You are on page 1of 5

PENDAHULUAN

Histiositosis sel Langerhans (HSL) atau histiositosis X merupakan suatu kelompok kelainan idiopatik dengan gambaran khas yaitu peningkatan jumlah histiosit. Histiosit adalah suatu tipe sel darah putih, yang bertindak sebagai penghancur material asing pada darah dan jaringan. Penelitian terakhir menunjukkan keterlibatan sel Langerhans sehingga mengarah kepada pemakaian istilah HSL sebagai pengganti istilah histiositosis X.1 Sel Langerhans epidermal (suatu bentuk sel dendritik) berakumulasi dengan sel imun lain pada berbagai bagian tubuh dan menyebabkan pelepasan bahan kimia . Sel Langerhans biasanya dijumpai di kulit, kelenjar limfe, paru-paru dan traktus gastrointestinal. Pada kondisi abnormal, sel-sel ini mengenai kulit, tulang dan kelenjar hipofisa juga paru-paru, usus halus, hepar, limpa, sumsum tulang dan otak.2 Oleh karena itu, penyakit ini tidak terbatas hanya pada daerah sel Langerhans secara normal ditemukan. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak daripada dewasa dan cenderung lebih berat pada anak-anak muda.1-4 Kelainan ini diderita 1: 200.000 anak-anak atau dewasa setiap tahun. 1 Kelainan ini lebih banyak dijumpai pada pria dibandingkan wanita dengan rasio 2:1,dan lebih banyak dijumpai pada ras kulit putih.5,6 Tidak ada pola pewarisan pada penyakit ini selain keterlibatan sistem limfatik.1 Histiositosis dibagi menjadi 3 grup; histiositosis sel dendritik, kelainan makrofag eritrofagositik dan histiositosis maligna.1,5 Histiositosis sel Langerhans (HSL) termasuk grup 1 dan terdiri atas sejumlah penyakit. Spektrum klinik HSL, di satu sisi adalah bentuk akut, fulminan, diseminata, dan dinamakan penyakit Letterer-Siwe, pada sisi lain berupa lesi pada tulang atau organ lain yang soliter, indolen, dan kronik, dinamakan granuloma eosinofilik. Bentuk antara kedua penyakit di atas dinamakan penyakit Hand-Schuller-Christian dengan gambaran lesi yang kronik, multifokal disertai trias diabetes insipidus, proptosis dan lesi litik tulang terutama kranium.1,3-9 Gejala HSL disebabkan oleh adanya sitokin dan prostaglandin yang diproduksi oleh histiosit dalam jumlah berlebihan dan pada tempat yang salah sehingga menimbulkan pembesaran dan pertumbuhan abnormal, misalnya benjolan pada tengkorak dan ekstremitas yang nyeri, atau ruam pada kulit. Gejala umum berupa kegagalan pertumbuhan, menurunnya nafsu makan, berat badan rendah, demam yang rekuren dan iritabilitas. Kelainan berdasarkan lokasi di antaranya gusi yang bengkak, keluar cairan dari telinga yang kronis, pembesaran limpa atau hepar, gangguan kelenjar hipotesa sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan cairan (haus dan poliuri), eksoftalmus, serta gangguan pernafasan akibat keterlibatan paru-paru.1 Meskipun kelainan ini bukan kanker, tetapi sebagian besar pasien diterapi dengan obat antikanker.5,9-11 Prognosis ditentukan oleh usia awitan, jumlah organ yang terlibat dan derajat disfungsinya.4,10 Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah agar HSL tipe Hand-Schuller-Christian, dapat dikenali secara klinis maupun dengan berbagai pemeriksaan penunjang. Juga dibahas tentang penatalaksanaannya.

