You are on page 1of 73

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran di kelas akan sangat efektif apabila guru melaksanakannya dengan memahami peran, fungsi dan kegunaan mata pelajaran yang diajarnya. Di samping pemahaman akan hal-hal tersebut keefektipan itu juga ditentukan oleh kemampuan guru untuk merubah model pengajaran menjadi model pembelajaran sesuai yang diharapkan oleh Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses. Peran mata pelajaran Fisika adalah untuk pengembangan intelektual, sosial dan emosional siswa serta berperan sebagai kunci penentu menuju keberhasilan dalam mempelajari suatu bidang tertentu. Fungsi mata pelajaran Fisika adalah sebagai suatu bidang kajian untuk mempersiapkan siswa mampu merefleksikan pengalamannya sendiri dan pengalaman orang lain, mengungkapkan gagasangagasan dan perasaan serta memahami beragam nuansa makna, sedang kegunaannya adalah untuk membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, membuat keputusan yang bertanggung jawab pada tingkat pribadi, sosial, menemukan serta menggunakan kemampuan analitik dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Di samping mengetahui peran, fungsi dan kegunaan Fisika, sebagai seorang guru juga diperlukan untuk mampu menerapkan beberapa metode ajar sehingga paradigma pengajaran dapat dirubah menjadi paradigma pembelajaran sebagai tuntutan peraturan yang disampaikan pemerintah (Permen No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, Permen No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Guru). 1

Kejadian yang sering terjadi di lapangan yang terjadi selama proses pembelajaran yang dilakukan selama ini yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor luar seperti kesibukan guru, keadaan rumah tangga, lingkungan dan lain-lain. Kelemahan-kelemahan yang ada tentu banyak pula dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri seperti kemauan menyiapkan bahan yang lebih baik, kemauan guru itu sendiri untuk menerapkan metode-metode ajar yang telah didapat di bangku kuliah. Selain itu guru juga kurang mampu untuk dapat mengembangkan keterampilan mengajar yang dapat menarik perhatian siswa dan merangsang siswa untuk belajar. Keterampilan yang mesti dikuasai guru dalam melaksanakan

pembelajaran ada 7, yaitu: 1) keterampilan bertanya, 2) keterampilan memberi penguatan, 3) keterampilan mengadakan variasi, 4) keterampilan menjelaskan, 5) keterampilan membuka dan menutup pelajaran, 6) keterampilan membimbing diskusi, 7) keterampilan mengelola kelas. Keterampilan-keterampilan ini berhubung dengan kemampuan guru untuk menguasai dasar-dasar pengetahuan yang berhubungan dengan persiapan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang akan memberikan dukungan terhadap cara berpikir siswa yang kreatif dan imajinatif. Hal inilah yang menunjukkan profesionalisme guru (I G. A. K. Wardani dan Siti Julaeha, Modul IDIK 4307: 1-30). Model-model pembelajaran juga merupakan hal yang sangat penting dalam penerapannya di lapangan, seperti model Gasing yang dijadikan objek penelitian sebagai upaya untuk memajukan suatu bidang tertentu. Model sangat berkaitan dengan teori. Model merupakan suatu analog konseptual yang digunakan untuk menyarankan bagaimana meneruskan penelitian empiris

sebaiknya tentang suatu masalah. Jadi model merupakan suatu struktur konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang dan sekarang diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu berkembang (Mark 1976 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989: 5). Cuplikan di atas menunjukkan betapa pentingnya model untuk diterapkan dalam mencapai suatu keberhasilan, begitu pula terhadap kegunaan model-model pembelajaran. Sebelum ada model, dikembangkan terlebih dahulu teori yang mendasari model tersebut, sehingga boleh dikatakan bahwa teori lebih luas daripada model. Model-model, baik model fisika, model-model komputer, modelmodel matematika, semua mempunyai sifat jika maka, dan model-model ini terkait sekali pada teori (Shelbeeker, 1974 dalam Ratna Wilis Dahar, 1989: 5). Semua uraian di atas menunjukkan hal-hal yang perlu dalam upaya meningkatkan keseuaian pembelajaran Gasing yang akan dilakukan dan prestasi belajar siswa seperti penguasaan metode-metode ajar; penguasaan model-model pembelajaran; penguasaan teori-teori belajar; penguasaan teknik-teknik tertentu; penguasaan peran, fungsi serta kegunaan mata pelajaran. Apabila betul-betul guru menguasai dan mengerti tentang hal-hal tersebut dapat diyakini bahwa prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Fisika tidak akan rendah. Namun kenyataannya prestasi belajar siswa kelas X di semester 2 tahun ajaran 2011/2012 baru mencapai nilai rata-rata 5,25. Melihat kesenjangan antara harapan-harapan yang telah disampaikan dengan kenyataan lapangan sangat jauh berbeda, dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan utamanya pada mata pelajaran Fisika, sangat perlu kiranya dilakukan

perbaikan cara pembelajaran. Salah satunya adalah perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Gasing (Gampang, Asyik, dan Menyenangkan) Berbasis Masalah. Oleh karenanya penelitian ini sangat penting untuk dilaksanakan. B. Rumusan Masalah dan Cara Pemecahannya 1. Rumusan Masalah Melihat adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang ada di lapangan seperti yang sudah dipaparkan pada latar belakang masalah, maka rumusan penelitian ini dapat disampaikan sebagai berikut: 1) Apakah model pembelajaran Gasing berbasis masalah dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X.4 SMA Negeri 1 Melaya? 2) Apakah model pembelajaran Gasing berbasis masalah dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X.4 SMA Negeri 1 Melaya?

2. Cara Pemecahan Masalah Model pembelajaran Gasing berbasis merupakan salah satu dari banyak cara yang bisa dilakukan guru dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. Model ini mempunyai langkah-langkah yang mendorong keaktifan siswa dalam belajar dengan cara memberikan kesempatan bagi siswa untuk lebih banyak mengamati objek atau materi pelajaran, menemukan sendiri hal-hal yang perlu, baik menyangkut materi, meneliti, mengintrogasi, memeriksa materi, sehingga siswa-siswa akan dapat mengalami sendiri. Hal itu memerlukan persiapan pemikiran yang matang. Untuk persiapan yang matang ini, guru semestinya memberikan 4

kesempatan yang sebanyak-banyaknya bagi siswa untuk melakukannya, menyiapkan sebaik-baiknya apa yang akan ditampilkan dihadapan siswasiswa. Model Pembelajaran Gasing berbasis masalah ini mampu merangsang siswa untuk dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, menuntut persiapan yang sangat matang, menuntut kemampuan yang matang dalam kegiatan intelektual, menutut semangat yang tinggi untuk mengikuti pelajaran agar dapat memproduksi apa yang diharapkan, menuntut mereka lebih berpikir kritis. Contoh kemampuan berpikir kritis adalah, apabila siswa giat mengikuti pelajaran, akibatnya adalah mampu memecahkan masalah yang diharapkan. Siswa akan menjadi aktif akibat diberikan kesempatan untuk menyiapkan materi lewat penemuannya sendiri, yang sudah pasti akan membuktikan tuntutan-tuntutan kemampuan yang tinggi baik dalam penampilan maupun keilmuan. Tanpa keilmuan yang mencukupi tidak akan mungkin tampilannya akan memuaskan, dalam hal ini siswa tidak bisa sembarangan saja, mereka harus betul-betul mampu menyimpulkan terlebih dahulu apa yang akan mereka sampaikan. Tuntunan langkah-langkah analisis, pikiran intelektual, pemahaman konsep, bakat akademik yang dilakukan dengan motivasi, interpretasi yang inovatif dipihak guru akan menentukan keberhasilan pelaksanaan model ini. Berdasar uraian singkat ini jelas bahwa model pembelajaran Gasing berbasis masalah menuntut kemampuan siswa untuk giat mempelajari apa yang disampaikan guru, mampu menampilkan dirinya sebagai pemikir di depan siswa-siswa yang lain. Dipihak lain, untuk dapat

menyelesaikan tuntutan tersebut, inovasi yang dilakukan guru akan sangat menentukan. Inovasi tersebut berupa tuntunan-tuntunan, motivasimotivasi, interpretasi serta kemampuan belajar tanpa hafalan. Oleh karenanya langkah-langkah ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai cara pemecahan masalah. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tindakan kelas ini, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan Aktivitas belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Gasing berbasis masalah dalam pembelajaran. 2. Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Gasing berbasis masalah dalam pembelajaran. D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai acuan dalam memperkaya teori dalam rangka peningkatan kompetensi guru. Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sekolah, khususnya SMA Negeri 1 Melaya dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai informasi yang berharga bagi teman-teman guru, kepala sekolah di sekolahnya masing-masing.

