You are on page 1of 12

24

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini di laksanakan selama 3 bulan mulai dari bulan Februari

sampai dengan bulan April 2012, yang dilaksanakan di wilayah

DAS Mini

Watutela ID nasional Nomor 183419 dengan luas 800,87 Ha, pada posisi koordinat antara 195246,58 - 11961,31 BT dan 04912,64 - 05032,8 LS. Berdasarkan administrasi Pemerintah, Lokasi ini berada dalam wilayah

kelurahan Tondo, Kecamatan Palu Timur, Provinsi Sulawesi Tengah. 3.2 Alat dan Bahan Alat penelitian yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 3.2.1 Peralatan Survei Lapangan

1. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk penentuan posisi lokasi dan titik pengamatan di lapangan, 2. Tally Sheet, digunakan untuk mencatat data vegetasi dan data kelas lereng, 3. Pensil dan pulpen, yang digunakan untuk mencatat data yang telah didapatkan, 4. Kamera/filem, digunakan untuk pengambilan dokumentasi di lapangan, 5. Mistar digunakan untuk mengukur skala peta dan pengukuran lain-lainnya, 6. Roll Meter, digunakan untuk pengukuran lokasi-lokasi pengamatan di lapangan.

24

25

3.2.2

Peralatan Olah Data dan Non Spasial Serta Pelaporan

1. Komputer Kompatibel, digunakan untuk mengolah data baik spasial maupun non spasial dan pelaporan, 2. Printer, digunakan untuk mencetak peta dan laporan hasill lapangan, 3. Program Arcview GIS versi 3.3, digunakan untuk pengolahan data spasial (pembuatan peta digital), 4. Program ERDAS versi 8.5, digunakan untuk pengelolaan data citra landsat, 5. Program Microsoft Excel versi 2003 dan 2007, digunakan untuk kalkulasi data non spasial, 6. Program Microsoft Word, digunakan untuk pembuatan laporan, 7. Peta Kawasan Hutan, digunakan untuk mengetahui Batas Kawasan Hutan Taman Hutan Raya (TAHURA Palu) dan luar Kawasan Hutan (APL). 8. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS), digunakan untuk mengetahui DAS DAS mini dan nomor ID-nya sesuai dengan ketetapan departemen kehutanan RI tahun 2009, 9. Peta Lahan Kritis, digunakan untuk mengetahui kondisi kekritisan lahan di wilayah DAS sesuai hasil penilaian BPDAS Palu Poso Tahun 2008, 10. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), digunakan untuk pembuatan kelas lereng pada lokasi penelitian, 11. Peta Tanah, digunakan untuk pembuatan jenis tanah lokasi penelitian, 12. Citra Landsat 7 ETM hasil perekaman satelit dua tahun terakhir,

digunakan untuk membantu kita dalam mengidentifikasi penutupan lahan (vegetasi dan non-vegetasi), pola aliran sungai dan kelas lereng lapangan.

26

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data Curah Hujan Lima Tahun Terakhir, Buku Statistik Kecamatan, Dokumen Laporan Penelitian yang relevan, tinta printer, kertas kuarto ukuran A4 dan buku catatan. 3.3 3.3.1 Metode Penelitian Teknik Pengumpulan Data Dalam rangka perolehan data komponen lingkungan/lahan untuk keperluan penelitian ini digunakan metode Desk Studi dan metode survey pengecekan di lapangan (ground chek) guna meputahiran data lingkungan/lahan di wilayah DAS Watutela. Melalui penerapan kedua metode tersebut akan diperoleh dua jenis data berdasarkan sumber datanya, yaitu jenis data sekunder dan jenis data primer. Data sekunder meliputi data spasial dan non-spasial yaitu: 1. Data spasial berupa peta diperoleh dari balai pengelolaan DAS (BPDAS) Palu Poso yaitu peta digital wilayah DAS kota Palu dan nomor ID-nya , peta digital kelas lereng, peta digital kelas jenis tanah, peta digital pola penyebaran hujan, peta digital pola penggunaan lahan, peta digital geologi, peta digital sistem lahan serta citra digital landsat 7ETM band 542. Untuk peta digital Master Plan TAHURA Palu diperoleh dari Dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah. 2. Data non-spasial berupa data curah hujan dan hari hujan serta parameter iklim lainnya (suhu, kelembaban, angin, dll) diperoleh dari Stasiun Geofisika dan Meteorologi Mutiara Palu. Data Digital Kecamatan dalam Angka diperoleh dari BPS Kota Palu.