KASUS
Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, mulai dirawat inap di bagian anak RS Dr Kariadi pada tanggal 25 November 2004 dengan keluhan kedua mata menonjol. Orangtua menyadari bahwa kedua mata anak tampak menonjol sejak 4 bulan. Orangtua juga mengatakan bahwa 1,5 tahun yang lalu anak mengalami penurunan berat badan sebanyak 2 kg (dari 10 kg menjadi 8 kg) dalam waktu 3 bulan kemudian menetap sampai saat masuk rumah sakit. Sering timbul bintilbintil gatal berwarna merah yang hilang timbul di wajah, kepala, dada, dan punggung sejak usia 19 bulan. Bila bintil-bintil ini sembuh akan meninggalkan bercak berwarna putih. Anak tampak pucat, sering gelisah, banyak keringat, banyak minum dan banyak buang air kecil. Tidak ada gangguan penglihatan dan pendengaran karena pasien tampak berespons terhadap bendabenda dan suara di sekelilingnya. Pasien mulai merangkak saat usia 15 bulan, dan mulai berjalan saat berusia 22 bulan. Sudah pernah dibawa ke dokter namun tidak ada perbaikan. Riwayat batuk lama, berkeringat malam, kontak dengan penderita batuk lama, riwayat diare berulang disangkal. Kurang lebih 4

bulan yang lalu pasien mengeluarkan darah dari telinga kiri. Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini. Ayah dan ibu penderita tidak ada hubungan keluarga. Pasien mempunyai seorang kakak berusia 11 tahun. Pasien awalnya berobat ke poliklinik mata RS Dr Kariadi, kemudian dikonsulkan ke Bagian Anak, Bagian Kulit dan Kelamin serta dianjurkan untuk rawat inap di Bagian Anak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak dengan wajah dismorfik, tampak kurus, pucat, berat badan 8600 gram, tinggi badan 86 cm. Kepala mesosefal, dengan lingkar kepala 47 cm, ubun-ubun besar menutup. Mata proptosis, dengan konjungtiva anemis. Hidung berbentuk saddle nose. Palatum letak tinggi, erosi gusi, dan gigi bertumpuk. Telinga letak rendah, otitis media akut dan otitis eksterna dengan granulasi (hasil konsultasi dengan bagian THT). Toraks simetris, barrel chest, tidak ada retraksi, tampak muscle wasting, lingkar dada 47 cm. Bunyi jantung I-II normal, bising sistolik grade II/6. Pulmo suara dasar vesikular, suara tambahan tidak ada. Abdomen cembung, lemas, hepar 1 cm bawah arkus kosta, tepi tajam, permukaan rata, kenyal, lien So. Genitalia dalam batas normal. Ekstremitas tampak baggy pants, pucat, capillary refill < 2/< 2, refleks fisiologis meningkat. WAZ (Weight Age Z Score): - 3,75, HAZ (Height Age Z Score): - 4,14WHZ (Weight Height Z Score): - 2,95, kesan gizi buruk (marasmus), postur pendek. Pada status dermatologik, tampak makula hipopigmentasi pada wajah dan punggung pada dada tampak papul eritematosa disertai skuama, dan makula hipopigmentasi. Di belakang kedua daun telinga terdapat erosi dan krusta. Pada kedua lengan atas tampak rambut yang berlebihan (hipertrikosis). Pada telapak tangan kiri dan kanan tampak makula eritematosa dan pada bokong terdapat makula hiperpigmentasi (mongolian spot). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb: 5,10 g%, LED 1 jam: 128 mm, 2 jam: 140 mm, ureum: 6 mg/dl, kreatinin: 0.19 mg/dl, fibrinogen : 560,3 mg/dl. TSHs, T3, T4 dalam batas normal. Trigliserida: 166 mg/dl, kolesterol HDL: 22 mg/dl. Berat jenis urin: 1,000, berat jenis urin: 24 jam 1,005 (urin tampung 24 jam: 6 liter). Hasil EKG: irama sinus reguler, dilatasi atrium kiri sedangkan dengan ekokardiografi tampak struktur jantung normal, efusi perikardial dan fungsi ventrikel kiri menurun. Pada X-foto tampak defek osteolitik multipel pada tulang kranium dengan pelebaran sutura. Tak jelas adanya lesi litik pada mandibula maupun gambaran floating teeth. X-foto thoraks menunjukkan kardiomegali, corakan vaskuler pulmo meningkat, bercak kesuraman pada kedua perihilar dan perikardial. Diafragma dan kedua sinus costophrenicus baik. Bone age sesuai dengan anak laki-laki usia 2 tahun 8 bulan (terlambat 4 bulan). X-foto manus, genu, pelvis dalam batas normal. CT Scan kepala dengan kontras ditemukan defek kranium yang nyata disertai dengan pelebaran diploe terutama pada daerah frontotemporal. Juga terdapat pelebaran ventrikel III dengan gambaran pleksus koroideus yang prominen. Kesimpulan CT scan kepala mendukung suatu HSL. Hasil pemeriksaan histopatologik dari biopsi kulit dada menunjukkan epidermis dengan bagian-bagian atrofi dan hipopigmentasi. Terdapat sel-sel Langerhans dalam dermis dengan bentuk pleiomorfik, sitoplasma eosinofilik, inti letak agak eksentrik. Pulasan Alcian Blue dan Giemsa negatif. Pulasan imunohistokimia vimentin positif. Gambaran histopatologik mengarah pada HSL. Hasil bonemarrow puncture tampak sumsum tulang hiperselular, hiperplasi eritroid sedang dengan peningkatan sel plasma. Ditemukan pula sel mirip sel busa (foam cell). Sel histiosit tidak ditemukan. Bagian mata melakukan pemeriksaan Hertel dengan hasil baseline 83 mm, OD 23 mm, OS 23 mm ODS eksoftalmus, tidak ada gambaran edema papil yang merupakan tanda peningkatan tekanan intra kronial. Diagnosis kerja pasien ini adalah HSL tipe Hand-Schuller-Christian disertai marasmus. Sedangkan diagnosis dandingnya adalah HSL tipe Letterer-Siwe disertai marasmus, HSL tipe granuloma eosinofilik disertai marasmus dan Sindroma Hunter (mukopolisakaridosis tipe II) disertai marasmus. Pasien di Bagian Anak mendapatkan transfusi PRC 50 cc, kotrimoksasol 2 x 120 mg, Vit B kompleks 3 x tab, mineral mix 3 x cth , KCl 3 x cth , asam folat 1 x 5 mg hari I, selanjutnya 1 x 1 mg, Vit A 2000 IU 1 x 1. Untuk keluhan kulit diberikan mebhidrolin napadisilat 2 x cth 1, krim desoksimetason 0,25% 2 kali sehari. Direncanakan pemberian kemoterapi. Diet yang diberikan adalah 3 x porsi nasi, 8 x 140 cc F75 (Formula 75 kkal), dan ekstra air putih.

