You are on page 1of 53

ANALISIS KERENTANAN TUMBUHAN HUTAN AKIBAT PERUBAHAN IKLIM (VARIASI MUSIM & CUACA EKSTRIM)

RPI
ADAPTASI BIOEKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI BUDAYA MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM (EKOSISTEM PANTAI DAN PEGUNUNGAN)

Oleh : Ir. Beny Harjadi,MSc Arina Miardini, S.Hut Gunawan Bambang Dwi Atmoko

DEPARTEMEN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN SOLO

LATAR BELAKANG
- Indonesia termasuk salah satu negara mega-biodiversity sehingga Indonesia berperan dalam menjaga keseimbangan iklim global. - Hutan tropis Indonesia merupakan habitat utama keanekaragaman hayati baik jenis-jenis tumbuhan dan satwaliar. - Perubahan iklim dapat dilihat antara lain melalui naiknya permukaan air laut, mencairnya tutupan es di daerah kutub, meningkatnya frekuensi kebakaran, mewabahnya hama penyakit dan munculnya banyak badai dan cuaca ektrim. - Indonesia memiliki ekosistem hutan tropis, maka perubahan iklim akan memberi tekanan yang kuat & luas,

Perubahan iklim langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada ekosistem hutan yang nantinya akan berdampak pula terhadap masyarakat sekitar hutan. Namun tingkat perubahan akan berbeda pada tiap ekosistem bergantung tingkat kerentanan masingmasing.

Kerentanan terhadap perubahan iklim dalam IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) diartikan sebagai keterbatasan kapasitas yang dimiliki untuk mengatasi konsekuensi negatif dari perubahan iklim.
Kerentanan dapat juga diartikan sebagai derajat kemudahan suatu sistem terkena dampak, atau ketidak mampuan untuk menanggulangi dampak, termasuk dampak dari variabilitas iklim dan kondisi ekstrim.

PERMASALAHAN
KR = KERENTANAN - keterbatasan kapasitas yang dimiliki untuk mengatasi konsekuensi negatif dari perubahan iklim/variasi musim - derajat kemudahan suatu sistem terkena dampak, atau ketidak mampuan untuk menanggulangi dampak

KR = f (EX+SV+AC)
EX : Exposure (Alamnya rentan) SV : Sensitivity (Dampak ke sistem) AC : Adaptive Capacity (Kemampuan menanggulangi)

PG PI Permukaan air laut naik Dampak negatif : - Hujan tidak dapat diprediksi, banjir, kemarau, - Bencana alam (longsor, badai-topan, dll) - Muncul penyakit baru (hpt tanaman, dll)
P.30/Menhut=II/2009, 1 Mei 2009
Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD)

- Pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) 26% & 41% - Penurunan kerusakan hutan dan tutupan hutan - Peran konservasi - Pengelolaan hutan secara lestari - Peningkatan stok karbon hutan di negara berkembang.

Hutan terluas di Dunia : (1)Brasil, (2)Kongo, & (3)Indonesia Posisi Indonesia sangat penting dalam upaya REDD+
Program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan plus
(Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus=REDD+):

Penyertaan peran konservasi, Pengelolaan berkelanjutan terhadap sumberdaya hutan, Peningkatan stok karbon hutan, Penurunan deforestasi dan degradasi hutan Masalah utama penyebab deforestasi dan degradasi : - Lemahnya tata tuang, - Tidak efektifnya unit manajemen hutan, - Lemahnya tata kelola, - Permasalahan tenurial, - Lemahnya dasar hukum serta penegakan hukum.

PERMASALAHAN

PERMASALAHAN

SMF : Sustainable Management of Forest RIL : Reduced Impact Logging GRK : Gas Rumah Kaca SVLK : Sistem Verifikasi Legalitas Kayu CFLF : Climate Friendly Legal Framework ORES : One Roof Enforcement System FPIC : Free, Prior Informed Concent MRV : Measurement, Reporting and Verification REDD : Reducing Emissions from Deforestation and Degradation REDD+ : Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus

BENTUK KERJA SAMA PELIBATAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PELAKSANAN REDD+ DI TINGKAT TAPAK MELALUI :

1) Kerja sama Kontributif (Contributory Partnership), support sharing di mana kontributor menyalurkan dana untuk REDD+
2) Pembangunan Kerja sama Operational (Operational Partnership), yaitu kerja sama yang sifatnya working sharing 3) Pembangunan Kerja sama Konsultatif (Consultatif Partnership), yaitu kerja sama yang sifatnya advisory di mana pihak berkompeten memberikan masukan kebijakan, strategi, rancangan, evaluasi dan penyesuaian pelaksanaan REDD+ 4) Pembangunan Kerja sama Kolaboratif (Collaboratif Partnership), yaitu kerja sama dalam decision making process, para pihak bekerja sama dalam pelaksanaan REDD+

Tujuan : Mengetahui tingkat kerentanan vegetasi hutan terhadap perubahan iklim/variasi musim Sasaran : Informasi tentang besarnya tekanan terhadap vegetasi akibat perubahan iklim/variasi musim Luaran Tahun 2011 Diperolehnya informasi berupa data tentang besarnya tekanan terhadap vegetasi akibat perubahan iklim/variasi musim dan peta kerentanan vegetasi terhadap perubahan iklim

BAHAN : 1. Peta peta dasar, antara lain : Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) skala 1 : 25.000 (Peta kontur dan Penutupan Lahan) dan Peta Landsystem, Peta situasi dan administrasi. 2. Citra Landast perekaman tahun 1972, 1989, 2001 dan Alos 2008 (Advanced Land Observing Satellite) dan SRTM/Shuttle Radar Topography Mission 3. Alat tulis: pensil, balpoint dan alat tulis untuk penafsiran citra yaitu OHP fine full color, selotip dan plastik astralon. 4. Kertas plotter, kertas printer dan tinta warna (cartridge) untuk warna hitam, kuning, magenta dan cyan.