BAB II DESKRIPSI TEORI

A. Pentingnya Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Dalam mengajarkan suatu konsep atau materi tertentu, tidak ada satu model pembelajaran yang lebih baik dari pada model pembelajaran lainnya. Berarti untuk setiap model pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang lebih cocok dan dapat dipadukan dengan model pembelajaran yang lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan, seperti: materi pelajaran, jam pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, lingkungan belajar, dan fasilitas penunjang yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai (Trianto, 2007: 3). Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tingkat belajar tertentu (Udin S. W., 1997). Joyce, dkk. (2003) mengemukakan bahwa suatu model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran di kelas. Oemar Hamalik (2003: 24) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan

pengajaran dan membimbing pengajaran di kelas. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dalam wujud suatu perencanaan pembelajaran yang melukiskan prosedur yang sistematis yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas. Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yakni: 1) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh para pencipta, 2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar, 3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat berhasil, 4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Wina Sanjaya, 2006: 128). Sintaks suatu model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran (Nana S., 1989: 43). Sintaks pembelajaran menunjukkan dengan jelas kegiatankegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru atau siswa dan tugas-tugas khusus yang dilakukan oleh siswa. Sintaks dari bermacam model pembelajaran mempunyai komponen yang sama seperti diawali dengan menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Demikian pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap menutup pelajaran. Namun demikian ada perbedaan seperti perbedaan pengelolaan lingkungan belajar, perbedaan peran siswa, perbedaan peran guru, perbedaan ruang fisik dan perbedaan sistem sosial kelas. Perbedaan-perbedaan tersebut harus dipahami oleh para guru dalam menerapkan model pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan baik. Pendapat di atas, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chandromi Nurwijaya (1998: 12), tentang memilih metode, kadar keefektifan peserta didik

harus selalu diupayakan tercipta dan berjalan terus dengan menggunakan multi metode seperti: Learning by doing, Learning by listening, dan Learning by playing. Berdasarkan pendapat di atas, bahwa model pembelajaran sangat menentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga proses penyampaian meteri kepada siswa akan lebih mudah dan nantinya mampu mengatasi kesulitan belajar siswa. Kerena pentingnya model pembelajaran dalam mengajar, maka seorang guru hendaknya harus hati-hati di dalam memilih model pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran harus didasarkan pada analisis kondisi dan hasil pembelajaran. Hal ini disebabkan komponen kondisi dan hasil pembelajaran tidak dapat dimanipulasi oleh guru. Komponen yang dapat dimanipulasi oleh guru pada umumnya terbatas pada model pembelajarannya saja (Degeng dan Miarso, 1993). Disamping itu, setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu dengan yang lain juga mempunyai perbedaan. Perbedaan-perbedaan inilah, terutama yang berlangsungnya di antara pembukaan dan penutupan pembelajaran, yang harus dipahami oleh guru penutup pembelajaran, agar model-model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini (Trianto, 2007: 5).

B. Model Pembelajaran Gasing Model Pembelajaran Gasing disetting dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dengan menggunakan instruktur sebagai pelatihan metakognitif dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa (Yohanes Surya, 2008). Model pembelajaran Gasing berlandaskan pada psikologi kognitif, sehingga fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa, melainkan kepada apa yang sedang mereka pikirkan pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Pada model pembelajaran Gasing berbasis masalah peran guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar berpikir dan memecahkan masalah mereka sendiri. Belajar berbasis masalah menemukan akar intelektualnya pada penelitian John Dewey (Ibrahim, 2000). Pedagogi Jhon Dewey menganjurkan guru untuk mendorong siswa terlibat dalam proyek atau tugas yang berorientasi masalah dan membentu mereka menyelidiki masalah-masalah tersebut. Pembelajaran yang berdayaguna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan bawaan siswa untuk menyelidiki secara pribadi situasi yang bermakna merupakan hubungan masalah dengan psikologi Dewey. Selain Dewey, ahli psikologi Eropa Jean Piaget tokoh pengembang konsep konstruktivisme telah memberikan dukungannya. Pandangan

konstruktivisme- kognitif yang didasari atas teori Piaget menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri (Ibrahim, 2000). Adaptasi struktur pembelajaran model Gasing berbasis masalah dalam kelas-kelas sains dilakukan dengan menjamin penerapan beberapa komponen penting dari

10

sains. Empat penerapan esensial dari pembelajaran model Gasing berbasis masalah adalah seperti diurutkan dalam Yohanes Surya (2008) adalah: 1) Orientasi siswa pada masalah Pada saat mulai pembelajaran, guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara jelas, menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran. Guru menyampaikan bahwa perlu adanya elaborasi tentang hal-hal sebagai berikut: Tujuan utama dari pembelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah informasi baru, namun lebih kepada bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadikan pebelajar yang mandiri. Permasalahan yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak benar. Sebuah penyelesaian yang kompleks memiliki banyak penyelesaian yang terkadang bertentangan. Selama tahap penyelidikan dalam pembelajaran, siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi dengan bimbingan guru. Pada tahap analisis dan penyelesaian masalah siswa didorong untuk menyampaikan idenya secara terbuka. Guru perlu menyajikan masalah dengan hati-hati dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi. Hal penting di sini adalah orientasi kepada situasi masalah menentukan tahap untuk penyelidikan selanjutnya. Oleh karena itu pada tahap ini presentasi harus menarik minat siswa dan menimbulkan rasa ingin tahu.

11

2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar Pembelajaran model Gasing berbasis masalah membutuhkan keterampilan kolaborasi diantara siswa menurut mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama. Oleh karena itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas belajarnya. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar kooperatif juga berlaku untuk mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok pembelajaran berbasis masalah. Intinya di sini adalah guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang akan dipecahkan. 3) Membantu penyelidikan siswa Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan datadata atau melaksanakan eksperimen sampai mereka betul-betul memahami dimensi dari masalah tersebut. Tujuannya agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk membangun ide mereka sendiri. Siswa akan membutuhkan untuk diajarkan bagaimana menjadi penyelidik yang aktif dan bagaimana menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang sedang dipelajari. Setelah siswa mengumpulkan cukup data mereka akan mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan dan

pemecahan. Selama tahap ini guru mendorong semua ide dan menerima sepenuhnya ide tersebut.

12

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Pada tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang akan disajikan. Masing-masing kelompok menyajikan hasil pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu diskusi. Penyajian hasil karya ini dapat berupa laporan, poster maupun mediamedia yang lain. 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Tahap akhir ini meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan disamping itu juga mengevaluasi keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang telah mereka gunakan. Selanjutnya beberapa ciri penting pembelajaran model Gasing berbasis masalah sebagai berikut (Yohanes Surya, 2008). 1. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan pebelajar dalam pola pemecahan masalah. Kondisi ini akan dapat mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi permasalahan. Dalam konteks belajar kognitif sejumlah tujuan yang terkait adalah belajar langsung dan mandiri, pengetahuan dan pemecahan masalah. Sehingga untuk mencapai keberhasilan, para pebelajar harus mengembangkan keahlian belajar dan mampu mengembangkan strategi dalam mengidentifikasi dan menemukan permasalahan belajar, evaluasi dan juga belajar dari berbagai sumber yang relevan.

13

2. Keberlanjutan masalah Dalam hal ini ada dua hal yang harus terpenuhi. Pertama, harus dapat memunculkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang relevan dengan content domain yang dibahas. Kedua, permasalahan hendaknya riil sehingga memungkinkan terjadinya kesamaan pandang antarsiswa. Ada tiga alasan kenapa permasalahan harus nyata (realistik). (1) Siswa terkadang terbuka untuk meneliti semua dimensi dari permasalahan sehingga dapat mengalami kesulitan dalam menciptakan suatu

permasalahan yang luas dengan informasi yang sesuai. (2) Permasalahan nyata cenderung untuk lebih melibatkan siswa terhadap suatu konteks tentang kesamaan dengan permasalahan. (3) Siswa segera ingin tahu hasil akhir dari penyelesaian masalahnya. 3. Adanya presentasi permasalahan Pebelajar dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan

sehingga mereka merasa memiliki permasalahan tersebut. Ada dua hal pokok dalam mempresentasikan permasalahan. Pertama, jika siswa dilibatkan dalam pemecahan masalah yang autentik, maka mereka harus memiliki permasalahan tersebut. Kedua, adalah bahwa data yang ditampilkan dalam presentasi permasalahan tidak menyoroti faktor-faktor utama dalam masalah tersebut, namun dapat ditampilkan sebagai dasar pertanyaan sehingga tidak menampilkan informasi kunci. 4. Peran guru sebagai tutor dan fasilitator Dalam hal ini peran guru sebagai fasilitator adalah

mengembangkan kreativitas berpikir siswa dalam bentuk keahlian dalam

14

pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri. Kemampuan dari tutor sebagai fasilitator keterampilan mengajar kelompok kecil dam proses pembelajaran merupakan penentu utama dari kualitas dan keberhasilan. Setiap metode pendidikan bertujuan: (1) Mengembangkan kreativitas pada siswa dan keahlian berpendapat. (2) Membantu mereka untuk menjadi mandiri. Sedangkan tutorial adalah suatu penggunaan keahlian yang menitikberatkan masalah dasar belajar langsung mandiri. Menurut Barrows (1996) dalam tulisannya yang berjudul Problem Based Learning in Medicine and Beyond juga mengemukakan beberapa karakteristik Problem Based Learning sebagai berikut: 1) Proses pembelajaran bersifat Student Centered. Melalui bimbingan tutor (guru), siswa harus bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya, mengidentifikasi apa yang mereka perlu ketahui untuk memperoleh pemahahaman yang lebih baik, mengelola permasalahan dan menentukan dimana mereka akan memperoleh informasi (buku teks, jurnal, internet, dsb). 2) Proses pembelajaran pembelajaran berlangsung pada kelompok kecil. Setiap kelompok biasanya terdiri dari 5-8 orang. Anggota kelompok sebaiknya ditukar untuk setiap unit kurikulum. Kondisi demikian akan memberikan kondisi praktis kepada siswa untuk bekerja dan belajar secara lebih intensif dan efektif dalam variasi kelompok. 3) Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Dalam hal ini guru tidak berperan sebagai penceramah atau pemberi faktual, namun berperan sebagai fasilitator. Guru tidak memberitahu siswa tentang apa yang

15

mereka harus pelajari atau baca. Siswa itu sendirilah (secara berkelompok) yang mengidentifikasi dan menentukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip apa yang harus mereka pelajari dan mereka pahami agar mampu memecahkan masalah yang telah disajikan guru pada awal setting pembelajaran. 4) Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran. Misalnya, masalah pasien atau kesehatan masyarakat disajikan dalam berbagai bentuk seperti kasus tertulis, simulasi pasien, simulasi komputer atau video. Kondisi demikian akan menantang dan menghadapkan siswa dalam kondisi praktis serta akan memotivasi siswa untuk belajar. Untuk memecahkan masalah tersebut, siswa akan merealisasikan apa yang perlu mereka pelajari dari ilmu-ilmu dasar serta akan mengarahkan mereka untuk mengintegrasikan informasi-informasi dari berbagai disiplin ilmu. 5) Informasi baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (self directed learning). Siswa diharapkan belajar dari dunia pengetahuan dan mengakumulasikan keahliannya melalui belajar mandiri, serta dapat berbuat seperti praktisi yang sesungguhnya. Selama proses belajar secara mandiri, siswa bekerja bersama dalam kelompok, berdiskusi, melakukan komparasi, mereview serta berdebat tentang apa yang sudah mereka pelajari. 6) Masalah merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah klinik. Format permasalahan hendaknya