PEMBAHASAN
Diagnosis HSL tipe Hand-Schuller-Christian ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium, radiologis dan histopatologik. Pasien seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dengan keluhan eksoftalmus sejak 4 bulan, penurunan berat badan dan timbul bintil-bintil gatal berwarna merah yang hilang timbul di wajah, kepala, dada, dan punggung. Anak juga tampak pucat, sering gelisah, banyak keringat, banyak minum dan banyak buang air kecil. Kurang lebih 4 bulan yang lalu pasien mengeluarkan darah dari telinga kiri. Gambaran klinis ini sesuai dengan kepustakaan yaitu tipe Hand-Schuller-Christian merupakan jenis yang kronik dengan kelainan multifokal, 70 % timbul pada anak usia di bawah 5 tahun dengan puncak onset pada usia 210 tahun. Terdapat trias karakteristik yaitu: lesi litik kranium, eksoftalmus dan diabetes insipidus.5,7-9,12 Hanya 50% pasien yang mengalami diabetes insipidus pada awal penyakit.5 Seperempat kasus mengalami eksoftalmus unilateral atau bilateral akibat adanya histiositosis di tulang orbita. Trias karakteristik ini terjadi lengkap hanya pada 10 % kasus.5,7 Pada kelainan ini sering juga ditemukan episode otitis media rekuren dan mastoiditis. Manifestasi kulit dapat berupa papul berkrusta atau berskuama yang luas.1,5,9 Etiologi dan patogenesis HSL belum diketahui. Masih banyak perdebatan apakah termasuk penyakit autoimun reaktif atau neoplasma.5 Pada kelainan ini ditemukan peningkatan abnormal jumlah histiosit, termasuk monosit, makrofag dan sel dendritik.5 Pada pemeriksaan fisik pasien ini di dapatkan pembesaran hepar. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa lesi dapat mengenai bermacam sistem termasuk hepar (92%), limpa (30%) dan kelenjar limfe (50%).1,5 Pemeriksaan berat jenis urin 24 jam adalah 1,005 dengan jumlah urin 24 jam 6 liter. Hasil ini menyokong diagnosis diabetes insipidus pada pasien ini. Osmolaritas urin 24 jam merupakan diagnosis pasti.5,10,13 Pada pemeriksaan radiologis pasien ini ditemukan defek osteolitik multipel pada tulang kranium dengan pelebaran sutura, tidak ada floating tech kardiomegali serta corakan vaskuler paru meningkat, bercak kesuraman pada kedua perihilar dan perikardial. Diafragma dan kedua sinus costophrenicus baik. Hasil pemeriksaan CT Scan kepala mendukung suatu HSL.5,7,14 Kepustakaan menyebutkan bahwa lesi tulang pada tipe Hand-Schuller-Christian lebih sering dijumpai dari pada jenis granuloma eosinofilik. Area destruksi berbentuk geografik yang luas ditemukan pada tulang kranium. Lesi-lesi pada mandibula tampak pada 40% kasus dengan destruksi terutama pada batas alveolar, menyebabkan gambaran floating teeth pada matriks radiolusen. Keterlibatan pulmonal dapat terjadi. Pada foto thoraks tampak mikronodular dan infiltrat interstisial pada daerah pertengahan dan basis paru-paru dengan sudut costophrenicus yang bersih. 5,7,14 Biopsi kulit dada menunjukkan epidermis dengan bagian-bagian atrofik dan hipopigmentasi. Terdapat sel-sel Langerhans dalam dermis dengan bentuk pleiomorfik, sitoplasma eosinofilik, inti letak agak eksentrik. Pulasan imunohistokimia vimentin positif. Menurut kepustakaan, biopsi kulit sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologik akan menyatukan gambaran klinis HSL yang bervariasi, yang dipengaruhi oleh lokasi dan usia lesi. Kunci dari diagnosis adalah mengidentifikasi sel Langerhans patologik berupa sel mononuklear besar dengan ukuran 10-15 m, ovoid, dengan nukleus berlekuk, nukleolus tersebar dan sitoplasma homogen eosinofilik. Apabila indentasi nukleus terjadi di bagian tengah, sel akan berbentuk seperti ginjal, sedangkan jika terjadi di tepi akan tampak gambaran seperti biji kopi. Gambaran khas juga dijumpai pada sejumah eosinofil, histiosit (termasuk bentuk multinuklear, sering tampak mirip osteoklas), neutrofil dan limfosit kecil. Sel Langerhans neoplastik sama seperti sel Langerhans normal yaitu tampak pada pulasan imunohistokimia CD1a dan protein S-100. Sel ini juga positif dengan pulasan vimentin dan HLADR.1,2,4-6,8,11,15 Penyakit Letterer-Siwe merupakan diagnosis banding pada kasus ini, dan merupakan bentuk akut HSL. Umumnya ditemui pada saat kelahiran sampai 1 tahun. Kelainan ini