ALAT : - Peralatan untuk interpretasi citra satelit secara visual (Loop, stereoskop cermin/saku, Komputer) - Peralatan survei lapangan (Phi band, Haga, tambang, plastik spesimen, Kompas, Abney level, pH stik, Blanko survei, Kamera digital, GPS, kuisioner)
- Peralatan untuk pengolahan data digital dan SIG : * Perangkat keras (hard ware) berupa komputer * Perangkat lunak (soft ware) untuk analisis citra yaitu Erdas-Imagine versi 8.7 & PC Arc/Info versi 3.4D plus dan ArcView 3.3. untuk analisa SIG, Ilwis 3.3. * Untuk tabulasi diperlukan Excel, Microsoft word dan DBASE IIIPlus.

A. Rancangan Penelitian

B. Prosedur Kerja
b.1. Inventarisasi Vegetasi

b.2.Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

Taman Nasional BROMO TENGGER SEMERU


Secara administratif termasuk Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Malang Propinsi Dati I Jawa Timur. Kawasan TNBTS memiliki luas 50.273,30 ha. Keadaan topografi bervariasi dari bergelombang dengan lereng yang landai - berbukit bahkan bergunung dengan derajat kemiringan yang tegak. Ketinggian tempat antara 750 - 3.676 m dpl. Dengan puncak tertinggi G. Semeru 3.676 m dpl. (merupakan gunung tertinggi di P. Jawa). Suhu udara berkisar antara 3 s/d 20 derajat Celcius, curah hujan rata-rata 6.604 mm/tahun.

E. Analisis Data
Nilai Indeks Shannon

Kategori
Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi. Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang. Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah.

>3 1-3 <1

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 1. Hutan Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 1. Hutan Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 1. Hutan Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 1. Hutan Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 2. Hutan Sub Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 2. Hutan Sub Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 2. Hutan Sub Montana

a.1. Inventarisasi Vegetasi: Struktur dan Komposisi serta Distribusi Vegetasi

a.1. 2. Hutan Sub Montana

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2. 1. Exposure

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2. 1. Exposure

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2. 1. Exposure

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2. 1. Exposure

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2.2. Sensitivity

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2.2. Sensitivity

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim

a.2.2. Sensitivity

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim a. 2. 3. Faktor Adaptive Capacity

a.2. Pemetaan Status Kerentanan Ekosistem Terhadap Perubahan Iklim a. 2. 3. Faktor Adaptive Capacity

Kelestarian jenis tumbuhan di TNBTS diketahui berdasarkan ketersediaan jenis pada tiap fase pertumbuhan pada tingkat semai-pancang tiang dan Pohon. Hasil analisis tingkat pertumbuhan pohon di hutan Montana TNBTS maupun di hutan Sub Montana memiliki tingkat permudaan yang hampir merata pada tiap tingkat pertumbuhan.

Keanekaragaman jenis tumbuhan di TNBTS berdasarkan indeks shannon wienner pada hutan sub Alphin <1, Montana berkisar 1.78-2.30, hutan sub Montana berkisar 2.65-2.73. Indeks Keanekaragaman jenis menunjukkan bahwa keanekaragaman hutan Sub Alphin tergolong paling rendah kemudian disusul hutan Montana dan keanekaragaman paling tinggi terdapat di hutan sub Montana. Vegetasi pada Ekosistem hutan sub Montana jauh relatif stabil akan lebih adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrim jika dibandingkan Ekosistem Montana maupun Sub Alphin.

Exposure (Kerentanan Iklim KRI) merupakan fungsi dari suhu, kelembaban dan curah hujan. KRI di TNBTS didominasi oleh kerentanan sedang (36.53%) yang terdapat di sebagian hutan montana, sebagian hutan sub montana dan daerah ekoton sub montana-montana. Ekosistem hutan yang relatif tahan terhadap kerentanan iklim dijumpai pada hutan sub montana (28.87%).

Sensitivity (Kerentanan dinamis KRD) merupakan faktor dari Greeness index, Wetness index dan Soil brightness index.

Sebesar 90.48% dari total kawasan di TNBTS memiliki tingkat KRD pada kondisi sedang, 9.52% kawasan TNBTS tergolong memiliki KRD tahan. KRD sedang hampir terdapat merata pada seluruh kawasan TNBTS baik pada ekosistem hutan Montana, sub Montana maupun sub alphin.

Adaptive capacity (Kerentanan tetap KRT) diperoleh dengan memperhatikan faktor arah lereng, kemiringan dan ketinggian. KRT di kawasan TNBTS menunjukkan tergolong memiliki kerentanan sedang (50.57%) yang terdapat di hutan montana bawah. KRT tahan sebesar 37.37% terdapat di hutan sub montana. Sangat rentan (0.56%) -rentan (9.68%) terdapat di hutan sub alphin dan montana atas.

You might also like