16

mempresentasikan permasalahan pasien sesuai dengan dunia realita. Format permasalahan juga harus memberi kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, melakukan tes fisik, tes

laboratorium dan tuntutan lainnya. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam merancang program pengajaran yang berorientasi pada problem based learning sehingga proses pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa (student centered) adalah sebagai berikut (Gallagher & Stepien, 1995): 1) Fokuskan permasalahan (problem) sekitar pembelajaran konsep-konsep esensial yang strategis. Gunakan permasalahan dan konsep untuk membantu siswa melakukan investigasi substansi isi (content). 2) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasannya melalui eksperimen atau studi lapangan. Siswa akan menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. 3) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mengelola data yang mereka miliki yang merupakan proses metakognisi. 4) Berikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi yang mereka kemukakan. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau publikasi atau dalam bentuk penyajian poster. Prosedur dan tahapan pelaksanaan problem based learning adalah sebagai berikut (dimodifikasi dari Barrows and Myers, 1993).

17

PENDAHULUAN 1. 2. Penyampaian tujuan pembelajaran Apersepsi

SETTING PERMASALAHAN 1. 2. 3. 4. Penyampaian masalah Internalisasi masalah oleh siswa Menggambarkan hasil/performan yang diperlukan Pemberian tugas-tugas meliputi (pengajuan hipotesis, pengumpulan fakta, mensintesa informasi yang tersedia melalui kegiatan inkuiri, membuat catatan yang diperlukan, merancang kegiatan/penyelidikan yang berkaitan upaya pemecahan masalah) Pemberian alasan terhadap permasalahan Identifikasi sumber-sumber pembelajaran Penjadwalan tindak lanjut

5. 6. 7.

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH 1. 2. Menggunakan berbagai sumber dan kemampuan berpikir kritis, melaksanakan penyelidikan eksperimen Pemecahan masalah (jawaban hipotesis, menerapkan pengetahuan baru, menemukan hal-hal baru jika perlu diteliti kembali dengan merancang kegiatan baru)

PRESENTASI 1. 2. Penyajian pemecahan masalah Diskusi

AKHIR KEGIATAN 1. 2. Memiliki pengetahuan Penilaian diri melalui hasil diskusi

Gambar 1. Alur Pembelajaran Problem Based Learning

18

C. Prestasi Belajar

Prestai belajar dimulai dengan kegiatan atau aktivitas, setelah itu belajar dan terakhir baru prestai belajar.

1. Aktivitas Kata Aktivitas berasal dari Bahasa Inggris activity yang artinya state of action, lireliness or ingorous mation (Webster New American Dictionary: 12). Apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia kata ini berarti kebenaran dari perlakuan, kegiatan yang aktif, kegiatan yang aktual atau giat dalam melakukan gerak-gerik, usul. Dalam bahasa Indonesia aktif berarti giat belajar, giat berusaha, dinamis, mampu berkreasi dan beraksi (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 32). Aktivitas merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh siswa, baik dalam aktivitas jasmani maupun dalam aktivitas rohani. Aktivitas ini jelas merupakan ciri bahwa siswa berkeinginan untuk mengikuti proses. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemui ciri-ciri seperti berikut (Tim Instruktur PKG, 1992: 2): 1. Antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran 2. Terjadi interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa 3. Siswa terlibat dan bekerjasama dalam diskusi kelompok 4. Terjadi aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran 5. Siswa berpartisipasi dalam menyimpulkan materi. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilihat dari (Nana Sudjana, 2000: http://www.scribd.com/doc/90372008):

19

1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya 2. Terlibat dalam pemecahan masalah 3. Bertanya pada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya 4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah 5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru 6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya 7. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis 8. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. 2. Belajar Belajar dalam Bahasa Inggris adalah Study yang artinya The act of using the mind to require knowledge (Webster New American Dictionary: 1993). Apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia, belajar adalah perbuatan menggunakan ingatan/pikiran untuk mendapatkan/ memperoleh pengetahuan. Belajar artinya berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu keterampilan; juga berarti berlatih (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 27). Selanjutnya belajar juga berarti perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dari praktek yang dilakukannya (Glosarium Standar Proses, Permen Diknas No. 41 Tahun 2007). Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah penggunaan pikiran untuk memperoleh ilmu. Ini berarti bahwa

20

belajar adalah perbuatan yang dilakukan dari tahap belum tahu ke tahap mengetahui sesuatu yang baru. Prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif adalah: stimulus, perhatian dan motivasi, respon, penguatan dan umpan balik (Sriyono, 1992: http://www.scribd.com/doc/90372081). Juga dikatakan bahwa ativitas belajar berupa keaktifan jasmani dan rohani yang meliputi keaktifan panca indra, keaktifan akal, keaktifan ingatan dan keaktifan emosi. Pendapat lain menyatakan bahwa aktivitas belajar dilakukan dalam bentuk interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa siswa dengan siswa lain (Abdul, 2002 dalam

http://www.scribd.com/doc/90372081). Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa belajar sebenarnya merupakan cara yang membuat siswa aktif, baik dengan penggunaan cara simulasi, respon, motivasi, penguatan, umpan balik yang dapat membangkitkan keaktifan jasmani dan rohani siswa sehingga muncul interaksi antar siswa dengan guru begitu juga interaksi antara siswa yang satu dengan siswa lainnya. Dengan menggabungkan semua pendapat yang telah disampaikan serta pengertian-pengertian tentang belajar dapat disimpulkan bahwa belajar adalah penggunaan ingatan atau pikiran untuk memperoleh pengetahuan baru yang belum diketahui sebelumnya dengan penggunaan cara-cara tertentu seperti simulasi, respon, motivasi, penguatan, umpan balik yang dapat membangkitkan keaktifan siswa baik jasmani maupun

21

rohani yang dapat membangkitkan interaksi antara siswa dengan guru serta siswa dengan siswa lainnya. 3. Aktivitas Belajar Dari semua pengertian dan pendapat-pendapat tentang aktivitas dan pengertian-pengertian serta pendapat-pendapat tentang belajar dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar mempunyai batasan-batasan seperti: 1) kebenaran perlakuan, 2) ada partisipasi, 3) kegiatan aktual atau keikutsertaan baik jasmani maupun rohani, 4) antusiasme, 5) interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, 6) penerapan secara aktual apa yang telah diporoleh. Prestasi belajar Fisika sama dengan prestasi belajar bidang studi yang lain merupakan hasil dari proses belajar siswa dan sebagaimana biasa dilaporkan pada wali kelas, murid dan orang tua siswa setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. Prestasi belajar mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi anak didik, pendidik, orang tua/wali murid dan sekolah, karena nilai atau angka yang diberikan merupakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang bersangkutan maupun sekolah. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat diukur, berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Djamarah (1994:23) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar. Kalau perubahan tingkah

22

laku adalah tujuan yang mau dicapai dari aktivitas belajar, maka perubahan tingkah laku itulah salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam segala hal yang diperolehnya di sekolah. Dengan kata lain prestasi belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebagai akibat perbuatan belajar atau setelah menerima

pengalaman belajar, yang dapat dikatagorikan menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan mengkaji hal tersebut di atas, maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar menurut Purwanto (2000: 102) antara lain: (1) faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang dapat disebut faktor individual, seperti kematangan/pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi, (2) faktor yang ada diluar individu yang disebut faktor sosial., seperti faktor keluarga/keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajamya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar-mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia dan motivasi sosial. Dalam penelitian ini factor ke 2 yaitu faktor yang dari luar seperti guru dan cara mengajarnya yang akan menentukan prestasi belajar siswa. Guru dalam hal ini adalah kemampuan atau kompetensi guru, pendidikan dan lain-lain. Cara mengajarnya itu merupakan factor kebiasaan guru itu atau pembawaan guru itu dalam memberikan pelajaran. Juga dikatakan oleh Slamet (2003: 54-70) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstem. Faktor intern diklasifikasi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. Faktor jasmaniah antara lain: kesehatan, cacat tubuh. Faktor

