You are on page 1of 8

PENGANTAR KEARAH BERFIKIR FILSAFAT

A. PENDAHULUAN

Perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat mengakibatkan

banyaknya spesialisasi ilmu bermunculan. Cabang-cabang ilmu baru bermunculan

bak jamur dimusim penghujan. Berkembangnya cabang-cabang ilmu pengetahuan

tersebut mengakibatkan sulitnya ada manusia yang mampu menguasai sebagai ahli

disemua bidang tersebut. Di zaman ini manusia hanya bisa ahli dibidangnya sendiri.

Berkembangnya spesialisasi ilmu tersebut mengakibatkan banyaknya para ahli

spesisalisasi ilmu yang hanya memfokuskan diri pada bidang kajian ilmu

spesialisasinya dan dan yang lebih mengerikan ia hanya mengarahkan pandangan

pemikirannya pada satu arah saja. Ilmu hanya dibahas dari sisi ilmu itu sendiri.

Akibatnya terjadilah pengkotak-kotakan ilmu menurut jenis dan penggunaannya

secara praktis. Masing-masing ilmu tersebut berdiri sendiri-sendiri, itulah fenomena

yang ada.

Berkembangnya sikap pragmatis dalam kehidupan manusia mengakibatkan

ilmu hanya digunakan oleh manusia sebagai alat bantu kehidupannya secara praktis

tanpa menghiraukan hakikat dari ilmu tersebut. Ketika ilmu hanya dilihat dan dinilai

dari sisi praktisnya saja maka imbas dari itu semua hilanglah ruh atau jiwa ilmu itu

sendiri. Itu semua terjadi karena terjadinya pemisahan ilmu dengan filsafat. Ilmu

hendak melepaskan diri dari filsafat sebagai cikal bakal munculnya ilmu itu sendiri,

maka pengkajian filsafat dalam hal ini filsafat ilmu merupakan kebutuhan bagi ilmu

itu sendiri.
B. BERFIKIR FILSAFAT

a. Pengertian Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia1, Philo atau philein berarti

cinta sedangkan Sophia berarti kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan

yang dalam bahasa Inggris dikatakan sebagai love windom, dengan demikian orang

yang mengenal dan mempelajari filsafat diharapkan akan menjadi orang yang

bijaksana baik dalam berfikir untuk mengambil keputusan maupun dalam menjalani

kehidupan sehari-hari.

Apabila suatu perbuatan kita katakan sebagai perbuatan yang bijaksana, itu

berarti bahwa perbuatan tersebut mempunyai tujuan yang jelas dan pasti. Karena

suatu perbuatan yang dilakukan tanpa mempunyai tujuan yang jelas akan

mengakibatkan perbuatan tersebut tidak efektif bagi tercapainya sesuatu maksud dari

perbutan itu sendiri. Namun memiliki tujuan saja belumlah dapat dikatakan sebagai

orang yang bijaksana, karena semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik ia

seorang yang awam atau seorang filosof tetap mempunyai tujuan. Oleh sebab itu

seorang yang dikatakan sebagai orang yang bijaksana harus memiliki tujuan yang

terbaik dari setiap perbuatannya. Punya tujuan dan tujuan tersebut merupakan tujuan

yang paling baik tidaklah cukup untuk mengatakan bahwa seseorang tersebut

dikatakan seabagai orang yang bijaksana tanpa diikuti dengan menggunakan cara

yang terbaik dalam dalam pencapai tujuan terbaik tersebut.

1
Departemen Agama RI, Islam untuk disiplin Ilmu Filsafat, Jakarta, 2001, halaman 142
Orang yang berfilsafat dikatakan sebagai filsuf atau filosof2. Dari defenisi

filsafat dan bijaksana diatas kemudian dikaitkan dengan kehidupan manusia maka

dapat diakatakan bahwa orang seorang filosof dalam menjalani kehidupannya akan

memilih tujuan yang paling terbaik dari sekian banyak tujuan hidup manusia dan

untuk mencapai tujuan hidup yang terbaik tersebut ia menggunakan cara yang paling

terbaik pula, hingga ia dapat dikatakan sebagai orang yang bijaksana dalam menjalani

kehidupannya.

b. Ruang Lingkup dan Berfikir Filsafat

Filsafat muncul sebagai manifestasi dari kegiatan berfikir manusia,

mempertanyakan, menganalisa sampai keakar-akarnya mengenai hakekat dari segala

realitas yang ada dihadapannya. Naluri manusia yang selalu ingin mempertanyakan

segala sesuatu sampai ke akar permasalahan itulah yang menghasilkan filsafat.