27

3. Data pendukung lainnya berupa hasil-hasil penelitian, hasil perencanaan dan sebagainya diperoleh dari akses internet dan kunjungan perpustakaan serta instansi terkait lainnya. Data primer yang meliputi data non-spasial hasil pengecekan di lapangan untuk mencocokkan kondisi dipeta dan kondisi di lapangan. Disamping itu, juga dikumpulkan data fisik tanah di lapangan menggunakan Ring Sampel. Tujuan pengambilan sampel tanah ini adalah untuk mengetahui permeabilitas tanah, kandung bahan organic tanah, struktur dan tekstur tanah. Dalam pengumpulan data tanah didekati dengan cara keterwakilan setiap jenis tanah di lapangan yang dipadukan dengan kelas kelerengan, yaitu masing-masing satu sampel dari kelas pewakil (punggung bukit, lereng bukit dan lembah/dataran). Hasil pengambilan sampel tanah diteruskan ke laboratorium tanah untuk di analisis sifat fisik tanahnya. Selain pengamatan tanah dan kelas lereng, juga dilakukan tipe penggunaan lahan/tutupan vegetasi di lapangan yang diamati secara kualitatif. Untuk efisiensi dan keakuratan datapengamatan dibantu dengan hasil intepretasi citra landsat 7ETM band 542, yaitu dengan membawa ke lapangan hasil intepretasi citra terkait dengan penutupan lahan/tutupan vegetasi. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan proses pengumpulan data hingga hasil pengelolaan datanya, disajikan dalam bentuk skematis pada Gambar 3.1 berikut :

28

Peta Wilayah Hutan (TAHURA)

Peta Wilayah DAS Kota Palu

Peta RTRWK & Adm. Pemerintahan

Overlai

Citra Landsat 7 ETM Band 542

Peta Wilayah DAS Watutela

Peta Rupa Bumi Indonesia

Peta Kelas Lereng Peta Tipe Penggunaan Lahan Peta Land Mapping Unit Peta Jenis Tanah Peta Hujan Infiltrasi

(LMU)

Peta Infiltrasi Aktual

Peta Infiltrasi Potensial

Data Curah Hujan dan Hari Hujan

Ground Check

Overlai

Analisis Laboratorium

Ground Check

Peta Tingkat Kekritisan Daerah Resapan Air (DRA)

Sampel tanah

DRA: Sangat Kritis s.d. Mulai Kritis

DRA: Normal Alami

DRA: Baik

Kelola: Prioritas I

Kelola: Prioritas II

Kelola: Prioritas III

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian

29

3.3.2

Teknik Intepretasi dan Analisis Data Spasial Intepretasi data spasial merupakan kegiatan mengkaji data keruangan

seperti data lingkungan atau lahan dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti penting objek tersebut, baik bersumber dari foto udara dan citra satelit maupun dari hasilsurvei di lapangan. Estes, J.E. (1974), menjelaskan bahwa interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk

mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. Singkatnya interpretasi citra merupakan suatu proses pengenalan objek yang berupa gambar (citra) untuk digunakan dalam disiplin ilmu tertentu. Dalam mengitepretasikan data spasial dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu tahap identifikasi dan tahap analisis. Tahap identifikasi adalah mencirikan objek dengan menggunakan data rujukan, sedangkan tahap analisis adalah mengumpulkan keterangan lebih lanjut secara terperinci. Identifikasi dalam penelitian ini adalah upaya mencirikan objek berupa kelas lereng untuk mengetahui pengaruhnya terhadap infiltrasi, jenis tanah untuk mengetahui potensi infiltrasinya dan curah hujan serta hari hujan untuk mengethui nilai infiltrasinya. Selanjutnya tipe penutupan lahan untuk mengetahui infiltrasi aktualnya. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis data spasial dan data nonspasial (data atribut). Berdasarkan hasil identifikasi komponen-komponen

lingkungan/lahan, dikaji lebih lanjut tentang keterangan atribut dari setiap komponen lingkungan/lahan guna menetapkan nilai potensi infiltrasi dan infiltrasi