23

psikologis antara lain: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. Faktor kelelahan antara lain: kelelahan jasmani dan rohani. Sedangkan faktor ekstern digolongkan menjadi tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyarakat. Faktor keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. Faktor sekolah antara lain: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Faktor masyarakat antara lain: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Peningkatan prestasi belajar yang penulis teliti dalam hal ini dipengaruhi oleh factor ekstern yaitu metode mengajar guru. Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi. Adapun peran sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi diuraikan seperti berikut. Dalam pembahasan sebelumnya telah dibicarakan bahwa prestasi belajar adalah hasil penilaian pendidikan tentang kemajuan prestasi siswa setelah melakukan aktivitas belajar. Ini berarti prestasi belajar tidak akan bisa diketahui tanpa dilakukan penilaian atas hasil aktivitas belajar siswa. Fungsi prestasi belajar bukan saja untuk mengetahui sejauhmana kemajuan siswa setelah menyelesaikan suatu aktivitas, tetapi yang lebih penting adalah sebagai alat untuk memotivasi setiap siswa agar lebih giat belajar, baik secara

individu maupun kelompok. Dalam pembahasan ini akan dibicarakan

24

mengenai prestasi belajar sebagai hasil penilaian dan pada pembahasan berikutnya akan dibicarakan pula prestasi belajar sebagai alat motivasi. Prestasi belajar sebagai hasil penilaian sudah dipahami. Namun demikian untuk mendapatkan pemahaman, perlu juga diketahui, bahwa penilaian adalah sebagai aktivitas dalam menentukan rendahnya prestasi belajar itu sendiri. Abdullah (dalam Mamik Suratmi, 1994: 22), mengatakan bahwa fungsi prestasi belajar adalah: (a) sebagai indikator dan kuantitas pengetahuan yang telah dimiliki oleh pelajar, (b) sebagai lambang pemenuhan keingintahuan, (c) informasi tentang prestasi belajar dapat menjadi perangsang untuk peningkatan ilmu pengetahuan dan (d) sebagai indikator daya serap dan kecerdasan murid. Mohammad Surya (1979), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain dari sudut si pebelajar, proses belajar dan dapat pula dari sudut situasi belajar. Bila kita coba lihat lebih dalam dari pendapat di atas, maka prestasi belajar dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor dari si pebelajar sendiri atau faktor dalam diri siswa dan faktor luar. Faktor dalam diri siswa seperti IQ, motivasi, etos belajar, bakat, keuletan, dan lain-lain sangat berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Penjelasan Surya selanjutnya adalah: dari sudut si pembelajar (siswa), prestasi belajar seseorang dipengaruhi antara lain oleh kondisi kesehatan jasmani siswa, kecerdasan, bakat, minat, motivasi, penyesuaian diri dan kemampuan berinteraksi siswa. Sedangkan yang bersumber dari proses

25

belajar, maka kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran sangat menentukan prestasi belajar siswa. Guru yang menguasai materi pelajaran dengan baik, menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat, mampu mengelola kelas dengan baik dan memiliki kemampuan untuk menumbuhkembangkan motivasi belajar siswa untuk belajar, akan memberi pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan situasi belajar siswa, meliputi situasi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar yang berbentuk angka sebagai simbol dari ketuntasan belajar bidang studi sejarah. Prestasi belajar ini sangat dipengaruhi oleh faktor luar yaitu guru dan metode. Hal inilah yang menjadi titik perhatian peneliti di lapangan. Terkait dengan penelitian ini, untuk mengukur prestasi belajar Fisika digunakan tes hasil belajar, dengan mengacu pada materi pelajaran Fisika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di sekolah ini.

26

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Seting Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahapan penelitian tindakan kelas yaitu : Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi. Pelaksanaan penelitian dilakukan dua siklus. Siklus pertama menggunakan metode Gasing dengan pembelajaran berbasis masalah secara berkelompok yang terdiri 4-5 orang siswa tanpa pendampingan dari guru. Siklus kedua bekerja secara kelompok, namun penambahan permasalahan yang disajikan serta adanya pendampingan dari guru. B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-4 SMAN I Melaya dengan jumlah siswa 40 orang dengan tingkat kemampuan siswa rata-rata hasil belajar dan motivasi belajar yang sangat rendah. C. Waktu penelitian. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan mulai tanggal 20 Juli sampai dengan 28 September 2012, dengan jumlah siswa 40 orang di kelas X-4 SMA Negeri 1 Melaya. D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi untuk mengukur langkah-langkah pembelajaran oleh guru dan mengamati aktivitas siswa. Tes

27

Hasil Belajar dan pengumpulan lembar kegiatan siswa (LKS) untuk mengukur pemahaman konsep tentang materi pembelajaran yang telah dikuasai oleh siswa. E. Teknik Analisis Data

Data tersebut dianalisis dan digunakan persentase dalam penilaiannya. Dengan pedoman konversi nilai dan nilai ketuntansan minimal 6,2 seperti tabel berikut ini: No. 1 2 3 4 5 Interval Nilai 4,1 5,0 5,1 6,0 6,1 7,0 7,1 8,0 8,1 9,0

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian

1.

Kegiatan Pembelajaran Sebelum Tindakan Penelitian tindakan kelas ini dilakukan berangkat dari masalah siswa sulit

memahami konsep materi pelajaran fisika yang abstrak. Kesulitan siswa memahami konsep materi pelajaran itu mengakibatkan rendahnya aktivitas siswa mengikuti pembelajaran, sehingga pembelajaran yang diharapkan berdasarkan Kurikulum KTSP sulit untuk diwujudkan. Hal ini dapat disebabkan oleh model pembelajaran yang dirancang guru masih menggunakan metode ceramah atau diskusi kelompok yang kurang melibatkan siswa untuk terlibat aktif dan merangsang siswa untuk mengeluarkan ide-ide serta kemampuan berfikir dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan metode konvensional yang dilakukan guru selama ini, yaitu guru aktif mengajar dan siswa sebagai pembelajar yang pasif, sehingga siswa kurang antusias yang mengakibatkan pembelajaran tidak menyenangkan. Aktivitas siswa yang diamati sebelum tindakan, sangat rendah. Ada beberapa siswa yang malas membawa buku catatan Fisika ataupun buku pegangan, dalam mengerjakan tugas pekerjaan rumah yang diberikan guru, hanya beberapa orang saja yang mau mengerjakan di rumah, yang lainnya selalu menyelesaikannya di sekolah sebelum masuk jam pelajaran, saat pembelajaran isika berlangsung siswa tampak diam dan tertib, tetapi setelah ditanya kembali tentang materi yang baru diajarkan, siswa diam dan tidak tau menjawab, sehingga disimpulkan bahwa siswa

29

belajar sambil melamun. Semua hal itu diakibatkan karena siswa tidak diaktifkan oleh guru untuk melakukan pembelajaran dengan baik. Dengan keadaan siswa yang demikian, hasil pembelajaran siswa diakhir pokok bahasan sangat rendah, karena siswa tidak memahami materi yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan pelaksanaan pretes menunjukkan hasil belajar yang rendah sehingga dapat disimpulkan pemahaman siswa tentang konsep Fisika sangat rendah. Dari hasil pretes pada tabel 4.1. terlihat bahwa dari 40 siswa yang diberikan tes ternyata hanya 3 siswa baru mencapai ketuntasan 6,2 atau 7,50 % sedangkan 37 siswa belum menuntaskan hasil belajarnya sebelum tindakan. Agar tuntas belajarnya siswa harus mendapat nilai 6,2. Berikut hasil tes belajar siswa sebelum tindakan dilakukan (pretes), seperti tampak pada tabel berikut. Tabel 4.1 Pengelompokan Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan No. 1. 2. 3. 4. 5. Interval Nilai 2,1 3,0 3,1 4,0 4,1 5,0 5,1 6,0 6,1 7,0 Jumlah Jumlah Siswa 10 14 8 5 3 40 Persentase 25 % 35 % 20 % 12,5 % 7,50 % 100 %

2. Hasil Tindakan pada Siklus 1 a) Data Pengamatan Langkah-langkah model Gasing Berbasis Masalah Proses pembelajaran pada siklus 1 menggunakan model Gasing Berbasis Masalah dengan pengenalan Konsep Kinematika Gerak Lurus menggunakan metode diskusi-informasi didalam kelas. Diskusi yang dilakukan siswa membahas 30

permasalahan yang diberikan oleh guru secara berkelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari 4-5 orang yang, terdiri dari laki-laki dan prempuan, dan dibagi siswa yang pintar dan mau aktif belajar harus merata di masing-masing kelompok. Pada siklus ini, pembelajaran menggunakan metode diskusi informasi tanpa pendampingan guru, dalam bekerja kelompok, siswa yang pandai lebih mendominasi mengerjakan permasalahan yang diberikan guru dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai. Kurang adanya kerjasama dalam penyelesaian masalah, dinamika kelompok bekerja masih pasif. Aktivitas siswa pada siklus ini, mendengarkan dengan aktif berada dalam kategori Tinggi. Secara keseluruhan aktivitas siswa masih rendah, seperti tampak pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel. 4.2 Aktivitas Siswa pada Siklus 1 Pengelompokan No Aspek Penilaian Aktivitas Siswa R 1 Bertanya pendapat 2 3 Mendengarkan dengan aktif Melakukan dalam diskusi 4 5 Mencatat hasil diskusi Mengkomunikasikan kelompok Jumlah Persentase (%) hasil kerja Penyelesaian masalah atau menyampaikan 20 8 25 17 19 89 44,5 S 17 11 9 13 13 63 31,5 T 3 21 6 10 8 48 24 Jumlah Siswa

40 40 40 40 40 200

31

Keterangan: R = rendah, S = sedang, T = tinggi

b) Hasil Tes Hasil Belajar Siswa pada Siklus 1 Dilihat dari data Tes Hasil Belajar Siswa dalam menyelesaikan soal tes kemudian hasilnya digabungkan dengan Hasil Lembar Kegiatan Siswa, maka didapat 16 orang siswa atau 40 % tidak mencapai ketuntasan belajar artinya 60 % tuntas. Dengan rata-rata Nilai dikelas mencapai 6,40 dengan standar deviasi 1,28. Seperti tampak pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Pengelompokan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus 1 No. 1. 2. 3. 4. 5. Interval Nilai 4,1 5,0 5,1 6,0 6,1 7,0 7,1 8,0 8,1 9,0 Jumlah Jumlah Siswa 6 10 12 8 4 40 Persentase 15 % 25 % 30 % 20 % 10 % 100 %

c) Refleksi Siklus 1 Guru kurang memperhatikan keterampilan kooperatif siswa dalam bekerja. Dalam mencari penyelesaian masalah yang diberikan guru, siswa kurang memahaminya dan kurang serius mengerjakannya. Masalah yang diberikan guru kurang dipahami siswa.

32

Dalam bekerja kelompok, hanya siswa yang pintar saja yang mendominasi kelompok.

