Professional Documents
Culture Documents
www.tinyurl.com/syariah
BAB II
RIBA DALAM SUNNAH*
2. Hadis-hadis yang melarang Riba tidak dengan makna istilahnya, akan tetapi hanya pada
bahasa atau menurut syara’ secara umum.
a. Penipuan dalam harga adalah riba (ghobnu mustarsil riba)
Mustarsil artinya; pembeli atau penjual tidak mengetahui harga sesuatu barang tanpa ada
proses tawar menawar antara kedua belah pihak dan langsung membeli atau menjual barang
tersebut, seperti mengatakan; juallah atau belilah sebagaimana engkau memebelinya.
b. An najisy pemakan riba yang dilaknat. Najisy adalah; penjual atau pembeli memuji sebuah
barang agar orang tertarik untuk membelinya, atau pembeli mencela barang agar
mendapatkan harga yang lebih murah, bisa juga terjadi ketika seseorang mengatakan harga
sebuah barang bukan harga yang sebenarnya hanya ingin mendapatkan keuntungan
c,Barang siapa menengahi seseorang, kemudian dikasih hadiah dan menerimanya termasuk
dalam katagori riba, para Ulama’ mengatakan kalau kemaslahatan yang di tengahi itu
memang pada maslahat umum dan masuk pada pardu ain atau kifayah untuk
melaksanakanya.
3. Hadis yang melarang riba jahiliah, atau riba duyun(hutang), atau riba jaliy(jelas)
pada bab ini tidak banyak disebutkan hadis tentang riba, seperti yang disabdakan Beliau pada
haji wada’ “ tidaklah bahwasanya setiap riba riba jahiliah dilarang, milik kalian modal
yang ada dan kalian hendaknya tidak menzalimi juga tidak dizalimi”
dalam riwayat yang lain; Rosulullah bersabda “semua riba jahiliah dilarang, dan yang
pertama saya katagorikan riba riba abbas bin abdil muthollib semuanya dilarang”.
Dalam hadis yang lain; “sesungguhnya riba pada nasiah ( penambahan pada hutang yang
jatuh tempo dan belum mampu membayar)” dalam hadis yang lain ; “tidak dikatakan riba
yadan biyadin ( penyerahan barang dimajlis akad)”
2. pada gilirannya enam kelompok barang ribawiyah diatas menurut ijma’ ulama’ dua bagian,
bagian emas dan perak, dan bagian empat lainnya(bijian, gandum,tamar, garam) artinya setiap
bagian berbeda sebabnyua dengan bagian yang lainnya, syarat-syarat tukar menukar interen
(setiap katagori) berbeda dengan syarat tukar- menukar ekstren ( antara dua katagori)
mislanya ; tukar menukar antara emas dengan gandum tidak masuk pada bab riba, bahkan itu
bebas, bisa ada tambahannya, bisa juga dengan nasa’ ( ditanggauh atau dipercepat)
adapun tukar menukar interen, kalau dalam katagori dengan yang lainnya, seperti emas
dengan perak, atau biji gandum dengan tepung maka dengan syarat, penyerahannya dalam
satu majlis akad.
3. Kelompok yang enam terdapat dalam hadis riba jual beli dinamakan barang riba, semuanya
bersipat riba, dalam dua katagori, uang dan makanan, tetapi tukar menukar tidak masuk
katagori riba kecuali terjadi dalam batasan satu riba antara kelompok dengan yang lain atau
antara satu dengan yang lain terjadi dalam satu katagori, dalam katagori yang pertama
memiliki dua syarat riba dan dalam katagori kedua satu syarat. Kalau terjadi tukar menukar
antara barang yang riba antara satu katagori dengan yang lain, maka tukar menukar tidak
dianggap riba, karena tidak ada syarat atau batasan ribawi, kendatipun keduanya barang tukar
menukar yang ribawi.
Kesimpulan, hukum riba tidak diperaktekkan kecuali dalam tukar menukar antara dua barang
yang ribawi dan masuk dalam satu katagori, kalau tukar-menukar antara barang ribawi
dengan barang ribawi yang lain, yang ribawi dengan yang tidak ribawi, tidak ribawi dengan
tidak ribawi dan tidak memiliki syarat, bahkan ini bebas dari riba yang diharamkan. Dengan
ini maka harta ribawi berbeda dengan tukar menukar ribawi, kadang kadang ada dua barang
yang ribawi, tapi dalam tukar menukar tidak ribawi, seperti emas dengan tepung.
5. Dapat kita simpul juga dari riba jual-beli prinsip syar’I, dan aqli yaitu; sesungguhnya
jangka waktu juga memiliki harga tinggi dalam hal tukar menukar, sebagaimana rosulullah
menegaskan; emas dengan emas harus dengan kesatuan jenis (maslan bimislin), kesatuan
kadar(sawa’an bisaw’in), kesatuan masa (yadan biyadin), kalau seandainya pihak pertama
menyerahkan emasnya kepada pihak kedua, dan pihak kedua tidak menyerahkan emasnya
kepada pihak pertama maka pihak kedua telah melakukan riba pada pihak pertama, karena
pihak kedua mempercepat pengambilan emasnya dari pihak pertama dan menangguhkan
penyerahan emasnya kepihak pertama (riba nasa’) atau juga dikenal denga riba yad karena
mengambil apa yang ditangan pertama dan tidak memberikan emasnya. Dan riba nasa’
dilarang pada emas dengan emas, emas dengan perak, dan boleh dalam emas dengan tepung
atau yang lainnya dalam katagori tidak dalam satu jenis.
6. Ada juga prinsip yang lain yang bisa kita tarik dari hadis riba jual beli, yaitu; menegaskan
bahwa riba ada macam, halal dan haram, dalilnya adalah sebagai berikut:
a. Riba fadhl tidak diharamkan kecuali pada barang ribawi sejenis, seperti emas dengan
emas, tepung dengan tepung, barang siapa yang memberikan satu kg dan mengambil
satu kg satu ons misalnya maka Ia telah melakukan riba, adapun tukar-menukar barang
yang ribawi yang lain maka terjadi pada katagori (yang berharga dengan makanan)
seperti emas denga perak, biji dengan tepung maka riba fadhl disini boleh, karena
boleh menukar satu gram emas dengan dua geram perak, satu kilo biji dengan satu kilo
setengah tepung misalnya, disini kita bisa menyimpulkan bahwa yang menjadi riba
fadhl adalah tukar menukar antara emas dengan emas, bijian dengan bijian dengan ada
tambahan.
b. Riba nasa’ juga tidak diharamkan kecuali pada tukar menukar ribawi yang sejenis,
seperti emas dengan emas, perak denga perak, tepung dengan tepung, juga dalam
ribawi dengan ribawi terjadi bersamaan dalam satu katagori, seperti; emas dengan
perak, bijian dengan tepung, adapun selain dari itu maka halal, seperti tukar uang
dengan uang tau antara barang dengan barang, baik barang yang sama bisa dipinjam
atau bentuk barang berharga bisa disewa, dalam hal ini maka riba nasa’ boleh
dilakukan.