30

aktualnya. Kajian lebih lanjut adalah memadukan nilai potensi infiltrasi dan infiltrasi aktualnya untuk menentukan tingkat kekritisan Daerah Resapan Air (DRA) setiap unit lahan (LMU). Melalui pendekatan LMU dapat diketahui

masing-masing kelas kekritisan DRA. Dalam analisis ini dilakukan pula pengkajian mengenai skala prioritas penanganan Wilayah DAS sesuai dengan kekritisannya. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, agar tujuan dari penelitian ini tercapai sesuai yang diharapkan maka proses identifikasi dan analisis secara spasial dengan menggunakan dua tahap yaitu : 1. Melakukan integrasi data spasial secara digital untuk menemukan hasil tumpang susun peta (map-overlay) digital beserta dengan atributnya. Hasil dari proses digital selanjutnya divisualisasi dalam bentuk peta analog beserta data atributnya. Hasil dari proses ini kemudian dibawa ke lapangan guna pengecekan hasilnya di lapangan. Pada saat pengecekan lapangan dilakukan pula pengambilan sampel tanah untuk di analisis di laboratorium. 2. Setelah tahap pertama diselesaikan, pekerjaan selanjutnya adalah re-intepretasi data (spasial dan non-spasial) untuk dijadikan dasar dalam penentuan kelas infiltrasi potensial dan kelas infiltrasi aktual yang sifatnya final. Dari hasil ini, dilanjutkan map overlay processing untuk menentukan kelas tingkat kekritisan Daerah Resapan Air. Pada tahapan kedua ini, dilakukan pula identifikasi kelas tingkat kekritisan daerah resapan air untuk menentukan skala prioritas penanganannya.

31

3.3.3

Model Pengkajian Dan Klasifikasi Tingkat Kekritisan Daerah Resapan Air Model pengkajian dan klasifikasi tingkat kekritisan daerah resapan air

(DRA) yang digunakan dalam penelitian adalah metode penilaian kekritisan daerah resapan air (DRA) sesuai Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Dephut Nomor: 041/Kpts/V/1998 tanggal 21 april 1998 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Daerah Tanah Aliran Sungai (RTL-RLKT DAS). Model pengkajian dan

klasifikasi DRA yang sama pula dengan Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor: P.32/Menhut-II/2000 tanggal 19 Mei 2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTK-RHL DAS). Adapun garis besar model pengkajian daerah resapan air disajikan pada Gambar 3.2 berikut.

32

Kemiringan lereng aaaaa


a b c d e

Jenis tanah
a b c d e

Curah hujan a b c d e

Potensi infiltrasi alami (skoring) Jumlah skor 5 8 11 14 15 Deskripsi Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar PETA OVERLAI Notasi e d c b a Skor potensi infiltrasi: a=5, b=4, c=3, d=2. e=1

3 6 9 12

4 7 10 13

A aA aB aC aD aE Baik E eE eA eB eC eD Normal alami D dD dE dA dB dC Mulai kritis C cC cD cE cA cB Agak kritis B bB bC bD bE bA Kritis Penggunaan lahan Sangat kritis Infiltrasi aktual: A = besar, B=agak besar, C=sedang, D=agak kecil, E=kecil.

Gambar 3.2 Garis Besar Pendekatan Penyusunan Model Pengkajian Daerah Resapan Air (Ditjen RRL Dephut, 1998) Sehubungan dengan gambar 3.2 diatas, selanjutnya ditentukan teknik penentuan klasifikasi tingkat infiltrasi berdasarkan komponen lingkungan yang dipakai dalam pengkajian daerah resapan air. Komponen-komponen tersebut

adalah kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan dan penggunaan lahan. Keempat komponen tersebut merupakan untuk menilai daerah resapan air yang dalam hal ini ditransformasikan dalam nilai-nilai tingkat infiltrasi potensial dan tingkat infiltrasi aktualnya.

33

Besarnya nilai hasil transformasi yang dinyatakan secara kuantitatif maupun secara kualitatif sebagai berikut:

Topografi: dari peta topografi atau rupa bumi dapat dihitung dan diubah menjadi peta kemiringan lereng yang kemudian ditransformasi berdasarkan pengaruhnya terhadap tingak peresapannya sbb: Tabel 3.1 Hubungan kemiringan lereng dan tingkat infiltrasi
Kelas I II III IV V Lereng (%) <8 8-<15 15-<25 25-<40 >=40 Deskripsi Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam Transformasi nilai faktor Infiltrasi Notasi (fc) >0,80 a 0,70-0,80 b 0,50-0,70 c 0,20-0,50 d <0,20 e

Sumber: Chow,1968 dalam Direktorat Jenderal RRL Dephut, 1998.

Tanah: hasil pengujian karakteristik tanah dan geohidrologi, ditransformasi berdasarkan hubungannya dengan infiltrasi (permeabilitas tanah) dengan kelasifikasi sbb.: Tabel 3.2 Hubungan permeabilitas tanah dan nilai infiltrasi
Kelas I II III IV V Deskripsi Cepat Agak cepat Sedang Agak lambat Lambat Permeabilitas tanah (cm/jam) >12,7 6,3-12,7 2,0-6,3 0,5-2,0 <0,5 Transformasi nilai faktor Infiltrasi Notasi (fc) >0,45 a 0,20-0,45 b 0,10-0,20 c 0,04-0,10 d <0,04 e

Sumber: USDA, 1951; Hamer 1978 dalam Direktorat Jenderal RRL Dephut, 1998.