Sebagian siswa malas menganggap bahwa kerja kelompok yang dilakukan adalah tidak berarti apa-apa, hanya seperti kerja kelompok biasa, yaitu aktivitas siswa tidak dinilai guru, sehingga mereka hanya duduk menunggu jawaban dari teman satu kelompoknya apabila nanti ditanya oleh guru atau saat melakukan presentase.

Dalam mempresentasikan hasil diskusi, siswa masih terlihat malumalu membacakannya didepan kelas atau mendiskusikannya ke kelompok lain.

d). Perbaikan untuk Siklus 2 Siswa lebih diaktifkan dalam pembelajaran pada masing-masing kelompok. Siswa dilatih keterampilan bekerjasama dalam kelompok, berbagi tugas dalam setiap kegiatan dan dibimbing melakukan aktivitas dalam menjawab. Guru mengarahkan dan membimbing siswa agar lebih memahami materi pelajaran tentang konsep Kinematika Gerak Lurus. Guru harus memahami kembali langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan pada pembelajaran berbasis masalah agar tujuan

pembelajaran tercapai. Misalnya keliling ke masing-masing kelompok untuk mengamati aktivitas siswa dan pemahaman konsep pelajaran yang didapat siswa.

33

Pembagian tugas kelompok secara merata dilakukan guru dan anggota kelompok, agar semua siswa bekerja secara kooperatif.

3. Hasil Tindakan pada Siklus 2 a) Data Pengamatan Langkah-langkah model Gasing Berbasis Masalah Proses pembelajaran pada siklus 2 menggunakan model Gasing Berbasis Masalah dengan pengenalan Konsep Kinematika Gerak Lurus menggunakan metode diskusi-informasi didalam kelas. Diskusi yang dilakukan siswa membahas permasalahan yang diberikan oleh guru secara berkelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari 4-5 orang yang, terdiri dari laki-laki dan prempuan, dan dibagi siswa yang pintar dan mau aktif belajar harus merata di masing-masing kelompok. Pada siklus ini, pembelajaran menggunakan metode diskusi informasi dengan pendampingan guru, dalam bekerja kelompok, siswa yang pandai mau memberikan bimbingan kepada temannya dalam mengerjakan permasalahan yang diberikan guru. Kerjasama siswa dalam kelompok sudah mulai nampak dalam penyelesaian masalah, dinamika kelompok bekerja masih aktif. Aktivitas siswa pada siklus ini, secara keseluruhan aktif sehingga berada dalam kategori Tinggi. Secara keseluruhan aktivitas siswa dapat ditunjukkan seperti tabel 4.4 beriut ini.

34

Tabel 4.4 Aktivitas Siswa pada Siklus 2 Pengelompokan No Aspek Penilaian Aktivitas Siswa R 1 Bertanya pendapat 2 3 Mendengarkan dengan aktif Melakukan dalam diskusi 4 5 Mencatat hasil diskusi Mengkomunikasikan kelompok Jumlah Persentase (%) Keterangan: R = rendah, S = sedang, T = tinggi hasil kerja Penyelesaian masalah atau menyampaikan 3 8 5 9 2 27 13,5 S 17 11 10 13 16 67 33,5 T 20 21 25 18 22 106 53,0 Jumah Siswa

40 40 40 40 40 200

b). Hasil Tes Hasil Belajar Siswa pada Siklus 2 Dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus 2 yaitu rata-rata Tes Hasil Belajar 7,61 dengan Standar deviasi 0,72. Keseluruhan siswa tuntas belajarnya mencapai 100%. Artinya dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran, maka meningkat pula hasil belajar siswa. Seperti tampak pada tabel 4.5 berikut ini.

35

Tabel 4.5 Pengelompokan Hasil Belajar Siswa pada Siklus 2 No. 1. 2. 3. 4. 5. Interval Nilai 4,1 5,0 5,1 6,0 6,1 7,0 7,1 8,0 8,1 9,0 Jumlah Jumlah Siswa 0 0 9 23 8 40 Persentase 0% 0% 22,5 % 57,5 % 20 % 100 %

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Model Gasing Berbasis Masalah. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Gasing Berbasis masalah

diobservasi berdasarkan tahapan Model Gasing yang dilakukan guru. Langkahlangkah pembelajaran ini dinilai oleh siswa yang mengikuti pembelajaran dengan format disediakan oleh guru untuk mempermudah siswa melakukan penilaian. Pada Siklus 1, Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menurut siswa dalam kategori nilai Rendah (R) mencapai 44,5%, Sedang (S) mencapai 31,5% dan Tinggi (T) mencapai 24,0%. Kategori nilai rendah terjadi karena siswa belum biasa bekerja didalam kelompok, dan siswa yang pintar saja yang bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, sedangkan siswa yang mempunyai kemampuan rendah hanya menunggu jawaban. Bahkan sebagian siswa masih berfikir bahwa bekerja secara kelompok itu tidak penting, yang penting siswa itu faham untuk dirinya sendiri bukan untuk

36

teman satu kelompoknya. Sehingga keterampilan kooperatif siswa tidak tercapai maksimal. Seperti tampak pada gambar 4.1 berikut ini.
89 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1

Aktivitas Siswa Siklus 1


63 44.5 31.5 24 48

1. Rendah, 2. Sedang, 3. Tinggi

Gambar 4.1 Grafik Aktivitas Siswa pada Siklus 1 Pada siklus 2, Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru langkah menurut siswa dalam kategori nilai Rendah (R) mencapai 13,5 enurut 13,5%, Sedang (S) mencapai 33,5% dan Tinggi (T) mencapai 53,0%. Seperti pada gambar 4.2 % berikut ini.

Aktivitas Siswa Siklus 2


120 100 80 60 33.5 40 20 0 1 2 1. Rendah, 2. Sedang, 3. Tinggi 3 27 13.5 67 53 106

Gambar 4.2 Grafik Aktivitas Siswa Siklus 2 37

Berdasarkan Grafik 4.1 dan 4.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa aktivitas siswa kategori rendah sudah mengalami penurunan dari siklus 1 ke siklus 2 sehingga mengakibatkan aktivitas siswa dalam kategori tinggi mengalami peningkatan sebesar 21%. Ini berarti pendampingan guru dalam kelompok sudah mulai berdampak kepada kondisi kelas bekerja secara kelompok sehingga cara ini ternyata lebih membuat siswa senang belajar fisika sehingga aktivitas siswa akan meningkat. . 2. Hasil Belajar Siswa Tes Hasil Belajar dilakukan sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung, terdiri dari 10 soal pilihan berganda dengan rentang skor 0 10. langsung, Sedangkan Hasil Lembar Kegiatan Siswa penilaiannya dilakukan setelah proses kegiatan pembelajaran dengan skor maksimal 15 dan rentangan nilai 0 10. Dari analisa data terlihat bah bahwa rata-rata tes hasil belajar mengalami peningkatan rata secara signifikan setiap siklusnya, artinya dengan meningkatnya aktivitas siswa dalam pembelajaran, maka meningkat pula hasil belajar siswa.

7.61 8.0 7.0 6.0 5.0 Nilai 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 1.28 0.72 Rata2 SD 6.4

Siklus 1

dan

Siklus 2

Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar Siswa

38

Dari hasil pembahasan di atas, maka diambil beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata hasil belajar pada siklus 1 adalah 6,40 dan standar deviasi 1,28. Dari hasil yang diperoleh terdapat 16 dari 40 siswa berada dibawah Ketuntasan Belajar Minimal. 2. Pada siklus 2 secara keseluruhan siswa tuntas belajarnya mencapai 100% dengan rata-rata nilai hasil belajar 7,61 dan standar deviasi 0,72. Jika diamati pada setiap siklus rata-rata hasil belajar siswa terus meningkat artinya rata-rata nilai siswa mengalami peningkatan secara signifikan setiap siklusnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa yang meningkat disetiap siklusnya membuat hasil belajar siswa juga meningkat dan ketuntatasan belajar juga meningkat. 3. Sedangkan standar deviasi mengalami penurunan, artinya data yang didapat dari hasil penelitian tersebar secara merata atau sebaran data semakin kecil.

39

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan Dari uraian pembahasan di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa simpulan yaitu sebagai berikut : 1. Pada setiap siklus, Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru menurut siswa dalam kategori nilai rendah mengalami penurunan dan kategori nilai sedang dan tinggi selalu mengalami kenaikan secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa guru sudah mulai terbiasa dengan kondisi kelas bekerja secara kelompok dan menyampaikan materi. Sehingga guru dapat mengambil manfaat bahwa mengajar fisika dengan menggunakan model Gasing berbasis masalah lebih efektif dari pada metode guru aktif ceramah didepan kelas dengan metode ceramah, walaupun diawal penggunaan model Gasing berbasis masalah kondisi kelas ribut dan tidak tenang, hal ini terjadi karena tanpa pendampingan guru tetapi setelah diberikan pendampingan oleh guru, cara ini ternyata lebih membuat siswa senang belajar Fisika sehingga aktivitas siswa meningkat. 2. Rata-rata hasil belajar Siswa pada siklus 1 mencapai 6,40 dengan standar deviasi 1,28, sedangkan pada siklus 2 mencapai 7,61 dengan standar deviasi 0,72. Jika diamati pada setiap siklus rata-rata hasil belajar siswa terus meningkat artinya rata-rata nilai siswa mengalami peningkatan secara signifikan setiap siklusnya.

