah berencana mengadopsi apa yang dilakukan di desa Tambak Bajai untuk dikembangkan ke desa-desa lainnya. Sebuah langkah maju bagi sistem yang sedang berjalan. Tugas selanjutnya bagi semua adalah bagaimana menjaga agar api semangat masyarakat tetap terus menyala sambil merawat sistem yang sedang bekerja. Jakarta, 8 November 2012

You might also like