Filsafat membahas segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, ini merupakan

ruanglingkup kajian filsafat yang paling luas. Walaupun demikian para ahli filsafat

membagi kajian filsafat menjadi 3 bagian sebagai berikut yaitu:

 Ontologi yang membahas apa sesuatu itu

 Epistemologi yang membahas cara mengetahui sesuatu tersebut dan

 Aksiologi yang membahas apa manfaat sesuatu tersebut

Ketiga kajian filsafat ini merupakan tiga serangkai yang tidak dapat dipisahkan ketika

mempelajari filsafat. Ketiga objek kajian filsafat tersebut dibahas hanya dengan

menggunakan akal rasional manusia karena filsafat merupakan kerja akal murni.

2
Ibid
Karena dalam filsafat akal kitalah yang bekerja maka mempunyai akal yang kuat

merupakan prasarat utama dalam berfikir filsafat, oleh sebab itu kita harus melatih

akal agar ia terbiasa berfikir dan menganalisa sesuatu. Latihan akal tersebut dapat

dilakukan dengan mempelajari logika dan matematika, walaupun mempelajari

keduanya belum menunjukkan bahwa kita adalah seorang filsuf namun dapat

dijadikan pengantar kesana.

Meskipun sangat berguna, logika dan matematika, hanyalah sebagai

latihan-latihan intelektual bagi seorang filsuf. Kedua bidang tersebut membantunya

dalam mengetahui bagaimana mempelajari dunia, namun tidak memberikan

informasi aktual tentang dunia. Keduanya hanyalah huruf-huruf dalam buku alam,

bukan buku itu sendiri3.

Filsafat merupakan seni berfikir rasional4 , defenisi ini menjelaskan pada

kita bahwa filsafat menjadi suatu sarana bagi kita ketika kita ingin menemukan apa

yang mungkin benar atau apa yang paling benar dan dimana kita bisa mengetahui

dengan pasti apa yang benar tersebut. Filsafat mensyaratkan pada kita untuk tidak

terjebak dalam hal-hal yang bersifat khusus karena filsafat menyangkut pernyataan-

pernyataan umum.

Menurut Bertrand Russel dalam bukunya berfikir ala filsuf ia mengatakan

bahwa ada tiga hal yang menyebabkan mengapa manusia harus berusaha untuk

menjadi seorang filsuf. Pertama5 adalah karena ketika manusia dilahirkan dan

dibesarkan dalam lingkungan yang telah memiliki keyakinan-keyakinan yang


3
Bertrand Russel, Berfikir ala filsuf, Ikon teralitera, Yogyakarta, 2002, halaman 9
4
Bertrand Russel, Op cit, halaman 1
5
ibid, halaman 2
terkadang tidak kita ketahui secara rasional dan apa yang diyakini oleh lingkungan

sekitar juga ikut menjadi keyakinan manusia tersebut. Bahkan terkadang keyakinan

yang kita miliki walaupun kita katakan memiliki nilai rasional namun masih terlalu

bersifat khusus dan masih terbatas pada ruang dan waktu dimana kita berada. Oleh

sebab itu jika kita ingin menjadi seorang filsuf, kita harus berusaha sejauh yang kita

bisa untuk menghapuskan keyakinan-keyakinan yang hanya bergantung pada ruang

dan waktu dari pendidikan kita serta dari apa yang dikatakan oleh orang tua dan guru

kita. Hal ini merupakan gambaran dari visi perdamaian yang merupakan keinginan

Bertrand Russel. Menurutnya hal tersebut penting karena opini-opini yang tidak

rasional memiliki hubungan erat dengan perang dan bentuk-bentuk kekerasan

lainnya. Kedua karena keyakinan-keyakinan yang salah tidak bisa membuat anda

menyadari tujuan-tujuan yang baik. Ketiga karena kebenaran lebih baik dari pada

kepalsuan.

Menurut Bertrand Russel apabila manusia akan menjadi seorang filsuf maka

ia terlebih dahulu harus melatih intelektual dan emosional nya. Latihan intelektual

berguna untuk mempertajam berfikir analisa dan agar seorang filsuf dapat dengan

baik membaca dan memahami fenomena yang ada. Latihan intelektual ini dapat

dilakukan dengan bantuan logika dan matematika. Kedua hal ini akan mempertajam

analisa kita, yang akhirnya membuat kita lebih sulit merasa puas atas pernyataan-

pernyataan mental yang terkadang bersifat subjektif. Namun logika dan matematika

hanyalah merupakan latihan-latihan intelektual bagi seorang filsuf. “Kedua bidang

tersebut membantunya dalam mengetahui bagaimana mempelajari dunia, namun


tidak memberikan informasi aktual tentang dunia”6. Oleh sebab itulah seorang yang

akan menjadi filsuf harus mempunyai ilmu, namun ilmu tersebut bukan dalam

bentuk-bentuk yang mendetail namun dalam bentuk umum, dan tentunya semua

latihan intelektual tersebut memiliki sisi negatif maupun sisi positif.