40

3. Aktivitas siswa siklus 1, dalam penilaian Rendah mencapai 45,5%, Sedang mencapai 31,5% dan Tinggi mencapai 24 %. Disiklus 2, Aktivitas siswa dalam penilaian Rendah mencapai 13,5%, Sedang mencapai 33,5% dan Tinggi mencapai 53,0%. Dari analisa tersebut, aktivitas siswa setiap siklus mengalami peningkatan. Artinya penggunaan model Gasing berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa tentang konsep Kinematika Gerak Lurus. 4. Dengan meningkatnya tahapan pembelajaran yang dilakukan guru dan meningkatnya aktivitas belajar siswa, ternyata berdampak pula terhadap hasil belajar siswa dibuktikan dengan meningkatnya rata-rata hasil belajar Fisika dan ketuntatasan belajar disetiap siklus. Meningkatnya hasil belajar ini menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang konsep Fisika yang abstrak lebih mudah dipahami siswa, dan konsep Fisika yang abstrak menjadi lebih nyata dengan menggunakan model Gasing berbasis masalah.
B. Saran

1. Bagi teman-teman guru, mulailah melakukan inovasi dalam pembelajaran yang kemudian dituangkan kedalam sebuah karya tulis yang berguna untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan melakukan penelitian tindakan kelas. 2. Bagi penyelenggara simposium nasional, perlunya dibuat laporan hasil penelitian yang baik untuk dibaca khalayak ramai dalam sebuah buku kemudian diperbanyak dan disumbangkan ke sekolah-sekolah baik dari tingkat propinsi sampai ke daerah-daerah agar dapat dibaca teman-teman

41

pendidik yang berada di daerah untuk memotivasi yang lain, agar mau melakukan penelitian dan melakukan inovasi 3. Untuk pemerhati pendidikan ditingkat pusat, perlu adanya dana yang dialokasikan sebagai proyek yang memfasilitasi pembiayaan penelitian tindakan kelas secara sederhana tentang inovasi pembelajaran di sekolahsekolah. Walaupun itu sudah dilakukan oleh pemerintah tetapi bagi guru yang berada didaerah yang jauh dari informasi belum pernah menerima bantuan dana untuk melakukan penelitian disekolah-sekolah walaupun penelitian itu sudah dilakukan oleh guru. Sehingga bantuan dana bagi guru yang melakukan penelitian, kurang merata dan menyeluruh dilakukan oleh pemerintah.

42

DAFTAR PUSTAKA

Abdul. 2002. http://www.scribd.com/doc/9037208/ Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ali, M.S. 2002. Hasil Belajar Fisika Ditinjau dari Beberapa faktor Psikologis. Disertasi. IKIP Jakarta. Anom. 2000. Profesionalisme Guru Fisika dalam Menghadapi Tantangan Era Global. Makalah. Disampaikan pada seminar dalam rangka HUT ke36 Jurusan Fisika STKIP Singaraja pada 1 hari Minggu 5 Nopember 2000. Arief Furchan. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Belajar: Yogyakarta. Arikunto, Suharsimi. 1995. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi; Suhardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara. Azwar, Saifuddin. 2001. Tes Prestasi. Y ogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007. Jakarta: BSNP.

Barrows Howard. 1996. New Direction for Teaching and Learning "ProblemBased Learning in Medichine and Beyond; Abrief Overview". Jossey Bass Publishers. Barrows, Howard. 1994. Practice Based Learning: Problem Based Learning Applied to Medical Education. Springfield II: Soulthern Illionis University School of Medicine. Barrows. 1996. Problem Based Learning Medicine Beyond. New Direction for Teaching and Learning . Jossey -Bass Publis! Barrows. U.S. & Myers.A.C. 1993. Problem Based Learning in Seconda Schoosl. Unpublished Monograph. Springtield. II : Problem Based Learning Institute. Lanphier High School and Southern Illionis University Medical School.

43

Citrawathi, D.M. dan I N. Kariasa. 2004. Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah pada Perkuliahan Gizi dan Kesehatan untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Mahasiswa. Laporan Hasil Penelitian Tidak Diterbitkan. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja. Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga. Dimyati dan Mudjiono. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Dirjen Dikti. Djamarah, Syaful Bahri. 2002. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Ekohariadi. 2002. Modalitas Majemuk Pada Pembelajaran Kontekstual, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas PPS Universitas Negeri Surabaya. Gerrad, A. dan Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning / dan Penerapannya dalan KBK, Malang : UMN. Halliday & Resnick. 1996. Fisika. Jilid 2. (Diterjemahkan Pantur Silaban & Erwin Sucipto). Edisi ketiga, Jakarta: Erlangga. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi pustaka. Sudjana.1992. Metode Statistik. Bandung : Tarsito. Nawari.2010. Analisis Regresi dengan MS.Excel 2007 dan SPSS versi 17.Jakarta:PT.Elex Media Komputindo. Yohanes Surya.2008. Fisika Gasing Untuk SMA.Jakarta: Surya Institute.

44

Lampiran: 1.Pelaksanaan Model Gasing berbasis masalah dalam Pembelajaran Konsep Kinematika Gerak Lurus. 1. Gerak Lurus Beraturan (GLB) a. Satu Objek V = 2 m/s

Berapa jarak yang dapat ditempuh oleh benda dalam waktu 3 s? Jawab: Perhatikan nilai V = 2 m/s, artinya:bahwa dalam 1 sekon benda dapat menempuh jarak 2 m, jadi dalam 3 sekon benda dapat menempuh jarak 6 m.

Jawablah Pertanyaan berikut ini: 1. Perhatikan gambar berikut ini. V = 3 m/s

Jika t = 5 sekon, maka jarak tempuh benda (S)= ..? 2. V = 20 km/jam

Jika t = 3 jam, maka S = ..?

Jadi Tujuannya Penanaman Konsep S = v.t Dimana: S = Jarak tempuh benda (m) V = Kecepatan benda (m/s) t = waktu (s)

45

b. Dua Objek Perhatikan Gambar berikut:

V = 3 m/s

25 m

V = 2 m/s B

Kedua benda berada pada jarak 25 m, maka kapan kedua benda akan berpapasan dan Dimana kedua benda akan bertemu? Jawab: Benda A: V = 3 m/s, artinya dalam 1 sekon benda A menempuh jarak 3 m Benda B: V = 2 m/s, artinya dalam 1 sekon benda B menempuh jarak 2 m. Jadi kedua benda saling mendekat, sehingga tiap detik jarak mereka bertambah dekat 3 + 2 = 5 m. Karena Jarak kedua benda 25 m maka waktu yang diperlukan untuk berpapasan adalah 25/5 = 5 sekon. Sedangkan dimana kedua benda akan bertemu: Tinjau benda A: Karena kecepatan benda A 3m/s, maka untuk waktu 5 s, jarak yang ditempuh 15 m dari posisi benda A atau 10 m dari benda B.

Perhatikan Soal Cerita Berikut ini. 1. Dua kuda A dan B berlari berhadapan masing-masing dengan kecepatan 8 m/s dan 4 m/s. Kedua kuda terpisah pada jarak 36 m. Hitung kapan dan dimana kedua kuda akan berpapasan? 2. Dua semut P dan Q berjalan lurus berhadapan masing-masing dengan kecepatan 4 m/s dan 3 m/s.Kedua semut awalnya terpisah pada jarak 180 m. Hitung kapan dan dimana kedua semut akan berpapasan? 3. Perhatikan Gambar berikut: A V = 5 m/s 5m B V = 4 m/s

B berangkat 2 sekon lebih dulu, kapan benda B terkejar oleh A dan pada jarak berapa B akan terkejar oleh A? 46

2. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) a. Kecepatan dan Percepatan a = 3 m/s2

Masalah: Berapa kecepatan benda pada saat t = 3 s? Jawab: Percepatan (a) = 3 m/s2, artinya: dalam 1 sekon, benda mempunyai kecepatan (v) = 3 m/s.Jadi untuk t = 3 s, besar kecepatan benda adalah: 3 m/s2 x 3s = 9 m/s

Jawablah Masalah berikut ini. 1. Perhatikan gambar berikut ini. a = 2 m/s2

Berapa kecepatan benda pada saat t= 4 sekon?

2. Perhatikan gambar berikut ini. Vo = 5 m/s a = 5 m/s2

Berapa Kecepatan benda pada saat t = 2 sekon, jika kecepatan awal benda (Vo) = 5 m/s?

Jadi Tujuannya Penanaman Konsep Vt = Vo + a.t Dimana: Vt = Kecepatan akhir benda benda (m/s) Vo = Kecepatan awal benda (m/s) t = waktu (s)

47

3. Soal Cerita: Seorang anak mengayuh sepeda dari keadaan bergerak. Mula-mula sepeda bergerak dengan kecepatan 10 m/s. Sepeda dipercepat dengan percepatan 2 m/s. Hitung berapa kecepatan sepeda itu setelah t = 4s!

b. Jarak dan Percepatan 1.Perhatikan Gambar berikut ini. V = 2 m/s V = 4 m/s

Hitung Jarak tempuh benda (S) padasaat t = 4 s! Jawab: Benda bergerak dengan kecepatan V = 2 m/s berubah secara beraturan menjadi V = 4 m/s, artinya: V = 2 m/s, artinya: dalam 1 s menempuh jarak (S) = 2 m, jika t = 4s, maka jarak akan menjadi = 2 x 4 = 8 m. V = 4 m/s, artinya: dalam 1 s menempuh jarak (S) = 4 m, jika t = 4 s, maka jarak akan menjadi = 4 x 4 = 16 m. Karena kecepatan benda naik dari 2 m/s menjadi 4 m/s secara teratur, maka jarak yang ditempuh benda adalah tengah-tengah dari 8 m dan 16 m, yaitu: S = (8 m + 16 m)/2 = 12 meter.

2. Sebuah sepeda mula-mula bergerak dengan kecepatan 10 m/s. Sepeda kemudian dipercepat dan dalam waktu 10 s kecepatannya menjadi 20 m/s. Hitung percepatan sepeda dan jarak yang ditempuh sepeda itu untuk mencapai kecepatan ini! Penyelesaian: Diket : Vo = 10 m/s, Vt = 20 m/s, t = 10 s Ditanya: a). a = ..? dan b). St = ..? t = 10s! Jawab :

48

a).

Vt = Vo + a.t 20 = 10 + a.10 20 10 = 10.a a = 10/10 = 1 m/s2 St = Vo.t + 1/2 .a.t2 = 10.10 + .1.102 = 100 + 50 = 150 meter.

b).