34

Selanjutnya, jika klasifikasi tersebut dikaitkan dengan jenis tanah yang terdapat di P. Jawa, maka dapat dikonversikan sbb.: Tabel 3.3 Potensi infiltrasi untuk setiap jenis tanah (contoh)
Parameter Infiltrasi Kelas I II III IV V Kelasifikasi Deskripsi Besar Agak besar Sedang Agak kecil Kecil Notasi a b c d e Jenis tanah Andosol hitam Andosol coklat Regosol Latosol Alluvial

Sumber: Direktorat Jenderal RRL Dephut, 1998.

Curah hujan: secara potensial infiltrasi akan lebih besar untuk hujan dengan periode waktu terjadinya lebih panjang. Sehubungan dengan kondisi tersebut, maka kaitannya dengan infiltrasi, faktor hujan dikembangkan sebagai faktor hujan infiltrasi atau disingkat RD, yaitu curah hujan tahunan dikali jumlah hari hujan/100. Tabel 3.4 Klasifikasi nilai hujan infiltrasi RD
Kelas I II III IV V
Dephut, 1998.

Deskripsi Rendah Sedang Agak besar Besar Sangat besar

Nilai RD <2.500 2.500-3.500 3.500-4.500 4.500-5.500 >5.500

Notasi a b c d e

Sumber: Wieshmier, 1958; Chow,1968; Wiersum & Ambar, 1980 dalam Direktorat Jenderal RRL

Penggunaan lahan: tipe vegetasi penutup ber[engaruh terhadap infiltrasi lewat tiga bentuk, yaitu perakaran dan pori-pori memperbesar permeabilitas tanah, vegetasi menahan run-off dan vegetasi mengurangi jumlah air perkolasi melalui transpirasi. Vegetasi juga mempengaruhi erosi melalui beberap proses. Tajuk pohon mengubah tenaga erosivitas jatuhan hujan yaitu mengubah kecepatan dan ukuran butir tetes hujan. Faktor-faktor yang berperan antara

35

lain tinggi tajuk, tebal tajuk, ketebalan, seresah yang dihasilkan, rerumputan dan herba sebagai penutup tanah. Mengingat peran vegetasi dan/atau penggunaan lahan tersebut, maka dalam kaitannya dengan nilai tingkat infiltrasi aktual secara kualitatif dapat dibuat kelasifikasi sbb.: Tabel 3.5 Nilai tingkat infiltrasi aktual (kualitatif)
Parameter Infiltrasi Kelas I II III IV V Kelasifikasi Deskripsi Besar Agak besar Sedang Agak kecil Kecil Notasi A B C D E Tipe penggunaan lahan Hutan lebat Hutan produksi Perkebunan Semak, padang rumput Hortikultura (landai) Permukiman, sawah

Sumber: Chow,1968; Suwardjo 1975; Wiersum & Ambar 1980; S. Ambar, 1986 dalam Direktorat Jenderal RRL Dephut, 1998.

Klasifikasi kondisi daerah resapan: berdasarkan hasil transformasi data dan pengkajian komponen-komponen lingkungan, maka kondisi daerah resapan dapat dikelasifikasi, yaitu dengan membandingkan antara nilai infiltrasi potensial dengan nilai infiltrasi aktual. Selanjutnya disusun kriteria sbb.:

Kelas I II III IV V VI

Deskripsi Kondisi baik; jika nilai infiltrasi katual lebih besar disbanding nilai infiltrasi potensial, misalnya dari c menjadi A, atau dari d menjadi B, dst. Kondisi normal alami; jika nila infiltrasi aktual sama atau tetap seperti nilai infiltrasi potensialnya, misalnya dari b menjadi B, dan c menjadi C, dst. Kondisi mulai kritis; jika nilai infiltrasi aktual sudah turun setingkat dari nilai infiltrasi potensialnya, misalnya dari a menjadi B, dari c menjadi D, dst. Kondisi agak kritis; jika nilai infiltrasi aktual sudah turun dua tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya, misalnya dari a menjadi C, b menjadi D, dst. Kondisi kritis; jika nilai infiltrasi aktual sudah turun tiga tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya, misalnya dari a menjadi D, b menjadi E. Kondisi sangat kritis; jika nila infiltrasi aktual berubah dari sangat besar menjadi sangat kecil, atau dari a menjadi E.

You might also like