Latihan emosional akan membuat seorang filsuf akan dapat membuang atau

setidaknya memperkecil sisi subjektifnya ketika melakukan penarikan kesimpulan

mengenai sesuatu hal. Karena seorang filsuf harus selalu bersifat objektif dalam

menilai sesuatu. Namun latihan emosional ini bukan dimaksudkan untuk menjadikan

filsuf sebagai orang yang tidak berperasaan, karena tidak akan ada manusia yang

seperti itu dan walaupun ada ia tidak akan menjadi apa-apa.

c. Filsafat dan Agama

Dalam sejarah agama dan filsafat sering terjadi pertentangan antara

keduanya. Pada zaman yunani dimana filsafat mulai muncul kedunia socrates yang

merupakan filsuf pertama dihukum mati dengan cara dipaksa meminum racun,

dikarenakan ia dianggap membawa pemikiran yang tidak sesuai dengan etika

masyarakat waktu itu serta dianggap merusak keyakinan masyarakat yang telah

mapan.

Ketika di Yunani kajian filsafat mengalami kemunduran maka didunia Islam

filsfat justeru mengalami kemajuan, ini terjadi pada abad pertengahan. Pada masa ini

juga terjadi pertentangan yang sengit antara filsafat dan doktrin ajaran agama Islam.

Seorang ulama islam bernama Al-Ghazali ( semoga Allah meridhoi apa yang

6
Op.cit, halaman 9
dilakukannya ) mengeluarkan fatwa yang kemudian banyak disalah fahami kalangan

pemeluk agama Islam. Ia mengatakan didalam bukunya Tahafut el falasifah

( kerancuan filsafat ) bahwa mempelajari filsafat hukumnya adalah haram,

dikarenakan filsafat dapat merusak aqidah dan keyakinan beragama seorang muslim.

Sebenarnya terjadi kekeliruan yang besar dikalangan pendukung imam Al-

Ghazali sendiri, inilah yang kemudia ditunjukkan oleh Ibnu Rusdi ( semoga Allah

meridhoi apa yang dilakukannya ) yang kemudian menulis buku tandingan berjudul

Thafut el tahafut ( rancunya kerancuan ). Ibnu Rusdi menjelaskan bahwa telah terjadi

kekeliruan dalam pengharaman mempelajari filsafat yang dilakukan oleh Imam Al-

Ghazali. Al-Ghazali mengharamkan filsafat untuk muslim yang tidak memiliki

kemampuan yang memadai dalam mempelajarinya karena hal tersebut dapat merusak

keimanan dan keyakinannya beragama. Menurut Ibnu Rusdi, Al-Ghazali

mengharamkan filsafat tetapi dengan filsafat itu sendiri dan ini merupakan suatu

kontradiksi dalam berfikir yang dalam istilah logika dikatakan sebagai reductio ad

absurdum. Sekarang filsafat dijadikan persyaratan bagi para ulama Islam ( khususnya

Islam Syiah di Iran ) sebagai latihan akal untuk menjadi seorang Irfani yang terkenal

dengan Asfar Al-Arbaah. Dalam Islam filsafat didefenisikan dengan Usaha

intelektual manusia dengan menggunakan rasio untuk membahas keberadaan

(maujud) sesuai keberadaan (maujud) tersebut; Membahas keadaan-keadaan maujud

mutlak; memaparkan hukum-hukum umum kemaujudan7. Bagi seorang muslim

kebenaran merupakan tujuan dari filsafat tetapi bukan tujuan seorang filsuf, karena

7
Ayatullah Muhammad Taqi Mesbah, In the name of Allah, Mesbahyazdi.org
kebenaran bukanlah batasan tertinggi dari tujuan hidup seorang muslim oleh sebab itu

tujuan dari seorang muslim dalam berfilsafat adalah Tuhan sebagai Causa Prima

segala sesuatu. Seorang muslim berfilsafat dikarenakan untuk mengenal Allah karena

dalam Islam untuk mengenal Allah dapat dilakukan dengan 2 cara; pertama dengan

pensucian hati atau tajkiyatunnafs atau riyadah sedangkan yang kedua dilakukan

dengan cara akal atau irfani filosofis.

Setelah filsafat berkembang di dunia Islam kemudian filsafat juga

mengalami perkembangan didunia barat yaitu Eropa dan Amerika. Di wilayah ini

juga terjadi pertentangan yang keras antara filsafat dan agama.

C. PENUTUP

Filsafat merupakan efek kreatif akal manusia. Keinginan manusia untuk

mencari kebenaranlah yang menjadi dasar mulanya filsafat timbul. Kebenaran yang

didapat melalui filsafat merupakan kebenaran yang berasal dari kerja akal. Oleh

karena filsafat merupakan kerja akal semata dan sebagai manusia yang memiliki

agama yang diakui kebenarannya merupakan kebenaran yang pasti, maka apabila

terjadi pertentangan antara filsafat dengan agama maka haruslah agama lebih

diutamakan.

You might also like