Jadi Tujuannya Penanaman Konsep Vt = Vo + a.t dan konsep St = Vo.t + a.t2 Dimana: Vt = Kecepatan akhir benda benda (m/s) Vo = Kecepatan awal benda (m/s) St = Jarak tempuh benda (m) t = waktu (s)

Petunjuk: Kerjakan soal berikut ini dengan metode di atas! 1. Perhatikan gambar berikut ini.

V = 7 m/s

Berapa jarak yang tempuh benda saat t = 3s? 2. Sebuah mobil bergerak dengan kecepatan 10 m/s. Hitunglah jarak yang ditempuh setelah 5 sekon! 3. Sebuah sepeda bergerak dengan kecepatan 2 m/s. Hitung waktu yang diperlukan untuk menmpuh jarak 10 m! 4. Perhatikan gambar berikut ini. P V = 5 m/s V = 2 m/s

Kedua benda berada pada jarak 25 m, maka kapan kedua benda akan berpapasan dan Dimana kedua benda akan bertemu?
SELAMAT - BERLATIH

49

ABSTRAK

Drs. I Nyoman Suriada,M.Pd. Penerapan Model Gasing Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Konsep Kinematika Gerak Lurus Untuk meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Kelas X.4 Semester 1 SMA Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2012/2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Model Gasing Berbasis Masalah dalam Pembelajaran Konsep Kinematika Gerak Lurus dapat meningkatkan Prestas belajar Fisika Kelas X.4 Semester 1 SMA Negeri 1 Melaya. Adapun yang dipakai sebagai subjek penelitian dalam PTK ini adalah siswa kelas X.4 SMA Negeri 1 Melaya tahun pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang, yang rata-rata mempunyai kemampuan akademik awal, aktivitas dan motivasi belajar sangat rendah. Hal ini tercermin pada saat diadakan pretes sebelum guru melakukan tindakan hampir seluruh siswa belum mencapai ketuntasan minimal yaitu 6,2. Pengambilan data hasil belajar siswa dilakukan dengan memberikan tes, yang nantinya dianalisis sebagai data kuantitatif. Sedangkan data aktivitas siswa dilakukan dengan teknik observasi, yang nantinya dianalisis sebagai data kualitatif. Data hasil belajar siswa yang mencerminkan kualitas pembelajaran tentang Konsep Kinematika Gerak Lurus dikaji pada setiap siklus, yaitu: (1). Pada akhir siklus 1 diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 6,40, dengan standar deviasi 1,28. Dari hasil yang terdapat 16 siswa yang belum mencapai ketuntasan atau 40,0% sedangkan 34 siswa mencapai nilai ketuntasan belajar minimal atau di atas atau 60,0%, (2). Pada akhir siklus 2 diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 7,61, dan standar deviasi 0,72. Dari hasil yang diperoleh ternyata secara keseluruhan siswa sudah mencapai ketuntasan minimal atau di atas atau 100%. Sedangkan skor rata-rata aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran tentang Konsep Kinematika Gerak Lurus dikaji setiap siklus, yaitu: (1). Pada siklus 1 diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa dengan kategori Rendah mencapai 45,5%, Sedang mencapai 31,5%, dan Tinggi mencapai 24,0%., (2). Pada siklus 2 diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa dengan kategori Rendah mencapai 13,5%, Sedang mencapai 33,5 %, dan Tinggi mencapai 53,0%. Jadi berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model gasing berbasis masalah dalam pembelajaran konsep Kinematika gerak Lurus terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

Kata Kunci: Penerapan Model Gasing Berbasis Masalah, Konsep Kinematika Gerak Lurus, dan Prestasi Belajar Fisika.

ix

50

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL . HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI . DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR . ABSTRAK . i ii iii iv v vii viii ix

BAB I PENDAHULUAN ... A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah dan Cara Pemecahannya C. Tujuan Penelitian .. D. Manfaat Penelitian BAB II DESKRIPSI TEORI .. A. Pentingnya Model Pembelajaran B. Model Pembelajaran Gasing.. C. Prestasi Belajar.. BAB III METODELOGI PENELITIAN .. A. Setting Penelitian .. B. Subjek Penelitian .. C. Waktu Penelitian . . D. Teknik Pengumpulan Data E. Teknik Analisis Data . BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian . B. Pembahasan Hasil Penelitian

1 1 4 6 6 7 7 10 19 27 27 27 27 27 28 29 29 36

51

BAB V SIMPULAN DAN SARAN . A. B. Simpulan .. Saran

40 40 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

43

vi

52

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis ucapkan, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan PTK dengan judul Penerapan Model Gasing Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Konsep Kinematika Gerak Lurus Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Kelas X.4 Semester 1 SMA Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan penulisan PTK ini adalah Guna memenuhi persyaratan Kenaikan Pangkat/Jabatan Guru melalui Angka Kredit. Selama penulisan PTK ini penulis banyak mendapat bantuan serta sumbangan pemikiran, untuk itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Drs. I Nyoman Sukarya, M.Pd., selaku Kepala SMA Negeri 1 Melaya, yang telah memberikan motivasi untuk melakukan penelitian. 2. Dwi Warsito Negara, S.Pd. selaku Pengelola Perpustakaan yang telah banyak memberikan bantuan meminjam buku-buku yang relevan dengan PTK ini. 3. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu disini.

Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, semoga amal baiknya mendapat imbalan yang sepadan dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat pada perkembangan pendidikan pada umumnya, khususnya pada bidang studi Fisika.

Melaya, September 2012 Penulis,

iv

53

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA OLAHRAGA PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN SMA NEGERI 1 MELAYA Alamat:Jln.Raya Negara-Gilimanuk,Telp(0365)4700366.Kode Pos:82252

PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala SMA Negeri 1 Melaya menerangkan bahwa:

Nama NIP Pangkat/Gol. Tempat Tugas

: Drs. I Nyoman Suriada,M.Pd. : 19640620 199702 1 002 : Pembina Tingkat I/IV.b : SMA Negeri 1 Melaya

Memang benar yang tersebut di atas telah melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tentang : Penerapan Model Gasing Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Konsep Kinematika Gerak Lurus Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Kelas X.4 Semester 1 SMA Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2012/2013.

Melaya, September 2012 Kepala SMA Negeri 1 Melaya,

Drs. I Nyoman Sukarya,M.Pd. Pembina NIP. 19610427 198803 1 005

ii

54

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Pengelompokan Hasil Belajar Siswa Sebelum Tindakan Tabel 4.2 Aktivitas Siswa pada Siklus 1 Tabel 4.3 Pengelompokan Hasil Belajar Siswa Siklus 1 ... Tabel 4.4 Aktivitas Siswa Siklus 2 . Tabel 4.5 Pengelompokan Hasil Belajar Siswa Siklus 2 . 30 31 32 35 36

vii

55

DAFTAR GRAFIK Jangan Dicetak!!!!!! Halaman Grafik 3.1 Grafik Langkah PBI menggunakan alat peraga.. Grafik 3.2 Grafik Skor Aktivitas Siswa.. Grafik 3.3 Grafik Skor THB dan LKS 35 37 38

viii

56

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Alur Pembelajaran Problem Based Learning Gambar 4.1 Grafik Aktivitas Siswa pada Siklus 1. Gambar 4.2 Grafik Aktivitas Siswa pada Siklus 2 Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar Siswa 18 37 37 38

viii

57

ABSTRAK

Drs. I Nyoman Suriada, M.Pd. Penggunaan Alat Peraga Sederhana Pada Konsep Pemantulan Cahaya Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X.3 Semester 2 SMA Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan alat peraga sederhana dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa SMA Negeri 1 Melaya Konsep Pemantulan Cahaya. Adapun yang dipakai sebagai subjek penelitian dalam PTK ini adalah siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Melaya tahun pelajaran 2010/2011 dengan jumlah siswa sebanyak 38 orang, yang rata-rata mempunyai kemampuan akademik awal, aktivitas dan motivasi belajar sangat rendah. Hal ini tercermin pada saat diadakan pretes sebelum guru melakukan tindakan hampir seluruh siswa belum mencapai ketuntasan minimal yaitu 6,2. Pengambilan data hasil belajar siswa dilakukan dengan memberikan tes, yang nantinya dianalisis sebagai data kuantitatif. Sedangkan data aktivitas siswa dilakukan dengan teknik observasi, yang nantinya dianalisis sebagai data kualitatif. Data hasil belajar siswa yang mencerminkan kualitas pembelajaran tentang Konsep Pemantulan Cahaya dikaji pada setiap siklus, yaitu: (1). Pada akhir siklus 1 diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 6,32,dengan standar deviasi 1,38. Dari hasil yang terdapat 15 siswa yang belum mencapai ketuntasan atau 39,47 persen sedangkan 23 siswa mencapai nilai ketuntasan belajar minimal atau di atas atau 60,53 persen, (2). Pada akhir siklus 2 diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 6,86,dan standar deviasi 0,79. Dari hasil yang diperoleh 6 siswa dari 38 yang belum mencapai nilai ketuntasan belajar minimal atau 15,78 persen sedangkan 32 siswa telah mencapai ketuntasan belajar minimal atau di atas atau 84,21 persen, dan (3). Pada akhir siklus 3 diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa sebesar 7,39, dan standar deviasi 0,46. Dari hasil yang diperoleh ternyata secara keseluruhan siswa sudah mencapai ketuntasan minimal atau di atas atau 100 persen. Sedangkan skor rata-rata aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran tentang Konsep Pemantulan Cahaya dikaji setiap siklus, yaitu: (1). Pada siklus 1 diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa dengan kategori Rendah mencapai 51,05%, Sedang mencapai 28,95%, dan Tinggi mencapai 20,00%., (2). Pada siklus 2 diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa dengan kategori Rendah mencapai 30,52 %, Sedang mencapai 35,79 %, dan Tinggi mencapai 33,68 %, dan (3).Pada siklus 3 diperoleh skor rata-rata aktivitas belajar siswa dengan kategori Rendah mencapai 16,31 %, Sedang mencapai 36,84 %, dan Tinggi mencapai 46,84 %. Jadi berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga sederhana pada konsep pementulan cahaya terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Kata Kunci: Penggunaan Alat Peraga Sederhana, Konsep Pemantulan Cahaya, dan Aktivitas Belajar Siswa. ix