menyebabkan pembesaran hepar, anemi, pembesaran kelenjar limfe dan lesi kranium yang ekstensif. Timbul juga gejala febris, gangguan gerak, gejala seperti infeksi sistemik atau keganasan dengan erupsi kulit generalisata. Dapat dijumpai kelainan mukokutan dan erupsi papuloskuamosa misalnya dermatitis seboroik, papul-papul purpurik atau coklat kemerahan, ulserasi yang nyeri di inguinal, perineal, retroaulikular dan nodus pada kanalis auditorius eksternus.5,7-9,12 Dijumpai pula ulserasi gingiva atau mukosa oral.5 Gambaran radiologis yang umum terjadi adalah infiltrat nodular difus pada paru. Lesi pada tulang menyerupai kelainan histiositosis yang lain, tetapi seringkali meluas.7,14 Pasien ini juga didiagnosis banding dengan granuloma eosinofilik, yang merupakan bentuk paling sering yaitu 60-80% kasus HSL. Granuloma eosinofilik merupakan jenis histiositosis yang paling ringan, biasanya terjadi pada anak-anak usia 5-10 tahun. Tulang terlibat 50-75%, termasuk kranium, mandibula dan tulang panjang. Jika mengenai sumsum tulang, dapat terjadi anemi.7 Jika terdapat keterlibatan kranium, dapat terjadi pertumbuhan di belakang mata, menimbulkan pendorongan ke depan. Paru-paru terlibat kurang dari 10% dan keterlibatan ini menunjukkan prognosis yang buruk. Pada kelainan ini jarang dijumpai lesi kulit.5,9 Dari gambaran radiologis tampak khas destruksi geografik pada tulang, khususnya pada tulang kranium.14 Sindroma Hunter atau mukopolisakaridosis tipe II juga merupakan diagnosis banding kasus ini. Sindrom ini diwariskan terkait-X (X-linked), diakibatkan defisiensi iduronat sulfatase yang menyebabkan penumpukan heparan dan dermatan sulfat. Biasanya dijumpai pada anak usia 1-2 tahun. Lesi kulit berupa papul dan nodus berwarna putih gading dan terdistribusi simetris pada sudut antara skapula dan garis posterior aksila. Lesi dapat juga dijumpai pada regio pektoralis dan pada sisi lateral lengan dan tungkai atas. Kelainan kulit lain termasuk hipertrikosis, penebalan kulit, dan Mongolian spot yang luas juga pernah dilaporkan terkait dengan sindrom Hunter. Pasien biasanya makrosefali dengan gambaran wajah yang kasar, postur pendek, cenderung mengalami kifosis torakolumbal dengan badan yang lebih pendek dibanding ekstremitas, dan jari-jari seperti cakar. Diagnosis pasti sindrom Hunter ditegakkan dengan pemeriksaan mukopolisakarida urin. Di jaringan, mukopolisakarida dapat dideteksi dengan pulasan Giemsa dan Alcian blue.16-18 Pada pemeriksaan radiologis tampak makrosefali dengan penebalan kranium, J-shaped sella,dan hilangnya condyles mandibula. 19,20 Pemilihan terapi HSL bergantung pada keparahan penyakitnya. Kelainan kulit lokalisata terbaik diterapi dengan steroid topikal potensi sedang sampai kuat.4,9-11 Pada kasus dengan keterlibatan kulit yang luas, nitrogen mustard (solusio 20%) topikal dan injeksi interferon alfa intralesi dapat digunakan.4,9-11 PUVA merupakan pilihan tepat untuk HSL pada kelainan kulit dengan keterlibatan multisistem.4,10 Kemoterapi sistemik diindikasikan untuk kasus dengan kelainan multisistem dan kasus dengan kelainan tunggal yang tidak responsif terhadap terapi lain.9,11 Kombinasi obat sitotoksik dan steroid sistemik adalah efektif, dapat digunakan metotreksat dosis rendah sampai sedang, prednison dan vinblastin.5 Prognosis HSL tipe Hand-Schuller-Christian (multifokal) bervariasi, prognosis buruk terutama pada pasien dengan usia kurang dari 2 tahun dan keterlibatan pulmonal. Kelainan ini mempunyai prognosis lebih jelek dari pada kelainan yang unifokal tetapi lebih baik dari kelainan diseminata. Enam puluh persen pasien dengan penyakit multifokal memiliki perjalanan yang kronis, 30% mengalami remisi sempurna dan 10% pasien dengan kelainan multifokal meninggal. 5 Prognosis pada pasien ini qua ad vitam, ad sanam, dubia ad malam; ad kosmetikam dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. 2. Ladisch S. Histiocytosis syndromes of childhood. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-15. Philadelphia: WB. Saunders CO 1996: 1997-99. Sheu MY, Morrison L, White C. A 20 year history of untreated multisystem langerhans cell histiocytosis. J Am Acad Dermatol 2004; 50:1016. Kobyahsi M, Yamamoto O, Suenaga Y, Asahi M. Electron microscopic study of Langerhans cell histiocytosis. J Dermatol 2000: 453-7. Stefanato CM, Andersen WK, Calonje E, Swain FA, Borghi S, Massone L, Kowalski JV, et al. Langerhans cell histiocytosis in the elderly: A report of three cases. J Am Acad Dermatol 1998; 39: 375-8. Selim MA, Shea CR. Langerhans Cell Histiocytosis. www.emedicine.com/derm/topic261.htm; December 18, 2003. Available at [On-line]: URL:

3.
4.

5.

6. 7. 8. 9.

Weiss LM, Grogan TM, Muller-Hermelink HK, Stein H, Dura T, Favara B, et al. Langerhans cell histiocytosis. Dalam: Jaffe ES, Harris NL, Stein H, Vardiman JW, editor. World Health Organization classification of tumours, pathology and genetics of tumors of haematopoietic and lymphoid tissues. Lyon: IARC Press 2001: 280-3. Stoker DJ. Myeloproliferative and similar disorders. Dalam: Grainger RG, Allison DJ, editor. Diagnostic radiology, an angelo-american textbook of imaging. Edisi ke-2. Edinburgh: Churchill Livingstone 1992; 2:155577. Lannini JP, Khan TA. Scaly plaques in a 5-month-old boy. J Am Acad Dermatol 2004; 51: 1016. Caldemeyer KS, Parks ET, Mirowski GW. Langerhans cell histiocytosis. J Am Acad Dermatol 2001; 44: 509-11.

10. Kim HJ, Langmuir PB. Langerhans cell histiocytosis. Dalam: Lebwohl M, Heymann WR, Jones JB, Coulson I,
editor. Treatment of skin disease, comprehensive therapeutic strategies. London: Mosby; 2002: 322-5. 11. Kwong YL, Chan ACL, Chan TK. Widespread skin-limited Langerhans cell histiocytosis: Complete remission with interferon alfa. J Am Acad Dermatol 1997; 36: 28-9. 12. Papa CA, Pride HB, Tyler WB, Turkewitz D. Langerhans cell histiocytosis mimicking child abuse. J Am Acad Dermatol 1997; 37: 1002-4. 13. Broadbent V, Gadner H, Komp DM, Ladisch S. Histiocytosis syndromes in children: Approach to the clinical and laboratory evaluation of children with Langerhans cell histiocytosis. Med Pediatr Oncol 1989; 17: 492-5. 14. Sutton D. Disorders of the lymphoreticular system and other haemopoietic disordres. Dalam: A textbook of radiology and imaging. Edisi ke-4. Edinburgh: Churchill Livingstone 1987;1: 217-21. 15. Hashimoto K, Kagetsu N, Taniguchi Y, Weintraub R, Chapman-Winokur RL, Kasiborski A. Immunohistochemistry and electron microscopy in Langerhans cell histiocytosis confined to the skin. J Am Acad Dermatol 1991: 1044-53. 16. Sapadin AN, Friedman HS. Extensive mongolion spots associated with Hunter syndrome. J Am Acad Dermatol 1998; 39: 1013-5.

17. Baloghova J, Schwartz RA, Baranova Z, Halagovec A. Mucopolysaccharidoses types 1-VII Available at [Online]: URL: www.emedicine.com/derm/topic710.htm; May 12, 2003. CL, Rogers W. Mucopolysaccharidosis type II. Available at [On-line]: URL:www.emedicine.com/ped/topic1029.htm; December 11, 2002. 19. Patton JT. Skeletal dysplasia. Dalam: Grainger RG, Allison DJ, editor. Diagnostic radiology, an angeloamerican textbook of imaging. Edisi ke-2. Edinburgh: Churchill Livingstone 1992; 2: 1645-77. Sutton D. Congenital skeletal anomalies: skeletal dyspasias; chromosomal disorders. Dalam: A textbook of radiology and imaging. Edisi ke-4. Edinburgh: Churchill Livingstone 1987; 1: 2-

18. Fenton

You might also like