58

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA OLAHRAGA PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN SMA NEGERI 1 MELAYA Alamat: Jl.Raya Negara Gilimanuk Telp(0365)4700366.Kode Pos:82252

SURAT KETERANGAN NOMOR:/800/SMAN.1 Mly/2012

Yang bertanda tangan di bawah ini saya: Nama NIP. Pangkat/Gol. Tempat Tugas : Drs. I Nyoman Suriada, M.Pd. : 19640620 199702 1 002 : Pembina Tk.I/IV.b : SMA Negeri 1 Melaya

Dengan ini menerangkan bahwa: Memang benar nama tersebut di atas, melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada sekolah yang saya pimpin yakni di SMA Negeri 1 Melaya. Dengan Judul: Penerapan Model Gasing Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Konsep Kinematika Gerak Lurus Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Kelas X.4 Semester 1 SMA Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2012/2013. Demikian surat keterangan ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Melaya, September 2012 Kepala SMA Negeri 1 Melaya,

Drs. I Nyoman Sukarya,M.Pd. Pembina NIP. 19610427 198803 1 005

59

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA OLAHRAGA PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN SMA NEGERI 1 MELAYA Alamat:Jln.Raya Negara-Gilimanuk,Telp(0365)4700366.Kode Pos:82252

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini Pengelola Perpustakaan SMA Negeri 1 Melaya menyatakan bahwa:

Nama NIP Pangkat/Gol. Tempat Tugas

: Drs. I Nyoman Suriada,M.Pd. : 19640620 199702 1 002 : Pembina Tingkat I/IV.b : SMA Negeri 1 Melaya

Memang benar yang tersebut di atas telah mempublikasikan Hasil Laporan Penelitian dengan judul: Penggunaan Alat Peraga Sederhana Pada Konsep Pemantulan Cahaya Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas X.3 Semester 2 SMA Negeri 1 Melaya Tahun Pelajaran 2010/2011 di sekolah kami dan menaruh 1 (satu) buah karyanya di perpustakaan SMA Negeri 1 Melaya. Demikian pernyataan ini dibuat agar dapat dipergunakan dimana mestinya.

Mengetahui: Kepala SMA Negeri 1 Melaya,

Melaya, Pebruari 2010 Pengelola Perpustakaan Negeri 1 Melaya,

SMA

Drs. I Nyoman Sukarya,M.Pd. Pembina NIP. 19610427 198803 1 005

Dwi Warsito Negara,S.Pd. Pembina NIP.19590923 198403 1 005

iii

60

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS PENERAPAN MODEL GASING BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN KONSEP KINEMATIKA GERAK LURUS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR FISIKA KELAS X.4 SEMESTER 1 SMA NEGERI 1 MELAYA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

OLEH DRS. I NYOMAN SURIADA,M.Pd. Pembina Tingkat I/IV.b NIP. 19640620 199702 1 002

GURU FISIKA SMA NEGERI 1 MELAYA 2012


61

Lampiran: Foto Kegiatan Siswa selama Proses Pembelajaran 1. Siswa Tampak berdiskusi Saat Mengerjakan Masalah dalam kelompok masing-masing.

2. Siswa Tampak aktif pada tugas mereka masing-masing

62

3. Siswa tampak membaca soal pada LKS serta berusaha menemukan jawabannya pada buku-buku

4. Siswa tampak mencocokkan jawaban mereka dengan temannya

63

64

65

66

TIDAK DIPAKAI.!!!!!!!!! Lampiran 2. TES HASIL BELAJAR SISWA KONSEP LISTRIK DINAMIS

Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban yang anda anggap paling benar.

Soal: 1. Muatan listrik yang mengalir dalam suatu penghantar disebut. A. Arus listik B. Tegangan listrik C. Daya D. Energi E. Coulomb

67

2. Perhatikan grafik berikut ini. Grafik disamping menunjukkan I(A) kuat arus yang mengalir dalam suatu 4 hambatan R sebagai

fungsi waktu. Banyak muatan listrik yang mengalir dalam hambatan tersebut selama 6

sekon pertama adalah.

t(s) 0 3 5 6

3. Sepotong kawat penghantar dengan hambatan 50 ohm dialiri arus listrik sebesar 0,2 ampere, maka besar beda potensial kedua ujung penghantar itu adalah. A. 25 V B. 20 V D. 10 V C. 15 V E. 5 V 4. Tiga buah hambatan yang besarnya identik R ohm disusun secara paralel dengan beda potensial sama V volt, maka besar hambatan pengantinya adalah. A. R B. R D. 2/3 R C. 1/3 R E. 3 R 5. Besar kecilnya hambatan suatu penghantar tergantung pada. A. Hambatan jenis penghantar B. Panjang penghantar C. Luas penampang penghantar D. A dan B benar E. A, B,dan C benar

S-1 S-2

6. Sebuah kawat besi yang memiliki panjang 0,5 cm dan diameter 1,3 mm, jika besar hambatan jenis kawat besi 9,7 x 10-8 Ohm.meter, maka besar hambatan kawat besi adalah. A. 0,058 Ohm 68

B. 0,037 Ohm D. 5,800 Ohm C. 3,700 Ohm E. 6,000 Ohm 7. Yang merupakan satuan dari kuat arus listrik dalam SI adalah . A. Volt B. Kandela D. Ohm C. Ampere E. Volt/ampere 8. Alat untuk mengukur tegangan listrik disebut . A. Avometer B. Amperemeter D. Kalorimeter C. Voltmeter E. Dinamometer 9. Perhatikan gambar berikut ini. R Dari gambar disamping alat ukur yang tepat dipasang pada nomor 1 dan 2 adalah. 2 1 A. 1 = voltmeter, 2 = amperemeter B. 1 = amperemeter 2 = voltmeter C. 1 = 2 = amperemeter D. 1 = 2 = voltmeter E. 1= amperemeter E

10. Satu kWh setara dengan . A. 3,0 x 106 joule B. 3,6 x 106 joule D. 3,6 x 103 joule 3 C. 4,2 x 10 joule E. 4,2 x 106 joule 11. Sebuah hambatan sebesar 300 ohm dihubungkan dengan sumber tegangan 120 volt dalam waktu 3 menit. Besar energi yang diserap oleh hambatan itu adalah. A. 8,2 kJ B. 9,0 kJ D. 6,0 kJ C. 7,2 kJ E. 5,8 kJ 12. Lampu listrik pada beda tegangan 120 volt memerlukan arus listrik sebesar 1 ampere. Jika biaya energi listrik per kWh adalah Rp.50, maka biaya yang harus dibayarkan jika lampu dinyalakan selama 100 jam adalah. A. Rp.500 B. Rp.550 D. Rp.650 C. Rp.600 E. Rp.700

69

S-3

13. Sebuah keluarga menyewa listrik PLN sebesar 500 W dengan tegangan 110 V. Jika untuk penerangan keluarga itu menggunakan lampu 100 W; 220 V. Maka banyak lampu yang harus dipasang adalah . A. 15 buah B. 20 buah D. 30 buah C. 25 buah D. 40 buah 14. Sebuah kawat penghantar mempunyai hambatan R ohm, dialiri arus listrik sebesar I ampere, dalam selang waktu t sekon. Maka rumus energi listrik yang sesuai dengan besaran tersebut adalah . A. W = I.R.t C. W = I.R2.t 2 B. W = I .R.t D. W = V/R.t E. W = I2.t/R 15. Lima buah hambatan identik mempunyai hambatan R ohm dipasang secara seri pada sumber tegangan 100 volt. Jika R = 20 ohm, maka besar kuat arus yang mengalir dan hambatan pengantinya adalah. A. I = 1 A, dan Rt = 100 Ohm B. I = 5 A, dan Rt = 100 ohm D. I = 2,5 A, dan Rt = 150 ohm C. I = 1,5 A, dan Rt = 200 ohm E. I = 5 A, dan Rt = 120 ohm 16. Sebuah kawat penghantar dialiri muatan listrik sebesar 150 Coulomb, jika kawat itu dihubungkan pada sumber tegangan sebesar 3V, maka besar energi yang mengalir pada kawat penghantar itu adalah . A. 50 J C. 450 J B. 250 J D. 500 J E. 550 J 17. Alat yang digunakan untuk mengukur besarnya energi listrik dinamakan . A. Avometer C. Basicmeter B. kWh-meter D. Kalorimeter E. Wattmeter 18. Arah arus listrik sangat ditentukan oleh aliran muatan. A. Negatif C. Beda potensial B. Positif D. Kalor E. Elektron dan Tegangan 19. Sebuah kawat pengahantar mempunyai luas penampang sebesar 20 m2 dengan dialiri arus listrik sebesar 100 A, maka besar kerapatan arus pada penghantar itu adalah . A. 5 A/m2 C. 2000 A/m2 2 B. 8 A/m D. 0,2 A/m2 E. 20 A/m2 20. Perhatikan tabel berikut ini. No. Alat listrik Daya Tegangan 1. 2. Radio Kipas angin 40 W 70 W 220 V 220 V

70

3. 4. 5.

TV Setrika Listrik Refrigerator

75 W 250 W 450 W

220 V 220 V 220 V

Dari kelima alat di atas, yang mempunyai hambatan terbesar adalah. A. Radio B. Kipas angin C. TV D. Setrika listrik E. Refrigerator

SELAMAT - BEKERJA

71

72

73

You might also like